Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang


sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar peserta didik untuk
mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi perancang
pembelajaran dan guru dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas belajar
mengajar

Secara luas, Joyce dan Weil (2000:13) mengemukakan bahwa model


pembelajaran merupakan deskripsi dari lingkungan belajar yang menggambarkan
perencanaan kurikulum, kursus-kursus, rancangan unit pembelajaran,
perlengkapan belajar, buku-buku pelajaran, program multi media, dan bantuan
belajar melalui program komputer. Hakikat mengajar menurut Joyce dan Weil
adalah membantu belajar (peserta didik) memperoleh informasi, ide,
keterampilan, nilai-nilai, cara berpikir, dan belajar bagaimana cara belajar.

Merujuk pada dua pendapat di atas, penulis memaknai model


pembelajaran dalam BBM (Bahan Belajar Mandiri) ini sebagai suatu rencana
mengajar yang memperlihatkan pola pembelajaran tertentu, dalam pola tersebut
dapat terlihat kegiatan guru-peserta didik di dalam mewujudkan kondisi belajar
atau sistem lingkungan yang menyebabkan terjadinya belajar pada peserta didik.
Di dalam pola pembelajaran yang dimaksud terdapat karakteristik berupa rentetan
atau tahapan perbuatan/kegiatan guru-peserta didik atau dikenal dengan istilah
sintaks dalam peristiwa pembelajaran. Secara implisit di balik tahapan
pembelajaran tersebut terdapat karakteristik lainnya dari sebuah model dan
rasional yang membedakan antara model pembelajaran yang satu dengan model
pembelajaran yang lainnya.

4
B. Tujuan Penulisan

Untuk mengetahui pengertian model mengajar, rumpun model pembelajaran,


prinsip-prinsip pembelajaranmacam-macam model pembelajaran untuk PPKn
SD/Mi.

C. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Pengertian Model Mengajar?
2. Apa yang dimaksud dengan Rumpun Model Pembelajaran
3. Apa yang dimaksud dengan Prinsip-Prinsip Pembelajaran dan macam-
macam Prinsip-Prinsip Pembelajaran dalam PPKn SD/Mi?
4. Apa saja Macam-Macam Model Pembelajaran untuk PPKn SD/Mi?

5
BAB II

PEMBAHASAN

1. Pengertian Model Mengajar

Model mengajar adalah rancangan atau pola yang dapat digunakan untuk
membentuk kurikulum, merancang bahan pengajaran, dan mengarahkan
pengajaran di kelas. Terdapat beraneka model mengajar yang telah ditawarkan
dalam dunia pendidikan, memilih model yang tepat merupakan hal yang rumit,
karena mengajar yang “baik” akan tergantung pada tujuan pengajaran itu sendiri.

Model mengajar, bertalian dengan berbagai jenis realita yang dibawa ke ruang
kelas dan juga dengan berbagai jenis pandangan kehidupan yang mungkin di
telorkan oleh guru dan peserta didik manakala mereka bekerja sama, oleh karena
itu, tak mengherankan jika orang sibuk sejak dulu mencari apa itu model mengajar
yang “sempurna”, model mengajar yang akan memecahkan masalah pendidikan.

Dalam kenyataan tidak terdapat apa yang disebut model yang sempurna itu,
oleh karena itu, kita tidak bisa membatasi diri hanya pada satu model mengajar
saja betapapun menariknya sebuah metode mengajar, memang benar, tidak ada
satu pun model mengajar yang dirancang untuk menjalankan semua jenis
pembelajaran atau untuk menangani semua gaya belajar. Dapat diasumsikan
kiranya bahwa terdapat banyak jenis belajar yang hamper seluruhnya memerlukan
metode pengajaran yang berbeda, bisa juga diasumsikan bahwa siswa tampil
dengan gaya belajar yang beraneka yang menuntut pendekatan yang beraneka
pula, jika masing-masing siswa itu diharapkan mampu menjadi pembelajar yang
produktif dan efektif.

Masalah mengidentifikasi dan memilih strategi mengajar akan menjadi


berbeda manakala kita berkonsentrasi pada kemungkinan keragaman gaya dari
berbagai model mengajar yang telah kita kenal ketimbang mencari sebuah cara
atau satu-satunya model mengajar. Hingga kini, belum ditemukan sebuah
pendekatan yang mampu berhasil untuk menghadapi semua siswa dan juga
mampu mencapai semua tujuan. Dalam hal ini tugas seorang pengajar adalah

6
mengembangkan suasana yang dalam suasana ini peserta didik diajar dengan
melalui berbagai cara yang memang memudahkan perkembangan siswa itu
sendiri.

Secara umum istilah “model” diartikan sebagai kerangka konseptual yang


digunakan sebagai pedoman dalam melakukan kegiatan, dengan demikian yang
dimaksud “model belajar mengajar” adalah kerangka konseptual yang melukiskan
prosedur yang terorganisasikan secara sistematik dalam mengorganisasikan
pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, yang berfungsi
sebagai pedoman bagi para perancang pengajaran dan para guru dalam
merencakan dan melaksankan aktivitas belajar mengajar (Udin Saripudin, 1990:1)

2. Rumpun Model Mengajar

banyak sekali model mengajar yang telah didentifikasi hingga kini. Joyce
dan Well (1986) menguraikan sebanyak 22 model dalam bukunya Models of
Teaching. Dalam model ini, mereka mengelompokkannya menjadi empat rumpun,
yaitu model-model pemprosesan informasi, model-model personal, model-model
interaksi sosial, dan model-model berhavioral.

a. Model-model yang terhimpun dalam rumpun pertama, pemprosesan


informasi, mempunyai orientasi pada kemampuan pemprosesan informasi
dari siswa dan cara bagaimana siswa itu bisa memperbaiki kemampuannya
dalam menguasai informasi. Pemprosesan informasi merujuk pada cara
orang menangani simulus dari lingkungannya, mengorganisasikan data,
menginderai masalah, melahirkan konsep dan oemecahan terhadap
masalah dan menggunakan simbol verbal dan nonverbal. Beberapa model
pemprosesan informasi peduli akan kemampuan siswa untuk memecahkan
masalah, dan karenanya menekankan pada berpikir produktif, model yang
lainnya peduli akan kemampuan intelektual yang umum.
Banyak di antara model ini yang menekankan konsep dan informasi
yang berasal dari disiplin akademik, akan tetapi perlu ditekankan di sini
bahwa hampir semua model dalam rumpun ini peduli akan hubungan

7
sosial dan pengembangan diri yang terintegrasi dan berfungsi,tetapi
alurnya adalah melalui pemfungsian intelektual. Model-model yang
termasuk rumpun pemprosesan informasi ini antara lain model berpikir
(Inquiry training Model), inquiry ilmiah (Scientific Inquiry), pemerolehan
konsep (Concept), modal advance organizer (Advance Organizer Model).
Model berpikir induktif dikembangkan terutama oleh Hilda Taba. Model
ini dirancang terutama untuk pengembangan proses mental induktis, dan
penalaran akademik atau pembentukan teori, tetapi kapasitas ini berguna
juga untuk tujuan personal dan sosial.
Tujuan model ini sama dengan model pelatihan inkuiri yang
dikembangkan terutama oleh Richard Suchman. Inquiry ilmiah dengan
tokoh utamanya Joseph. J. Schwab dirancang untuk mengajarkan sistem
riset dari sebuah disiplin, tetapi juga diharapkan mempunyai pengaruh di
ranah lain. Perolehan konsep dengan tokoh utamanya Jerome Bruner
dirancang terutama untuk mengembangkan penalaran induktif, tetapi juga
untuk pengembangan dan analisis konsep. Pertumbuhan kognitif dengan
tokoh-tokohnya Piaget, Sigel, Sullivan, dan kohlberg dirancang untuk
meningkatkan pengembangan intelektual umum, terutama penalaran
logis,tetapi juga bisa diterapkan paada pengembangan sosial dan moral.
Model advance organizer yang diketengahkan oleh David Ausubel
dirancang untuk meningkatkan efesiensi kapasitas pemprosesan informasi
untuk menyerap dan memperkaitkan bungkahan pengetahuan. Model
ingatan dari Lorayne dan Lucas dirancang untuk meningkatkan kapasitas.

b. Model-model yang terhimpun di rumpun kedua, personal berorientasi pada


individual dan pengembangan kedirian. Model-model ini menekankan
proses yang dengan proses ini individu membentuk dan
mengorganisasikan realitasnya yang unik. Seringkali, model-model ini
memberikan perhatian yang banyak pada kehidupan emosional. Fokus
pada membantu individu untuk mengembangkan hubungan interpersonal
yang lebih kaya lagi dan kemampuan pemprosesan yang lebih efektif lagi.

8
Model-model yang termasuk dalam rumpun ini antara lain
pengajaran nondirektif (Nondirective Teaching), pelatihan kesadaran
(Awareness Training), sinektik (Synectics), sistem konseptual (Conceptual
Systems), dan pertemuan kelas (Classroom Meeting). Pengajaran
nondirectif yang dipelopori Carl Rogers menekankan pembangunan
kapasitas perkembangan personal dalam hubungannya dengan kesadaran
diri, pemahaman, otonomi, dan konsep diri. Pelatihan kesadaran dengan
otkohnya Peris dan Schutz dirancang untuk meningkatkan kapasitas
seseorang untuk eksplorasi diri dan kesadaran dan pemahaman
interpersonal serta pula kesadaran badan dan indera. Sinektik yang
terutama ditokohi William Gordon mempunyai tujuan untuk
pengembangan pemahaman diri dan tanggung jawab kepada diri sendiri
dan kepada kelompok sosial.

c. Model-model dalam rumpun ketiga, interaksi sosial, menekankan


hubungan antara individu dengan masyarakat dan dengan individu lainnya.
Model-model ini berfokus pada proses yang dengan proses ini realitas
dinegosiasi secara sosial. Akibatnya model-model dari orientasi ini
memberikan prioritas pada perbaikan kemampuan individu untuk
berhubungan dengan yang lainnya, untuk bergelut dalam proses
demokratik, dan untuk bekerja secara produktif dalam masyarakat.perlu
ditekankan bahwa tujuan-tujuan ini sajalah yang merupakan satu-satunya
dimensi kehidupan yang penting. Sementara hubungan sosial lebih
ditekankan ketimbang ranah yang lainnya, para teoris sosial juga peduli
pada perkembangan akal dan diri, dan pembelajaran mata pelajaran
akademik. Merupakan pendidik yang langka jika ia hanya peduli pada satu
aspek saja dari perkembangan siswa, atau hanya menggunakan satu aspek
saja dari lingkungannya untuk mempengaruhi perkembangan siswanya.
Yang termasuk dalam model ini antara lain investigasi kelompok
(Group Invertigattion), inquiri sosial (Social Inquiry), metode
laboratorium (Laboratory Metbod) Yurisprudensial (Yurisprudential),

9
bermain peran (Role Playing), dan simulasi sosial (Social Simulation).
Investigasi kelompok yang tokohnya antara lain Thelen dan Dewey
bertujuan mengembangkan keterampilan untuk berpartisipasi dalam proses
sosial yang demokratis melalui penekanan yang bergabung pada
keterampilan interpersonal atau kelompok dan keterampilan inkuiri
akademik. Aspek pengembangan personal merupakan pertumbuhan
penting dari model ini. Inkuiri sosial dengan tokohnya Massialas dan Cox
memberi perhatian pada pemecahan masalah terutama melalui inkuiri
akademik dan penalaran logis.
Metode laboratorium mempunyai tujuan untuk pengembangan
keterampilan interpersonal dan kelompok dan melalui ini juga
pengembangan kesadaran dan fleksibilitas personal. Model ini
Yurisprodensial dengan teorinya Oliver dan Haver dirancang terutama
untuk mengajarkan kerangka acuan yurisprudensial sebagai sebuah cara
memikirkan dan memecahkan dan Shaftel dirancang untuk mendorong
siswa agar menjelajahi nilai-nilai sosial dan personal, dengan tingkah laku
dan nilai mereka sendiri sebagai sumber inkuirinya. Simulasi sosial yang
bertokohkan Boocock dan Guetzkow dirancang untuk membantu siswa
mengalami berbagai proses sosial serta realita-realita dan mengamati
reaksi mereka sendiri terhadap hal-hal itu, dan juga untuk memperoleh
konsep dan keterampilan pembuatan keputusan.

d. Model dalam rumpun keempat, behavioral, mempunyai landasan teorotis


yang sama, yaitu teori tingkah laku (behavior theory). Banyak istilah lain
pula yang digunakan seperti teori belajar, teori belajar sosial, modifikasi
tingkah laku, dan terapi tingkah laku. Ciri pokoknya ialah penekanan pada
usaha mengubah tingkah laku teramati dari siswa ketimbang struktur
psikologis yang mendasarinya dan tingkah laku yang tidak teramatinya.
Model-model behavioral mempunyai keterterapan (applicability) yang
luas, dengan menangani beraneka tujuan dalam pendidikan, pelatihan,
tingkah laku interpersonal, dan terapi. Dengan berdasar pada prinsip

10
kontrol stimulus dan penguatan (stimulus control and reinfprcement),
model-model behavioral ini telah digunakan secara berhasil dalam
kondisi-kondisi interaktif dan termediasi, secara individual maupun
kelompok. Barangkali lebih dari rumpun-rumpun yang lainnya, rumpun ini
telah diteliti secara luas dan didokumentasikan keefektifannya. Salah satu
ciri yang umumdari model-model behavioral ini ialah model ini
menguraikan tugas-tugas belajar dalam pemdidikan kita lebih dikenal
dengan model behavioral yang di dalam model ini kontrol ada di tangan
guru atau pengajar.
Model behavioral meliputi antara lain manajemen kontingensi
(Contigency Management), kontrol diri (Self Control), relaksasi
(Relaxation), Reduksi Stres ( Stress Reduction), Pelatihan asertif
(Assertive Training). Manajamen kontingensi dengan tokoh utama Skinner
mempunyai isi yang bertalian dengan fakta, konsep dan keterampilan.
Kontrol diri masih dengan tokoh utama Skinner diarahkan pada tingkah
laku atau keterampilan sosial. Relaksasi dari Rimm dan Master juga
Wolpe bertujuan personal, misalnya soal keresahan, termasuk didalamnya
model reaksi stress. Pelatihan asertif dari Wolpe, Lacarus dan Salter
menekankan ekpresi spontan dan langsung dari perasaan dalam situasi
sosial, yang di dalamnya terliput pula desensitasi. Pelatihan langsung dari
Gagne dan Smith, dan Smith bertujuan yang berkenaan dengan pola
tingkah laku dan keterampilan.
Keempat kelompok model tersebut jika kita hubungkan dengan
model pendidikan nilai-moral, dapat dikelompokkan kedalam model yang
berorientasikan pada penalaran moral, interaksi sosial, kepribadian, sikap
dan perilaku (Udin Saripudin, 1990:132). Begitu pula Winecoof (1998)
dalam bukunya Values and Education : Concept and Models
mengklasifikasikan model-model pendidikan nilai, yaitu: (1) Model
pengembangan kognitif, (2) Model pertimbangan, (3) Model rasional, (4)
Model klasifikasi nilai, (5) Model analisis nilai, (6) Model pendidikan

11
kewarganegaraan dan tindak sosial, (7) Model Science- Technology-
Society.1

3. Prinsip-Prinsip Pembelajaran PPKN SD/Mi

Dalam penyusunan scenario pembelajaran yang interaktif, diperlukan


berbagai pendekatan yang mampu menampung dan menggali potensi peserta didik
secara maksimal. Untuk itu sebagai pengajar dalam penyusunan scenario dituntut
untuk memperhatikan seperti berikut.

a. Prinsip Stimulus Belajar

Timbulnya kesan kita terhadap suatu objek disebabkan oleh adanya stimulus yang
diberikan oleh objek tersebut yang mengenai indera kita. Jadi, kesan dan pesan
yang diterima peserta didik dalam pengajaran ditimbulkan karena adanya
informasi yang diberikan oleh guru berupa stimulus yang menjadikan peserta
didik dapat mengolahnya menjadi sesuatu yang bermakna baginya. Inilah yang
dimaksud dengan stimulus dalam belajar.

Stimulus sebagai yang disebutkan diatas dapat berbentuk verbal, visual.


Hal ini, bahwa stimulus tersebut hendaknya benar-benar mengkomunikasikan
informasi atau pesan yang hendak disampaikan guru kepada peserta didiknya.

Untuk mencapai maksud diatas maka ada dua cara yang dapat membantu
peserta didik menerima pesan yang diberikan oleh guru dengan cara yang lebih
mudah. Cara pertama, perlu adanya pengulangan. Pengulangan ini dapat
membantu peserta didik memperkuat pemahamannya. Cara kedua, peserta didik
menyebutkan kembali pesan yang disampaikan oleh guru. Dengan cara ini peserta
didik lebih mudah atau kuat dalam menyimpan pesan atau kesan yang ia terima

1
Prof. Dr. H.A Aziz Wahab, M. A, dkk. 2006. Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan (PPKn). Jakarta: Universitas Terbuka. Halaman 9.3- 9.8

12
b. Prinsip Perhatian dan Motivasi

Kurangnnya perhatian dan motivasi seseorang terhadap suatu objek menyebabkan


oran itu tidak tertarik pada objek itu. Perhatian dn motivasi merupakan syarat
utama dalam proses belajar-mengajar, sebab tanpa adanya perhatian dan motivasi
yang baik dari peserta didik terhadap apa yang disajikan guru kepadanya,
menyebabkan peserta didik tidak dapat mencapai hasil belajar yang optimal.

Stimulus yang diberikan guru kepada peserta didik dalam belajar menjadi
tidak berarti, jika peserta didik sendiri tidak memilki perhatian yang baik dan
motivasi yang tinggi. Kondisi perhatian yang baik dan motivasi yang tinggi
peserta didik dalam belajar tidak berjalan lama, oleh karena itu guru perlu
mengembangkannya, cara yang dapat ditempuh oleh guru adalah dengan
menerapkannya, memberikan stimulus baru, mengadakan pengulangan,
menggunakan media pengajaran yang bervariasi, memberikan pujian atau hadiah
dan sebagainya.

c. Prinsip Respon yang Dipelajari

Belajar adalah proses yang dilakukan oleh peserta didik secara aktif. Dalam
belajar ini peserta didik memberikan respon-respon terhadap yang disajikan oleh
gurunya, apabila tidak ada respon dalam kegiatan belajar berarti telah terjadi
sepak pasif peserta didik dalam belajar. Hal yang demikian ini tidak mustahil
menjadikan berkurangnya peserta didik yang mencapai hasil belajar optimal.

Bentuk-bentuk respon yang timbul pada peserta didik, misalnya karena


guru memberikan perhatian, proses internal yang terjadi pada peserta didik
terhadap informasi dari guru, bertindak secara tepat dalam kegiatan belajar-
mengajar dan sebagainya. Semua respon tersebut dapat menunjang keberhasilan
peserta didik dalam mencapai tujuan pengajaran, dalam arti terjadinya perubahan
perilaku peserta didik setelah melakukan kegiatan belajar.

13
d. Prinsip Penguatan (Reinforcement)

Keberhasilan belajar peserta didik akan menimbulkan kepuasan. Kepuasan


tersebut dapat mengakibatkan peserta didik untuk berusaha mengadakan
pengulangan kejadian itu manakala diperlukan. Hal ini berarti, jika peserta didik
atau jika respon peserta didik terhadap stimulus yang diberikan oleh guru
memuaskan kebutuhannya, maka peserta didik cenderung mengulanginya, yang
makin menguatkan motivasi belajarnya.

Sumber penguatan tersebut berasal dari luar diri peserta didik, namun juga
dapat terjadi dari dalam diri peserta didik, misalnya: nilai ujian, pengakuan
prestasinya, ganjaran, pujian dan sebagainya. Sedangkan penguatan yang berasal
dari dalam diri peserta didik terjadi apabila respon yang dilakukan oleh peserta
didik benar-benar memuaskan diri peserta didik karena sesuai dengan
kebutuhannya.

e. Prinsip Bekal Ajar Awal

Dimaksud dengan prinsip bekal awal adalah prinsip yang memperhatikan pada
kemampuan dan pengetahuan yang telah dimiliki oleh peserta didik sebelumnya.
Peserta didik akan belajar lebih baik, jika yang disajikan oleh gurunya saat ini
telah sesuai dengan kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki peserta didik
sebelumnya sangat berarti baginya dan waktu mempelajari bahan pelajaran
berikutnya. Peserta didik akan lebih aktif belajar, sebab dia telah memiliki bekal.

f. Prinsip Keterpaduan

Keterpaduan merupakan usaha pengintegrasian hasil-hasil yang diperoleh selama


belajar. Hal tersebut kemudian diolah kedalam suatu produk pengetahuan tertentu.
Hal ini berarti bahwa sebelum peserta didik telah mempelajari berbagai konsep,
fakta, pengertian dari objek yang dipelajarinya, yang selanjutnya peserta didik
yang bersangkutan memasukkan hal-hal tersebut menjadi suatu pengertian atau
konsep baru. Dalam belajar perlu adanya integrasi berbagai konsep, fakta,
pengertian maupun prinsip. Hal ini ada yang lebih berarti jika peserta didik

14
terlibat langsung dan aktif dalam menemukan konsep, fakta, pengertian maupun
prinsip tersebut.

g. Prinsip Pemecahan Masalah

Dalam belajar peserta didik dihadapkan pada berbagai masalah. Masalah itu
merupakan stimulus yang perlu ditanggapi oleh peserta didik melalui langkah-
langkah sistematis untuk mendapatkan jawabannya. Inilah yang dimaksud dengan
pemecahan masalah. Untuk memecahkan masalah terhadap peserta didik dituntut
terlibat aktif dan mengalami sendiri dan dapat menyimpulkan hasil dari apa yang
telah dikerjakannya.

h. Prinsip Penemuan

Prinsip penemuan adalah prinsip belajar yang menuntut agar peserta didik
melakukan eksplorasi sehingga selanjutnya ia dapat menemukan sesuatu yaitu
prinsip belajar yang akan mendapatkan hasil otentik melalui proses eksplorasi dan
penemuan. Proses itu mulai dengan proses merasakan keinginan untuk mencapai
hasil atau pemecahan persoalan yang sedang dihadapi.

i. Prinsip Belajar sambil Bekerja

Prinsip belajar sambil bekerja disebut juga dengan prinsip Learning by doing.
Prinsip ini menuntut, agar peserta didik dalam belajar juga melakukan kegiatan,
artinya ia harus terlibat dalam kegiatan di lapangan. Hal ini dimaksudkan agar
peserta didik benar-benar melakukan kegiatann ini dalam mengalaminya sendiri,
sehingga ia akan mendapatkan pengalaman langsung, dengan demikian hal ini
akan menjadikan ia lebih mudah mendalami apa yang ia peroleh dalam belajar.

j. Prinsip Bermain sambil Belajar

Prinsip bermain dambil belajar menuntut agar peserta didik lebih mengutamakan
pendekatan bermain yang didalamnya juga mengembangkan pendekatan bermain
yang didalamnya juga mengembangkan unsure-unsur belajar, seperti untuk
peserta didik SD/MI kelas 1, 2, dan 3 model pendekatan pembelajaran ini sangat

15
cocok untuk digunakan. Pengembangan unsure-unsur yang bersifat rekreatif lebih
menonjol daripada unsure belajar.

Prinsip ini sebenarnya tidak jauh berbeda dengan prinsip belajar sambil
bekerja. Namun pekerjaannya sedikit berbeda. Dalam penggunaan prinsip sambil
bermain peserta didik sementara belajar atau memcahkan masalah yang dilakukan
dalam suasana permainan yang menyenangkan. Hal ini dapat dilakukan dengan
menyuruh peserta didik untuk memainkan suatu peran.

k. Prinsip Hubungan Sosial

Dalam belajar pada dasarnya peserta didik berada dalam alam social, artinya ia
berada dalam hubungan dan keterkaitan dengan peserta didik yang lain. Hubungan
social antara peserta didik dengan peserta didik lainnya maupun antara peserta
didik dengan guru, menentukan makna dan efektivitas belajar. Kondisi social
dalam suatu kelas banyak sekali pengaruhnya terhadap proses belajar yang sedang
berlangsung di kelas itu. Dengan demikian, pengajar hendaknya dapat
menguasahakan hubungan yang baik antara peserta didik, maupun guru dengan
peserta didik, sehingga tercipta suasana yang kondusif bagi peserta didik dalam
belajar.

l. Prinsip Perbedaan Individual

Prinsip oerbedaan individual berarti bahwa dalam proses belajar kita harus
memperhatikan perbedaan individual antara peserta didik yang satu dengan yang
lainnya. Semua orang memiliki perbedaan individual dalam hal bakat, minat,
kemampuan, mptivasi dan sebagainya. Proses belajar akan berlangsung dengan
penuh makna jika hal itu dilaksanakan sesuai dengan bakat, kesungguhan dan
tujuan peserta didik sendiri erta didukung dengan prosedur eksprimental yang
sesuai. Prinsip ini kebebasan kepada pesera didik untuk melakukan kegiatan
belajar sesuai dengan keinginannya dan belajar tidak akan berarti jika dalam
keadaan terpaksa. Jadi perbedaan individual dalam belajar haruslah dihargai
dengan tujuan optimalisasi hasil belajar.

16
Prinsip-prinsip tersebut di atas itulah yang perlu diperhatikan oleh
pengajar dalam menerapkan pendekatan pengajaran tidak akan bearti jika tanpa
dilandasi dengan prinsip-prinsip yang mendasarinya.2

4. Macam-Macam Model Pembelajaran untuk PPKn


A. Model Pembelajaran Ekspositori

Model Pembelajaran Ekspositori adalah Model pembelajaran ekspositori


menekankan kepada proses bertutur. Peserta didik hanya menyimak untuk
menguasai materi pelajaran yang disampaikan guru. Jadi model pembelajaran
ekspositori adalah model pembelajaran yang menekankan kepada proses
penyampaian materi secara verbal dari seorang guru kepada sekelompok peserta
didik dengan maksud agar peserta didik dapat menguasai materi pelajaran secara
optimal. Model pembelajaran ini berorientasi kepada guru sebab guru memegang
peranan yang sangat dominan.

Guru menyampaikan materi pembelajaran secara terstruktur dengan


harapan materi pelajaran yang disampaikan itu dapat dikuasai peserta didik
dengan baik. Fokus utama model pembelajaran ekspositori ini adalah kemampuan
akademik peserta didik. Model pembelajaran ekspositori adalah model
pembelajaran yang digunakan dengan memberikan keterangan terlebih dahulu
definisi, prinsip dan konsep materi pelajaran serta memberikan contoh-contoh
latihan pemecahan masalah. Peserta didik mengikuti pola yang ditetapkan oleh
guru secara cermat.

Penggunaan model pembelajaran ekspositori merupakan model


pembelajaran yang mengarah kepada tersampaikannya isi pelajaran kepada
peserta didik secara langsung. Penggunaan model pembelajaran ini peserta didik
tidak perlu mencari dan menemukan sendiri fakta-fakta, konsep dan prinsip
karena telah disajikan oleh guru. Kegiatan pembelajaran dengan menggunakan
model pembelajaran ekspositori cenderung berpusat pada guru, guru aktif

2
Prof. Dr. H.A Aziz Wahab, M. A, dkk. 2006. Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan (PPKn). Jakarta: Universitas Terbuka. Halaman 9.30-9.34

17
memberikan penjelasan atau informasi pembelajaran secara terperinci tentang
materi pembelajaran. Model pembelajaran ekspositori sering dianalogikan dengan
metode ceramah, karena sifatnya sama-sama memberikan informasi.

Somantri (2001: 45), membedakan model pembelajaran ekspositori


dengan metode ceramah, dominasi guru dalam model pembelajaran ekspositori
banyak dikurangi. Guru tidak terus bicara, informasi diberikan pada saat-saat
tertentu atau bagian-bagian yang diperlukan, seperti diawal informasi diberikan,
menjelaskan konsep-konsep dan prinsip baru, pada saat memberikan contoh kasus
dan lain sebagainya.

Model pembelajaran ekspositori adalah suatu cara menyampaikan gagasan


atau ide dalam memberikan informasi dengan lisan atau tulisan.

Pentatito Gunawibowo (1998:6.7), dalam pembelajaran menggunakan


model pembelajaran ekspositori, pusat kegiatan masih terletak pada guru, jika
dibandingkan dengan metode ceramah, dalam model pembelajaran ekspositori
dominasi guru sudah banyak berkurang.

Kegiatan guru berbicara pada model pembelajaran ekspositori hanya


dilakukan pada saat-saat tertentu saja, seperti pada awal pembelajaran,
menerangkan materi dengan memberikan soal. Kegiatan peserta didik tidak hanya
mendengarkan, membuat catatan atau memperhatikan saja, tetapi mengerjakan
soal-soal latihan, mungkin dalam kegiatan ini peserta didik saling bertanya.
Mengerjakan soal latihan bersama dengan temannya dan seorang peserta didik
diminta mengerjakan dipapan tulis. Saat kegiatan peserta didik mengerjakan
latihan, kegiatan guru memeriksa pekerjaan peserta didik secara individual dan
menjelaskan kembali secara individual.

Pendapat David P. Ausubel dalam Pentatito Gunawibowo (1998 : 6.7),


menyebutkan model pembelajaran ekspositori merupakan cara mengajar yang
paling afektif dan efisien dalam menanamkan belajar bermakna.

18
Selanjutnya Dimyati dan Mudjiono (1999 : 172), mengatakan model
pembelajaran ekspositori adalah memindahkan pengetahuan, keterampilan dan
nilai-nilai kepada peserta didik. Peranan guru yang paling penting adalah

1) menyusun program pembelajaran,


2) memberi informasi yang benar,
3) pemberi fasilitas yang baik,
4) pembimbing peserta didik dalam perolehan informasi yang benar, dan
5) penilai perolehan informasi.

Sedangkan peranan peserta didik adalah

1) pencari informasi yang benar,


2) pemakai media atau sumber yang benar, dan
3) menyelesaikan tugas dengan penilaian guru.

Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa model


pembelajaran ekspositori yang digunakan dalam penelitian ini adalah
mengkombinasikan metode caramah, tanya jawab dan pemberian tugas.
Pemberian tugas diberikan guru berupa soal-soal (pekerjaan rumah) yang
dikerjakan secara individual atau kelompok. Adapun hasil belajar yang dievaluasi
adalah luas dan jumlah pengetahuan, keterampilan dan nilai yang dikuasai peserta
didik. Pada umumnya alat evaluasi hasil belajar yang digunakan adalah tes yang
telah dibakukan atau tes buatan guru.

1. Keunggulan Strategi Ekspositori

a. Guru bisa mengontrol urutan dan keluasan materi pembelajaran, sehingga


guru mengetahui sejauh mana peserta didik menguasai pelajaran yang
disampaikan.
b. Model pembelajaran ekspositori ini dianggap sangat efektif apabila materi
pelajaran cukup luas, sementara waktu yang dimiliki untuk belajar
terbatas.

19
c. Peserta didik mendengar penuturan tentang materi pelajaran, sekaligus
peserta didik bisa melihat melalui pelaksanaan demonstrasi.
d. Cocok digunakan untuk jumlah peserta didik dan ukuran kelas yang besar.

2. Kelemahan Strategi Ekspositori

a. Model pembelajaran ekspositori ini hanya dapat dilakukan terhadap


peserta didik yang memiliki kemampuan mendengar dan menyimak baik.
Untuk peserta didik yang tidak memiliki kemampuan seperti itu perlu
digunakan model pembelajaran yang lain.
b. Model pembelajaran ekspositori ini tidak dapat melayani perbedaan setiap
peserta didik baik kemampuan, pengetahuan, minat, dan bakat, serta
perbedaan gaya
c. Keberhasilan peserta didik ini tergantung apa yang dimiliki guru, seperti
persiapan, pengetahuan, rasa percaya diri, semangat, antusiasme, motivasi,
kemampuan bertutur, kemampuan mengelolah kelas.
d. Gaya komunikasi terjadi satu arah, mengontrol pemahaman peserta didik
akan materi pelajaran akan sangat terbatas, sehingga mengakibatkan
pengetahuan yang dimiliki peserta didik terbatas pada apa yang diberikan
guru.

Dengan memperhatikan keunggulan dan kelemahan diatas, bilamana


guru ingin menggunakan model pembelajaran ekspositori, sebaiknya guru
melakukan persiapan yang matang, baik mengenai materi pelajaran yang akan
disampaikan maupun mengenai hal-hal lain yang dapat mempengaruhi
kelancaran proses presentasi3.

3
Model Pembelajaran Ekspositori,
https://view.officeapps.live.com/op/view.aspx?src=http%3A%2F%2Fkaryatulisil
miah%2Ecom%3A80%2Fwp%2Dcontent%2Fuploads%2F2015%2F08%2FMode
l%2DPembelajaran%2DEkspositori%2Edoc&wdAccPdf=0, 17 Oktober 2017,
Pukul 19:00

20
B. Model Pembelajaran Diskusi

Metode diskusi adalah suatu cara mengajar yang dicirikan oleh suatu
keterikatan pada suatu topik atau pokok pernyataan atau problem dimana para
peserta diskusi dengan jujur berusaha untuk mencapai atau memperoleh suatu
keputusan atau pendapat yang disepakati bersama. Diskusi sebagai metode
pembelajaran lebih cocok dan diperlukan apabila guru hendak:
1) Memanfaatkan berbagai kemampuan yang ada pada siswa
2) Memberi kesempatan pada siswa untuk mengeluarkan kemampuannya
3) Mendapatkan balikan dari siswa apakah tujuan telah tercapai
4) Membantu siswa belajar berpikir secara kritis
5) Membantu siswa belajar menilai kemampuan dan peranan diri sendiri
maupun teman-teman
6) Membantu siswa menyadari dan mampu merumuskan berbagai masalah
sendiri maupun dari pelajaran sekolah
7) Mengembangkan motivasi untuk belajar lebih lanjut.

Adapun kegiatan guru dalam pelaksanaan metode diskusi sebagai berikut:

1) Guru menetapkan suatu pokok atau problem yang akan didiskusikan atau
guru meminta kepada siswa untuk mengemukakan suatu pokok atau
problem yang akan didiskusikan.
2) Guru menjelaskan tujuan diskusi.
3) Guru memberikan ceramah dengan diselingi tanya jawab mengenai materi
pelajaran yang didiskusikan.
4) Guru mengatur giliran pembicara agar tidak semua siswa serentak
berbicara mengeluarkan pendapat.
5) Menjaga suasana kelas dan mengatur setiap pembicara agar seluruh kelas
dapat mendengarkan apa yang sedang dikemukakan.
6) Mengatur giliran berbicara agar jangan siswa yang berani dan berambisi
menonjolkan diri saja yang menggunakan kesempatan untuk
mengeluarkan pendapatnya.

21
7) Mengatur agar sifat dan isi pembicaraan tidak menyimpang dari
pokok/problem.
8) Mencatat hal-hal yang menurut pendapat guru harus segera dikoreksi yang
memungkinkan siswa tidak menyadari pendapat yang salah.
9) Selalu berusaha agar diskusi berlangsung antara siswa dengan siswa.
10) Bukan lagi menjadi pembicara utama melainkan menjadi pengatur
pembicaraan.

Kegiatan siswa dalam pelaksanaan metode diskusi sebagai berikut:


1) Menelaah topik/pokok masalah yang diajukan oleh guru atau
mengusahakan suatu problem dan topik kepada kelas.
2) Ikut aktif memikirkan sendiri atau mencatat data dari buku-buku
sumber atau sumber pengetahuan lainnya, agar dapat mengemukakan
jawaban pemecahan problem yang diajukan.
3) Mengemukakan pendapat baik pemikiran sendiri maupun yang
diperoleh setelah membicarakan bersama-sama teman sebangku atau
sekelompok.
4) Mendengar tanggapan reaksi atau tanggapan kelompok lainnya
terhadap pendapat yang baru dikemukakan.
5) Mendengarkan dengan teliti dan mencoba memahami pendapat yang
dikemukakan oleh siswa atau kelompok lain.
6) Menghormati pendapat teman-teman atau kelompok lainnya walau
berbeda pendapat.
7) Mencatat sendiri pokok-pokok pendapat penting yang saling
dikemukakan teman baik setuju maupun bertentangan.
8) Menyusun kesimpulan-kesimpulan diskusi dalam bahasa yang baik
dan tepat.
9) Ikut menjaga dan memelihara ketertiban diskusi.
10) Tidak bertujuan untuk mencari kemenangan dalam diskusi melainkan
berusaha mencari pendapat yang benar yang telah dianalisa dari segala
sudut pandang.

22
Adapun kelebihan metode diskusi sebagai berikut:
1) Mendidik siswa untuk belajar mengemukakan pikiran atau pendapat.
2) Memberi kesempatan kepada siswa untuk memperoleh penjelasan-
penjelasan dari berbagai sumber data.
3) Memberi kesempatan kepada siswa untuk menghayati pembaharuan
suatu problem bersama-sama.
4) Melatih siswa untuk berdiskusi di bawah asuhan guru.
5) Merangsang siswa untuk ikut mengemukakan pendapat sendiri,
menyetujui atau menentang pendapat teman-temannya.
6) Membina suatu perasaan tanggung jawab mengenai suatu pendapat,
kesimpulan, atau keputusan yang akan atau telah diambil.
7) Mengembangkan rasa solidaritas/toleransi terhadap pendapat yang
bervariasi atau mungkin bertentangan sama sekali.
8) Membina siswa untuk berpikir matang-matang sebelum berbicara.
9) Berdiskusi bukan hanya menuntut pengetahuan, siap dan kefasihan
berbicara saja tetapi juga menuntut kemampuan berbicara secara
sistematis dan logis.
10) Dengan mendengarkan semua keterangan yang dikemukakan oleh
pembicara, pengetahuan dan pandangan siswa mengenai suatu problem
akan bertambah luas.

Kelemahan metode diskusi sebagai berikut:


1) Tidak semua topik dapat dijadikan metode diskusi hanya hal-hal yang
bersifat problematis saja yang dapat didiskusikan.
2) Diskusi yang mendalam memerlukan banyak waktu.
3) Sulit untuk menentukan batas luas atau kedalaman suatu uraian diskusi.
4) Biasanya tidak semua siswa berani menyatakan pendapat sehingga
waktu akan terbuang karena menunggu siswa mengemukakan pendapat.
5) Pembicaraan dalam diskusi mungkin didominasi oleh siswa yang berani
dan telah biasa berbicara. Siswa pemalu dan pendiam tidak akan
menggunakan kesempatan untuk berbicara.

23
6) Memungkinkan timbulnya rasa permusuhan antarkelompok atau
menganggap kelompoknya sendiri lebih pandai dan serba tahu daripada
kelompok lain atau menganggap kelompok lain sebagai saingan, lebih
rendah, remeh atau lebih bodoh.4

C. Model-Model Pembelajaran PPKn Di SD/MI


Model-model pembelajaran PKn di SD menurut Fathurohhman (2012)
adalah sebagai berikut.
1. Model Pembelajaran Kontekstual
Pengertian model pembelajaran kontekstual adalah pembelajaran yang
mendorong guru untuk menghubungkan antara materi pembelajaran yang
diajarkan kepada siswa dengan keadaan nyata yang dialami siswa dalam
kehidupan sehari-hari.
Menurut Trianto (2012) model pembelajaran CTL adalah suatu
konsepsi yang membantu guru mengaitkan konten mata pelajaran dengan
situasi dunia nyata dan memotivasi siswa membuat hubungan antara
pengetahuan dan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota
keluarga, warga negara, dan tenaga kerja (US.Departement of Education the
National School-to-work Office yang dikutif oleh blancbard, 2001).
Secara garis besar langkah-langkah penerapan CTL dalam kelas sebagai
berikut:
a. Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan
cara bekerja sendiri, menukan sendiri, dan mengonstruksi sendiri
pengetahuan dan keterampilan barunya.
b. Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik
c. Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya

4
Kiranawati, Metode Diskusi,
https://gurupkn.wordpress.com/2007/11/26/metode-diskusi/, Pada tanggal 17
Oktober 2017, Pukul 19 :34

24
d. Ciptakan masyarakat belajar (belajar dalam kelompok-kelompok)
e. Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran
f. Lakukan refleksi di akhir pertemuan
g. Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara
Dalam Pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran
kontekstual ada beberapa komponen yang dilibatkan dalam pembelajaran.
Komponen-komponen CTL (contextual teaching and learning) tersebut
adalah sebagai berikut.
a. Kontrukstivisme
b. Dalam CTL, siswa mampu membangun pengetahuan berdasarkan
pengalaman yang dialami dan diamati.
c. Bertanya
d. Dalam CTL, siswa diharapkan mampu menumbuhkan rasa ingin tahu
sehingga akan menjadikan siswa selalu bertanya terhadap hal-hal yang
baru.
e. Inkuiri
f. Dalam CTL, siswa dilatih untuk menemukan konsep yang dipelajari
melalui proses belajar yang sistematis.
g. Masyarakat belajar
h. Dalam CTL, siswa diharapkan mampu bekerjasama atau bertukar
pikiran dengan orang lain yang tidak terbatas dalam proses
pembelajaran.
i. Pemodelan (Modelling)
j. CTL dapat memberikan pengalaman yang lebih nyata atau konkret
kepada siswa. Melalui pemodelan ini akan menghindarkan siswa dari
pengetahuan yang bersifat abstrak dan teoritis.
k. Refleksi
l. Dalam CTL, refleksi yang diperlukan untuk mengevaluasi pengetahuan
yang diperoleh siswa melalui pengalaman yang ia dapatkan.
m. Penilaian sebenarnya (authentic assessment)

25
n. Authentic assessment diperlukan untuk mengetahui perkembangan
belajar siswa dan dapat mengetahui apakah pengalaman belajar siswa
dapat memberikan dampak postif atau negatif.

2. Model Pembelajaran Kooperatif


Model pembelajaran kooperatif merupakan salah satu yang dapat
diterapkan untuk mewujudkan kelas sebagai laboratorium demokrasi bagi
siswa.
Slavin (Isjoni, 2011:15) “In cooperative learning methods,
students work together in four member teams to master material initially
presented by the teacher”. Ini berarti bahwa cooperative learning atau
pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran dimana sistem
belajar dan bekerja kelompok-kelompok kecil berjumlah 4-6 orang secara
kolaboratif sehingga dapat merangsang peserta didik lebih bergairah dalam
belajar.
Dari beberapa pengertian menurut para ahli dapat disimpulkan
bahwa pembelajaran kooperatif adalah cara belajar dalam bentuk
kelompok-kelompok kecil yang saling bekerjasama dan diarahkan oleh
guru untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan”.

Menurut Trianto (2012) secara garis besar terdapat enam langkah utama
atau tahapan di dalam pelajaran yanng menggunakan pembelajaran
kooperatif.
a. Fase pertama menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa belajar
b. Fase kedua yaitu guru menyajikan informasi pada siswa dengan cara
demonstrasi atau membuat bacaan.
c. Fase ketiga adalah mengorganisasikan wa ke dalam kelompok
kooperatif.
d. Fase ke empat, membimbing kelompok erja dan belajar.
e. Fase kelima merupakan fase guru mengevaluasi hasil belajar tentang
materi yang telah dipelajari.

26
f. Fase terakhir yaitu guru mencari cara-cara untuk menghargai baik
upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok.

Beberapa keuntungan pembelajaran kooperatif menurut Sugianto


(dalam Fathurohman, 2012) adalah:

a. Meningkatkan kepakaan dan kesetiakawanan sosial.


b. Memungkinkan siswa untuk saling belajar mengenai sikap,
keterampilan, informasi, perilaku sosial, dan pandangan-pandangan.
c. Memudahkan siswa melakukan penyesuaian sosial.
d. Memungkinkan terbentuk dan berkembangnya nilai-nilai sosial dan
komitmen.
e. Menghilangkan sifat mementingkan diri sendir atau egois.
f. Membangun persahabatan yang dapat berlanjut hingga masa dewasa.
g. Berbagi keterampilan sosial yang diperlukan untuk memelihara
hubungan saling membutuhkan dapat diajarkan dan dipraktikkan.
h. Meningkatkan saling percaya kepada sesama manusia.
i. Meningkatkan kemampuan memandang masalah dan situasi berbagai
perspektif.
j. Meningkatkan kesediaan menggunakan ide orang lain yang dirasakan
lebih baik.
k. Meningkatkan kegemaran berteman tanpa memandang perbedaan
kemampuan, jenis kelamin, normal atau cacat, etnis, kelas sosial,
agama, dan orientasi tugas.
Model pembelajaran kooperatif yang berkembang dan dapat
diterapkan dalam proses pembelajaran cukup bervariasi diantaranya:
a. Model STAD (Student Teams Achievement Division)
Model STAD merupakan model pembelajaran yang paling
sederhana dalam model pembelajaran kooperatif.
b. Model Jigsaw
Model pembelajaran kooperatif Jigsaw merupakan metode yang
diembangkan oleh Ellliot Aronson dkk.

27
c. Model GI (Group Investigation)
Model pembelajaran kooperatif GI menuntut kerjasama siswa
didalam pelaksanaan pembelajarannya. Dalam model pembelajaran GI
siswa terlibat secara aktif sejak dari pemilihan topic, perencanaan
kegiatan, implementasi kegiatan, analisis, dan sistesis, penyajian hasil
akhir, dan evaluasi.

3. Model Pembelajaran Berbasis Portofolio


Istilah portofolio berasal dari bahasa “portfolio” yang berarti
dokumen arau surat-surat. Portofolio merupakan suatu kumpulan
pekerjaan siswa yang dimaksud tertentu dan terpadu yang diseleksi
menurut panduan-panduan yang ditentukan Winataputra (dalam
Fathurrohman, 2012).
Portofolio dapat diartikan pula sebagai suatu wujud benda fisik,
sebagai suatu proses sosial pedagogis, maupun sebagai adjective.
Winataputra (dalam Fathurrohman, 2012) mengemukakan bahwa
portofolio merupakan suatu kumpulan pekerjaan siswa dengan maksud
tertentu dan terpadu dan disleksi menurut panduan-panduan yang
ditentukan. Panduan yang dipakai berdasarkan pada mata pelajaran dan
tujuan penilaian portofolio. Dalam pembelajaran PKn portofolio
merupakan kumpulan informasi yang disusun dengan baik, dan
menggambarkan rencana kelas berkenaan dengan suatu isu kebijakan
public yang telah diputuskan untuk dikaji, baik dalam kelompok kecil
maupun kelas secara keseluruhan.5

5
Metta Adnyana, Model-Model Pembelajaran Pkn di SD
http://mettaadnyana.blogspot.co.id/2017/01/model-model-pembelajaran-pkn-di-
sd.html, Pada Tanggal 17 Oktober 2017, Pukul 19 : 41.

28
4. Tanya Jawab
a. Pengertian Tanya Jawab

Pengertian model pembelajaran yang bersifat altif individual dangan


mengakibatkan terjadinya komunikasi secara langsung yang bersifat two wy
traffic antara dosen dengan dosen, atau mahasiswa sesame mahasiswa dengan
dosen (Istarani, 2012)

Rostiyah N. K (2008) mengatakan bahwa untuk menciptakan kehidupan


interaksi belajar mengajar, seorang dosen perlu menimbulkan metode tanya
jawab. Model pembelajaran tanya jawab merupakan suatu model yang
memotivasi pada mahasiswa agar meningkatnya pemikiran untuk bertanya, dosen
mengajukan pertanyaan sehingga mahasiswa menjawab (Istarani, 2010).

b. Tujuan Penggunaan Metode Pembelajaran Tanya Jawab

Penggunaan metode tanya jawab biasanya digunakan untuk


menyimpulkan/mengikhtisiar pelajaran atau apa yang dibaca, dengan dibantu
tanya jawab antara mahasiswa dan mencapai suatu tujuan yang baik.

Dalam Tanya jawab, dosen dapat menilai mahasiswa paham dan mengerti
tentang materi yang telah disampikan. Seorang dosen/pengajar dalam metode
Tanya jawab juga bisa menilai apakah mahasiswa/peserta didik mendengarkan
dengan baik atau tidak (Istarani,2012).

c. Langkah-langkah Metode Pembelajaran Tanya Jawab

Proses yang dilakukan dengan membaca, meneliti atau diskusi. Membaca


informasi dari berbagai sumber adalah salah satu teknik untuk menemukan
jawaban. Sebelum pelajaran berlangsung, dosen telah menentukan pertanyaan
secara cermat dan sistematis oleh dosen. Pertanyaan yang akan diberikan dosen
nantinya harus sesuai dengan kompetensi yang harus dicapai setelah
pembelajaran. Dan pertanyaan yang berasal dari mahasiswa dapat dijawab dengan
sederhana, singkat, dan padat.

29
Dosen memberikan pengajaran dikelas dan memberikan stimuli pada
peserta didik untuk belajar sesungguhnya. Kunci pokok kehadiran stimuli belajar
antara lain adalah pertanyaan yang diajukan dosennya. Dengan pertanyaan maka
peserta didik akan segera mulai belajar sesungguhnya (meaningful learning).

Dorongan yang menumbuhkan persaingan diantara kelompok mahasiswa/


peserta didik untuk memperoleh pujian dan nilai yang baik. Dosen dapat
melemparkan pertanyaan dari mahasiswa/ peserta didik ke mahasiswa/ peserta
didik kainnya untuk dikomentari dan diberikan penjelasan sehingga akan
terbentuk proses belajar yang aktif (Sahala, 2009).

d. Kelebihan Model Pembelajaran Tanya Jawab

Kelas akan lebih hidup, karena sambutan kelas yang baik terhadap setiap
pertanyaan yang diajukan dari mahasiswa/ peserta didik dan pengajar di dalam
kelas. Model tanya jawab tidak membuat mahasiswa/ peserta didik dengan baik
dan mencoba memberikan pertanyaan dengan tepat. Mahasiswa/peserta didik
menerima pelajaran dengan aktif berpikir, tidak pasif mendengarkan saja (istarani,
20012).

e. Kekurangan Model Pembelajaran Tanya Jawab

Kelancaran jalannya model pembelajaran tanya jawab agak terhambat karena


mahasiswa/peserta didik yang tidak biasa, pasif untuk bertanya hanya
mendengarkan saja dan jawaban mahasiswa belum tentu selalu benar bahkan
mungkin kadang-kadang harus membaca terlebih dahulu. Sehingga perlu waktu
lama untuk memperoleh jawaban yang benar (Istarani,2012) 6

5. Metode Cerita
a. Pengertian Metode Cerita

Tujuan metode cerita adalah agar anak dapat membedakan perbuatan yang baik
dan buruk sehingga dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan
bercerita guru dapat menanamkan nilai-nilai islam pada anak didik, seperti

6
Istarani. (2012). Kumpulan 39 Metode Pembelajaran, edisi 1. Medan : ISCOM

30
menunjukkan perbedaan perbuatan baik dan buruk serta ganjaran dari setiap
perbuatan, pengalaman-pengalaman dalam kehidupan, pengetahuan baru dan
segala sesuatu yang dapat memberikan manfaat bagi kelangsungan hidup
manusia. Melalui metode bercerita, anak diharapkan dapat membedakan
perbuatan yang baik dan perbuatan yang buruk sehingga dapat diaplikasikan
dalam kehidupan sehari-hari.

Menurut Asnelli Ilyas bahwa tujuan metode cerita dalam pendidikan anak
adalah “menanamkan akhlak Islamiyah dan perasaan ketuhanan kepada anak
dengan harapan melalui pendidikan dapat menggugah anak untuk senantiasa
merenung dan berpikir sehingga dapat terwujud dalam kehidupan sehari-hari.

Menurut Hapidin dan Wanda Guranti, tujuan metode cerita adalah sebagai
berikut:

1. Melatih daya tangkap dan daya berpikir;


2. Melatih daya konsentrasi;
3. Membantu perkembangan fantasi;
4. Menciptakan suasana menyenangkan di kelas.

Menurut Abdul Aziz Majid, tujuan metode cerita adalah sebagai berikut:

1. Menghibur anak dan menyenangkan mereka dengan cerita yang baik;


2. Embantu pengetahuan anak secara umum;
3. Mengembangkan imajinasi;
4. Mendidik akhlak;
5. Mengasah rasa.

Sedangkan menurut Moeslichatoon R, bahwa tujuan metode cerita adalah “salah


satu cara yang ditempuh guru untuk member pengalaman belajar agar anak
memperoleh penguasaan isi cerita yang disampaikan lebih baik. Melalui metode
cerita maka anak akan menyerap pesan-pesan yang dituturkan melalui kegiatan
bercerita. Panuturan cerita sarat informasi atau nilai-nilai dapat dihayati anak dan
diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

31
Dalam kegiatan cerita anak dibimbing untuk mengembangkan kemampuan
untuk mendengarkan cerita dari guru, dengan jelas metode cerita disajikan kepada
anak didik bertujuan agar mereka memahami, menghayati dan mengamalkan
ajaran-ajaran yang diajarkan oleh guru.

Metode cerita sangatlah ditekankan dalam pembelajaran pada anak usia


dini, mengingat usia mereka yang masih sangat senang mendengarkan, bermain
dan menerima semua pengetahuan dari pendidik semata. Pendidik memberikan
cerita yang dapat menumbuhkan pengetahuan baru bagi siswa. Hal ini dengan
ditanamkan nilai-nilai positif sehingga ke depan siswa dapat menerima
pengetahuan dengan baik.

b. Fungsi Metode Cerita

Menurut M.Arifin, secara umum metode berfungsi “sebagai pemberi atau cara
yang sebaik mungkin bagi pelaksanaan operasional dari ilmu pendidikan
tersebut.” Bercerita bukan hanya berfungsi sebagai hiburan tetapi jga merupakan
suatu cara yang dapat digunakan dalam mencapai sasaran-sasaran atau target
pendidikan. Metode bercerita dapat menjadikan suasana belajar menyenangkan
dan menggembirakan dengan penuh dorongan dan motivasi sehingga pelajaran
atau materi pendidikan itu dapat dengan mudah diberikan. Fungsi metode cerita
dapat dijabarkan sebagai berikut:

Menanamkan nilai-nilai pendidikan yang baik. Melalui metode cerita


sedikit demi sedikit dapat ditanamkan hal-hal yang baik kepada anak didik, dapat
mengembangkan imajinasi anak, mengetahui hal-hal yang baik adalah harapan
dari sebuha cerita sehingga rasa ingin tahu tersebut membuat anak berupaya
memahami isi cerita. Isi cerita yang dipahami tentu saja akan membawa pengaruh
terhadap anak didik dalam menentukan sikapnya.

Pada dasarnya metode bercerita merupakan salah satu bentuk pemberian


pengalaman belajar bagi anak usia prasekolah dengan membawakan cerita secara
lisan baik dengan menggunakan ilustrasi gambar. Melalui metode bercerita, anak
dilatih untuk menjadi pendengar yang kritis dan kreatif. Pendengar yang kritis

32
mampu menemukan kesesuaian antara yang telah didengar dengan yang telah
dipahami. Sedangkan pendengar yang kreatif mampu menemukan pemikiran-
pemikiran baru dari apa yang telah didengarnya. Metode ini juga dapat melatih
konsentrasi dan daya tangkap serta membantu perkembangan imajinasi anak.

c. Kelebihan dari Metode Cerita

Dalam proses belajar- mengajar, cerita merupakan salah satu metode yang terbaik.
Dengan adanya metode bercerita diharapkan mampu menyentuh jiwa jika didasari
dengan ketulusan hati yang mendalam. Metode cerita memang mengandung
makna tersendiri bagi setiap orang. Namun metode ini juga memiliki kelebihan
dan kekurangan.

Kelebihan dari metode cerita adalah kisah dapat mengaktifkan dan


membangkitkan semangat anak didik. Karena anak didik akan senantiasa
merenungkan makna dan mengikuti berbagai situasi kisah, sehingga anak didik
terpengaruh oleh tokoh dan topic kisah tersebut;

1. Mengarahkan semua emosi sehingga menyatu pada satu kesimpulan yang


terjadi pada akhir cerita;
2. Kisah selalu memikat, karena mengandung untuk mengikuti peristiwanya
dan merenungkahn maknanya;
3. Dapat mempengaruhi emosi, seperti takut, perasaan diawasi, rela, senang,
sungkan, atau benci sehingga bergelora dalam lipatan cerita.

d. Kekurangan dari Metode Cerita

1. Pemahaman anak didik akan menjadi sulit ketika kisah itu telah
terakumulasi oleh masalah lain;
2. Bersifat monolog dan dapat menjenuhkan anak didik;
3. Sering terjadi ketidakselarasan isi cerita dengan konteks yang dimaksud
sehingga pencapaian tujuan sulit diwujudkan;

33
4. Penyampaian materi pelajaran dengan cara kronologis terjadinya sebuah
peristiwa baik benar atau fiktif semata.

Metode cerita sebenarnya lebih mudah diterima dan dicerna oleh anak usia
dini mengingat dan dicerna oleh anak usia dini mengingat cara penyampaian yang
tidak menggurui, hanya member cerita lalu menyimpulkan makna cerita juga
menuntun anak untuk aktif berpikir, memainkan emosi dan terlarut dalam cerita
sehingga membuat anak tidak jenuh.

Selain kelebihan, tentu sajamtode ini belum mampu memberikan


pemahaman yang mendalam bagi anak. Hal ini disebabkan tidak semua kalimat
yang diceritakan dipahami oleh anak. Metode ini juga menjenuhkan anak sebab
cerita yang disampaikan belum tentu menarik minat mereka untuk mendengar.

34
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Pengertian Model Pembelajaran

(1) Pembelajaran

(2) Model pembelajaran

2. Penggolongan dan Jenis-Jenis Model Pembelajaran

Joyce dan Weil (1980; 1992) dalam bukunya Models of Teaching menggolongkan
model-model pembelajaran ke dalam empat rumpun. Keempat rumpun model
pembelajaran tersebut adalah:

(1) rumpun model pembelajaran pemrosesan informasi,

(2) rumpun model pembelajaran personal,

(3) rumpun model pembelajaran sosial, dan

(4) rumpun model pembelajaran perilaku.

35

Anda mungkin juga menyukai