Anda di halaman 1dari 15

1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hijauan merupakan pakan utama bagi ruminansia pada hijauan terdapat

serat kasar yang akan dicerna oleh cairan rumen menjadi sumber energi untuk

ternak. Ketersediaan hijauan sepanjang tahun berlimpah pada musim hujan dan

kekurangan pada musim kemarau, oleh karena itu perlu dilakukan pengawetan

hijauan agar dapat tersedia sepanjang tahun. Salah satu pengawetan hijauan adalah

dengan cara hay sebagai persediaan dimusim kemarau.

Hay merupakan metode pengawetan bahan pakan hijauan dengan cara

pengeringan. Setelah bahan pakan hijauan dikeringkan kemudian akan dipress dan

disimpan dalam tempat penyimpanan seperti gudang yang tidak lembab dan

terjaga dari air hujan. Hay disimpan dalam kondisi kering dengan kandungan air

12% – 20%. Tujuannya supaya bahan pakan selama disimpan tidak ditumbuhi

jamur yang mampu merusak kualitasnya. Bahan pakan yang digunakan adalah

segala jenis pakan hijauan yang disukai hewan ternak seperti jerami padi, jerami
jagung, rumput – rumputan, daun kacang dan lain-lain.

1.2 Maksud dan Tujuan

1. Mengetahui pengertian hay.

2. Mengetahui metode pembuatan hay.

3. Mengetahui proses yang berlangsung selama pembuatan hay.

4. Mengetahui perubahan komposisi zat-zat makanan.

5. Mengetahui kualitas hay.

II
2

PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Hay

Pengawetan makanan dengan cara dikeringkan atau biasa disebut dengan

Hay. Hay merupakan hijauan pakan ternak berupa rumput-rumputan atau

leguminosa yang sengaja dipotong dan dikeringkan selanjutnya disimpan dalam

bentuk kering berkadar air 20-30% agar dapat diberikan pada ternak sebagai

pakan, terutama pada waktu kekurangan hijauan atau musim kemarau. Pembuatan

hay ini bertujuan untuk menyeragamkan waktu panen agar tidak mengganggu

pertumbuhan pada periode berikutnya, sebab tanaman yang seragam akan


memilik daya cerna yang lebih tinggi. Tujuan khusus pembuatan hay adalah agar

tanaman hijauan pada waktu panen yang berlebihan bisa kita disimpan dalam

jangka waktu tertentu sehingga bisa mengatasi kesulitan dan masalah dalam

memperoleh pakan hijauan pada musim kemarau. Syarat tanaman yang dibuat hay

adalah bertekstur halus, dipanen pada awal musim berbunga serta dipanen dari

area yang subur (Nitis dkk., 1991).

2.2. Metode Pembuatan Hay

Menurut Sriwiwoho (2012) Ada 2 metode pembuatan hay yang dapat

diterapkan yaitu:

1. Metode Hamparan

Merupakan metode sederhana, dilakukan dengan cara meghamparkan

hijauan yang sudah dipotong di lapangan terbuka di bawah sinar matahari.

Setiap hari hamparan di balik-balik hingga kering. Hay yang dibuat dengan

cara ini biasanya memiliki kadar air: 20 - 30% yang ditandai dengan warna

kecoklat-coklatan.
3

2. Metode Pod

Metode Pod dilakukan dengan memakai semacam rak sebagai tempat

menyimpan hijauan yang sudah dijemur selama 1 – 3 hari (kadar air ±50%).

Hijauan yang akan diproses harus dipanen saat menjelang berbunga berkadar

protein kasar (PK) tinggi, serat kasar (SK) dan memiliki kandungan air

optimal), sehingga hay yang diperoleh tidak berjamur (tidak berwarna

“gosong”) yang akan mengakibatkan turunnya palatabilitas dan kualitas.

Sedangkan menurut AAK (1990) macam - macam metode dalam

pembuatan Hay beserta kelebihan dan kekurangannya sebagai berikut :

1. Long hay

Long Hay adalah hijaun yang dipotong dan dikeringkan, lalu disimpan

dalam gudang tanpa perlakuan pemotongan pendek.

 Keuntungan : Meningkatkan kadar lemak susu, hijauan kering kaya Ca+

 Kerugiannya : Daun banyak yang hilang, Nutrisi menurun, Penanganan

sulit.

2. Balled hay

Balled Hay adalah pengikatan hijauan kering dengan tiga utas kawat,

beratnya sekitar 55-56 kg. Metode ini mudah disimpan dan diangkut, dengan

catatan pada saat pengikatan hijauan jangan terlalu kering dan jangan terlalu

basah.

 Keuntungan : Hemat ruang, mudah dalam transportasi daripada hay

yang dichoper, mudah ditangani secara mekanis.


4

 Kerugian : Bila Hay kena hujan maka terjadi leaching sebelum dibuat

bale, perlu tenaga banyak bila dibandingkan dengan grinding, choping

dan pelleting, sisa pakan terbuang ketanah.

3. Chopped hay

Chopped Hay adalah hijauan yang dipotong pendek-pendek, dikeringkan,

lalu disimpan. Metode ini kurang disukai, karena penyimpanannya menyita

ruang, berdebu, dan dapat terbakar jika kurang kering menjemurnya.

 Keuntungan : Lebih banyak nutrient yang diawetkan, lebih mudah

dicampur dengan bahan pakan lain, sedikit yang hilang.

 Kerugian : Hay yang dichoper berdebu, banyak persentase daun yang

hilang pada saat panen dan feeding, kadar air harus lebih kering daripada

baled dan choped hay, hay yang berkualitas rendah lebih baik daripada

hay yang berkualitas tinggi.

4. Shereded hay

Shereded Hay merupakan metode yang sama dengan chopped tetapi

batang dibelah secara longitudinal dengan ukuran dua inchi.

 Keuntungan : Hay dapat benar benar kering, bagian batang dalam dapat

terfermentasi didalam rmen sehingga pencernaan meningkat.

 Kerugian : Waktu yang dibutuhkan lebih panjang, memperbesar biaya

produksi.

5. Cubed (Wafered)

Cubed Hay adalah hijauan kering yang dipotong-potong sepanjang 1,5

inch, lalu dipress untuk dibentuk balok berukuran 2,00 x 1,25 x 1,25 inch.

Dengan bentuk ini, lebih sedikit ruang yang dipergunakan untuk penyimpanan,

penanganan lebih mudah dan jumlah yang dapat diangkut lebih banyak.
5

 Keuntungan : lebih mudah dan baik dalam penanganan, menurunkan

biaya transportasi, menurunkan tenaga kerja, menurunkan nutrient

yang hilang, mengeleminasi debu, penurunan kadar lemak sapi sedikit,

pad feedlot lebih baik daripada balled hay, memungkinkan pemberian

pakan secara otomatis, kualitas hijauan dapat diperbaiki karena

menjamin konsumsi komplit hijauan.

 Kerugian : investasi besar (alat mahal), banyak pakan hijauan yang

jatuh ketanah pada saat makan, pemberian pada kuda sulit untuk

ditelan, biaya lebih mahal dari pada baled hay.

6. Grinding (Ground Hay)

Grinding merupakan proses penurunan (pengecilan) ukuran partikel bahan

pakan dengan cara menumbuk, memotong dan menggosok dari bahan asal

dapat melalui ayakan tertentu. Ground Hay merupakan hay yang dibuat dengat

pengecilan ukuran partikel dari hijauan yang kering yang umum digunakan

sebagai campuran dalam pakan.

 Keuntungan: Lebih mudah dicampur daripada Chopping, meningkatkan

palatabilitas hijauan yang berbatang dan kasar.

 Kerugian: Pakan menjadi berdebu, menurunkan intake pada

sapi,grinding tidak meningkatkan kecernaan, meransang bloat karena

kurang mastikasi sehingga produksi saliva menurun dan tidak dapat

membufer penurunan pH, pada sapi perah laktasi c2 kecil sehingga

kadar lemak menurun.

7. Pelleting

Pelleting yakni rumput kering, digiling dan dibuat pellet, mudah

diperlakukan dan disimpan. Pemberian pellet dalam jumlah besar,


6

menyebabkan sapi menjadi lebih cepat bertambah berat dan dalam beberapa

hal menyebabkan pula peningkatan produksi susu. Namun, adanya peningkatan

produksi asam propionat akibat pemberian pellet, dapat menyebabkan turunnya

produksi susu.

 Keuntungan : meningkatkan kepadatan pakan sehingga menurunkan

luas tempat penyimpanan, meningkatkan nilai nutri pakan, menurunkan

debu, menurunkan tingkat seleksi pakan oleh ternak, meningkatkan

kecernaan, meningkatkan palatabilitas, hay berkualitas rendah dapat

ditingkatkan intakenya, mudah dikonsumsi kuda, memudahkan

penanganan (pengankutan, penyimpanan, pemberian pada ternak)

dengan peralatan otomatis, pada pakan komplit (hijauan + konsentrat)

untuk menyederhanakan dalam pelaksanaan pemberian pakan.

 Kerugian : pabrik pelet mahal, tidak bisa dipindah pindahkan harus

besar, biaya mahal tetapi nutrisi meningkat, karena harus maka lemak

menurun, terlalu halus menyebabkan pencernaan selulosa menurun,

lebih sulit dibuat pellet daripada konsentrat, perlu mesin pengering, isi

rumen mempunyai kepadatan yang tinggi dan cenderung menjadi buih.

2.3. Proses yang Terjadi Selama Pembuatan Hay

Menurut (Puger, 2002), proses yang terjadi selama pengeringan dari

hijauan segar adalah hilangnya air yang menguap tergantung pada kecepatan

pengeringan. Pada penelitian, daun gamal segar dikeringkan sampai kendungan

air tertinggal 20-30%, dan itu menyebabkan tingginya kandungan DM pada hay.

Perubahan komposisi kimia setelah diawetkan adalah akibat dari bagian-bagian

yang mudah rusak dan yang kaya N akan banyak hilang karena penguapan.
7

Pada proses penumpukan hijauan akan terjadi proses-proses sebagai

berikut :

a. Proses Respirasi

Hijauan yang segar masih mampu mengadakan respirasi. Respirasi ini

akan mengambil oksigen dari luar dan akan menghasilkan air serta panas.

Kerusakan gizi pada tahap ini bisa mencapai 10%.

b. Proses Fermentasi

Bakteri yang berpengaruh dalam proses fermentasi adalah dari jenis

bakteri thermofilik, yang akan menghasilkan panas. Apabila tumpukan hijauan

tidak sempurna, kerusakan yang disebabkan oleh bakteri dan enzim tersebut

bisa mencapai 5-10%.

c. Reaksi Kimiawi

Dalam proses pembuatan hay mungkin akan terjadi suatu reaksi kimiawi,

akibat dari reaksi ini akan timbul panas yang tinggi, sehingga hasil dari hay

akan berwarna coklat kehitaman.

2.4. Perubahan Komposisi Zat-zat Makanan

2.4.1 Kandungan Air

Proses pembuatan hay dapat mempengaruhi kandungan air pada hay. Hay

dapat disimpan dengan baik apabila mempunyai kandungan air antara 15-18%,

dan hay yang mempunyai kandungan air lebih dari 22% apabila disimpan akan

terjadi pembakaran yang spontan (spontanous combustion) (Porter, 2007).

Pembuatan hay yang di udara terbuka, setiap hujan turun akan tertimpa air

hujan dan mengalami basah kembali dan meningkatkan kembali kandungan air

pada hijauan tersebut. Kandungan air yang tinggi akan memperpanjang aktivitas

dari enzim-enzim hidrolisis dan respirasi baik yang dihasilkan oleh tanaman
8

maupun mikroorganisme, dan akan dapat menyebabkan penurunan kualitas hay

yang dihasilkan. Selain itu, peningkatan kadar air akibat tertimpa air hujan dapat

menyebabkan perubahan karakteristik fisik dengan hadirnya jamur dan perubahan

warna, juga dapat menyebabkan terjadinya kehilangan bahan kering. Kehilangan

bahan kering akan meningkat secara liner dengan meningkatnya curah hujan.

(Scarbrough. dkk, 2005)

2.4.2 Kandungan Protein

Pada proses pembuatan hay dapat berpengaruh nyata terhadap kandungan

protein pada hay. Hal ini dikarenakan kecepatan pengeringan yang membuat sel

tanaman menjadi pada lethal, karena walaupun tanaman tersebut telah dipanen

bukan berarti berhenti proses respirasinya. Proses itu akan terus berlangung

sampai tidak tercukupnya kelembaban pada sel. Hay yang terkena tambahan air

akan terus terjadi proses enzimatisnya, protein merupakan salah satu zat makanan

yang akan terkena proses enzimatis tersebut, sehingga menyebabkan kandungan

proteinnya menurun. Proses pengeringan yang lebih cepat akan mempunyai

kandungan protein yang tinggi dibandingkan dengan yang lebih lama (Moser,

1980). Kandungan hay terkena oleh hujan akan mempunyai kandungan protein

kasar yang lebih rendah dibandingkan dengan yang tidak terkena air hujan, dan

pemanasan yang diperlukan akan lebih banyak karena terlebih dahulu untuk

mengevaporasikan air hujan dan embun, sehingga kecepatan pengeringan menjadi

lebih lama (Evans, 2007).

2.5. Kualitas Hay

Kualitas hay biasanya ditetapkan dari jumlah dan kandungan nutrisinya

(Bates, 2011). Secara tradisional hay yang berkualitas baik menurut para peternak
9

kuda, ditandai hal-hal sebagai berikut : a. Harus masih berwarna hijau (mendekati

warna aslinya), b. Tidak kotor dan tidak berjamur, c. Berbatang sedikit dan

berdaun banyak, d. Tidak mengandung tanaman pengganggu atau gulma (weed),

e. Tidak terdapat serangga, f. Tidak pernah kehujanan, g. Mengandung paling

sedikit 70 % alfalfa atau legume yang lain (Russel dan Johnson, 2007).

Spesies tanaman yang dibuat hay dan proporsinya atau lebih tepat disebut

botanical composition menentukan kualitas hay yang dibuat. Hay campuran dari

rumput dan legume kualitasnya lebih tinggi daripada hay rumput (Bates, 2011).

Semakin banyak atau besar persentase legume dalam hay campuran, nila

nutrisinya akan semakin tinggi sehingga kualitas hay semakin baik. Hal ini karena

dipandang dari segi nutrisinya (terutama protein dan kalsium), hijauan yang

berasal dari legume lebih baik daripada rumput.

Kualitas hay dapat ditentukan di laboratorium dengan analisis kimia, untuk

mengetahui komposisi kimianya, terutama kandungan serat kasar, dinding sel dan

proteinnya. Selain ditinjau dari komposisi kimianya, kualitas hay dapat ditentukan

berdasarkan pengamatan fisik. Namun demikian, bagaimanapun juga, menurut

Bates (2011) sebenarnya performa ternak yang diberi pakan hay-lah yang

merupakan tolak ukur utama kualitas hay. Kualitas hay dianggap memuaskan jika

ternak yang mengkonsumsi tampil seperti yang diinginkan. Tiga faktor yang

memengaruhi kinerja ternak : a. Hay harus palatable atau paling tidak aseptabel

jika harus dikonsumsi dalam jumlah yang banyak untuk menghasilkan kinerja

seperti yang diinginkan, b. Kecernaan dan kandungan nutrisi hay harus dapat

menyediakan kebutuhan ternak untuk dikonversi menjadi produk-produk hewani,

dan Hay harus bebas dari zat atau komponen yang membahayakan atau

memengaruhi kesehatan ternak.


10

Kualitas hay sangat dipengaruhi oleh kualitas awal, yaitu kondisi hijauan

pakan yang akan dibuat hay dan proses pengeringannya. Ada beberapa faktor

yang memengaruhi kualitas hay, beberapa diantaranya dapat dimanipulasi oleh

produsen hay (pembuat hijauan kering) antara lain : a. jenis tanaman, b. umur

pemotongan, c. penanganan, d. pemupukan dan d. kualitas benih hijauan pakan

(Bates, 2011). Kualitas hay dipengaruhi oleh jenis tanaman, varietas tanaman,

gulma, kerusakan karena serangga, penyakit, cuaca pada saat panen dan teknik

pemanenan. Dua factor yang paling berpengaruh terhadap kualitas hay yang dapat

ditangani produsen ialah pemupukan dan umur pemotongan hijauan. Pemupukan

nitrogen (N) akan menaikan kandungan protein hay. Pemupukan unsur lain,

seperti kalium, fosfor/ phosphorus (P), magnesium (Mg), dan sulfur (S) juga dapat

memengaruhi jumlah dari unsur-unsur tersebut dalam hijauan.

Tingkat pemupukan tergantung pada hasil analisis hara tanah yang

mestinya dilakukan analisis secara berkala setiap 2-3 tahun. Pemupupan juga

dapat meningkatkan palatabilitas hay sehingga memengaruhi kinerja hewan

dengan meningkatkan asupan nutrisi. Factor yang paling memengaruhi kualitas

hay ialah umur panen karena berpengaruh pada palatabilitas, kadar protein kasar,

dan energy dapat dicerna (digestible energy/DE). Secara umum, agar diperoleh

hay yang berkualitas baik adalah memperhatikan umur potong. Pemotongan untuk

dibuat hay dilakukan pada saat awal berbunga untuk tanaman legume dan

menjelang tanaman berbunga untuk rumput (Bell dkk, 2006).

Cuaca pasca pemotongan hijauan pakan yang akan dibuat hay, yaitu saat

pengeringan secara alami sangat berpengaruh pada kualitas hay yang akan

dihasilkan, cuaca jelek akan menghasilkan kualitas hay yang rendah. Pembalikan

saat pengeringan karena seringnya dapat merontokan daun dan terjadi pencucian
11

nutrisi yang dikandung hijauan pakan selama pengeringan.Sinar matahari dapat

menurunkan kandungan pro vitamin A karena terjadi pemucatan warna dari

hijauan pakan. Pengumpulan hay yang terlalu kering dapat juga menyebabkan

kerontokan daun (Bates, 2011).

Kualitas hay, antara lain ditentukan atau dipengaruhi oleh:

a. Umur Pemotongan Hijauan

Paling tidak ada tiga tujuan pokok dalam memproduksi hijauan pakan dari

suatu lahan yaitu a. memaksimalkan produksi bahan kering per hectare, b.

memaksimalkan produksi protein kasar per hectare, dan c. meminimalkan

kandungan serat kasar dan dinding sel per unit bahan kering. Akan tetapi,

keadaan tersebut dapat dapat dikatakan tidak mungkin dilakukan, yaitu

mengombinasikan tiga tujuan tersebut untuk memaksimalkan produksi bahan

kering dan protein kasar per hectare, diikuti meminimalkan kandungan serat

kasar dan dinding selnya.Umur pemotongan hijauan harus mendapat perhatian

karena sangat menentukan kualitas hijauan yang dihasilkan. Dengan demikian

perlu dicari umur pemotongan hijauan yang tepat untuk mendapatkan hasil

yang optimal.

Pemotongan sangat awal (tanaman masih sangat muda) akan

menghasilkan bahan pakan yang kandungan protein, vitamin, mineral, dan

kecernaan yang tinggi, tetapi bahan keringnya rendah sehingga menghasilkan

produksi bahan kering yang rendah. Pemotongan sebaiknya dilakukan pada

saat tanaman menjelang berbunga. Bates (2011) memberikan contoh bahwa

kandungan protein kasar (PK), acid detergent fiber (ADF), dan kecernaan

dipengaruhi oleh umur pemotongan, hay yang dibuat dari alfalfa yang dipotong

saat menjelang berbungan kandungan protein kasarnya 21,1%, sedangkan yang


12

dipotong dari yang telah berbunga penuh kadar protein kasarnya telah turun

menjadi 16,3% kandungan protein kasar tentu akan lebih turun lagi jika

tanaman sudah berbiji.

Pada saat umur tanaman bertambah produksi bahan kering naik, tetapi

akan diikuti naiknya kandungan serat kasar, turunnya kandungan protein,

vitamin dan mineral per unit bahan kering sehingga semakin tua umur tanaman

hijauan yang dihasilkan akan semakin rendah kualitasnya. Oleh karena itu,

kualitas hijauan bahan dasar hay yang didasarkan pada umur pemotongan

sangat menentukan kualitas hay yang akan dihasilkan.

b. Keadaan Daun

Keadaan daun, yaitu banyak sedikitnya daun (rasio batang dengan daun)

sangat menentukan kualitas hay. Semakin banyak daun dibandingkan batang,

kualitas hay dinyatakan semakin baik. Hal ini disebabkan oleh kandungan

nutrisi dalam daun lebih tinggi daripada dalam batang. Kerontokan daun

banyak terjadi karena pemanasan yang berlebihan atau sering dibalik pada saat

pembuatan hay yang disebabkan oleh cuaca jelek. Kerontokan daun

kebanyakan terjadi pada hay yang dibuat dari jenis leguminosa, misalnya

alfalfa, centrosema, calopo, dan stylo, sedangkan pada hay yang dibuat dari

rerumputan jarang terjadi.

c. Warna

Warna hay yang dihasilkan ikut menentukan kualitas karena semakin pucat

berarti semakin besar kerusakan yang terjadi pada provitamin A (βCarotene).

Pemucatan warna hay dapat terjadi karena panas terlalu tinggi atau terlalu lama

dilapangan karena hay tidak segera dibawa atau dimasukkan ke gudang.


13

Pemucatan warna terjadi Karena terlalu lama kena sinar matahari atau tidak

kunjung kering yang disebabkan cuaca jelek.

d. Kelembutan

Tingkat kelembutan hay yang digunakan sebagaipenentu kualitas. Semakin

kasar hay sebagai petunjuk saat pembuatan terjadi pemanasan yang berlebihan.

Pemanasan yang berlebihan pada hay dapat menyebabkan kerusakan daun atau

rontoknya daun, yang langsung menurunkan kualitas karena berhubungan

dengan kehilangan nutrisi yang cukup besar.

e. Banyak Sedikitnya Kotoran

Kotoran yang dimaksud ialah benda-benda asing termasuk tanaman gulma

(weed) yang berpotensi menurunkan kualitas hay. Oleh karena itu, banyak

sedikitnya kotoran dalam hay digunakan sebagai pinalty atau pengurangan nilai

sebagai denda. Semakin banyak kotoran yang terdapat dalam hay, pengurangan

nilai semakin besar. Pengurangan nilai ini tidak berlaku atau tidak dilakukan

jika hay yang dibuat memang merupakan campuran dari rumput dengan

legume yang membelit, misalnya centrosema. Keberadaan legume dalam hay

bukan merupakan gulma, melainkan malah menaikkan kualitas. Benda-benda

asing yang sering terdapat dalam hay ialah bekas tali-temali baik dari logam

maupun bukan.
14

III

KESIMPULAN

1. Hay adalah tanaman hijauan pakan ternak, berupa rumput-rumputan atau

leguminosa yang disimpan dalam bentuk kering berkadar air 20-30%.

2. Metode pembuatan hay terdiri dari dua metode yaitu metode hamparan dan

metode pod.

3. Proses pembuatan hay terfdiri dari 3 macam yaitu proses respirasi, fermentasi

dan kimiawi.

4. Ada dua perubahan besar yang terjadi pada perubahan komposisi zat-zat

makanan yaitu kandungan air dan kandungan protein.

5. Faktor-faktor yang harus diperhatikan untuk memperoleh hay yang

berkualitas baik antara lain umur potong hijauan, keadaan daun, warna,

kelembutan, banyaknya kotoran, cara penanganan, kondisi cuaca, dan cara

menyimpan hay.
15

DAFTAR PUSTAKA

AAK. 1990. Hijauan Makanan Ternak. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

Bates, G. 2011.Factors in High-Quality Hay Production.Progressive


Cattleman.West Edition. September 2011. Jerome, US. pp 14-15.

Bell, J. A., Griinari, J.M,. & Kennelly, J.J. (2006). Effect of safflower oil, flaxseed
oil, monesin, and vitamin E on concentration of conjugated linoleic acid in
bovine milk fat. Journal of dairy science, 89

Evans, J. K. 2007. Effect of Weather on Hay Production. Departemen


Agronomy, University of Kentucky.
http://www.ca.uky.edu/agc/pubs/agr/agr45/ agr45.htm. (5 November 2017)

Moser, L. E. 1980. Quality of Forage as Affected by Postharvest, Storage, and


Processing. In: Crop Quality, Storage, and Utilization. Hoveland, C. S.
(editor). American Society of Agronomy, and Crop Science Society of
American, Madiso, Wisconsin.

Nitis, I.M., K. Lana M. Suama, W. Sukanten and A.W. Puger. 1991. Gliricidia
for goat feeds and feeding in the three strata forage system. Progress report
to IDRC. Canada Udayana University, Faculty of Animal
Husbandry, Denpasar, Ball, Indonesia.

Porter, J. C. 2007. Haymaking. Cooperative Extention. University of New


Hamspire. www.ceinfo.unh.edu

Puger, A.W. 2002. Pengaruh interval pemotongan pada tahun ketiga terhadap
pertumbuhan dan produksi Gliciridia sepium yang ditanam dengan system
penyangga. Majalah ilmiah peternakan. 5(2): 53-57

Russel, M.A. and K.D. Johnson, 2007. Selection quality hay for horses. Purdue
Forage Information. Purdue University. 12 pp.

Scarbrough, D. A., W. K. Coblentz, J. B. Humphry, K. P. Coffey, T. C.


Daniel, T. J. Sauer, J. A. Jennings, J. E. Turner and D. W. Kellogg.
2005. Evaluation of Dry Matter loss, Nutritive Value, and in Situ Dry
Matter Disapperrance for Wilting Orchadgrass and Bermudagrass Forages
Damaged by Simulated Rainfall. Agron. J. 97:604-614.

Sriwiwoho.2012. Teknik Pembuatan Hay. http://sriwiwoho.dosen.Narotama.ac.id /


2012/02/teknik pembuatan- Hay.html.

Anda mungkin juga menyukai