PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
4
B. Tujuan Penulisan
C. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Pengertian Model Mengajar?
2. Apa yang dimaksud dengan Rumpun Model Pembelajaran
3. Apa yang dimaksud dengan Prinsip-Prinsip Pembelajaran dan macam-
macam Prinsip-Prinsip Pembelajaran dalam PPKn SD/Mi?
4. Apa saja Macam-Macam Model Pembelajaran untuk PPKn SD/Mi?
5
BAB II
PEMBAHASAN
Model mengajar adalah rancangan atau pola yang dapat digunakan untuk
membentuk kurikulum, merancang bahan pengajaran, dan mengarahkan
pengajaran di kelas. Terdapat beraneka model mengajar yang telah ditawarkan
dalam dunia pendidikan, memilih model yang tepat merupakan hal yang rumit,
karena mengajar yang “baik” akan tergantung pada tujuan pengajaran itu sendiri.
Model mengajar, bertalian dengan berbagai jenis realita yang dibawa ke ruang
kelas dan juga dengan berbagai jenis pandangan kehidupan yang mungkin di
telorkan oleh guru dan peserta didik manakala mereka bekerja sama, oleh karena
itu, tak mengherankan jika orang sibuk sejak dulu mencari apa itu model mengajar
yang “sempurna”, model mengajar yang akan memecahkan masalah pendidikan.
Dalam kenyataan tidak terdapat apa yang disebut model yang sempurna itu,
oleh karena itu, kita tidak bisa membatasi diri hanya pada satu model mengajar
saja betapapun menariknya sebuah metode mengajar, memang benar, tidak ada
satu pun model mengajar yang dirancang untuk menjalankan semua jenis
pembelajaran atau untuk menangani semua gaya belajar. Dapat diasumsikan
kiranya bahwa terdapat banyak jenis belajar yang hamper seluruhnya memerlukan
metode pengajaran yang berbeda, bisa juga diasumsikan bahwa siswa tampil
dengan gaya belajar yang beraneka yang menuntut pendekatan yang beraneka
pula, jika masing-masing siswa itu diharapkan mampu menjadi pembelajar yang
produktif dan efektif.
6
mengembangkan suasana yang dalam suasana ini peserta didik diajar dengan
melalui berbagai cara yang memang memudahkan perkembangan siswa itu
sendiri.
banyak sekali model mengajar yang telah didentifikasi hingga kini. Joyce
dan Well (1986) menguraikan sebanyak 22 model dalam bukunya Models of
Teaching. Dalam model ini, mereka mengelompokkannya menjadi empat rumpun,
yaitu model-model pemprosesan informasi, model-model personal, model-model
interaksi sosial, dan model-model berhavioral.
7
sosial dan pengembangan diri yang terintegrasi dan berfungsi,tetapi
alurnya adalah melalui pemfungsian intelektual. Model-model yang
termasuk rumpun pemprosesan informasi ini antara lain model berpikir
(Inquiry training Model), inquiry ilmiah (Scientific Inquiry), pemerolehan
konsep (Concept), modal advance organizer (Advance Organizer Model).
Model berpikir induktif dikembangkan terutama oleh Hilda Taba. Model
ini dirancang terutama untuk pengembangan proses mental induktis, dan
penalaran akademik atau pembentukan teori, tetapi kapasitas ini berguna
juga untuk tujuan personal dan sosial.
Tujuan model ini sama dengan model pelatihan inkuiri yang
dikembangkan terutama oleh Richard Suchman. Inquiry ilmiah dengan
tokoh utamanya Joseph. J. Schwab dirancang untuk mengajarkan sistem
riset dari sebuah disiplin, tetapi juga diharapkan mempunyai pengaruh di
ranah lain. Perolehan konsep dengan tokoh utamanya Jerome Bruner
dirancang terutama untuk mengembangkan penalaran induktif, tetapi juga
untuk pengembangan dan analisis konsep. Pertumbuhan kognitif dengan
tokoh-tokohnya Piaget, Sigel, Sullivan, dan kohlberg dirancang untuk
meningkatkan pengembangan intelektual umum, terutama penalaran
logis,tetapi juga bisa diterapkan paada pengembangan sosial dan moral.
Model advance organizer yang diketengahkan oleh David Ausubel
dirancang untuk meningkatkan efesiensi kapasitas pemprosesan informasi
untuk menyerap dan memperkaitkan bungkahan pengetahuan. Model
ingatan dari Lorayne dan Lucas dirancang untuk meningkatkan kapasitas.
8
Model-model yang termasuk dalam rumpun ini antara lain
pengajaran nondirektif (Nondirective Teaching), pelatihan kesadaran
(Awareness Training), sinektik (Synectics), sistem konseptual (Conceptual
Systems), dan pertemuan kelas (Classroom Meeting). Pengajaran
nondirectif yang dipelopori Carl Rogers menekankan pembangunan
kapasitas perkembangan personal dalam hubungannya dengan kesadaran
diri, pemahaman, otonomi, dan konsep diri. Pelatihan kesadaran dengan
otkohnya Peris dan Schutz dirancang untuk meningkatkan kapasitas
seseorang untuk eksplorasi diri dan kesadaran dan pemahaman
interpersonal serta pula kesadaran badan dan indera. Sinektik yang
terutama ditokohi William Gordon mempunyai tujuan untuk
pengembangan pemahaman diri dan tanggung jawab kepada diri sendiri
dan kepada kelompok sosial.
9
bermain peran (Role Playing), dan simulasi sosial (Social Simulation).
Investigasi kelompok yang tokohnya antara lain Thelen dan Dewey
bertujuan mengembangkan keterampilan untuk berpartisipasi dalam proses
sosial yang demokratis melalui penekanan yang bergabung pada
keterampilan interpersonal atau kelompok dan keterampilan inkuiri
akademik. Aspek pengembangan personal merupakan pertumbuhan
penting dari model ini. Inkuiri sosial dengan tokohnya Massialas dan Cox
memberi perhatian pada pemecahan masalah terutama melalui inkuiri
akademik dan penalaran logis.
Metode laboratorium mempunyai tujuan untuk pengembangan
keterampilan interpersonal dan kelompok dan melalui ini juga
pengembangan kesadaran dan fleksibilitas personal. Model ini
Yurisprodensial dengan teorinya Oliver dan Haver dirancang terutama
untuk mengajarkan kerangka acuan yurisprudensial sebagai sebuah cara
memikirkan dan memecahkan dan Shaftel dirancang untuk mendorong
siswa agar menjelajahi nilai-nilai sosial dan personal, dengan tingkah laku
dan nilai mereka sendiri sebagai sumber inkuirinya. Simulasi sosial yang
bertokohkan Boocock dan Guetzkow dirancang untuk membantu siswa
mengalami berbagai proses sosial serta realita-realita dan mengamati
reaksi mereka sendiri terhadap hal-hal itu, dan juga untuk memperoleh
konsep dan keterampilan pembuatan keputusan.
10
kontrol stimulus dan penguatan (stimulus control and reinfprcement),
model-model behavioral ini telah digunakan secara berhasil dalam
kondisi-kondisi interaktif dan termediasi, secara individual maupun
kelompok. Barangkali lebih dari rumpun-rumpun yang lainnya, rumpun ini
telah diteliti secara luas dan didokumentasikan keefektifannya. Salah satu
ciri yang umumdari model-model behavioral ini ialah model ini
menguraikan tugas-tugas belajar dalam pemdidikan kita lebih dikenal
dengan model behavioral yang di dalam model ini kontrol ada di tangan
guru atau pengajar.
Model behavioral meliputi antara lain manajemen kontingensi
(Contigency Management), kontrol diri (Self Control), relaksasi
(Relaxation), Reduksi Stres ( Stress Reduction), Pelatihan asertif
(Assertive Training). Manajamen kontingensi dengan tokoh utama Skinner
mempunyai isi yang bertalian dengan fakta, konsep dan keterampilan.
Kontrol diri masih dengan tokoh utama Skinner diarahkan pada tingkah
laku atau keterampilan sosial. Relaksasi dari Rimm dan Master juga
Wolpe bertujuan personal, misalnya soal keresahan, termasuk didalamnya
model reaksi stress. Pelatihan asertif dari Wolpe, Lacarus dan Salter
menekankan ekpresi spontan dan langsung dari perasaan dalam situasi
sosial, yang di dalamnya terliput pula desensitasi. Pelatihan langsung dari
Gagne dan Smith, dan Smith bertujuan yang berkenaan dengan pola
tingkah laku dan keterampilan.
Keempat kelompok model tersebut jika kita hubungkan dengan
model pendidikan nilai-moral, dapat dikelompokkan kedalam model yang
berorientasikan pada penalaran moral, interaksi sosial, kepribadian, sikap
dan perilaku (Udin Saripudin, 1990:132). Begitu pula Winecoof (1998)
dalam bukunya Values and Education : Concept and Models
mengklasifikasikan model-model pendidikan nilai, yaitu: (1) Model
pengembangan kognitif, (2) Model pertimbangan, (3) Model rasional, (4)
Model klasifikasi nilai, (5) Model analisis nilai, (6) Model pendidikan
11
kewarganegaraan dan tindak sosial, (7) Model Science- Technology-
Society.1
Timbulnya kesan kita terhadap suatu objek disebabkan oleh adanya stimulus yang
diberikan oleh objek tersebut yang mengenai indera kita. Jadi, kesan dan pesan
yang diterima peserta didik dalam pengajaran ditimbulkan karena adanya
informasi yang diberikan oleh guru berupa stimulus yang menjadikan peserta
didik dapat mengolahnya menjadi sesuatu yang bermakna baginya. Inilah yang
dimaksud dengan stimulus dalam belajar.
Untuk mencapai maksud diatas maka ada dua cara yang dapat membantu
peserta didik menerima pesan yang diberikan oleh guru dengan cara yang lebih
mudah. Cara pertama, perlu adanya pengulangan. Pengulangan ini dapat
membantu peserta didik memperkuat pemahamannya. Cara kedua, peserta didik
menyebutkan kembali pesan yang disampaikan oleh guru. Dengan cara ini peserta
didik lebih mudah atau kuat dalam menyimpan pesan atau kesan yang ia terima
1
Prof. Dr. H.A Aziz Wahab, M. A, dkk. 2006. Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan (PPKn). Jakarta: Universitas Terbuka. Halaman 9.3- 9.8
12
b. Prinsip Perhatian dan Motivasi
Stimulus yang diberikan guru kepada peserta didik dalam belajar menjadi
tidak berarti, jika peserta didik sendiri tidak memilki perhatian yang baik dan
motivasi yang tinggi. Kondisi perhatian yang baik dan motivasi yang tinggi
peserta didik dalam belajar tidak berjalan lama, oleh karena itu guru perlu
mengembangkannya, cara yang dapat ditempuh oleh guru adalah dengan
menerapkannya, memberikan stimulus baru, mengadakan pengulangan,
menggunakan media pengajaran yang bervariasi, memberikan pujian atau hadiah
dan sebagainya.
Belajar adalah proses yang dilakukan oleh peserta didik secara aktif. Dalam
belajar ini peserta didik memberikan respon-respon terhadap yang disajikan oleh
gurunya, apabila tidak ada respon dalam kegiatan belajar berarti telah terjadi
sepak pasif peserta didik dalam belajar. Hal yang demikian ini tidak mustahil
menjadikan berkurangnya peserta didik yang mencapai hasil belajar optimal.
13
d. Prinsip Penguatan (Reinforcement)
Sumber penguatan tersebut berasal dari luar diri peserta didik, namun juga
dapat terjadi dari dalam diri peserta didik, misalnya: nilai ujian, pengakuan
prestasinya, ganjaran, pujian dan sebagainya. Sedangkan penguatan yang berasal
dari dalam diri peserta didik terjadi apabila respon yang dilakukan oleh peserta
didik benar-benar memuaskan diri peserta didik karena sesuai dengan
kebutuhannya.
Dimaksud dengan prinsip bekal awal adalah prinsip yang memperhatikan pada
kemampuan dan pengetahuan yang telah dimiliki oleh peserta didik sebelumnya.
Peserta didik akan belajar lebih baik, jika yang disajikan oleh gurunya saat ini
telah sesuai dengan kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki peserta didik
sebelumnya sangat berarti baginya dan waktu mempelajari bahan pelajaran
berikutnya. Peserta didik akan lebih aktif belajar, sebab dia telah memiliki bekal.
f. Prinsip Keterpaduan
14
terlibat langsung dan aktif dalam menemukan konsep, fakta, pengertian maupun
prinsip tersebut.
Dalam belajar peserta didik dihadapkan pada berbagai masalah. Masalah itu
merupakan stimulus yang perlu ditanggapi oleh peserta didik melalui langkah-
langkah sistematis untuk mendapatkan jawabannya. Inilah yang dimaksud dengan
pemecahan masalah. Untuk memecahkan masalah terhadap peserta didik dituntut
terlibat aktif dan mengalami sendiri dan dapat menyimpulkan hasil dari apa yang
telah dikerjakannya.
h. Prinsip Penemuan
Prinsip penemuan adalah prinsip belajar yang menuntut agar peserta didik
melakukan eksplorasi sehingga selanjutnya ia dapat menemukan sesuatu yaitu
prinsip belajar yang akan mendapatkan hasil otentik melalui proses eksplorasi dan
penemuan. Proses itu mulai dengan proses merasakan keinginan untuk mencapai
hasil atau pemecahan persoalan yang sedang dihadapi.
Prinsip belajar sambil bekerja disebut juga dengan prinsip Learning by doing.
Prinsip ini menuntut, agar peserta didik dalam belajar juga melakukan kegiatan,
artinya ia harus terlibat dalam kegiatan di lapangan. Hal ini dimaksudkan agar
peserta didik benar-benar melakukan kegiatann ini dalam mengalaminya sendiri,
sehingga ia akan mendapatkan pengalaman langsung, dengan demikian hal ini
akan menjadikan ia lebih mudah mendalami apa yang ia peroleh dalam belajar.
Prinsip bermain dambil belajar menuntut agar peserta didik lebih mengutamakan
pendekatan bermain yang didalamnya juga mengembangkan pendekatan bermain
yang didalamnya juga mengembangkan unsure-unsur belajar, seperti untuk
peserta didik SD/MI kelas 1, 2, dan 3 model pendekatan pembelajaran ini sangat
15
cocok untuk digunakan. Pengembangan unsure-unsur yang bersifat rekreatif lebih
menonjol daripada unsure belajar.
Prinsip ini sebenarnya tidak jauh berbeda dengan prinsip belajar sambil
bekerja. Namun pekerjaannya sedikit berbeda. Dalam penggunaan prinsip sambil
bermain peserta didik sementara belajar atau memcahkan masalah yang dilakukan
dalam suasana permainan yang menyenangkan. Hal ini dapat dilakukan dengan
menyuruh peserta didik untuk memainkan suatu peran.
Dalam belajar pada dasarnya peserta didik berada dalam alam social, artinya ia
berada dalam hubungan dan keterkaitan dengan peserta didik yang lain. Hubungan
social antara peserta didik dengan peserta didik lainnya maupun antara peserta
didik dengan guru, menentukan makna dan efektivitas belajar. Kondisi social
dalam suatu kelas banyak sekali pengaruhnya terhadap proses belajar yang sedang
berlangsung di kelas itu. Dengan demikian, pengajar hendaknya dapat
menguasahakan hubungan yang baik antara peserta didik, maupun guru dengan
peserta didik, sehingga tercipta suasana yang kondusif bagi peserta didik dalam
belajar.
Prinsip oerbedaan individual berarti bahwa dalam proses belajar kita harus
memperhatikan perbedaan individual antara peserta didik yang satu dengan yang
lainnya. Semua orang memiliki perbedaan individual dalam hal bakat, minat,
kemampuan, mptivasi dan sebagainya. Proses belajar akan berlangsung dengan
penuh makna jika hal itu dilaksanakan sesuai dengan bakat, kesungguhan dan
tujuan peserta didik sendiri erta didukung dengan prosedur eksprimental yang
sesuai. Prinsip ini kebebasan kepada pesera didik untuk melakukan kegiatan
belajar sesuai dengan keinginannya dan belajar tidak akan berarti jika dalam
keadaan terpaksa. Jadi perbedaan individual dalam belajar haruslah dihargai
dengan tujuan optimalisasi hasil belajar.
16
Prinsip-prinsip tersebut di atas itulah yang perlu diperhatikan oleh
pengajar dalam menerapkan pendekatan pengajaran tidak akan bearti jika tanpa
dilandasi dengan prinsip-prinsip yang mendasarinya.2
2
Prof. Dr. H.A Aziz Wahab, M. A, dkk. 2006. Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan (PPKn). Jakarta: Universitas Terbuka. Halaman 9.30-9.34
17
memberikan penjelasan atau informasi pembelajaran secara terperinci tentang
materi pembelajaran. Model pembelajaran ekspositori sering dianalogikan dengan
metode ceramah, karena sifatnya sama-sama memberikan informasi.
18
Selanjutnya Dimyati dan Mudjiono (1999 : 172), mengatakan model
pembelajaran ekspositori adalah memindahkan pengetahuan, keterampilan dan
nilai-nilai kepada peserta didik. Peranan guru yang paling penting adalah
19
c. Peserta didik mendengar penuturan tentang materi pelajaran, sekaligus
peserta didik bisa melihat melalui pelaksanaan demonstrasi.
d. Cocok digunakan untuk jumlah peserta didik dan ukuran kelas yang besar.
3
Model Pembelajaran Ekspositori,
https://view.officeapps.live.com/op/view.aspx?src=http%3A%2F%2Fkaryatulisil
miah%2Ecom%3A80%2Fwp%2Dcontent%2Fuploads%2F2015%2F08%2FMode
l%2DPembelajaran%2DEkspositori%2Edoc&wdAccPdf=0, 17 Oktober 2017,
Pukul 19:00
20
B. Model Pembelajaran Diskusi
Metode diskusi adalah suatu cara mengajar yang dicirikan oleh suatu
keterikatan pada suatu topik atau pokok pernyataan atau problem dimana para
peserta diskusi dengan jujur berusaha untuk mencapai atau memperoleh suatu
keputusan atau pendapat yang disepakati bersama. Diskusi sebagai metode
pembelajaran lebih cocok dan diperlukan apabila guru hendak:
1) Memanfaatkan berbagai kemampuan yang ada pada siswa
2) Memberi kesempatan pada siswa untuk mengeluarkan kemampuannya
3) Mendapatkan balikan dari siswa apakah tujuan telah tercapai
4) Membantu siswa belajar berpikir secara kritis
5) Membantu siswa belajar menilai kemampuan dan peranan diri sendiri
maupun teman-teman
6) Membantu siswa menyadari dan mampu merumuskan berbagai masalah
sendiri maupun dari pelajaran sekolah
7) Mengembangkan motivasi untuk belajar lebih lanjut.
1) Guru menetapkan suatu pokok atau problem yang akan didiskusikan atau
guru meminta kepada siswa untuk mengemukakan suatu pokok atau
problem yang akan didiskusikan.
2) Guru menjelaskan tujuan diskusi.
3) Guru memberikan ceramah dengan diselingi tanya jawab mengenai materi
pelajaran yang didiskusikan.
4) Guru mengatur giliran pembicara agar tidak semua siswa serentak
berbicara mengeluarkan pendapat.
5) Menjaga suasana kelas dan mengatur setiap pembicara agar seluruh kelas
dapat mendengarkan apa yang sedang dikemukakan.
6) Mengatur giliran berbicara agar jangan siswa yang berani dan berambisi
menonjolkan diri saja yang menggunakan kesempatan untuk
mengeluarkan pendapatnya.
21
7) Mengatur agar sifat dan isi pembicaraan tidak menyimpang dari
pokok/problem.
8) Mencatat hal-hal yang menurut pendapat guru harus segera dikoreksi yang
memungkinkan siswa tidak menyadari pendapat yang salah.
9) Selalu berusaha agar diskusi berlangsung antara siswa dengan siswa.
10) Bukan lagi menjadi pembicara utama melainkan menjadi pengatur
pembicaraan.
22
Adapun kelebihan metode diskusi sebagai berikut:
1) Mendidik siswa untuk belajar mengemukakan pikiran atau pendapat.
2) Memberi kesempatan kepada siswa untuk memperoleh penjelasan-
penjelasan dari berbagai sumber data.
3) Memberi kesempatan kepada siswa untuk menghayati pembaharuan
suatu problem bersama-sama.
4) Melatih siswa untuk berdiskusi di bawah asuhan guru.
5) Merangsang siswa untuk ikut mengemukakan pendapat sendiri,
menyetujui atau menentang pendapat teman-temannya.
6) Membina suatu perasaan tanggung jawab mengenai suatu pendapat,
kesimpulan, atau keputusan yang akan atau telah diambil.
7) Mengembangkan rasa solidaritas/toleransi terhadap pendapat yang
bervariasi atau mungkin bertentangan sama sekali.
8) Membina siswa untuk berpikir matang-matang sebelum berbicara.
9) Berdiskusi bukan hanya menuntut pengetahuan, siap dan kefasihan
berbicara saja tetapi juga menuntut kemampuan berbicara secara
sistematis dan logis.
10) Dengan mendengarkan semua keterangan yang dikemukakan oleh
pembicara, pengetahuan dan pandangan siswa mengenai suatu problem
akan bertambah luas.
23
6) Memungkinkan timbulnya rasa permusuhan antarkelompok atau
menganggap kelompoknya sendiri lebih pandai dan serba tahu daripada
kelompok lain atau menganggap kelompok lain sebagai saingan, lebih
rendah, remeh atau lebih bodoh.4
4
Kiranawati, Metode Diskusi,
https://gurupkn.wordpress.com/2007/11/26/metode-diskusi/, Pada tanggal 17
Oktober 2017, Pukul 19 :34
24
d. Ciptakan masyarakat belajar (belajar dalam kelompok-kelompok)
e. Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran
f. Lakukan refleksi di akhir pertemuan
g. Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara
Dalam Pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran
kontekstual ada beberapa komponen yang dilibatkan dalam pembelajaran.
Komponen-komponen CTL (contextual teaching and learning) tersebut
adalah sebagai berikut.
a. Kontrukstivisme
b. Dalam CTL, siswa mampu membangun pengetahuan berdasarkan
pengalaman yang dialami dan diamati.
c. Bertanya
d. Dalam CTL, siswa diharapkan mampu menumbuhkan rasa ingin tahu
sehingga akan menjadikan siswa selalu bertanya terhadap hal-hal yang
baru.
e. Inkuiri
f. Dalam CTL, siswa dilatih untuk menemukan konsep yang dipelajari
melalui proses belajar yang sistematis.
g. Masyarakat belajar
h. Dalam CTL, siswa diharapkan mampu bekerjasama atau bertukar
pikiran dengan orang lain yang tidak terbatas dalam proses
pembelajaran.
i. Pemodelan (Modelling)
j. CTL dapat memberikan pengalaman yang lebih nyata atau konkret
kepada siswa. Melalui pemodelan ini akan menghindarkan siswa dari
pengetahuan yang bersifat abstrak dan teoritis.
k. Refleksi
l. Dalam CTL, refleksi yang diperlukan untuk mengevaluasi pengetahuan
yang diperoleh siswa melalui pengalaman yang ia dapatkan.
m. Penilaian sebenarnya (authentic assessment)
25
n. Authentic assessment diperlukan untuk mengetahui perkembangan
belajar siswa dan dapat mengetahui apakah pengalaman belajar siswa
dapat memberikan dampak postif atau negatif.
Menurut Trianto (2012) secara garis besar terdapat enam langkah utama
atau tahapan di dalam pelajaran yanng menggunakan pembelajaran
kooperatif.
a. Fase pertama menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa belajar
b. Fase kedua yaitu guru menyajikan informasi pada siswa dengan cara
demonstrasi atau membuat bacaan.
c. Fase ketiga adalah mengorganisasikan wa ke dalam kelompok
kooperatif.
d. Fase ke empat, membimbing kelompok erja dan belajar.
e. Fase kelima merupakan fase guru mengevaluasi hasil belajar tentang
materi yang telah dipelajari.
26
f. Fase terakhir yaitu guru mencari cara-cara untuk menghargai baik
upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok.
27
c. Model GI (Group Investigation)
Model pembelajaran kooperatif GI menuntut kerjasama siswa
didalam pelaksanaan pembelajarannya. Dalam model pembelajaran GI
siswa terlibat secara aktif sejak dari pemilihan topic, perencanaan
kegiatan, implementasi kegiatan, analisis, dan sistesis, penyajian hasil
akhir, dan evaluasi.
5
Metta Adnyana, Model-Model Pembelajaran Pkn di SD
http://mettaadnyana.blogspot.co.id/2017/01/model-model-pembelajaran-pkn-di-
sd.html, Pada Tanggal 17 Oktober 2017, Pukul 19 : 41.
28
4. Tanya Jawab
a. Pengertian Tanya Jawab
Dalam Tanya jawab, dosen dapat menilai mahasiswa paham dan mengerti
tentang materi yang telah disampikan. Seorang dosen/pengajar dalam metode
Tanya jawab juga bisa menilai apakah mahasiswa/peserta didik mendengarkan
dengan baik atau tidak (Istarani,2012).
29
Dosen memberikan pengajaran dikelas dan memberikan stimuli pada
peserta didik untuk belajar sesungguhnya. Kunci pokok kehadiran stimuli belajar
antara lain adalah pertanyaan yang diajukan dosennya. Dengan pertanyaan maka
peserta didik akan segera mulai belajar sesungguhnya (meaningful learning).
Kelas akan lebih hidup, karena sambutan kelas yang baik terhadap setiap
pertanyaan yang diajukan dari mahasiswa/ peserta didik dan pengajar di dalam
kelas. Model tanya jawab tidak membuat mahasiswa/ peserta didik dengan baik
dan mencoba memberikan pertanyaan dengan tepat. Mahasiswa/peserta didik
menerima pelajaran dengan aktif berpikir, tidak pasif mendengarkan saja (istarani,
20012).
5. Metode Cerita
a. Pengertian Metode Cerita
Tujuan metode cerita adalah agar anak dapat membedakan perbuatan yang baik
dan buruk sehingga dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan
bercerita guru dapat menanamkan nilai-nilai islam pada anak didik, seperti
6
Istarani. (2012). Kumpulan 39 Metode Pembelajaran, edisi 1. Medan : ISCOM
30
menunjukkan perbedaan perbuatan baik dan buruk serta ganjaran dari setiap
perbuatan, pengalaman-pengalaman dalam kehidupan, pengetahuan baru dan
segala sesuatu yang dapat memberikan manfaat bagi kelangsungan hidup
manusia. Melalui metode bercerita, anak diharapkan dapat membedakan
perbuatan yang baik dan perbuatan yang buruk sehingga dapat diaplikasikan
dalam kehidupan sehari-hari.
Menurut Asnelli Ilyas bahwa tujuan metode cerita dalam pendidikan anak
adalah “menanamkan akhlak Islamiyah dan perasaan ketuhanan kepada anak
dengan harapan melalui pendidikan dapat menggugah anak untuk senantiasa
merenung dan berpikir sehingga dapat terwujud dalam kehidupan sehari-hari.
Menurut Hapidin dan Wanda Guranti, tujuan metode cerita adalah sebagai
berikut:
Menurut Abdul Aziz Majid, tujuan metode cerita adalah sebagai berikut:
31
Dalam kegiatan cerita anak dibimbing untuk mengembangkan kemampuan
untuk mendengarkan cerita dari guru, dengan jelas metode cerita disajikan kepada
anak didik bertujuan agar mereka memahami, menghayati dan mengamalkan
ajaran-ajaran yang diajarkan oleh guru.
Menurut M.Arifin, secara umum metode berfungsi “sebagai pemberi atau cara
yang sebaik mungkin bagi pelaksanaan operasional dari ilmu pendidikan
tersebut.” Bercerita bukan hanya berfungsi sebagai hiburan tetapi jga merupakan
suatu cara yang dapat digunakan dalam mencapai sasaran-sasaran atau target
pendidikan. Metode bercerita dapat menjadikan suasana belajar menyenangkan
dan menggembirakan dengan penuh dorongan dan motivasi sehingga pelajaran
atau materi pendidikan itu dapat dengan mudah diberikan. Fungsi metode cerita
dapat dijabarkan sebagai berikut:
32
mampu menemukan kesesuaian antara yang telah didengar dengan yang telah
dipahami. Sedangkan pendengar yang kreatif mampu menemukan pemikiran-
pemikiran baru dari apa yang telah didengarnya. Metode ini juga dapat melatih
konsentrasi dan daya tangkap serta membantu perkembangan imajinasi anak.
Dalam proses belajar- mengajar, cerita merupakan salah satu metode yang terbaik.
Dengan adanya metode bercerita diharapkan mampu menyentuh jiwa jika didasari
dengan ketulusan hati yang mendalam. Metode cerita memang mengandung
makna tersendiri bagi setiap orang. Namun metode ini juga memiliki kelebihan
dan kekurangan.
1. Pemahaman anak didik akan menjadi sulit ketika kisah itu telah
terakumulasi oleh masalah lain;
2. Bersifat monolog dan dapat menjenuhkan anak didik;
3. Sering terjadi ketidakselarasan isi cerita dengan konteks yang dimaksud
sehingga pencapaian tujuan sulit diwujudkan;
33
4. Penyampaian materi pelajaran dengan cara kronologis terjadinya sebuah
peristiwa baik benar atau fiktif semata.
Metode cerita sebenarnya lebih mudah diterima dan dicerna oleh anak usia
dini mengingat dan dicerna oleh anak usia dini mengingat cara penyampaian yang
tidak menggurui, hanya member cerita lalu menyimpulkan makna cerita juga
menuntun anak untuk aktif berpikir, memainkan emosi dan terlarut dalam cerita
sehingga membuat anak tidak jenuh.
34
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Pengertian Model Pembelajaran
(1) Pembelajaran
Joyce dan Weil (1980; 1992) dalam bukunya Models of Teaching menggolongkan
model-model pembelajaran ke dalam empat rumpun. Keempat rumpun model
pembelajaran tersebut adalah:
35