PENDAHULUAN
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Tuberkulosis Multi Drug Resistance adalah penyakit infeksi yang
disebabkan oleh kuman M.tuberculosis yang resisten terhadap rifampisin dan
isoniazid dengan atau tanpa obat TB lainnya. TB MDR dapat berupa primer dan
dapat juga berupa sekunder. Resistensi primer ialah resistensi yang terjadi pada
pasien yang belum pernah mendapat OAT sebelumnya sedangkan resistensi
sekunder ialah resistensi yang didapat selama pengobatan yang sebelumnya
sensitif terhadap OAT.6
Terdapat empat jenis kategori resistensi terhadap OAT7 :
Mono-resistance : kekebalan terhadap salah satu OAT
Poly-resistance : kekebalan terhadap lebih dari satu OAT, selain
kombinasi isoniazid dan rifampisin
Multidrug-resistance (MDR) : kekebalan terhadap sekurang-kurangnya
isoniazid dan rifampisin
Extensive drug-resistance (XDR) : TB-MDR ditambah kekebalan terhadap
salah satu obat golongan fluorokuinolon, dan sedikitnya salah satu dari
OAT injeksi lini kedua (kapreomisin, kanamisin, dan amikasin).
2.2 Epidemiologi
Resisten obat anti TB (OAT) menjadi ancaman besar dalam mengontrol
kasus TB di dunia. Pada akhir tahun 2013, data resisten OAT ditemukan pada 144
negara, dan perkiraan kasus TB mencapai 95 % dari populasi dunia. Pada
umumnya di dunia perkiraan 3,5 % dari kasus baru dan 20,5 % dari kasus
sebelumnya adalah TB MDR. Pada tahun 2013 diperkirakan 480.000 orang kasus
baru TB MDR di dunia 210.000 orang diantaranya meninggal dunia. Analisis
terbaru yang dilakukan dari tahun 2008-2013 menunjukkan bahwa proporsi dari
kasus baru TB MDR tidak mengalami perubahan, namun TB MDR tetap menjadi
masalah yang serius karena epidemi di beberapa Negara berkembang.8
3
2.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi resistensi obat
Adapun yang menjadi faktor penyebab munculnya resistensi kuman
terhadap OAT ialah tatalaksana pengobatan pasien TB yang tidak dilaksanakan
dengan baik (tidak adekuat). Penatalaksanaan pasien TB yang tidak adekuat
tersebut dapat dinilai dari sisi:4
a. Pemberi jasa/petugas kesehatan, dikarenakan:
Diagnosis tidak tepat
Pengobatan tidak menggunakan panduan yang tepat
Dosis, jenis, jumlah obat dan jangka waktu pengobatan tidak adekuat
Penyuluhan kepada pasien yang tidak adekuat
b. Pasien, yaitu karena:
Tidak mematuhi anjuran dokter/ petugas kesehatan
Tidak teratur menelan panduan OAT
Menghentikan pengobatan secara sepihak sebelum waktunya
Gangguan penyerapan obat
c. Program pengendalian TB, dikarenakan:
Persediaan OAT yang kurang
Kualitas OAT yang disediakan rendah.
Menurut Program Nasional, terdapat 9 kriteria pasien yang menjadi suspek
TB-MDR yaitu7:
1. Kasus kronik atau pasien gagal pengobatan kategori 2
2. Pasien dengan hasil pemeriksaan dahak tetap positif setelah bulan ke 3 dengan
kategori 2
3. Pasien yang pernah diobati TB termasuk OAT lini kedua seperti kuinolon dan
kanamisin
4. Pasien gagal pengobatan kategori 1
5. Pasien dengan hasil pemeriksaan dahak tetap positif setelah sisipan dengan
kategori 1
6. Kasus TB kambuh
7. Pasien yang kembali setelah lalai/default pada pengobatan kategori 1 dan atau
kategori 2
4
8. Suspek TB dengan keluhan, yang tinggal dekat dengan pasien TB-MDR
konfirmasi, termasuk petugas kesehatan yang bertugas di bangsal TB-MDR.
9. Ko-infeksi TB-HIV yang tidak respon dengan pemberian OAT
Bagi pasien yang memenuhi kriteria suspek harus dirujuk ke Rumah Sakit
rujukan TB MDR dan krmudian dikirim ke laboratorium rujukan TB MDR yang
ditunjuk untuk dilakukan pemeriksaan biakan dan uji kepekaan obat.
5
2.4.1 Resistensi terhadap INH9
Isoniazid adalah derivat nikotinamid yang juga dikenal dengan
isonikotinic acid hydrazide (INH) dengan rumus kimia 4-pyridinecarboxylic acid
hidrazide. Target kerja isoniazid sebagai antituberkulosis sama dengan
mekanisme terjadinya resistensi isoniazid. Sacchetiniand Blachard menunjukkan
bahwa isoniazid bekerja menghambat enoyl-acyl carier protein reductase, yang
diperlukan dalam biosintesa asam mikolat dinding sel kuman tuberkulosis.
Isoniazid menghambat pembentukan dinding sel kuman dalam bentuk isoniazid
aktif yaitu setelah mengalami oksidasi. Aktivasi isonizid memerlukan enzim
catalase-periksidase (gen katG) dan hidrogen peroksida yang dihasilkan kuman
TB. KatG adalah satu-satunya enzim yang dapat mengaktifkan isoniazid, dengan
demikian mutasi gen katG strain kuman TB merupakan kuman yang resisten
terhadap isoniazid. Demikian juga mutasi gen inhA yang diperlukan dalam
pembentukan asam mikolat pada kuman TB akan menjadikan kuman resisten
terhadap isoniazid.
2.4.2 Resistensi terhadap Rifampisin9
Rifampisin menghambat proses transkripsi RNA kuman TB dengan
berikatan pada sub unit beta (RpoB) RNA polimerase dan mencegah
pembentukan RNA. Mutasi pada gen RpoB menyebabkan kuman TB resisten
terhadap rifampisin. Resisten terhadap rifampisin dapat dianggap mewakili MDR
–TB sejak dijumpai paling banyak strain kuman TB yang resisten terhadap
rifampisin juga resisten terhadap isoniazid.
2.4.3 Resistensi terhadap Pirazinamid9
Pirazinamid sama seperti isoniazid juga menghambat sintesa dinding sel
kuman TB, namun mekanisme kerjanya secara pasti belum diketahui. Pirazinamid
hanya efektif membunuh kuman TB apabila kuman tersebut menghasilkan
nikotinamidase dan pirazinamidase, yaitu enzim yang diperlukan dalam
mengubah pirazinamid menjadi asam pirazinoat. Scorpio dan Zhang mengisolasi
gen pncA mikobakteria, kode untuk enzim amidase, menunjukkan mutasi gen
pncA bertanggung jawab terhadap terjadinya resistensi kuman TB terhadap
pirazinamid
6
2.4.4 Resistensi terhadap Etambutol9
Sampai saat ini mekanisme kerja ethambutol serta dasar genetik resistensi
belum diketahui secara jelas. Spesifik etambutol untuk spesies mikobakteria
diindikasikan bahwa target yang dituju menyangkut pengrusakan dinding sel.
Etambutol mencegah pembentukan dinding sel dengan menghambat
arabinosyltransferase yang menyangkut dalam biosintesa arabinogalactan dan
lipoarabinomannan. Resistensi terhadap etambutol ternyata berhubungan dengan
perubahan pada gen embCAB arabinosyltransferase, dengan kode protein embA,
embB dan embC. Protein ini berperan dalam produksi komponen dinding sel
arabinogalactan dan lipoarabinomannan. Alcaide dkk menunjukkan bahwa mutasi
pada embB sangat berhubungan dengan resistensi kuman TB terhadap etambutol.
2.4.5 Resistensi terhadap Streptomisin9
Streptomisin merupakan obat antituberkulosis yang telah lama ditemukan
dan dikenal sangat aktif membunuh kuman TB dengan mengganggu pembacaan
kode amicoacyl-tRNA, sehingga menghambat penerjemahan mRNA. Salah satu
yang umum sebagai tambahan mekanisme resistensi kuman terhadap streptomisin
adalah asetilasi obat oleh enzim modifikasi aminoglycoside, namun ini tidak
dijumpai pada kuman TB. Resistensi TB terhadap streptomisin dihubungkan
dalam dua kelas mutasi yang berbeda, yaitu mutasi pada point S12 protein
ribosom dengan kode gen rpsL dan mutasi pada 16S rRNA dengan kode gen rrs.
Mutasi pada rpsL dan rrs dapat menyebabkan resistensi kuman TB terhadap
streptomisin.
2.5 Diagnosis4
Diagnosis TB MDR dipastikan berdasarkan uji kepekaan M.tuberculosis baik
secara konvensional dengan menggunakan media padat atau cair, maupun metode
cepat (rapid test). Semua fasilitas pelayanan kesehatan yang terlibat dalam
pelaksanaan manajemen terpadu pengendalian TB resisten obat akan merujuk
semua suspek TB MDR ke Rumah Sakit Rujukan TB MDR untuk selanjutnya
akan dirujuk ke laboratorium yang telah ditunjuk oleh Kemenkes RI untuk
diperiksa dahaknya dan selanjutnya dilakukan pemeriksaan biakan dan uji
7
kepekaan. Jika hasil uji kepekaan terdapat yang resisten minimal terhadap
rifampisin dan INH, maka dapat ditegakkan diagnosis TB MDR.
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah:
a. Pemeriksaan mikroskopik BTA dengan pewarnaan Ziehl Neelsen
b. Biakan M.tuberculosis dapat dilakukan pada media padat maupun media cair.
Masing-masing media tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan masing-
masing.
c. Uji kepekaan M.tubeculosis terhadap OAT. Ketepatan uji kepekaan tergantung
pada jenis obat yang diuji. Untuk lini pertama ketepatan tertinggi dimulai dari
rifampisin, INH, sterptomisin dan etambutol. Sedangkan pirazinamid tidak
dianjurkan karena tingkat kepercayannya masih rendah. Untuk lini kedua,
aminoglikosida dan floroquinolon memiliki tingkat kepercayaan dan
keterulangan yang baik. Metode yang tersedia yang sudah direkomendasikan
oleh WHO ialah Line Probe Assay (LPA) dan geneXpert test.
8
Tabel 2.1. Pengelompokan OAT
Golongan Jenis Obat
Golongan-1 Obat lini pertama Isoniazid (H)
Rifampisin (R)
Etambutol (E)
Pirazinamid (Z)
Streptomisin (S)
Golongan-2 Obat suntik lini kedua Kanamisin (Km)
Amikasin (Am)
Kapreomisin (Cm)
Golongan-3 Golongan florokuinolon Levofloksasin(Lfx)
Moksifloksasin (Mfx)
Ofloksasin (Ofx)
Golongan-4 Obat bakteriostatik lini Etionamit (Eto)
kedua Protionamid (Pto)
Sikloserin (Cs)
Terizidon (Trd)
Para amino salisilat
(PAS)
Golongan-5 Obat yang belum terbukti Amoksilin/asam
efikasinya dan tidak klavulanat (Amx/
direkomendasikan oleh Clv)
WHO untuk pengobatan
rutin TB MDR
Dikutip dari: Pedoman manajemen terpadu Pengendalin Tuberkulosis Resisten Obat.
Kemenkes RI.2013
Pengobatan tambahan
a. Pendukung nutrisi
Pasien TB-MDR sering mengalami malnutrisi, selain itu OAT lini kedua dapat
menyebabkan penurunan nafsu makan. Vitamin B6, vitamin A dan mineral
sebaiknya ditambahkan dalam diet sehari-hari.
b. Kortikosteroid
10
Diberikan pada gangguan pernapasan berat, keterlibatan SSP atau perikard.
Prednison diberikan mulai 1 mg/kgbb, dosis diturunkan secara bertahap apabila
akan diberikan dalam jangka lama.
2.7 Prognosis
Dari beberapa studi ada yang menyebutkan bahwa adanya keterlibatan
ekstrapulmoner, usia tua, malnutrisi, infeksi HIV, riwayat menggunakan OAT
dengan jumlah yang cukup banyak sebelumnya, terapi yang tidak adekuat (<2
macam obat yang aktif) dapat menjadi petanda prognosis buruk pada pasien
tersebut.10
11
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1. Identifikasi
Umur : 66 Tahun
Pekerjaan : Buruh
Agama : Islam
No. RM : 56-74-26
a. Keluhan Utama:
Sesak nafas dan batuk sejak kurang lebih 2 minggu SMRS.
13
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat penyakit yang sama : Tidak ada
Riwayat penyakit paru (TB) : Tidak ada
Riwayat hipertensi : Tidak ada
Riwayat penyakit jantung : Tidak ada
Riwayat DM : Tidak ada
Riwayat penyakit ginjal : Tidak ada
Keadaan Umum:
14
Keadaan Spesifik:
1. Kulit
Warna sawo matang, hiperpigmentasi tidak ada, ikterus kulit tidak ada,
kulit teraba kering dan hangat, pucat pada telapak tangan dan kaki tidak
ada, sianosis tidak ada.
3. Kepala:
Bentuk bulat, simetris, deformitas tidak ada, nyeri tekan tidak ada.
4. Mata:
Eksoftalmus tidak ada, hiperemis palpebra kedua mata tidak ada,
konjungtiva palpebra kedua mata pucat (-), sklera ikterik kedua mata (-),
pupil isokor, refleks cahaya baik, penglihatan kabur tidak ada, gerakan
bola mata ke segala arah dan simetris, lapangan penglihatan baik.
5. Telinga
Kedua liang telinga terdapat sekret kuning cair menutupi meatus
akustikus, nyeri tekan tragus (-), pendengaran menurun.
6. Hidung
Bagian luar tidak ada kelainan, deviasi septum tidak ada, tidak ditemukan
adanya penyumbatan dan perdarahan, pernapasan cuping hidung tidak
ada.
7. Mulut
Lidah tidak tampak rhagaden, gusi berdarah tidak ada, stomatitis tidak
ada, tonsil tidak ada pembesaran.
15
8. Leher
Pembesaran kelenjar getah bening tidak ada, pembesaran kelenjar tiroid
tidak ada, JVP 5-2 cmH2O
9. Thorax
a. Paru Depan
- Inspeksi
Simetris : kanan dan kiri sama
Dinamis : tidak ada yang tertinggal, retraksi intercostal (-), sela
Iga melebar (-), benjolan (-).
- Palpasi : Stem fremitus sama pada kanan dan kiri, benjolan (-).
- Perkusi : sonor paru kanan dan kiri, nyeri ketok (-), batas paru
Hepar bisa dinilai.
- Auskultasi :Vesikuler (+) normal, ronkhi (+/+),wheezing (-/-).
b. Paru Belakang
- Inspeksi
Simetris : kanan dan kiri sama
Dinamis : tidak ada yang tertinggal, retraksi intercostal (-),sela
Iga melebar (-), benjolan (-).
- Palpasi :Stem fremitus sama pada kanan dan kiri, benjolan (-).
- Perkusi : sonor paru kanan dan kiri, nyeri ketok (-)
- Auskultasi :Vesikuler (+) normal, ronkhi (+/+),wheezing (-/-).
c. Jantung
- Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat
- Palpasi : Iktus cordis tidak teraba
- Perkusi : Atas : ICS II linea parasternalis sinistra
Kanan : ICS IV linea parasternalis dextra
Kiri : ICS V linea midclavicula sinistra
- Auskultasi : HR: 80x/menit, bunyi jantung I dan II (+) normal,
murmur (-), gallop (-)
16
10. Abdomen
1. Inspeksi : Cembung, simetris, distensi (-), caput medusa (-), spider
naevi (-), benjolan (-)
2. Palpasi : Lemas, nyeri tekan (-), hepar tidak teraba, lien tidak teraba
3. Perkusi : Tympani (+), undulasi (-), shifting dullness (-),
nyeri ketok CVA (-)
4. Auskultasi : Bising usus (+) normal.
11. Ekstremitas
- Superior :Kedua ekstremitas atas tidak tampak pucat, palmar eritem
(-), nyeri otot dan sendi (-), gerakan ke segala arah,
kekuatan 5, jari tabuh (-), eutoni, atrofi (-), tremor (-),
edema pada kedua lengan dan tangan (-), teraba lembab.
1. Laboratorium
Tanggal 06 Januari 2019
Hematologi
Hemoglobin 14,6 14,0 – 16,0 g/dl
Leukosit 17,6 5,0 – 10,0 x103/uL
Trombosit 701 150,0 – 400,0 x103/uL
Hematokrit 44 40,0 – 48,0%
Eritrosit 5,17 4,5 – 5,5 x 106/uL
Basofil 0 0.0 – 1.0%
Eosinofil 2 1.0 – 3.0%
Batang 2 2,0 – 6,0%
Segmen 83 50,0 – 70,0%
Limfosit 5 20,0 – 40,0%
Monosit 8 2,0 – 8,0%
17
Kimia Darah
GDS 165 < 180,0 mg/dL
Ureum 72 20,0 – 40,0 mg/dL
Kreatinin 1,2 0,9 – 1,3 mg/dL
2. Pemeriksaan EKG
Tanggal 08 Januari 2019
18
3. Pemeriksaan Paru
Tanggal 06 Januari 2019
Dari foto toraks di atas diambil secara PA, identitas dan marker
ada, kekerasan foto cukup, tulang dan jaringan lunak baik, sudut
kostofrenikus kiri dan kanan lancip. Bercak putih inhomogen pada
lapangan paru kanan dan pada lapangan paru kiri.
4. Pemeriksaan Mikrobiologis
Pemeriksaan mikrobilogis pada tanggal 07 Januari 2019 didapatkan hasil
BTA sputum +1.
19
3.7 Diagnosis Banding
3.8 Penatalaksanaan
a. Non farmakologi
- Bed rest
- Selalu memakai masker
- Diet tinggi kalori tinggi protein
b. Farmakologi
- IVFD Nacl 0,9% 500 ml + drip aminophilin 1 ½ amp gtt 20x/menit
- Oksigen 2 liter/menit
- Ceftriaxone 2x1gr (iv)
- Ambroxol syr 3x1 cth
- Paracetamol 500mg (k/p)
c. Perencanaan
- Kultur/ uji sensitifitas terhadap OAT
- Perencanaan pemberian terapi OAT MDR
- Edukasi keluarga
3.9 Prognosis
20
3.10 Follow up
Pulmo :
Inspeksi : Simetris, retraksi (-).
Palpasi : Stem fremitus kanan dan kiri sama, normal
Perkusi : Sonor lapangan paru kanan dan kiri.
Auskultasi : Vesikuler (+) normal, Ronkhi (-/-)
Wheezing (-/-)
21
- Inj. Ceftriaxone 2 x 1 gr/iv
- Ambroxol syr 3x1 cth
- Paracetamol 500mg (k/p)
- Cek sputum BTA
- Cek Gen expert sputum
Pulmo :
Inspeksi : Simetris, retraksi (-).
Palpasi : Stem fremitus kanan dan kiri sama, normal
Perkusi : Sonor lapangan paru kanan dan kiri.
Auskultasi: Vesikuler (+), Ronkhi (+/+) ,Wheezing (-
/-)
A: MDR TB
P: - IVFD RL gtt xx/menit
- Inj. Ceftriaxone 2 x 1 gr/iv
- Ambroxol syr 3x1 cth
- Paracetamol 500mg (k/p)
- Rencana pengobatan OAT MDR TB
TD : 110/70 mmHg
N : 68 x/menit
HR : 68x/menit
RR : 23x/menit
T : 36,8 oC
Pulmo :
23
Palpasi : Stem fremitus kanan dan kiri sama, normal
Cor :
A: MDR TB
24
BAB IV
ANALISIS MASALAH
26
BAB V
KESIMPULAN
27
DAFTAR PUSTAKA
28