1. KASUS
Seorang mahasiswa S3 datang ke apotek anda. Dia mengeluhkan sedang stress berat
dan pusing, moodnya sering berubah secara dratis dan merasakan bahwa diseluruh tubuhnya
terasa seperti dikerubungi oleh serangga. Beberapa hari yang lalu merasakan sakit di seluruh
tubuhnya karena tetangganya menyiramkan cairan kimia kedalam apartement nya, dan dia
akan mendatangi tetangganya tersebut untuk melawan.
Oleh anda, mahasiswa tersebut disarankan untuk mendatangi dokter spesialis jiwa, dan
menurut diagnose, mahasiswa tersebut mengalami schizophrenia.
Pertanyaan:
Subjek Objek
mengeluhkan stress berat dan pusing pusing, moodnya merasakan bau badan yang tercium
sering berubah secara dratis dan merasakan bahwa dari mahasiswa tersebut.
diseluruh tubuhnya terasa seperti dikerubungi oleh
serangga.
Assesment Planning
Mekanisme terjadinya stress Pengobatan Schizopernia
First-generation agents
-Perphenazine
D pasien RS : pasien RS 8-16 mg
selama 6-12 jam, DM: tidak lebih dari
64 mg/hari
D pasien rawat jln :4-8 mg, kurangi
sesegera mungkin ke dosis minimum
Mekanisme terjadinya pusing Mk: antipsikotik yang mengahambat
Cutaneous allodynia(CA) adalah nyeri yang reseptor dopaminergik mesinimbic
ditimibulkan oleh stimulus non noxious terhadap kulit pascainaptik di otak, memiliki efek
normal Saat serangan/migren 79% pasien menunjukkan antikolinergik moderat
cutaneus allodynia(CA) di daerah kepala ipsilateral ES: akasia, kebingungan, penurunan
Mekanisme terjadi mood yang berubah-ubah refleks muntah, parkinson, BB naik,
Mekanisme terjadinya muntah disfungsi ereksi, anoreksia, diare,
Thioridazine
I: schizoprenia, gangguan depresi,
D: awal 50-100 mg kemudian
ditingkatkan 200-800 /hari selama 6-
12 hari
Mk:antagonis reseptor D2
dopaminergik postinaptik di otak,
menurunkan pelepasan hormon
hipotalamus dan hipofisis
ES: insomnia, BB naik, ansietas,
agitasi, disfungsi ereksi, sakit kepala,
anoreksia, dispepsia, konstipasi
Trifluoperazine
I: kecemasan no psikotik,
Schizoprenia
D: rawat jalan (1-2 mg),
rawat inap (awal: 2-5 mg,
maintenance dose: 15-20 mg)
Mk: antagonis reseptor D2
dopaminergik postinaptik di otak,
menurunkan pelepasan hormon
hipotalamus dan hipofisis
ES: BB naik, insomnia, ansietas,
agitasi, depresi, sakit kepala,
Haloperidol
I: schizoprenia,
D:oral
moderate disease 0,5-2 mg, severe
disease 3-5 mg,DM: 30 mg/hari
IM lactate( prop-acting)
Awal: dosis im 10-20 kali setiap hari
diberikan setiap bulan, DM: 100 mg
Mk: antagonis reseptor D2
dopaminergik postinaptik di otak,
menurunkan pelepasan hormon
hipotalamus dan hipofisis
ES: akasia, parkinson, BB naik,
disfungsi ereksi,
Others
Loxapine
I: Schizoprenia
D: awal 10-25 mg, maintenace 60-100
mg, DM: 250 mg/hari
Mk:antipsikotik dibenzoxazepine,
memblok reseptor D! dan D2
mesolimbic di otak, juga memiliki
aktivitas 5HT2 anti-seretonin
ES: hipertensi, pusing, parkinson,
somnolen,
Molindone
I: Schizoprenia
D: awal 50-75 mg/hari, ditingkatkan
hingga 100mg/hari dalam 3-4 hari,
titrasi berdasarkan tingkat keparahan
pasien,
maintenance ringan 5-15 mg, moderate
10-25 mg, parah 225 mg/hari
modifikasi dosis: mulai dengan dosis
yang lebih rendah pada pasien usia
lanjut
pertimbangan dosis:saat
menghentikan antipsikotik, perlahan-
lahan dosis dikurangi selama 6-24
bulan untuk mengindari prngrmbalian
kembali
Mk: turunan dihydroindolone,
memblokir reseptor dopaminergik
pascasinaptik di nucleus accumbens,
stianum, dan area tegmental
ES: akasia, kantuk, mual, sindrom
parkinson, leukopenia, ruam
Thiothixene
I:Schizoprenia
D: ringan-moderat awalnya 2 mg dan
ditingkatkan menjadi 15 mg/hari,
parah 5 mg,
maintenance 20-30 mg/hari
DM: 60 mg/hari
Mk:antagonis reseptor dopamin D2
ES: konstipasi, agitasi, reaksi alergi,
BB naik, ansietas, depresi, sakit
kepala, insomnia, ruam,
Second-generation agents
Aripiprazole
I: Schizoprenia
D: pasien yang belum pernah
menggunakan obat aripiprazole
:awalnya 400 mg IM sebulan sekali,
maintenance: selama 2 minggu
Lanjut aripiprazole oral 10-20 mg/hari
selama 14 hari setelah IM di awal, jika
terjadi reaksi merugikan dosis
dipertimbangan jadi 300/bulan sekali
Aristada
I: Kombinasi dengan aripiprazole utk
schizoprenia
D: gunakan dosis, aristada IM pertama
(411 mg, 662 mg, 882 mg atau 1064
mg)
MK: agonis parsial pada reseptor
dopamin D2 dan seretonin type 1 (5-
HT1A) antagonis pada reseptor
seetonin tipe 2 (5-HT2A) dan
memblokir aktivitas alpha
ES: BB naik, agitasi, insomnia,
ansietas, mual muntah, akasia,
konstipasi, dispepsia, dispepsia,
somnolen, tremor, sakit kepala
Clozapine
I : mengurangi resiko ingin bunuh diri
pada pasiaen Schizoprenia atau
gangguan skizoaktif kronis
D: 12,5 mg 1X1 hari dan ditingkatkan
menjadi 25-50 mg mungkin harus
ditingkatkan menjadi 600-900 mg/hari.
MK: menghambat norepinolitik
ES: hipertensi, takikardi, mual
muntah, BB naik, polipagi, insomnia,
depresi, sakit kepala,
Olanzapine
D: oral awalnya 5-10 mg/hari
Maintenance 10-20 mg/hari
IM dosis diperpanjang berdasarkan
dosis oral
Dosis oral: 10 mg/hari: IM 210 mg
setiap 2 minggu atau IM 405 mg 4
minggu
Dosis oral: 15 mg/hari: IM 300 mg
setiap 2 minggu, lalu 210 mg setiap 2
minggu atau 405 mg setiap 4 minggu
MK: kombinasi antagonis reseptor
dopamindan sretonin tipe 2
ES: hipertensi orthoastatic, BB naik,
hipertigliseridemia, hiperkolesterol,
somnolen, insomnia, dispepsia, tremor,
Quetiapine
I: Schizoprenia
Immediate release
D: hari ke1 = 50 mg, hari ke 2-3
ditingkatkan menjadi 25-50 mg, range
dosis: 150-750 mg/hari
Extended release
Hari-1: 300 mg/hari,
maintence(monoteraphy):: 400-800
mg/hari
MK:antagonisme reseptor
neurotransmitter di otak, termasuk
dopamin D1 dan D2, histamin H1,
alpha 1 dan alpha 2, adrenergik,
seretonin tipe 1 dan tipe 2, tidak
memiliki afinitas untuk reseptor
muskarinik benzodizepine dan
kolinergik
ES: konstipasi, meningkatkan TG dan
kolesterol, sakit kepala, somnolen,
tremor, takikardi,
Risperidone
I: Schizoprenia, posttraumatic stress
disorder, bipolar mania,
D oral (Rispedral atau risperidrone
M-Tabs) : 2mg/hari, rekomendasi
target dosis: 2-8 mg/hari
D IM (risperdal consta) : 12,5-50 mg
disuntikan ke dalam deltoid atau
gluteal setiap 2 minggu
SC(perseries) : 90 mg atau 120 mg SC
setiap bulan
MK:meningkatkan gejala psikosis
negatif dan mengurangi insiden EPS
Ziprasidone
I: Schizoprenia, agitasi akut dengan
Schizoprenia
D: 20 mg mungkin ditingkatkan setiap
hari PRN, DM: 80 mg
MK: antagonis dopamin D2 dan
seretonin tipe 1 dan 2
ES: somnolene, sakit kepala, mual,
ruam, konstipasi, dispepsia, takikardi,
Pertanyaan
Obat dimulai dengan awal sesuai dengan dosis anjuran. dinaikkan dosisnya setiap 2-3
hari sampai mencapai dosis efektif (mulai timbul peredaan gejala). Evaluasi dilakukan
tiap dua minggu dan bila perlu dosis dinaikkan, sampai mencapai dosis optimal. Dosis ini
dipertahankan sekitar 8-12 minggu (stabilitas), kemudian diturunkan setiap dua minggu,
sampai mencapai dosis pemeliharaan. dipertahankan 6 bulan sampai 2 tahun (diselingi
masa bebas obat 1-2 hari/minggu). Kemudian tapering off, dosis diturunkan tiap 2-4
minggu dan dihentikan (Mansjoer dkk, 1999).
Obat antipsikosis long acting (flufenazin dekanoat 25mg/ml atau haloperidol dekanoat 50
mg/ml i.m, untuk 2-4 minggu) sangat berguna untuk pasien yang tidak mau atau sulit
teratur makan obat ataupun yang efektif terhadap medikasi oral. Dosis mulai dengan 0,5
ml setiap 2 minggu pada bulan pertama, kemudian baru ditingkatkan menjadi 1 ml setiap
bulan (Mansjoer dkk, 1999).
8. Jika terdapat obat injeksi, bagaimanakan pencampuran intravena pada pasien tersebut
1) Definisi
Skizofrenia adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan suatu gangguan
psikiatrik mayor yang ditandai dengan adanya perubahan pada persepsi, pikiran, afek,
dan perilaku seseorang. Kesadaran yang jernih dan kemampuan intelektual biasanya tetap
terpelihara, walaupun defisit kognitif tertentu dapat berkembang kemudian (Sadock,
2003).
2) Etiologi
Terdapat beberapa pendekatan yang dominan dalam menganalisa penyebab skizofrenia,
antara lain :
1. Faktor Genetik
Menurut Maramis (1995), faktor keturunan juga menentukan timbulnya skizofrenia.
Skizofrenia melibatkan lebih dari satu gen, sebuah fenomena yang disebut
quantitative trait loci. Skizofrenia yang paling sering kita lihat mungkin disebabkan
oleh beberapa gen yang berlokasi di tempat-tempat yang berbeda di seluruh
kromosom. Ini juga mengklarifikasikan mengapa ada gradasi tingkat keparahan pada
orang-orang yang mengalami gangguan ini (dari ringan sampai berat) dan mengapa
risiko untuk mengalami skizofrenia semakin tinggi dengan semakin banyaknya
jumlah anggota keluarga yang memiliki penyakit ini (Durand & Barlow, 2007).
2. Faktor Biokimia
Skizofrenia mungkin berasal dari ketidakseimbangan kimiawi otak yang disebut
neurotransmitter, yaitu kimiawi otak yang memungkinkan neuron-neuron
berkomunikasi satu sama lain. Beberapa ahli mengatakan bahwa skizofrenia berasal
dari aktivitas neurotransmitter dopamine yang berlebihan di bagianbagian tertentu
otak atau dikarenakan sensitivitas yang abnormal terhadap dopamine. Banyak ahli
yang berpendapat bahwa aktivitas dopamine yang berlebihan saja tidak cukup untuk
skizofrenia. Beberapa neurotransmitter lain seperti serotonin dan norepinephrine
tampaknya juga memainkan peranan (Durand, 2007).
3. Faktor Psikologis dan Sosial
Faktor psikososial meliputi adanya kerawanan herediter yang semakin lama semakin
kuat, adanya trauma yang bersifat kejiwaan, adanya hubungan orang tuaanak yang
patogenik, serta interaksi yang patogenik dalam keluarga (Wiraminaradja & Sutardjo,
2005).
Banyak penelitian yang mempelajari bagaimana interaksi dalam keluarga
mempengaruhi penderita skizofrenia. Sebagai contoh, istilah schizophregenic mother
kadang-kadang digunakan untuk mendeskripsikan tentang ibu yang memiliki sifat
dingin, dominan, dan penolak, yang diperkirakan menjadi penyebab skizofrenia pada
anak-anaknya (Durand & Barlow, 2007).
3) Gejala
Gejala skizofrenia secara garis besar dapat di bagi dalam dua kelompok, yaitu gejala
positif dan gejala negatif. Gejala positif berupa delusi, halusinasi, kekacauan pikiran,
gaduh gelisah dan perilaku aneh atau bermusuhan.
Gejala negatif adalah alam perasaan (afek) tumpul atau mendatar, menarik diri atau
isolasi diri dari pergaulan, ‘miskin’ kontak emosional (pendiam, sulit diajak bicara),
pasif, apatis atau acuh tak acuh, sulit berpikir abstrak dan kehilangan dorongan kehendak
atau inisiatif.
4) Faktor resiko
Penyalahgunaan NAPZA dapat menyebabkan munculnya gejala psikotik diantaranya
halusinasi dan waham. Hal ini dibuktikan oleh hasil penelitian Pahlasari (2013)
menunjukkan 73,38% pengguna NAPZA mengalami gejala psikotik yaitu gejala
halusinasi (45,8%) dan waham (45,8%). NAPZA menyebabkan susunan saraf pusat
(SSP) mengalami depresi yang mengakibatkan munculnya gejala psikotik (Taylor &
Stuart, 2016).
Faktor prenatal pada skizofrenia adalah faktor non genetik, endogen dan eksogen pada
masa kehamilan dan kelahiran yang dikaitkan dengan peningkatan risiko terjadinya
skizofrenia. Faktor endogen adalah yang berasal dari dalam tubuh ibu, uterus, dan fetus;
sedangkan faktor eksogen adalah yang berasal dari luar tubuh ibu dan janin. Faktor
endogen antara lain terdiri dari diabetes pada ibu, inkompatibilitas rhesus, tumbuh
kembang fetus yang abnormal, perdarahan dan preeklamsia, umur parental, dan
komplikasi persalinan. Faktor eksogen bisa berupa musim kelahiran, infeksi di masa
kehamilan, gangguan nutrisi, dan stress pada ibu. (King, St-Hilaire, dan Heidkamp 2010)
5) Patofisiologi
Faktor pencetus stres tersebut di antaranya mencakup masalah dengan keluarga maupun
teman kerja, pekerjaan yang terlalu berat, hingga masalah ekonomi yang dapat
mempengaruhi perkembangan emosional [1,2,5]. Stres dapat menyebabkan terjadinya
peningkatan sekresi neurotransmitter glutamat (senyawa prekursor GABA) pada sistem
limbik sehingga menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan neurotransmitter.
Ketidakseimbangan neurotransmitter glutamat itu sendiri dapat mencetuskan terjadinya
skizofrenia.
6) Manifestasi
7) Penatalaksanaan
a. Non farmakologi
1) Terapi psikososial
2) Dengan terapi psikososial dimaksudkan penderita agar mampu kembali
beradaptasi dengan lingkungan sosial sekitarnya dan mampu merawat diri,
mampu mandiri tidak tergantung pada orang lain sehingga tidak menjadi beban
bagi keluarga atau masyarakat, pasien diupayakan untuk tidak menyendiri, tidak
melamun, banyak kegiatan dan kesibukan dan banyak bergaul.
3) Terapi psikoreligius
Terapi keagaman terhadap penderita skizofrenia ternyata mempunyai manfaat
misalnya, gejala-gejala klinis gangguan jiwa skizofrenia lebih cepat hilang. Terapi
keagamaan yang dimaksudkan adalah berupa kegiatan ritual keagamaan seperti
sembahyang, berdoa, memanjatkan puji-pujian kepada Tuhan, ceramah
keagamaan dan kajian kitab suci.
4) Terapi fisik berupa olahraga.
5) Berbagai kegiatan seperti kursus atau les (Sinaga, 2007).
b. Farmakologi
Obat-obat antipsikotik juga dikenal sebagai neuroleptik dan juga sebagai trankuiliser
mayor. Obat antipsikotik pada umumnya membuat tenang dengan mengganggu
kesadaran dan tanpa menyebabkan eksitasi paradoksikal (Anonim, 2000).
Antipsikotik pada terapi psikosis akut maupun kronik, suatu gangguan jiwa yang
berat. Ciri terpenting obat antipsikotik adalah:
1) Berguna mengatasi agresivitas, hiperaktivitas dan labilitas emosional pada pasien
psikotik.
2) Dosis besar tidak menyebabkan koma yang dalam ataupun anesthesia.
3) Dapat menimbulkan gejala ekstrapiramidal yang reversibel atau ireversibel.
4) Tidak ada kecenderungan untuk menimbulkan ketergantungan fisik dan psikis
(Gunawan, 2007).