Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI

ANALISIS VEGETASI

Oleh :

Hasna Gita Savira 17030244035


Nilam Cahya Ningrum 17030244048
Eka Firlinda Yana 17030244060
Riski Nur Arifiani 17030244063

Biologi 2017 E

JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
2019
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Dalam suatu habitat organisme tidak lain adalah tempat organisme
itu berada atau dengan suatu alamat organisme itu di alam. Suatu habitat
itu berupa di kawasan fisik dengan batasan yang jelas dan dapat ditumbuhi
oleh banyak spesies.
Dalam kehidupan ini antara satu dengan yang lain pasti saling
berhubungan dan mempengaruhi. Seperti halnya dengan mahluk hidup
yang merupakan suatu komponen penyusun ekosistem juga saling
berhubungan. Istilah habitat dan relung ekologi adalah dua konsep yang
penting dalam mempelajari idividu, populasi, komunitas, dan ekosistem.
Relung ini merupakan peran dari suatu spesies didalam habitat komunitas
atau ekosistemnya untuk di lakukannya analisis vegetasi.
Analisis vegetasi merupakan cara yang di lakukan agar kita
menghetahui berapa besar banyaknya spesies yang tersebar dalam suatu
area melalui pengamatan langsung. Dilakukan dengan membuat plot dan
mengamati morfologi serta identifikasi vegetasi yang ada. Vegatasi atau
komunitas tumbuhan merupakan salah satu komponen biotik yang
menempati habitat tertentu seperti hutan, batang ilalang, semak belukar
dan lainnya. Selain itu struktur dan komposisi vegetasi dalam suatu
wilayah biasanya dipengaruhi oleh komponen ekosistem lainnya yang
saling berinteraksi, sehingga vegetasi yang tumbuh secara alami pada
wilayah tersebut sebenarnya hasil pencerminan dari interaksi berbagai
faktor dan dapat mengalami perubahan karena pengaruh anthropogenik.
Dalam mempelajari vegetasi data yang di peroleh meliputi data kualitatif
dan kuantitatif . Data kuantitatif menyatakan jumlah, ukuran, berat kering,
dan berat basah suatu jenis. Data kuantitatif didapat dari hasil penjabaran
pengamatan petak sedangkan kualitatif didapat dari hasil pengamatan
dilapangan dalam lingkup yang luas. Untuk itu dalam pratikum kali ini
kami akan menggunakan data dari pengamatan vegetasi untuk menghitung
frekuensi suatu wilayah.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Tumbuhan apa sajakah yang ada di area pengamatan?
2. Bagaimana kerapatan populasi di area pengamatan?
3. Bagaimana dominansi relatif di area pengamatan?
4. Bagaimana frekuensi relatif di area pengamatan?
5. Bagaimana nilai penting komunitas yang ada di area pengamatan?
6. Bagaimana analisis vegetasi di area pengamatan?

C. TUJUAN
1. Mengidentifikasi nama tumbuhan.
2. Menentukan kerapatan populasi.
3. Menentukan dominansi relatif.
4. Menentukan frekuensi relatif.
5. Menentukan nilai penting suatu komunitas.
6. Melakukan analisis vegetasi.
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Vegetasi

Vegetasi merupakan kumpulan tumbuh-tumbuhan, biasanya terdiri dari


beberapa jenis yang hidup bersama-sama pada suatu tempat. Dalam mekanisme
kehidupan bersama tersebut terdapat interaksi yang erat, baik diantara sesama
individu penyusun vegetasi itu sendiri maupun dengan organisme lainnya
sehingga merupakan suatu sistem yang hidup dan tumbuh serta dinamis
(Marsono, 1977). Analisis vegetasi merupakan cara yang dilakukan untuk
mengetahui seberapa besar sebaran berbagai spesies dalam suatu area melalui
pengamatan langsung.
Analisa vegetasi merupakan cara untuk mempelajari susunan (komposisi
jenis) dan bentuk (struktur) vegetasi atau masyarakat tumbuh-tumbuhan. Pada
suatu kondisi hutan yang luas, kegiatan analisa vegetasi erat kaitannya dengan
sampling sehingga cukup ditempatkan beberapa petak contoh untuk mewakili
habitat tersebut. Ada tiga hal yang perlu diperhatikan dala sampling ini, yaitu
jumlah petak contoh, cara peletakan petak contoh dan teknik analisa vegetasi yang
digunakan (Soerianegara, 2005). Analisa vegetasi penting untuk mengetahui
vegetasi tumbuhan dimasa sekarang dan menduga-duga kemungkinan
perkembangan dimasa depan.
Unsur struktur vegetasi adalah bentuk pertumbuhan, stratifikasi dan
penutupan tajuk. Analisis data memerlukan data-data jenis, diameter dan tinggi
untuk menentukan indeks nilai penting dari penyusun komunitas hutan tersebut.
Dengan analisis vegetasi dapat diperoleh informasi kuantitatif tentang struktur dan
komposisi suatu komunitas tumbuhan (Michael,1994).
Pada suatu wilayah yang berukuran luas atau besar, vegetasinya terdiri dari
beberapa bagian vegetasi atau komunitas tumbuhan yang menonjol. Hal ini
menyebabkan adanya berbagai tipe vegetasi. Vegetasi terdiri dari semua spesies
tumbuhan dalam suatu wilayah dan memperlihatkan pola distribusi menurut ruang
dan waktu. Tipe-tipe vegetasi sendiri dicirikan oleh bentuk pertumbuhan
tumbuhan dominan atau paling besar atau paling melimpah dan tumbuhan
karakteristik atau paling khas (Harjosuwarno, 1990).
Analisis komunitas tumbuhan merupakan suatu cara mempelajari susunan
atau komposisi jenis dan bentuk atau struktur vegetasi. Dalam ekologi hutan,
satuan vegetasi yang dipelajari atau diselidiki berupa komunitas tumbuhan yang
merupakan asosiasi konkret dari semua spesies tetumbuhan yang menempati suatu
habitat. Oleh karena itu, tujuan yang ingin dicapai dalam analisis komunitas
adalah untuk mengetahui komposisi spesies dan struktur komunitas pada suatu
wilayah yang dipelajari (Indriyanto, 2005).
Menurut Syafei (1990), dalam ilmu vegetasi telah dikembangkan berbagai
metode untuk menganalisis suatu vegetasi yang sangat membantu dalam
mendeskripsikan suatu vegetasi sesuai dengan tujuannya. Dalam hal ini, suatu
metodologi sangat berkembang dengan pesat seiring dengan kemajuan dalam
bidang-bidang pengetahuan lainnya, tetapi tetap harus diperhitungkan berbagai
kendala yang ada. Macam-macam metode analisis vegetasi yaitu metode
destruktif, metode nondestruktif, metode floristik, dan metode nonfloristik.
1. Metode destruktif
Metode ini biasanya dilakukan untuk memahami jumlah materi organik
yang dapat dihasilkan oleh suatu komunitas tumbuhan. Variabel yang dipakai
bisa diproduktivitas primer, maupun biomasa, dengan demikian dalam
pendekatan selalu harus dilakukan penuaian atau berarti melakukan perusakan
terhadap vegetasi tersebut. Metode ini umumnya dilakukan untuk bentuk-
bentuk vegetasi yang sederhana, dengan ukuran luas pencuplikan antara satu
meter persegi sampai lima meter persegi. Penimbangan bisa didasarkan pada
berat segar materi hidup atau berat keringya. Metode ini sangat membantu
dalam menentukan kualitas suatu padang rumput dengan usaha pencairan lahan
penggembalaan dan sekaligus menentukan kapasitas tampangnya. Pendekatan
yang terbaik untuk metode ini adalah secara floristika, yaitu didasarkan pada
pengetahuan taksonomi tumbuhan.
2. Metode nondestruktif
Metode ini dapat dilakukan dengan dua cara pendekatan, yaitu
berdasarkan penelaahan organism hidup atau tumbuhan tidak didasarkan pada
taksonominya, sehingga dikenal dengan pendekatan nonfloristika. Pendekatan
lainnya adalah didasarkan pada penelaahan organisme tumbuhan secara
taksonomi atau pendekatan floristika.
3. Metode floristik
Metode ini didasarkan pada penelaahan organisme tumbuhan secara
taksonomi. Metode ini dapat menentukan kekayaan floristika atau
keanekaragaman dari berbagai bentuk vegatasi. Penelaahan dilakukan terhadap
semua populasi spesies pembentuk masyarakat tumbuhan tersebut, sehingga
pemahaman daris setiap jenis tumbuhan secara taksonomi adalah sangat
dibutuhkan. Pelaksanaan metode floristik ini sangat ditunjang dengan variabel-
variabel yang diperlukan untuk menggambarkan baik struktur maupun
komposisi vegetasi, diantaranya adalah:
a. Kerapatan, untuk menggambarkan jumlah individu darip populasi sejenis.
b. Kerimbunan, variabel yang menggambarkan luas penutupan suatu populasi
di suatu kawasan, dan bisa juga menggambarkan luas daerah yang dikuasai
oleh populasi tertentu atau dominasinya.
c. Frekuensi, variabel yang menggambarkan penyebaran dari populasi disebut
kawasan.
Variabel-variabel merupakan salah satu dari beberapa macam variabel yang
diperlukan untuk menjelaskan suatu bersifat kuantitatif, seperti statifikasi,
periodisitas, dan vitalitas.

4. Metode nonfloristik
Pada metode ini, dunia tumbuhan dibagi berdasarkan berbagai hal, yaitu
bentuk hidup, ukuran, fungsi daun, bentuk dan ukuran daun, tekstur daun, dan
penutupan. Untuk setiap karakteristika dibagi lagi dalam sifat yang lebih rinci,
yang pengungkapannya dinyatakan dalam bentuk simbol huruf dan gambar
bentuk hidup. Klasifikasi bentuk vegetasi biasanya dipergunakan dalam
pembuatan peta vegetasi dengan skala kecil sampai sedang, dengan tujuan
untuk menggambarkan penyebaran vegetasi berdasarkan penutupannya dan
juga masukan bagi disiplin ilmu yang lainnya.
Menurut Michael (1994), Metode- metode yang umum dan sangat efektif
serta efisien jika digunakan untuk penelitian komunitas tumbuhan, pada garis
besarnya digolongkan menjadi dua yaitu:
1. Metode plot (petak ukur), adalah prosedur yang umum digunakan untuk
sampling berbagai tipe organisme. Bentuk plot biasanya segi empat atau
persegi ataupun lingkaran. Sedangkan ukurannya tergantung dari tingkat
keheterogenan komunitas. Contohnya:
a. Petak tunggal yaitu metode yang hanya satu petak sampling yang
mewakili satu areal hutan.
b. Petak ganda yaitu pengambilan contoh dilakukan dengan menggunakan
banyak petak contoh yang letaknya tersebar merata (sebaiknya secara
sistematik). Ukuran berbeda- beda berdasarkan kelompok tumbuhan yang
akan dianalisis. Perbandingan panjang dan lebar petak 2:1 merupakan
alternatif terbaik daripada bentuk lain.
c. Petak jalur
Metode tanpa plot yaitu suatu metode berupa titik, dalam metode ini
bentuk percontohan atau sampel berupa titik karena tidak menggambarkan
suatu luas area tertentu. contohnya metode kuadrat, yaitu bentuk sampel dapat
berupa segi empat atau lingkaran yang menggambarkan luas area tertentu.
Luasnya bisa bervariasi sesuai dengan bentuk vegetasi atau ditentukan dahulu
luas minimumnya. Untuk analisa yang menggunakan metode ini dilakukan
perhitungan terhadap variabel- variabel kerapatan, kerimbunan, dan frekuensi.
Adanya vegetasi akan memberikan dampak positif bagi keseimbangan
ekosistem dalam skala yang lebih luas. Umumnya peranan vegetasi pada suatu
ekosistem terkait dengan pengaturan keseimbangan karbon dioksida dan
oksigen dalam udara, perbaikan sifat fisik, kimia dan biologis tanah,
pengaturan tata air tanah dan lain-lain. Meskipun secara umum kehadiran
vegetasi pada suatu area memberikan dampak positif, namun pengaruh ini
berbeda-beda tergantung dari struktur dan komposisi vegetasi yang tumbuh
pada daerah itu (Arrijani, dkk, 2006).
Menurut Odum (1993), analisis vegetasi suatu lahan atau daerah
penting dilakukan. Tujuannya adalah suatu analisis secara objektif dari segi
floristik sebenarnya yang terdapat pada saat pengkajian. Prosedur pengkajian
mengikuti dua langkah yaitu:
1. Analisis lapang, yang meliputi seleksi plot-plot contoh atau kwadrat – kwadrat
enomerasi semua semua tumbuhan didalamnya. Kurva spesies area sangat luas
digunakan untuk menentukan ukuran yang sesuai dan jumlah dari petak-petak
contoh.
2. Sintesis data untuk menentukan derajat asosiasi dari populasi-populasi
tumbuhan , kurva frekuensi seringkali digunakan untuk menentukan
homogenitas atau heterogenitas dari suatu tegaknya vegetasi khusus.
Menurut Mc Noughton dan Wolf (1990), bentuk-bentuk pertumbuhan
(growth form) dapat dinyatakan berdasarkan batas ketinggiannya, misalnya
untuk komunitas hutan, terdapat 4 tingkatan:
1. Lapisan pohon (tree layer)
Tingkatan ini terdiri atas semua tumbuhan yang tingginya lebih dari 5 m. Pada
hutan-hutan tinggi, lapisan ini dapat dibagi lagi menjadi 2, 3, atau bahkan 4
lapisan.
2. Lapisan semak (schrub layer)
Tingkatan ini terdiri atas tumbuhan dengan tinggi antara 0,5 m sampai 5 m.
Lapisan ini dapat dibagi lagi menjadi S1 (tinggi 2-5 m) dan S2 (tinggi 0,3 atau
0,5 m sampai 2 m).
3. Lapisan herba (herb layer)
Pada tingkatan ini, tumbuhan yang ada adalah dengan tinggi kurang dari 0,3
atau 0,5 m atau kurang dari 1 m. Seperti tingkatan di atas, lapisan ini dibagi
lagi menjadi H1 atau lapisan herba tinggi (tinggi lebih dari 0,3 m), H2 (tinggi
0,1 – 0,3 m), dan lapisan herba rendah (tinggi kurang dari 0,1 m).
4. Lapisan lumut dan lichenes
Merupakan lapisan yang terdiri dari berbagai jenis tumbuhan lumut.
Bentuk-bentuk growth formyaitu :
1. Perdu merupakan tanaman berkayu yang pendek dengan batang yang cukup
kaku dan kuat untuk menopang bagian-bagian tanaman. Golongan perdu
biasanya dibagi menjadi tiga, yaitu perdu rendah, perdu sedang, dan perdu
tinggi. Bunga sikat botol, krossandra dan euphorbia termasuk dalam golongan
tanaman perdu. Beberapa jenis tanaman perdu (a) bougenvile, (b) kembang
sepatu, dan (c) nusa indah putih. Suhu optimal untuk tumbuh 16-24 ˚C.
Intensitas cahaya tinggi yang dibutuhkan tanaman ini sehingga pertumbuhan
direduksi bila ternaungi (Ramdani, 2012).
2. Herba (herbaceous) merupakan jenis tanaman dengan sedikit jaringan
sekunder atau tidak sama sekali (tidak berkayu) tetapi dapat berdiri tegak.
Contoh tanaman herba adalah kana dan tapak dara (Sri, 1979).
3. Rumput merupakan tanaman dengan ciri umum berbatang beruas-ruas, bunga
tak bermahkota, serta daun berbentuk pita. Biasanya rumput dapat beradaptasi
pada lingkungan hangat lembap. Beberapa jenis rumput ini juga dapat
bertahan pada kondisi kekeringan atau pada musim dingin yang berat.
Rumput ini tidak dapat bertahan pada tempat tumbuh yang selalu tergenang
air. Pada daerah tempat tumbuhnya, rumput ini umumnya ditemukan di
sepanjang tepi-tepi hutan (Welles et al. 1996).
Semak adalah tumbuhan berumpun dengan batang pendek, merayap,
tinggi beberapa cm sampai kurang lebih 1,5 m (Yatim, 1994). Rumput adalah
tumbuhan tegak berumpun, ketinggian tanaman dapat mencapai kurang lebih
4 m, batang tebal dan keras, memiliki akar serabut, batang beruas-ruas dan
berongga serta tumbuh tegak, daun berbentuk pita dengan pertulangan daun
sejajar, dan bunga tumbuh di ujung batang yang terusun membentuk malai
atau bulir majemuk. Menurut Krebs (1978), semak merupakan tumbuhan
kecil, berkayu, kebanyakan tinggi di bawah 3 m. Tumbuhan terna (herba)
adaah tumbuhan yang merambat di tanah, namun tidak menyerupai rumput.
Daunnya tidak panjang dan lurus, biasanya memiliki bunga yang menyolok,
tingginya tidak lebih dari 2 m dan memiliki tangkai lembut yang kadang-
kadang keras.
Pohon adalah tumbuhan yang memiliki kayu besar, tinggi dan
memiliki satu batang atau tangkai utama dengan ukuran diameter lebih dari
20 cm. Untuk tingkat pohon dapat dibagi lagi menurut tingkat permudaannya,
yaitu semai (seedling) yaitu permudaan mulai dari kecambah sampai anakan
kurang dari 1,5 m, pancang (sapling) yaitu permudaan dengan tinggi 1,5 m
sampai anakan berdiameter kurang dari 10 cm, tiang (poles) yaitu pohon
muda berdiameter 10 cm sampai kurang dari 20 cm (Krebs, 1978).
Menurut Marsono 1977, Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan tanaman dibedakan menjadi 2 yaitu faktor Internal dan faktor
Eksternal :
1. Faktor Internal
a. Gen
Gen merupakan dasar faktor internal yang paling tidak bisa ditawar
karene setiap mahluk hidup tentu saja memiliki gen yang berbeda satu sama
lain. Gen merupakan unit pewarisan sifat bagi organisme hidup.
b. Hormon
Hormon adalah pembawa pesan kimiawi antarsel atau antarkelompok
sel. Semua organisme multiselular, termasuk tumbuhan memproduksi hormon.
Dalam pertumbuhan ini peran hormon sangatlah penting.
2. Faktor eksternal
a. Makanan
Makanan adalah sumber energi dan sumber materi untuk mensintesis
berbagai komponen sel. Tidak hanya karbondioksida dan air saja yang
dibutuhkan tumbuhan untuk bisa tumbuh dengan baik tetapi juga beberapa
unsur unsur mineral. Jika kekurangan nutrisi maka tumbuhan tersebuat akan
mengalami difisiensi. Difisiensi ini menyebabkan pertumbuhan tanaman
terganggu.
b. Air
Tanpa air, tumbuhan tidak dapat tumbuh. Air termasuk senyawa yang
dibutuhkan tumbuhan. Air berfungsi anatara lain sebagai fotosintesis,
mengaktifkan reaksi enzim ezimatik, menjaga kelembapan dan membengtu
perkecambahan pada biji.
c. Suhu
Tumbuhan membutuhkan suhu tertentu untuk tumbuh. Suhu dimana
tumbuhan dapat tumbuh dan berkembang dengan baik dan maksimal disebut
dengan suhu optimum. Suhu paling rendah yang masih memungkinkan suatu
tumbuhan untuk tumbuh disebut suhu minimum sedangkan suhu tertinggi
yang masih memungkinkan tumbuhan untuk tumbuh disebut suhu maximum.
d. Kelembaban
Pengeruh kelembapan udara berbeda terhadap berbagai tumbuhan.
Tanah dan udara yang lembab berpengaruh baik bagi pertumbuhan tumbuhan.
e. Cahaya
Pada umumnya, cahaya menghambat pertumbuhan meninggi tanaman
karena dapat menguraikan auksin. Tetapi, cahaya juga merangsang
pembungaan tumbuhan tertentu. Pada tumbuhan terdapat hormon fitokrom
yang mengatur pengaruh cahaya ini dalam pertumbuhan dan perkembangan
pembungaan tanaman.
Intensitas cahaya adalah besaran pokok fisika yang digunakan untuk
mengukur daya yang dipancarkan oleh suatu sumber cahaya pada arah tertentu
per satuan sudut. Lux adalah satuan intensitas cahaya pada suatu titik.
Luxmeter memiliki prinsip mengukur cahaya berdasarkan energi yang
diterima dan mengubahnya menjadi satuan energi yang digunakan, yaitu Lux.
Intensitas cahaya diperlukan untuk mengetahui kisaran kebutuhan cahaya
dimana tanaman dapat tumbuh secara baik (Greig and Smith, 1983).
Menurut Soerianegara dan Indrawan (2005), indeks nilai penting (INP)
merupakan gambaran lengkap mengenai karakter sosiologi suatu spesies
dalam komunitas. INP ini digunkan untuk menetapkan dominasi suatu jenis
terhadap jenis lainnya atau dengan kata lain nilai penting menggambarkan
kedudukan ekologis suatu jenis dalam komunitas. Indeks nilai penting
dihitung berdasarkan penjumlahan nilai kerapatan relatif (KR), frekuensi
relatif (FR), dan dominansi relatif (DR). Menurut Krebs (1978), beberapa
spesies yang bisa didapatkan pada daerah naungan dan tanpa naungan yaitu
tumbuhan yang berkayu pendek, bercabang banyak, tumbuhan tak berkayu,
dan mengandung air, tumbuhan tak berkayu dan kering, tumbuhan dengan
diameter batang 6.8 – 35 cm dan spesies tumbuhan dengan diameter batang <
6.8 cm.

B. Bentuk Hidup Tumbuhan

Bentuk hidup tumbuhan dapat dikelompokkan menjadi lima, yaitu


(Indriyanto, 2005) :

1. Pohon adalah kelompok tumbuhan berkayu, berukuran besar dengan


tinggi tumbuhan lebih dari 5 m,
2. Perdu dan semak adalah tumbuhan berkayu, berukuran kecil dengan
tinggi tumbuhan kurang dari 5 m,
3. Herba adalah tumbuhan berkayu yang berdaur hidup pendek,
4. Liana adalah tumbuhan berkayu yang tumbuhnya merambat atau
menjalar,
5. Epifit adalah tumbuhan berkayu yang hidupnya menempel atau
melekat pada tumbuhan.

Dalam komunitas tumbuhan, pohon dapat dikelompokkan menurut tingkat


(fase) pertumbuhan sebagai berikut (Indriyanto, 1998 ; 2005) :

1. Semai yaitu pohon yang tingginya kurang atau sama dengan 1,5 m
2. Pancang yaitu pohon yang tingginya lebih dari 1,5 m dengan diameter
batang kurang dari 10 cm,
3. Tiang yaitu pohon dengan diameter batang 10-19 cm,
4. Pohon yaitu pohon dengan diameter batang 20 cm atau lebih.
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini yaitu eksperimental karena terdapat variabel-
variabel dalam penelitian yang dilakukan yaitu variabel manipulasi,
variabel respon, dan variabel kontrol.
Jenis kegiatan ini adalah pengamatan (observasi) karena tidak
terdapat variabel yang mempengaruhi (variabel kontrol, variabel
manipulasi, dan variabel respon).

B. Waktu dan Tempat Penelitian


Penelitian ini dilakukan di hutan buatan depan Gedung C2-C3
FMIPA Universitas Negeri Surabaya. Penelitian ini dilaksanakan pada
Selasa, 26 Februari 2019 pukul 15.30 – 17.10.

C. Variabel Penelitian
Variabel kontrol : suhu, kelembapan.
Variabel manipulasi : area keberadaan titik pusat dan sub titik-sub titik
lainnya.
Variabel respon : panjang jarak di setiap area titik pusat dan
subtitiknya, densitas mutlak, densitas relatif,
dominansi mutlak, dominansi relatif, frekuensi
mutlak, frekuensi relatif, nilai INP.

D. Definisi Operasional Penelitian


Dalam praktikum kali ini, variabel kontrolnya suhu dan
kelembapan di setiap pohon yang menadi titik pusat maupun subtitik
pusat.
Variabel manipulasi yang digunakan ialah area keberadaan titik
pusat dan sub titik-sub titik lainnya.
Yang kemudian dihasilkan variabel respon yaitu panjang jarak di setiap
area titik pusat dan subtitiknya, densitas mutlak, densitas relatif, dominansi
mutlak, dominansi relatif, frekuensi mutlak, frekuensi relatif, dan nilai
INP.

E. Alat dan Bahan


Bahan :
 Kantong plastik
 Karet gelang
 Kertas dan pulpen
Alat :
 Meteran gelang
 Tali rafia
 Timbangan
 Cethok
 Termometer Hg atau alcohol
 pH dan kelembaban tanah
 Tonggak kayu
 Buku identifikasi
F. Rancangan Percobaan

Hutan buatan depan gedung C2-C3


FMIPA UNESA

 Ditentukan luas area yang akan diteliti


 Diukur setiap jarak di sepanjang 1 meter garis transek
 Diambil sebanyak empat kali di setiap titik
 Pada masing – masing plot kuadrat, ditentukantitikpusatnya.
Dari titikpusattersebutditentukan 4 sub titikpusat.
 Ditentukanjarakdarimasing – masing sub titikpusat
(MetodePoint Centered Quarter)
 Diidentifikasi spesies tumbuhan di sub titik pusat
 Diukurdiameternyadandiukurjaraknyadari point center
 Diambil daun atau bagian dari pohon
tersebutuntukdilakukanidentifikasi
 Diidentifikasipohontersebutdenganmenggunakanbukuidentifi
kasi
 Diambil daun atau bagian dari pohon
tersebutuntukdilakukanidentifikasi
 Diidentifikasipohontersebutdenganmenggunakanbukuidentifi
kasi

Hasil identifikasi tumbuhan

G. Langkah Kerja
1. Menentukan luasan area yang diteliti sepajang garis transek. Mengukur
setiap jarak di sepanjang 1 m garis transek. Menandai tiap-tiap transek
sebagai titik cuplikan tiap kelompok.
2. Tiap kelompok mengambil setiap titik sebanyak 4 (empat) kali.
3. Pada masing-masing plot kuadrat, menentukan titik pusatnya. Dari titik
pusat tersebut ditentukan 4 sub titik pusat. Setelah itu menentukan
jarak dari masing-masing sub titik pusat (MetodePoint Centered
Quarter).
4. Mengidentifikasi spesies tumbuhan pada sub titik pusat dan mengukur
diameternya serta mengukur jaraknya dari point center.
5. Mengambil daun atau bagian dari pohon tersebut untuk dibuat
herbarium agar mempermudah melakukan identifikasi.
6. Mengidentifikasi pohon tersebut dengan menggunakan buku
identifikasi.
7. Mengukur pH tanah dan kelembaban tanah masing-masing dengan
menggunakan soil pH menggunakan soil tester.
8. Mengukur suhu tanah dengan termometer alkohol atau Hg.
BAB IV
HASIL DAN ANALISIS

A. Hasil
Tabel 1.1 Hasil Analisis Data Vegetasi Pohon Mahoni (Swietenia mahagoni)
Sub Jari-
Title
Title Jarak Keliling
Species Suhu PH Kelembapan Jari
Point (cm) (cm)
Point (cm)
1 489 Pohon 72 11,46
2 491 mahoni 81,2 12,93
I 27ºC 6,4 5,5
3 493 (Swietenia 70 11,15
4 502 mahagoni) 29 4,62
1 285 Pohon 39 6,21
2 350 mahoni 57,5 9,16
II 27ºC 6,4 5,5
3 489 (Swietenia 44 7,00
4 440 mahagoni) 82 12,02
1 389 Pohon 57,5 9,16
2 509 mahoni 51,5 8,20
III 27ºC 6,4 5,5
3 491 (Swietenia 64 10,19
4 350 mahagoni) 44 7,00
1 414 Pohon 82 12,02
2 502 mahoni 44 7,00
IV 27ºC 6,4 5,5
3 435 (Swietenia 47,2 7,56
4 417 mahagoni) 64 10,19
1 493 Pohon 44 7,00
2 417 mahoni 64 10,19
V 27ºC 6,4 5,5
3 440 (Swietenia 59 9,39
4 375 mahagoni) 47,2 7,56

∑ 𝑐𝑎𝑐𝑎ℎ 𝑠𝑝𝑒𝑠𝑖𝑒𝑠 𝐴
1) Densitas mutlak = ∑ 𝑡𝑖𝑡𝑖𝑘 𝑝𝑢𝑠𝑎𝑡
13
= 5
= 2,6
∑ 𝑐𝑎𝑐𝑎ℎ 𝑖𝑛𝑑𝑖𝑣𝑖𝑑𝑢 𝑠𝑝𝑒𝑠𝑖𝑒𝑠 𝐴
2) Densitas relatif (%) =∑ 𝑐𝑎𝑐𝑎ℎ 𝑖𝑛𝑑𝑖𝑣𝑖𝑑𝑢 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝑠𝑝𝑒𝑠𝑖𝑒𝑠 𝐴 × 100 %
13
= × 100 %
13
= 100 %

∑ 𝑡𝑖𝑡𝑖𝑘 𝑝𝑢𝑠𝑎𝑡
3) Dominasi mutlak = ∑ 𝑠𝑝𝑒𝑠𝑖𝑒𝑠 𝐴
× 100 %
5
= 3 × 100 %
= 38,46
𝐷𝑜𝑚𝑖𝑛𝑎𝑠𝑖 𝑚𝑢𝑡𝑙𝑎𝑘
4) Dominasi relatif =∑ 𝑑𝑜𝑚𝑖𝑛𝑎𝑠𝑖 𝑚𝑢𝑡𝑙𝑎𝑘 × 100 %
38,46
= 38,46 × 100 %
= 100 %

∑ 𝑝𝑙𝑜𝑡 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑎𝑑𝑎 𝑠𝑝𝑒𝑠𝑖𝑒𝑠 𝐴


5) Frekuensi mutlak = ∑ 𝑡𝑖𝑡𝑖𝑘 𝑝𝑢𝑠𝑎𝑡
5
=5
=1
𝐹𝑟𝑒𝑘𝑢𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑚𝑢𝑡𝑙𝑎𝑘
6) Frekuensi relatif =∑ × 100 %
𝐹𝑟𝑒𝑘𝑢𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑚𝑢𝑡𝑙𝑎𝑘
1
= 1 × 100 %
=1
7) INP = Densitas relatif + dominasi relatif +
(Indeks Nilai Penting) frekuensi relatif
1
= 1 × 100 %
= 300 %

B. Analisis
Berdasarkan tabel 1.1hasil analisis data vegetasi pohon mahoni
(Swietenia mahagoni) di area hutan kampus Unesa Ketintang. Data pada
title I yaitu pada sub title point 1 memiliki jarak 489 cm, keliling 72 cm
dengan jari-jari 11,46 cm. Sub title point 2 memiliki jarak 491 cm,
keliling 81,2 cm dengan jari-jari 12,93 cm. Sub title point 3 memiliki jarak
493 cm, keliling 70 cm dengan jari-jari 11,15 cm. Sub title point 4
memiliki jarak 502 cm, keliling 29 cm dengan jari-jari 4,62 cm.
Data title point II yaitu pada sub title point 1 memiliki jarak 285
cm, keliling 39 cm dengan jari-jari 6,21 cm. Sub title point 2 memiliki
jarak 350 cm, keliling 57,5 cm dengan jari-jari 9,16 cm. Sub title 3
memiliki jarak 489 cm, keliling 44 cm dengan jari-jari 7,00 cm. Sub title
point 4 memiliki jarak 440 cm, keliling 82 cm dengan jari-jari 12,02 cm.
Data title point III yaitu pada sub title point 1 memiliki jarak 389
cm, keliling 57,5 cm dengan jari-jari 9,16 cm. Sub title point 2 memiliki
jarak 509 cm, keliling 51,5 cm dengan jari-jari 8,20 cm. Sub title 3
memiliki jarak 491 cm, keliling 64 cm dengan jari-jari 10,19 cm. Sub title
point 4 memiliki jarak 350 cm, keliling 44 cm dengan jari-jari 7,00 cm.
Data IV yaitu pada sub title point 1 memiliki jarak 414 cm, keliling 82 cm
dengan jari-jari 12,02 cm. Sub title point 2 memiliki jarak 502 cm,
keliling 44 cm dengan jari-jari 7,00 cm. Sub title 3 memiliki jarak 435 cm,
keliling 47,2 cm dengan jari-jari 7,56 cm. Sub title point 4 memiliki jarak
417 cm, keliling 64 cm dengan jari-jari 10,19 cm.
Data title point V yaitu pada sub title point 1 memiliki jarak 493
cm, keliling 44 cm dengan jari-jari 7,00 cm. Sub title point 2 memiliki
jarak 417 cm, keliling 64 cm dengan jari-jari 7,00 cm. Sub title 3
memiliki jarak 440 cm, keliling 59 cm dengan jari-jari 9,39 cm. Sub title
point 4 memiliki jarak 375 cm, keliling 47,2 cm dengan jari-jari 7,56 cm.
Suhu pada ke-empat lokasi pohon tersebut yaitu 27ºC, PH yang
sama yaitu 6,4 dan dengan kelembapan 5,5.
Jumlah densitas mutlak sebesar 2,6. Densitas relatif sebesar 100%.
Dominasi mutlak sebesar 38,46. Dominasi relatif sebesar 100%. Frekuensi
mutlak yaitu 100%. Frekuensi relatif sebesar 100% dan untuk indeks nilai
penting atau INP sebesar 300.

C. Pembahasan
Vegetasi merupakan suatu kumpulan dari tumbuhan yang pada
umumnya terdiri dari beberapa jenis yang hidup bersama-sama dalam
suatu habitat atau tempat. Pada mekanisme hidup bersama tersebut
terdapat interaksi yang sangat erat, baik interaksi antara sesama individu
penyusun vegetasi tersebut maupun organisme lainnya sehingga terjadi
suatu sistem hidup dan tumbuh yang dinamis (Marsono, 1997).Vegetasi
berfungsi sebagai perantara hewan dengan habitat. Vegetasi pun dapat
mengubah dan menentukan sifat habitat, apakah cocok atau tidak bagi
hewannya, karena itu vegetasi dapat menyeleksi hewan. Vegetasi
berfungsi sebagai tempat berlindung, bersarang, tempat mencari makan,
dan sumber air, vegetasi penting sebagai sumber air karena akar tanaman
suatu dahan dan daunnya bertindak sebagai pelindung dan penangkap bagi
air yang turun (Yatim, 1994).
Pada praktikum yang dilakukan ini menggunakan metode Point
Centered Quarter. Metode Poin Centered Quarter adalah metode
pengukuran jarak yang dilakukan dari titik sampling ke tanaman (pohon)
terdekat dalam tiap quarter atau kuadran, setiap titik sampling dihasilkan
empat pengukuran. Dari berbagai stasiun pada area hutan kampus
Ketintang Unesa didapatkan satu spesies pohon yang digunakan sebagai
pengukuran transek. Spesies pohon yang terdapat yaitu spesies Switenia
mahagoni. Indeks Nilai Penting (INP) menunjukkan kepentingan suatu
jenis tumbuhan serta peranannya dalam komunitas, dimana nilai penting
pada vegetasi tingkat pohon, tiang dan pancang didapat dari hasil
penjumlahan Kerapatan Relatif (KR), Frekuensi Relatif (FR) dan
Dominansi Relatif (DR).
Indeks Nilai Penting (INP) digunakan untuk menggambarkan
tingkat penguasaan yang diberikan oleh suatu jenis terhadap komunitas,
semakin besar nilai INP suatu jenis semakin besar tingkat penguasaan
terhadap komunitas dan sebaliknya (Soegianto, 1994). Penguasaan jenis
tertentu dalam suatu komunitas apabila jenis yang bersangkutan berhasil
menempatkan sebagian besar sumberdaya yang ada dibandingkan dengan
jenis yang lainnya (Saharjo dan Cornelio, 2011). Jenis yang mendominasi
pada suatu habitat dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain adalah
persaingan antara tumbuhan yang ada, dalam hal ini berkaitan dengan
mineral yang diperlukan, jika mineral yang dibutuhkan mendukung maka
jenis tersebut akan lebih unggul dan lebih banyak ditemukan (Syafei,
1990). Persaingan akan meningkatkan daya juang untuk mempertahankan
hidup, jenis yang kuat akan menang dan menekan yang lain sehingga jenis
yang kalah menjadi kurang adaptif dan menyebabkan tingkat reproduksi
rendah dan kepadatannya juga sedikit.
Dari hasil perolehan, didapatkan INP pohon spesies Switenia
mahagoni memiliki INP sebesar 300. Hal tersebut menunjukkan adanya
pengaruh tempat tumbuh seperti perebutan akan zat hara, kelembaban,
suhu yang mampu berkompetisi sehingga spesies Switenia mahagoni lebih
dominan pada ruang tumbuh wilayah tersebut. Selain INP, analisis
vegetasi juga dapat ditentukan dengan diameter batang, nilai ini juga
dipengaruhi oleh umur suatu pohon. Menurut Odum (1971), jenis yang
dominan mempunyai produktivitas yang besar, dan dalam menentukan
suatu jenis vegetasi dominan yang perlu diketahui adalah diameter
batangnya. Keberadaan jenis dominan pada lokasi penelitian menjadi suatu
indikator bahwa komunitas tersebut berada pada habitat yang sesuai dan
mendukung pertumbuhannya.
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari pengamatan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa :
 Tumbuhan yang ada di area pengamatan yaitu : Pohon mahoni
(Swietenia mahagoni).
 Kerapatan populasi Swietenia mahagoni di area pengamatan
sebanyak 100%.
 Dominansi relatif di area pengamatan sebanyak 100%.
 Frekuensi relatif di area pengamatan sebanyak 1.
 Nilai INP sebanyak 300%.

B. Saran
Adapun saran untuk analisis vegetasi hutan kampus ini adalah
penggunaan alat dan pendamping yang seharusnya dapat lebih
berkompeten sehingga mempercepat kegiatan analisis vegetasi di
lapangan.
DAFTAR PUSTAKA

Arrijani, dkk. 2006. Analisis Vegetasi Hulu DAS Cianjur Taman Nasional
Gunung Gede Pangrango. Biodiversitas. Volume 7, Nomor 2, Hal 147-
153.
Greig-Smith, P. 1983. Quantitative Plant Ecology, Studies in Ecology. Volume 9.
Oxford: Blackwell Scientific Publications.
Greig and Smith P. 1983. Quantitative Plant Ecology. Blackwell Scientific
Publications. Oxford
Harjosuwarno, S. 1990. Dasar-dasar Ekologi Tumbuhan. Fakultas Biologi UGM.
Indriyanto. 2005. Ekologi Hutan. Jakarta: Penerbit PT Bumi Aksara.
Krebs, J.C. 1978. Ecology The Experimental Analysis of Distribution and
Abundance. Harper and Row Publisher. London.
Marsono, D. 1977. Deskripsi Vegetasi dan Tipe-Tipe Vegetasi Tropika. Fakultas
Kehutanan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Mc Noughton, S. J. dan Wolf, L. L. 1990. Ekologi Umum. Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta.
Michael, P.E. 1994. Metode Ekologi untuk Penyelidikan Ladang dan
Laboratorium. Universitas Indonesia. Jakarta.
Odum, E. 1993. Fundamentals Of Ecology. W.B.Saunder Company Philadelphia.
London, Toronto.
Odum, E, P. 1998. Dasar-Dasar Ekologi. Yogyakarta: Gajah Mada University
Press.
Saharjo, B.H. dan Cornelio G. 2011. Suksesi Alami Paska Kebakaran pada Hutan
Sekunder di Desa Fatuquero, Kecamatan Railaco, Kabupaten Ermera Timor
Leste. Jurnal Silvikultur Tropika. 2(1): 40-45.

Soegianto,A. 1994. Ekologi Kuantitatif: Metode Analisis Populasi danKomunitas.


Penerbit Usaha Nasional. Jakarta.
Soerianegara, I. dan Indrawan, A. 1988. Ekologi Hutan Indonesia. Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
Sri dan Istomo. 1995. Ekologi Hutan. Fahutan IPB, Bogor.
Syafei, E. S. 1990. Pengantar Ekologi Tumbuhan. ITB. Bandung.
Welles et al, J. E. dan Clements, F. E. 1996. Plant Ecology. McGraw-Hill Book
Company, inc, London.
Yatim, W. 1994. Biologi Modern. Tarsito, Bandung.

Anda mungkin juga menyukai