Anda di halaman 1dari 14

A.

HIMPUNAN

 Pengertian Himpunan
George Cantor (1845 – 1918), seorang ahli matematika di Jerman yang pertama kali mengembangkan
tentang teori himpunan yang merupakan salah satu cabang matematika. Ia menyatakan bahwa
himpunan adalah sekumpulan objek-objek yang mempunyai syarat tertentu dan jelas. Objek tersebut dapat
berupa benda abstrak maupun kongkret seperti bilangan, abjad, manusia, hewan. Objek –objek pembentuk
himpunan disebut anggota atau unsur atau elemen dari himpunan itu.
Contoh:
Himpunan yang merupakan himpunan:
– Himpunan anak yang berusia 12 tahun
– Himpunan pulau-pulau di Indonesia
Himpunan yang bukan merupakan himpunan:
– Himpunan anak-anak malas
– Himpunan wanita-wanita cantik

 Aturan Penulisan Himpunan :


1. Nama suatu himpunan harus dituliskan dengan huruf besar dan unsur suatu himpunan dinyatakan
dengan huruf kecil
2. Penulisan anggota-anggota suatu himpunan harus di batasi oleh dua kurung kurawal ({ })
3. Untuk memisahkan anggota satu dengan anggota lainnya digunakan tanda koma (,)
4. Untuk menuliskan anggota himpunan yang berlanjut harus digunakan tanda titik sebanyak 3 buah (…)
5. Banyaknya anggota himpunan A dinotasikan dengan n(A).

 Cara Penulisan Himpunan


Ada empat cara untuk menyatakan suatu himpunan :
1. Cara Roster
Cara ini sering disebut cara daftar (pendaftaran) atau tabulasi. Dengan cara ini, kita menuliskan semua
unsur yang termasuk dalam himpunan.
Contoh:
A = {a, i, u, e, o}
B = {Senin, Selasa, Rabu, Kamis, Jumat, Sabtu, Minggu}
2. Cara Rule
Pada cara ini, kita menggunakan notasi pembentuk himpunan atau disebut juga cara aturan atau cara
pencirian yaitu dengan menuliskan ciri-ciri umum dari anggotanya.
Contoh :
A = {x | x ≤ 8, x ∈ bilangan asli}
B = {x | 7 < 𝑥 < 10, 𝑥 ∈ bilangan cacah}

3. Cara Keanggotaan Suatu Himpunan


Pada cara ini menyatakan sifat-sifat yang dipenuhi unsur-unsurnya. Cara ini juga disebut deskripsi.
Contoh :
A = Himpunan bilangan asli kurang dari 10
B = Himpunan bilangan cacah

4. Cara Grafis (Diagram Venn).


Penyajian himpunan dengan diagram Venn ditemukan oleh seorang ahli matematika Inggris bernama John
Venn tahun 1881. Himpunan semesta digambarkan dengan segiempat dan himpunan lainnya dengan
lingkaran di dalam segiempat tersebut.

 Keanggotaan Himpunan
Jika a adalah unsur himpunan A, maka A mempunyai a sebagai salah satu unsurnya sehingga dapat ditulis
a ∈ A (dibaca a anggota A). jika a bukan unsur himpunan A, maka A tidak mempunyai a sebagai salah
satu unsurnya sehinnga dapat ditulis a  A (dibaca a bukan anggota A).
Contoh :
Jika G adalah himpunan huruf hidup dalam abjad latin, maka a ∈ G, e ∈ G, u ∈ G, o ∈ G, dan I ∈ G, tetapi
b ∈ G, d ∈ G, m ∈ G.

 Bilangan Kardinal
Bilangan kardinal suatu himpunan ialah bilangan yang menyatakan banyaknya anggota suatu himpunan,
misalnya banyaknya anggota himpunan A, ditulis n(A).
Contoh :
A = {x | 1 < x < 6, x ∈ bilangan asli}
A = {2, 3, 4, 5}
n(A) = 4

 Jenis – Jenis Himpunan


1. Himpunan Kosong (Nullset)
Himpunan kosong adalah himpunan yang tidak memiliki anggota. Himpunan kosong dinotasikan dengan
{ } atau ∅.
Contoh :
A adalah himpunan manusia di bumi yang tidak akan mati. Karena tidak ada manusia di bumi ini yang
tidak akan mati, maka A = ∅
C = { x | x2 = -1, x ∈ bilangan real} maka C = { }
2. Himpunan Semesta
Himpunan semesta biasanya dilambangkan dengan “U” atau “S” (Universal) yang berarti himpunan yang
mempunyai unsur semua objek yang sedang dibicarakan.
Contoh :
Semesta pembicaraan dari A = {a, e, u} adalah S = {a,e i, o, u } = himpunan huruf vocal dalam abjad latin
atau S = {abjad latin}.

3. Himpunan Hingga (Finit) dan Himpunan Tak Hingga (Infinit)


Himpunan hingga adalah himpunan yang jumlah anggotanya terhingga atau dapat dihitung.
Contoh :
A= {2, 3, 5}
A= {x | x bilangan cacah yang lebih kecil dari 10}
Sedangkan himpunan tak hingga adalah himpunan yang anggotanya tidak terhingga atau tidak dapat
dihitung.
Contoh :
A= {2, 3,5, … }
A= {x | x bilangan cacah yang lebih besar dari 10}

 Relasi Antara Himpunan


1. Himpunan Bagian (Subset)
Himpunan A dikatakan himpunan bagian (subset) dari himpunan B (ditulis A ⊂ B ) jika setiap
anggota A merupakan anggota dari B atau dapat ditulis A ∈ B, ∀x, x ∈ A dan x ∈ B

Contoh :
Apabila A = {x│x bilangan asli} dan P = {2, 3, 5, 7, . . .}, yaitu himpunan semua bilangan prima, maka P
⊂ A. Dan jika B = { x│x bilangan bulat}, maka A ⊂ B dan P ⊂ B.
Catatan :
 ∅ dianggap sebagai subset dari setiap himpunan.
 Jika A bukan subset B (A ⊄ B) maka ada (paling sedikit satu) unsur A yang bukan unsur B.

2. Himpunan yang Sama


Himpunan A dan himpunan B dikatakan sama (A = B) jika dan hanya jika A ⊂ B dan B ⊂ A atau dapat
ditulis A = B , (  x, xA xB) & (  y, yB yA)

Contoh :
A = { c, d, e} B = { d, e, c } Maka A = B
Penjelasan : Himpunan equal atau himpunan sama, memiliki dua buah himpunan yang anggotanya sama
misalkan anggota himpunan A {c, d, e} maka himpunan B pun akan memiliki anggota yaitu { c, d, e }.

3. Himpunan yang Ekivalen


Dua himpunan A dan B dikatakan ekivalen (ditulis A ~ B ) jika dan hanya jika banyak unsur kedua
himpunan itu sama.
Contoh :
C = { 1, 2, 3, 4 } dan B = {5, 6, 2, 9 } maka C ~ B

4. Dua Himpunan Lepas (Saling Asing)


Dua himpunan yang tidak kosong A dan B dikatakan saling asing/lepas (ditulis A//B) dan dibaca A lepas
dengan B jika dua himpunan itu tidak mempunyai anggota persekutuan, atau setiap anggota A bukan
anggota B dan setiap anggota B bukan anggota A
Contoh:
Jika A = {1, 2, 3, 4, 5} dan B = {7, 8, 9, 16}, maka A//B

 Operasi-Operasi pada Himpunan


Apabila diketahui dua himpunan atau lebih, kita dapat membentuk himpunan baru dengan
mengoperasikan himpunan-himpunan yang diketahui tersebut.

1. Irisan
Irisan dari himpunan A dan himpunan B (ditulis A∩ B) adalah himpunan semua anggota persekutuan
himpunan A dan himpunan B atau dengan kata lain, himpunan yang anggota-anggotanya adalah semua
anggota himpunan A yang sekaligus sebagai anggota B atau dapat ditulis sebagai; A ∩ B = {x│x ∈ A dan
x∈ B}
Contoh :
Jika A = {1, 2, ,3,4, 5} dan B = {1, 3, 5, 7, 9}, maka A ∩ B = {1, 3, 5}

2. Gabungan
Gabungan dari himpunan A dan himpunan B (ditulis A∪ B) adalah himpunan dari semua anggota
himpunan A atau himpunan B atau dapat ditulis A ∪ B = {x│x ∈ A atau x ∈ B}
Contoh :
Jika A = {1, 2, 3, 4, 5, 6} dan B = {2, 4, 6, 8, 10}, maka A∪ B = {1, 2, 3, 4, 5, 6, 8, 10}

3. Selisih
Himpunan A dikurangi himpunan B (ditulis A – B ) adalah himpunan dari anggota-anggota himpunan A
yang bukan merupakan anggota B atau dapat ditulis A – B = {x│x ∈ A x ∈ B}
Contoh :
Misalkan A = {1, 2, 3, 4, 5, 6} dan B = {4, 5, 6, 7, 8}, maka A – B = {1, 2, 3} dan B – A = {7, 8}
4. Penjumlahan
A + B = {x | x ∈ A atau x ∈ B, x ∉ A∩ B}
Contoh :
Misalkan A = {1, 2, 3, 4} dan B = {2, 4, 6}, maka A + B = {1, 3, 6}

5. Perkalian
Hasil kali kartesius himpunan A dan B, dinotasikan A x B, adalah himpunan yang anggotanya semua
pasangan terurut (a,b) dimana a anggota A dan b anggota B atau dapat ditulis A x B = {(a,b)| a Є A dan b
Є B}
Contoh :
Misalkan A = {a, b} dan B = {1, 2, 3}
A x B = { (a x 1), (a x 2), ( a x 3), (b x 1), (b x 2), (b x 3) }
B x A = { (1 x a), (2 x a), (3 x a), (1 x b), (2 x b), (3 x b) }
AxB≠BxA

6. Komplemen
Misalkan S adalah suatu himpunan semesta, maka komplemen data himpunan A (ditulis Ac) adalah
himpunan dari semua anggiota himpunan semesta S yang bukan merupakan anggota A atau dapat ditulis
Ac = {x│x ∈ S dan x ∉ A}.
Contoh :
Misalkan S = {1, 2, 3, 4, 5, . . . , 10} sebagai himpunan semesta
Jika A = {1, 2, 3, 4, 5}, maka Ac = {6, 7, 8, 9, 10}. Jika B = {1, 3, 5, 7, 9}, maka Bc = {2, 4, 6, 8, 10}. Jika
D = {1, 5, 10}, maka Dc = {2, 3, 4, 6, 7, 8, 9}. Dan jika E = Ø, maka Ec = S

 Sifat-sifat operasi

1. Sifat Komutatif
A∩B=B∩A
A∪B=B∪A
2. Sifat Asosiatif
(A ∩ B) ∩ C = A ∩ (B ∩ C)
(A ∪ B) ∪ C = A ∪ (B ∪ C)
3. Sifat Distributif
A ∩ ( B ∪ C) = (A ∩ B) ∪ (A ∩ C)
A ∪ (B ∩ C) = (A ∪ B) ∩ ( A ∪ C)
4. Sifat Identitas
A∩S=A
A∩∅=∅
A∪S=S
A∪∅=A
5. Sifat Komplemen
A ∩ AC = ∅
A ∪ AC = S
(AC)C = A
SC = ∅
∅C = S
6. SIfat De Morgan
(A ∩ B)C = AC ∪ BC
(A ∪ B)C = AC ∩ BC
7. Sifat Idempoten
A∩A=A
A∪A=A
8. Sifat Pengurangan
AC = S – A
A–A=∅
A-∅=A
A – B = A ∩ BC
A – (B ∩ C ) = (A – B) ∪ (A – C)
A – (B ∪ C ) = (A – B ) ∩ (A – C)
9. Sifat Bagian
(A ∩ B) ⊂ 𝐴
(A ∩ B) ⊂ 𝐵
(A – B) ⊂ A
10. Sifat Konselasi (Pencoretan)
A∩C=B∩C↔A=B
A∪C=B∪C↔A=B
B. RELASI
 Pengertian Relasi
Dalam kehidupan sehari-hari, sering dijumpai kata relasi, seperti relasi dagang, relasi keluarga,
relasi kerja, dan lain-lain. Relasi sering diartikan sebagai hubungan, begitu pula dalam matematika. Jika
ada himpunan A dan himpunan B, maka relasi (hubungan) dari himpunan A ke himpunan B adalah
pemasangan anggota-anggota A ke himpunan B (Junaedi, dkk, 1999: 1). Menurut Rusoni (1998: 127)
relasi dari himpunan A ke himpunan B adalah aturan yang mengaitkan anggota himpunan A dengan
anggota himpunan B.
Kemudian menurut Rusoni (1998: 128) dikatakan bahwa daerah asal dari suatu relasi adalah
himpunan yang anggotanya terdiri dari anggota himpunan pertama, disebut domain. Sedangkan daerah
hasil/range dari suatu relasi adalah himpunan yang anggotanya terdiri dari anggota himpunan kedua,
disebut kodomain.

 Cara Menyatakan Relasi


1. Diagram Panah

2. Diagram Cartesius
3. Pasangan Terurut
Contoh di atas dapat dinyatakan dalam himpunan pasangan berurutan dengan memasangkan secara
berurutan anggota-anggota himpunan A dan anggotaanggota himpunan B yaitu:
{(1,A), (1,B), (2,B), (3,B), (3,C)}

 Jenis-jenis Relasi
1. Relasi Invers
Misalkan R merupakan relasi dari himpunan A ke himpunan B. Invers dari R yang dinyatakan
dengan adalah relasi dari B ke A yang mengandung semua pasangan terurut yang bila dipertukarkan
masih termasuk dalam R. Ditulis dalam notasi himpunan
R-1= {(b, a) : (a, b) R}
contoh:
A = {1,2,3} B = {x,y}
R = {(1,x), (1,y), (3,x)} relasi dari A ke B
R-1= {(x,1), (y,1), (x,3)} relasi invers dari B ke A

2. Relasi Reflektif
Misalkan R = (A, A, P(x,y)) suatu relasi. R disebut relasi reflektif, jika setiap A berlaku (a,a)R.
Dengan kata lain, R disebut relasi reflektif jika setiap anggota dalam A berelasi dengan dirinya sendiri.
Contoh :
A = {1, 2, 3, 4}
R = {(1,1), (2,3), (3,3), (4,2), (4,4)}
Apakah R relasi reflektif ?
R bukan relasi reflektif, sebab (2,2) tidak termasuk dalam R.
Jika (2,2) termasuk dalam R, yaitu R1= {(1,1), (2,2), (2,3), (3,3), (4,2), (4,4)} maka R1merupakan relasi
reflektif.

3. Relasi Simetris
Misalkan R = (A, B, P(x,y)) suatu relasi. R disebut relasi simetrik, jika setiap (a, b)R berlaku (b, a)R.
Dengan kata lain, R disebut relasi simetris jika a R b berakibat b R a.
Contoh :
Perhatikan satu per satu. Setiap kali kamu menemukan pasangan, misalnya (a, b), maka cari apakah (b, a)
juga ada. Kalau ternyata tidak ada, pasti relasi itu tidak simetris.
Apakah relasi dalam {1, 2, 3, 4} berikut simetris?
{(1, 2), (2, 3), (4, 2), (3, 2), (2,4), (1, 1), (3, 3), (2, 1)}
Relasi tersebut simetris. Mari kita periksa satu per satu.
kita menemukan (1, 2). Berarti (2, 1) juga harus ada. Ternyata benar.
{(1, 2), (2, 3), (4, 2), (3, 2), (2, 4), (1, 1), (3, 3), (2,1)}

4. Relasi Transitif
Misalkan R suatu relasi dalam himpunan A. R disebut relasi transitif jika berlaku ; Jika (a,b)R dan (b,c)R
maka (a,c)R.
Dengan kata lain, Jika a berelasi dengan b dan b berelasi dengan c, maka a berelasi dengan c.
Contoh :
Misalkan A = {a, b, c} dan R = {(a,b), (a,c), (b,a), (c,b)}, maka R bukan relasi transitif, sebab (b,a)R dan
(a,c)R tetapi (b,c)R.
Coba dilengkapi agar R menjadi relasi transitif
R = {(a,a), (a,b), (a,c), (b,a), (b,b), (b,c), (c,a), (c,b), (c,c)}

5. Relasi Ekivalen
Suatu relasi R dalam himpunan A disebut relasi ekivalen jika memenuhi :
1.Sifat Reflektif
2.Sifat Simetris
3.Sifat Transitif

C. PEMETAAN
Fungsi atau Pemetaan adalah relasi khusus yang memasangkan setiap anggota suatu himpunan dengan
tepat satu anggota himpunan yang lain.

Perhatikan diagram panah di bawah :


 Sifat Fungsi
Dengan memperhatikan bagaimana elemen-elemen pada masing-masing himpunan A dan B yang
direlasikan dalam suatu fungsi, maka kita mengenal tiga sifat fungsi yakni sebagai berikut :

1. Injektif (Satu-satu)
Misalkan fungsi f menyatakan A ke B maka fungsi f disebut suatu fungsi satu-satu
(injektif), apabila setiap dua elemen yang berlainan di A akan dipetakan pada dua elemen yang berbeda di
B. Selanjutnya secara singkat dapat dikatakan bahwa f:A→B adalah fungsi injektif apabila a ≠ a’
berakibat f(a) ≠ f(a’) atau ekuivalen, jika f(a) = f(a’)
maka akibatnya a = a’.
2. Surjektif (Onto)
Misalkan f adalah suatu fungsi yang memetakan A ke B maka daerah hasil f(A) dari fungsi f adalah
himpunan bagian dari B. Apabila f(A) = B, yang berarti setiap elemen di B pasti merupakan peta dari
sekurang-kurangnya satu elemen di A maka kita katakan f adalah suatu fungsi surjektif atau “f memetakan
A Onto B”.

3. Bijektif (Korespondensi Satu-satu)


Suatu pemetaan f: A→B sedemikian rupa sehingga f merupakan fungsi yang injektif dan surjektif
sekaligus, maka dikatakan “f adalah fungsi yang bijektif” atau “ A dan B berada dalam korespondensi
satu-satu.

Cerdas Berfikir!

Diketahui dua himpunan A = {a, b, c} dan himpunan B = {1, 2, 3}. Buatlah beberapa kemungkinan fungsi
atau pemetaan pada kedua himpunan tersebut, gambarkan dengan diagram panah

Kegiatan menyelidiki diagram panah yang menunjukkan fungsi atau bukan.

Diskusikan bersama teman sebangkumu. Pada diagram panah di bawah ini, setiap diagram panah
menunjukkan suatu relasi dari himpunan A ke himpunan B.
Relasi manakah yang merupakan fungsi?

1) Menghitung Banyaknya Pemetaan yang mungkin.

Untuk menentukan banyaknya pemetaan yang mungkin dari dua himpunan, perhatikan uraian berikut.

a. Jika A = {1} dan B = {a} maka n(A) = 1 dan n(B) = 1. Satu-satunya pemetaan yang mungkin dari A
ke B mempunyai diagram panah seperti tampak pada Gambar di bawah ini:
b. Jika A = {1, 2} dan B = {a} maka n(A) = 2 dan n(B) = 1. Pemetaan yang mungkin dari himpunan
A ke B tampak seperti diagram panah pada Gambar di bawah ini:

c. Jika A = {1} dan B = {a, b} maka n(A) = 1 dan n(B) = 2. Banyaknya pemetaan yang mungkin dari
A ke B ada dua, seperti tampak pada diagram panah pada Gambar di bawah ini:

d. Jika A = {1, 2, 3} dan B = {a} maka n(A) = 3 dan n(B) = 1. Banyaknya pemetaan yang mungkin
dari A ke B ada satu, seperti tampak pada diagram panah pada Gambar di bawah ini:

e. Jika A = {1} dan B {a, b, c} maka n(A) = 1 dan n(B) = 3. Banyaknya pemetaan yang mungkin dari
A ke B ada tiga, seperti tampak pada diagram panah berikut ini.
f. Jika A = {1, 2} dan B = {a, b} maka n(A) = 2 dan n(B) = 2. Banyaknya pemetaan yang mungkin
dari A ke B ada empat, seperti tampak pada diagram panah pada Gambar di bawah ini:

Dengan mengamati uraian tersebut, untuk Menentukan banyaknya pemetaan dari suatu himpunan
A ke himpunan B dapat dilihat pada tabel berikut.

Berdasarkan pengamatan pada tabel di atas, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut. Jika
banyaknya anggota himpunan A adalah n(A) = a dan banyaknya anggota himpunan B adalah n(B)
= b maka :
i. Banyaknya pemetaan yang mungkin dari A ke B adalah ba, dan
ii. Banyaknya pemetaan yang mungkin dari B ke A adalah ab

Anda mungkin juga menyukai