Anda di halaman 1dari 39

 Sistem Agribisnis :

1. Subsistem Agribisnis hulu (upstream off farm)

Sarana/prasarana : industri doc, pakan, obat/vaksin, alat

2. Subsistem Budidaya (on farm)

Kegiatan budidaya ayam potong/petelur

3. Subsistem Pengolahan (downstream offf farm)

Subsistem Agribisnis hilir, berupa kegiatan pengolahan (RPA,

pengolahan, pembekuan, pengalengan, dll)

4. Subsistem Pemasaran

Subsistem agribisnis hilir, berupa kegiatan pemasaran mulai dari

sarana, prasarana, hasil budidaya dan hasil pengolahan

5. Subsistem jasa penunjang (supporting institutions)

Lembaga penunjang : Kebijakan pemerintah, Perbankan,

asuransi, lembaga pendidikan formal/informal, lembaga

penyuluhan, dll.
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas segala rahmat,
taufiq, dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyusun tugas Makalah Budidaya Ternak
Unggas tentang “Pemeliharaan Ayam Broiler”.
Makalah ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi dalam menyelesaikan tugas
mata kuliah Manajemen Kesehatan Ternak. Makalah ini telah diupayakan agar dapat sesuai apa
yang diharapkan dan dengan terselesainya Makalah ini sekiranya bermanfaat bagi setiap
pembacanya. Makalah ini penulis sajikan sebagai bagian dari proses pembelajaran agar kiranya
kami sebagai mahasiswa dapat memahami betul tentang perlunya sebuah tugas agar menjadi bahan
pembelajaran.
Selesainya makalah ini tidak terlepas dari bantuan dan kerjasama berbagai pihak. Oleh
karena itu, kami mengucapkan rasa syukur yang tulus dan ikhlas kepada Tuhan Yang Maha Esa,
serta ucapan terima kasih kepada : Dosen Pembimbing dan Teman teman berkat kerjasamanya
sehingga Makalah ini dapat terselesaikan dengan baik.
Penulis menyadari bahwa Makalah ini jauh dari kesempurnaan dan dengan segala
kerendahan hati kami mohon kritik dan saran yang bersifat membangun, sehingga apa yang kita
harapkan dapat tercapai. Dan merupakan bahan kesempurnaan untuk makalah ini selanjutnya.
Besar harapan penulis, semoga makalah yang penulis buat ini mendapat ridho dari Tuhan Yang
Maha Esa

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Peningkatan jumlah penduduk Indonesia dari tahun ke tahun berdampak pada peningkatan
konsumsi produk peternakan (daging, telur, susu). Meningkatnya kesejahteraan dan tingkat
kesadaran masyarakat akan pemenuhan gizi khususnya protein hewani juga turut meningkatkan
angka perminataan produk peternakan. Daging banyak dimanfaatkan olehmasyarakat karena
mempunyai rasayang enak dan kandungan zat gizi yangtinggi.Salah satu sumber daging
yangpaling banyak dimanfaatkan olehmasyarakat Indonesia adalah ayam.Daging ayam yang
sering dikonsumsi oleh masyarakat diperoleh dari pemotongan ayam broiler, petelur afkir, dan
ayam kampung.
Ayam broiler merupakan salah satu penyumbang terbesar protein hewani asal ternak dan
merupakan komoditas unggulan.Industri ayam broiler berkembang pesat karena daging ayam
menjadi sumber utama menu konsumen.Daging ayam broiler mudah didapatkan baik di pasar
modern maupun tradisional.Produksi daging ayam broiler lebih besar dilakukan oleh rumah
potong ayam modern dan tradisional.Proses penanganan di RPA merupakan kunci yang
menentukan kelayakan daging untuk dikonsumsi. Perusahaan rumah potong ayam (RPA) atau
tempat pendistribusian umumnya sudah memiliki sarana penyimpanan yang memadai, namun
tidak dapat dihindari adanyakontaminasi dan kerusakan selama prosesing dan distribusi.
Mengingat tingginya kewaspadaan masyarakat terhadap keamanan pangan, menuntut
produsen bahan pangan termasuk pengusaha peternakan untuk meningkatkan kualitas
produknya.Walaupun kualitas karkas tergantung pada preferensi konsumen namun ada standar
khusus yang dijadikan acuan.Karkas yang layak konsumsi harus sesuai dengan standar SNI mulai
dari cara penanganan, cara pemotongan karkas, ukuran dan mutu, persyaratan yang meliputi bahan
asal, penyiapan karkas, penglolahan pascapanen, bahan pembantu, bahan tambahan, mutu produk
akhir hingga pengemasan.Untuk itu perlu ada penerapan manajemen yang baik sejak masih di
sektor hulu sampai ke sektor hilir.

1.2 Tujuan
Tujuan disusunnya makalah ini adalah untuk mengetahui permasalahan-permasalahan
yang terjadi di peternakan ayam niaga pedaging, rumah potong ayam dan pasar yang berkaitan
dengan rendahnya kualitas karkas ayam niaga pedaging serta mencari solusi pemecahannya.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Ayam Broiler


Ayam broiler merupakan hasil teknologi yaitu persilangan antara ayam Cornish dengan
Plymouth Rock. Karakteristik ekonomis, pertumbuhan yang cepat sebagai penghasil daging,
konversi pakan rendah, dipanen cepat karena pertumbuhannya yang cepat, dan sebagai penghasil
daging dengan serat lunak (Murtidjo, 1987). Menurut Northe (1984) pertambahan berat badan
yang ideal 400 gram per minggu untuk jantan dan untuk betina 300 gram per minggu.
Menurut Suprijatna et al. (2005) Ayam broiler adalah ayam yang mempunyai sifat tenang,
bentuk tubuh besar, pertumbuhan cepat, bulu merapat ke tubuh, kulit putih dan produksi telur
rendah. Dijelaskan lebih lanjut oleh Siregar et al. (1980) bahwa ayam Broiler dalam klasifikasi
ekonomi memiliki sifat-sifat antara lain : ukuran badan besar, penuh daging yang berlemak,
temperamen tenang, pertumbuhan badan cepat serta efisiensi penggunaan ransum tinggi.
Ayam broiler adalah ayam tipe pedaging yang telah dikembangbiakan secara khusus untuk
pemasaran secara dini. Ayam pedaging ini biasanya dijual dengan bobot rata-rata 1,4 kg tergantung
pada efisiensinya perusahaan. Menurut Rasyaf (1992) ayam pedaging adalah ayam jantan dan
ayam betina muda yang berumur dibawah 6 minggu ketika dijual dengan bobot badan tertentu,
mempunyai pertumbuhan yang cepat, serta dada yang lebar dengan timbunan daging yang banyak.
Ayam broiler merupakan jenis ayam jantan atau betina yang berumur 6 sampai 8 minggu yang
dipelihara secara intensif untuk mendapatkan produksi daging yang optimal. Ayam broiler
dipasarkan pada umur 6 sampai 7 minggu untuk memenuhi kebutuhan konsumen akan permintaan
daging. Ayam broiler terutama unggas yang pertumbuhannya cepat pada fase hidup awal, setelah
itu pertumbuhan menurun dan akhirnya berhenti akibat pertumbuhan jaringan yang membentuk
tubuh. Ayam broiler mempunyai kelebihan dalam pertumbuhan dibandingkan dengan jenis ayam
piaraan dalam klasifikasinya, karena ayam broiler mempunyai kecepatan yang sangat tinggi dalam
pertumbuhannya. Hanya dalam tujuh atau delapan minggu saja, ayam tersebut sudah dapat
dikonsumsi dan dipasarkan padahal ayam jenis lainnya masih sangat kecil, bahkan apabila ayam
broiler dikelola secara intensif sudah dapat diproduksi hasilnya pada umur enam minggu dengan
berat badan mencapai 2 kilogram per ekor (Anonimus, 1994).
Untuk mendapatkan bobot badan yang sesuai dengan yang dikehendaki pada waktu yang
tepat, maka perlu diperhatikan pakan yang tepat. Kandungan energi pakan yang tepat dengan
kebutuhan ayam dapat mempengaruhi konsumsi pakannya, dan ayam jantan memerlukan energy
yang lebih banyak daripada betina, sehingga ayam jantan mengkonsumsi pakan lebih banyak,
(Anggorodi, 1985). Hal-hal yang terus diperhatikan dalam pemeliharaan ayam broiler antara lain
perkandangan, pemilihan bibit, manajemen pakan, sanitasi dan kesehatan, recording dan
pemasaran. Banyak kendala yang akan muncul apabila kebutuhan ayam tidak terpenuhi, antara
lain penyakit yang dapat menimbulkan kematian, dan bila ayam dipanen lebih dari 8 minggu akan
menimbulkan kerugian karena pemberian pakan sudah tidak efisien dibandingkan
kenaikkan/penambahan berat badan, sehingga akan menambah biaya produksi (Anonimus, 1994).
Daghir (1998) membagi tiga tipe fase pemeliharaan ayam broiler yaitu fase starter umur 0
sampai 3 minggu, fase grower 3 sampai 6 minggu dan fase finisher 6 minggu hingga dipasarkan.
Ayam broiler ini baru populer di Indonesia sejak tahun 1980-an dimana pemegang
kekuasaan mencanangkan panggalakan konsumsi daging ruminansia yang pada saat itu semakin
sulit keberadaannya. Hingga kini ayam broiler telah dikenal masyarakat Indonesia dengan
berbagai kelebihannya. Hanya 5-6 minggu sudah bisa dipanen. Dengan waktu pemeliharaan yang
relatif singkat dan menguntungkan, maka banyak peternak baru serta peternak musiman yang
bermunculan diberbagai wilayah Indonesia.
Banyak strain ayam pedaging yang dipelihara di Indonesia. Strain merupakan sekelompok
ayam yang dihasilkan oleh perusahaan pembibitan melalui proses pemuliabiakan untuk tujuan
ekonomis tertentu. Contoh strain ayam pedaging antara lain CP 707, Starbro, Hybro (Suprijatna et
al., 2005).
2.2. Perkandangan
Kandang yang baik adalah kandang yang dapat memberikan kenyamanan bagi ayam,
mudah dalam tata laksana, dapat memberikan produksi yang optimal, memenuhi persyaratan
kesehatan dan bahan kandang mudah didapat serta murah harganya. Bangunan kandang yang baik
adalah bangunan yang memenuhi persyaratan teknis, sehingga kandang tersebut biasa berfungsi
untuk melindungi ternak terhadap lingkungan yang merugikan, mempermudah tata laksana,
menghemat tempat, menghindarkan gangguan binatang buas, dan menghindarkan ayam kontak
langsung dengan ternak unggas lain (Anonimus, 1994).
Kandang serta peralatan yang ada di dalamnya merupakan sarana pokok untuk
terselenggarakannya pemeliharaan ayam secara intensive, berdaya guna dan berhasil guna. Ayam
akan terus menerus berada di dalam kandang, oleh karena itu kandang harus dirancang dan ditata
agar menyenangkan dan memberikan kebutuhan hidup yang sesuai bagi ayam-ayam yang berada
di dalamnya. Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam hal ini adalah pemilihan tempat atau
lokasi untuk mendirikan kandang serta konstruksi atau bentuk kandang itu sendiri. Kandang
merupakan modal tetap (investasi) yang cukup besar nilainya, maka sedapat mungkin semenjak
awal dihindarkan kesalahan-kesalahan dalam pembangunannya, apabila keliru akibatnya akan
menimbulkan problema-problema terus menerus sedangkan perbaikan tambal sulam tidak banyak
membantu (Williamsons dan Payne, 1993).
Sistem perkandangan yang ideal untuk usaha ternak ayam ras meliputi: persyaratan
temperatur berkisar antara 32,2-35 derajat C, kelembaban berkisar antara 60-70%,
penerangan/pemanasan kandang sesuai dengan aturan yang ada, tata letak kandang agar mendapat
sinar matahari pagi dan tidak melawan arah mata angin kencang, model kandang disesuaikan
dengan umur ayam, untuk anakan sampai umur 2 minggu atau 1 bulan memakai kandang box,
untuk ayam remaja ± 1 bulan sampai 2 atau 3 bulan memakai kandang box yang dibesarkan dan
untuk ayam dewasa bisa dengan kandang postal atapun kandang bateray. Untuk kontruksi kandang
tidak harus dengan bahan yang mahal, yang penting kuat, bersih dan tahan lama(Bambang,1995).
Persiapan dalam perkandangan adalah :
a. Lokasi kandang
Kandang ideal terletak di daerah yang jauh dari pemukiman penduduk, mudah dicapai
sarana transportasi, terdapat sumber air, arahnya membujur dari timur ke barat.
b. Pergantian udara dalam kandang.
Ayam bernapas membutuhkan oksigen dan mengeluarkan karbondioksida. Supaya
kebutuhan oksigen selalu terpenuhi, ventilasi kandang harus baik.
c. Suhu udara dalam kandang.
Tabel 1. Suhu ideal kandang sesuai umur adalah :
Umur (hari) Suhu ( 0C )
01 - 07 34 – 32
08 - 14 29 – 27
15 - 21 26 – 25
21 - 28 4 – 23
29 - 35 23 – 21

d. Kemudahan mendapatkan sarana produksi


Lokasi kandang sebaiknya dekat dengan poultry shop atau toko sarana peternakan.
e. Kepadatan Kandang
Pada awal pemeliharaan, kandang ditutupi plastik untuk menjaga kehangatan, sehingga
energi yang diperoleh dari pakan seluruhnya untuk pertumbuhan, bukan untuk produksi panas
tubuh. Kepadatan kandang yang ideal untuk daerah tropis seperti Indonesia adalah 8-10 ekor/m2,
lebih dari angka tersebut, suhu kandang cepat meningkat terutama siang hari pada umur dewasa
yang menyebabkan konsumsi pakan menurun, ayam cenderung banyak minum, stress,
pertumbuhan terhambat dan mudah terserang penyakit.
Pengaturan kepadatan kandang dilakukan sedemikian rupa untuk mengatasi kanibalisme
akibat terlalu padatnya kandang. Hal ini juga bermanfaat untuk kenyamanan ayam. Kepadatan
kandang juga berpengaruh terhadap produksi, performen dan tingkat kenyamanan ayam broiler
(May dan Lott, 1992).
Tabel 2. Tingkat kepadatan kandang ayam per bobot hidup
Bobot Badan (kg) Ekor/m2
1,4 13 – 17
1,8 10 – 13
2,3 8 – 10
2,7 6–8
Siregar et al., 1980
Tabel 3. Standar Bobot Badan Ayam Broiler Berdasarkan Jenis Kelamin pada Umur 1 sampai 6
Minggu ((NRC, 1994)

Umur (minggu) Jenis Kelamin

Jantan (g) Betina (g)

1 152 144

2 376 344

3 686 617

4 1085 965

5 1576 1344

6 2088 1741

Jika dilihat dari perbandingan table 2 dan 3 maka dapat dibandingkan perbandingan antara
umur dengan luas kandang yang dibutuhkan sesuai dengan jenis kelamin dan bobot badan.
Kepadatan tinggi menurunkan berat badan pullet umur 18 minggu (Anderson dan Adams,
1997), meningkatkan kerusakan dada pada broiler, menimbulkan kanibalisme pada ayam, yakni
ayam saling patuk mematuk sehingga menimbulkan luka pada tubuh ternak sehingga memudahkan
masuknya parasit dan menimbulkan penyakit dan akhirnya meningkatkan angka kematian,
pencapaian berat badan yang rendah dan mengurangi konsumsi pakan pada broiler, sedangkan
konsumsi pakan broiler umur 7 minggu menurun sebesar 3,7% pada jantan dan 3,9% pada betina
ketika kepadatan kandang ditingkatkan dari 10 ekor/m2 menjadi 15 ekor/m2. Kepadatan tinggi
yang diasumsikan dengan bobot badan perluasan lantai mengurangi aktivitas broiler menjadi lebih
sedikit berjalan, sebaliknya lebih banyak mengantuk dan tidur (Cravener et al., 1992).
f. Tipe Kandang
1. Kandang postal.
Kandang ini tidak terdapat halaman umbaran sehingga dalam pemeliharaan sistem ini
ayam-ayam selalu terkurung sepanjang hari di dalam kandang. Litter yang baik harus dapat
memenuhi beberapa kriteria yakni: memiliki daya serap yang tinggi, lembut sehingga tidak
menyebabkan kerusakan dada, mempertahankan kehangatan, menyerap panas, dan
menyeragamkan temperatur dalam kandang (Prayitno dan Yuwono, 1997).Litter merupakan
sistem kandang pemeliharaan unggas dengan lantai kandang ditutup oleh bahan penutup lantai
seperti, sekam padi, serutan gergaji, dan jerami padi (Rasyaf, 1994). Keuntungan sistem ini adalah
biaya relatif rendah, menghilangkan bau kotoran, jika litter kering maka pembuangan kotoran lebih
mudah dan dapat menahan panas didalam kandang. Kekurangannya adalah penyebaran penyakit
lebih mudah, Pengawasan kesehatan lewat kotoran sulit diamati (Campa, 1994).
2. Cage
Bangunan kandang berbentuk sangkar berderet, menyerupai batere dan alasnya dibuat
berlubang (bercelah). Keuntungan sistem ini adalah tingkat produksi individual dan kesehatan
masing-masing terkontrol, memudahkan tata laksana, penyebaran penyakit tidak mudah.
Kelemahannya adalah biaya pembuatan semakin tinggi, ayam dapat kekurangan mineral, dan
sering banyak lalat (Rasyaf, 1994).
3. Panggung
Sistem ini biasanya dibuat diatas kolam ikan. Bahan yang biasa digunakan untuk alas lantai
adalah bambu yang dipasang secara berderet agar ayam tidak terperosok. Kelebihannya adalah
sisa pakan dapat dimanfaatkan sebagai pakan ikan, penyebaran penyakit relatif rendah.
Kekurangannya jika jarak pemasangan bambu untuk alas terlalu lebar, akan dapat mengakibatkan
ayam terperosok, biaya pembuatan relatif mahal (Martono, 2006).
2.3. Pakan
Ayam broiler sebagai bangsa unggas umumnya tidak dapat membuat makanannya sendiri.
Oleh sebab itu ia harus makan dengan cara mengambil makanan yang layak baginya agar
kebutuhan nutrisinya dapat dipenuhi. Protein, asam amino, energi, vitamin, mineral harus dipenuhi
agar pertumbuhan yang cepat itu dapat terwujud tanpa menunggu fungsi- fungsi tubuhnya secara
normal. Dari semua unsur nutrisi itu kebutuhan energi bagi ayam broiler sangat besar (Rasyaf,
1994).
Suprijatna et al. (2005) pakan adalah campuran dari berbagai macam bahan organik
maupun anorganik untuk ternak yang berfungsi sebagai pemenuhan kebutuhan zat-zat makanan
dalam proses pertumbuhan. Ransum dapat diartikan sebagai pakan tunggal atau campuran dari
berbagai bahan pakan yang diberikan pada ternak untuk pemenuhan kebutuhan nutrisi ternak
selama 24 jam baik diberikan sekaligus maupun sebagian (Lubis, 1992). Rasyaf (1994)
menyatakan ransum adalah kumpulan dari beberapa bahan pakan ternak yang telah disusun dan
diatur sedemikian rupa untuk 24 jam.
Ransum memiliki peran penting dalam kaitannya dengan aspek ekonomi yaitu sebesar 65-
70% dari total biaya produksi yang dikeluarkan (Fadilah, 2004). Pemberian ransum bertujuan
untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok, pertumbuhan, pemeliharaan panas tubuh dan produksi
(Suprijatna et al. 2005). Pakan yang diberikan harus memberikan zat pakan (nutrisi) yang
dibutuhkan ayam, yaitu karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral, sehingga pertambahan
berat badan perhari (Average Daily Gain/ADG) tinggi. Pemberian pakan dengan sistem ad libitum
(selalu tersedia/tidak dibatasi). Apabila menggunakan pakan dari pabrik, maka jenis pakan
disesuaikan dengan tingkat pertumbuhan ayam, yang dibedakan menjadi 2 (dua) tahap. Tahap
pertama disebut tahap pembesaran (umur 1 sampai 20 hari), yang harus mengandung kadar protein
minimal 23%. Tahap kedua disebut penggemukan (umur diatas 20 hari), yang memakai pakan
berkadar protein 20 %. Jenis pakan biasanya tertulis pada kemasannya. Efisiensi pakan dinyatakan
dalam perhitungan FCR (Feed Convertion Ratio). Cara menghitungnya adalah, jumlah pakan
selama pemeliharaan dibagi total bobot ayam yang dipanen.
Contoh perhitungan :
Diketahui ayam yang dipanen 1000 ekor, berat rata-rata 2 kg, berat pakan selama
pemeliharaan 3125 kg, maka FCR-nya adalah :
Berat total ayam hasil panen = 1000 x 2 = 2000 kg
FCR = 3125 : 2000 = 1,6
Semakin rendah angka FCR, semakin baik kualitas pakan, karena lebih efisien (dengan pakan
sedikit menghasilkan bobot badan yang tinggi).
Konsumsi pakan adalah kemampuan ternak dalam mengkonsumsi sejumlah ransum yang
digunakan dalam proses metabolisme tubuh (Anggorodi, 1985). Blakely dan Blade (1998)
menjelaskan bahwa tingkat konsumsi ransum akan mempengaruhi laju pertumbuhan dan bobot
akhir karena pembentukan bobot, bentuk dan komposisi tubuh pada hakekatnya adalah akumulasi
pakan yang dikonsumsi ke dalam tubuh ternak. Kebutuhan ransum ayam broiler tergantung pada
strain, aktivitas, umur, besar ayam dan temperature( Ichwan , 2003). Faktor yang mempengaruhi
konsumsi pakan antara lain umur, nutrisi ransum, kesehatan, bobot badan, suhu dan kelembaban
serta kecepatan pertumbuhan (Wahju, 1997).
Pakan pemula (starter) harus diberi setelah ayam memperoleh minum, pada beberapa hari
pertama pakan dapat diberi dengan cara ditaburkan pada katon box DOC atau tempat pakan untuk
anak ayam. Sisa pakan harus dibuang tiap pagi dan jangan dibuang di litter karena akan
membahayakan kesehatan ayam. Pada 2 hari pertama gunakan air hangat bersuhu 16 sampai 20 0C.
Untuk air minum larutkan 50 gram gula dan 2 gram vitamin (dalam 1 liter air minum untuk 12 jam
pertama) Perlu juga memakai meter air agar dapat diketahui dengan pasti berapa banyak air yang
digunakan pada 2 minggu pertama tempat minum dibersihkan 3 kali sehari setelah itu 2 kali sehari
(Anonimus, 2004).
Pada ayam broiler fase starter kebutuhan energi adalah 3200 kcal/kg dengan kebutuhan asam
amino methionin 0,38%. Sedangkan pada finisher kebutuhan energi sama tetapi kebutuhan protein
berkurang dan kebutuhan asam amino methionin juga berkurang menjadi 0,32% (NRC. 1994).
Faktor yang dapat mempengaruhi ransum pada ayam broiler, diantaranya yaitu temperatur
lingkungan, kesehatan ayam, tingkat energi ransum yang diberikan sistem pemberian makanan
pada ayam, jenis kelamin ayam dan genetik ayam (Rasyaf, 1994).
Bentuk fisik ransum yang diberikan pada ayam broiler ada tiga bentuk fisik ransum yang
diberikan yaitu bentuk halus seperti tepung (mesh) yang didalamnya merupakan campuran
berbagai bahan makanan yang telah diramu dalam suatu sistem formula. Ransum berbentuk
butiran lengkap atau pellet yang didasarkan pada sifat ayam broiler yang memang gemar sekali
makanan-makanan butiran dan ransum bentuk butiran pecah atau crumble yang berbentuk butiran
tetapi kecil-kecil (Rasyaf, 1994).
Menurut Bambang (1995) kualitas pakan ayam ras broiler ada 2 (dua) fase yaitu fase starter
(umur 0-4 minggu) dan fase finisher (umur 4-6 minggu):
a. Kualitas pakan fase starter adalah terdiri dari protein 22-24%, lemak 2,5%, serat kasar 4%,
Kalsium (Ca) 1%, Phospor (P) 0,7-0,9%, ME 2800-3500 Kcal.
b. Kualitas pakan fase finisher adalah terdiri dari protein 18,1-21,2%; lemak 2,5%, serat kasar
4,5%, kalsium (Ca) 1%, Phospor (P) 0,7-0,9% dan energy (ME) 2900-3400 Kcal.

Tabel 4. Kebutuhan Nutrisi Pakan Ayam Broiler pada Periode Starter dan
PeriodeFinisher (NRC, 1994)

Nutrisi Periode ”Starter” Periode ”Finisher”

Protein (%) 23,00% 20,00%

Energi Metabolis 2800-3200 2900-3200


(kkal/ kg)

Kalsium (%) 1,00 0,90

Fosfor (%) 0,45 0,35

2.4. Manajemen Pemeliharaan


Pemeliharaan ayam daging ditujukan untuk mencapai beberapa sasaran yaitu tingkat
kematian serendah mungkin, kesehatan ternak baik, berat timbangan setiap ekor setinggi mungkin
dan daya alih makanan baik (hemat). Untuk mencapai hal-hal tersebut ada beberapa hal pokok
yang perlu dipertimbangkan sebaik-baiknya dalam pemeliharaan ayam pedaging yaitu
perkandangan dan peralatan serta persiapannya, pemeliharaan masa awal dan akhir, pemberian
pakan, pencegahan dan pemberantasan penyakit dan pengelolaan (Suyoto, 1983).
Ayam broiler atau ayam daging dipelihara selama kurang lebih 6 sampai 7 minggu. Ayam
ini tidak dimaksudkan untuk produksi telur, tetapi diharapkan dagingnya. Sampai umur 5 minggu
beratnya kira-kira sama dengan ayam telur dewasa yaitu kurang lebih 1,5 kg. Cara pemeliharaan
ayam daging hampir sama dengan ayam telur dari periode starter sampai grower (Jahja, 2000).
Pemeliharaan dilakukan dengan pembersihan secara tuntas terhadap kandang dan peralatan
yang akan dipakai didalamnya, baik tempat makanan, tempat minuman,brooder, alat pelingkan
dan lain-lain. Terutama pada kandang lama yang sudah dipakai, sisa-sisa dari ternak yang lama,
baik kotoran, bahan-bahan yang tercecer harus dibersihkan secara tuntas sehingga tidak ada yang
tertinggal, sebab setiap butir sisa dari kawanan ayam yang lama akan ada kemungkinan akan
menularkan sesuatu penyakit kepada kawanan berikutnya. Pembersih dilakukan dengan air dan
bahan pencuci (sabun atau detergen) (Suyoto, 1983).
Kebersihan lingkungan kandang (sanitasi) pada areal peternakan merupakan usaha
pencegahan penyakit yang paling murah, hanya dibutuhkan tenaga yang ulet/terampil saja.
Tindakan preventif dengan memberikan vaksin pada ternak dengan merek dan dosis sesuai catatan
pada label yang dari poultry shoup. Agar bangunan kandang dapat berguna secara efektif, maka
bangunan kandang perlu dipelihara secara baik yaitu kandang selalu dibersihkan dan dijaga/dicek
apabila ada bagian yang rusak supaya segera disulam/diperbaiki kembali. Dengan demikian daya
guna kandang bisa maksimal tanpa mengurangi persyaratan kandang bagi ternak yang dipelihara.
Teknis pemeliharaan ayam broiler yang baik menurut (Anonimus, 2009), yaitu minggu
pertama (hari ke-1 sampai ke-7). DOC dipindahkan ke indukan atau pemanas, segera diberi air
minum hangat yang ditambah gula untuk mengganti energi yang hilang selama transportasi. Pakan
dapat diberikan dengan kebutuhan per ekor 13 gram atau 1,3 kg untuk 100 ekor ayam. Jumlah
tersebut adalah kebutuhan minimal, pada prakteknya pemberian tidak dibatasi. Pakan yang
diberikan pada awal pemeliharaan berbentuk butiran-butiran kecil (crumbles).
Mulai hari ke-2 hingga ayam dipanen sudah diberi air munum. Vaksinasi yang pertama
dilaksanakan pada hari ke-4. Minggu Kedua (hari ke-8 sampai ke-14). Pemeliharaan minggu kedua
masih memerlukan pengawasan seperti minggu pertama, meskipun lebih ringan. Pemanas sudah
bisa dikurangi suhunya. Kebutuhan pakan untuk minggu kedua adalah 33 gram per ekor atau 3,3
kg untuk 100 ekor ayam.
Minggu Ketiga (hari ke-15 sampai ke-21). Pemanas sudah dapat dimatikan terutama pada
siang hari yang terik. Kebutuhan pakan adalah 48 gram per ekor atau 4,8 kg untuk 100 ekor. Pada
akhir minggu (umur 21 hari) dilakukan vaksinasi yang kedua menggunakan vaksin ND strain
Lasotta melalui suntikan atau air minum. Jika menggunakan air minum, sebaiknya ayam tidak
diberi air minum untuk beberapa saat lebih dahulu, agar ayam benar-benar merasa haus sehingga
akan meminum air mengandung vaksin sebanyak-banyaknya.
Minggu Keempat (hari ke-22 sampai ke-28). Pemanas sudah tidak diperlukan lagi pada
siang hari karena bulu ayam sudah lebat. Pada umur 28 hari, dilakukan sampling berat badan untuk
mengontrol tingkat pertumbuhan ayam. Pertumbuhan yang normal mempunyai berat badan
minimal 1,25 kg. Kebutuhan pakan adalah 65 gram per ekor atau 6,5 kg untuk 100 ekor ayam.
Kontrol terhadap ayam juga harus ditingkatkan karena pada umur ini ayam mulai rentan terhadap
penyakit.
Minggu Kelima (hari ke-29 sampai ke-35). Pada minggu ini, yang perlu diperhatikan
adalah tatalaksana lantai kandang. Karena jumlah kotoran yang dikeluarkan sudah tinggi, perlu
dilakukan pengadukan dan penambahan alas lantai untuk menjaga lantai tetap kering. Kebutuhan
pakan adalah 88 gram per ekor atau 8,8 kg untuk 100 ekor ayam. Pada umur 35 hari juga dilakukan
sampling penimbangan ayam. Bobot badan dengan pertumbuhan baik mencapai 1,8 sampai 2 kg.
Dengan bobot tersebut, ayam sudah dapat dipanen. Maka dapat disimpulkan bahwa kebutuhan
pakan hingga berumur 5 minggu adalah 24,7 kg untuk 100 ekor ayam.
Minggu Keenam (hari ke-36 sampai ke-42). Jika ingin diperpanjang untuk mendapatkan
bobot yang lebih tinggi, maka kontrol terhadap ayam dan lantai kandang tetap harus dilakukan.
Pada umur ini dengan pertumbuhan yang baik, ayam sudah mencapai bobot 2,25 kg.
Menurut Bambang (1995) untuk pemberian pakan ayam ras broiler ada 2 (dua) fase yaitu
fase starter (umur 0-4 minggu) dan fase finisher (umur 4-6 minggu):
a. Kuantitas pakan fase starter adalah terbagi/digolongkan menjadi 4 (empat) golongan yaitu minggu
pertama (umur 1-7 hari) 17 gram/hari/ekor, minggu kedua (umur 8-14 hari) 43 gram/hari/ekor,
minggu ke-3 (umur 15-21 hari) 66 gram/hari/ekor dan minggu ke-4 (umur 22-29 hari) 91
gram/hari/ekor. Jadi jumlah pakan yang dibutuhkan tiap ekor sampai pada umur 4 minggu sebesar
1.520 gram.
b. Kuantitas pakan fase finisher adalah terbagi/digolongkan dalam empat golongan umur yaitu: minggu
ke-5 (umur 30-36 hari) 111 gram/hari/ekor, minggu ke-6 (umut 37-43 hari) 129 gram/hari/ekor,
minggu ke-7 (umur 44-50 hari) 146 gram/hari/ekor dan minggu ke-8 (umur 51-57 hari) 161
gram/hari/ekor. Jadi total jumlah pakan per ekor pada umur 30-57 hari adalah 3.829 gram.
Sedangkan Pemberian minum disesuaikan dangan umur ayam yang dikelompokkan dalam
2 (dua) fase yaitu:
a. Fase starter (umur 1-29 hari), kebutuhan air minum terbagi lagi pada masing-masing minggu, yaitu
minggu ke-1 (1-7 hari) 1,8 lliter/hari/100 ekor; minggu ke-2 (8-14 hari) 3,1 liter/hari/100 ekor,
minggu ke-3 (15-21 hari) 4,5 liter/hari/100 ekor dan minggu ke-4 (22-29 hari) 7,7 liter/hari/ekor.
Jadi jumlah air minum yang dibutuhkan sampai umur 4 minggu adalah sebanyak 122,6 liter/100
ekor. Pemberian air minum pada hari pertama hendaknya diberi tambahan gula dan obat anti stress
kedalam air minumnya. Banyaknya gula yang diberikan adalah 50 gram/liter air.
b. Fase finisher (umur 30-57 hari), terkelompok dalam masing-masing minggu yaitu minggu ke-5
(30-36 hari) 9,5 liter/hari/100 ekor, minggu ke-6 (37-43 hari) 10,9 liter/hari/100 ekor, minggu ke-
7 (44-50 hari) 12,7 liter/hari/100 ekor dan minggu ke-8 (51-57 hari) 14,1 liter/hari/ekor. Jadi total
air minum 30-57 hari sebanyak 333,4 liter/hari/ekor.
Cara Pemberian Pakan:
a. Untuk anak ayam umur 1 - 6 hari (kutuk), pakan ditabur atau sediakan pada wadah yang mudah
terjangkau, jenis pakan yang dipakai adalah ransum ayam ras starter (pakan komersial).
b. Ayam umur 7 hari s/d 1 bulan dapat diberikan pakan campuran yaitu pakan ayam ras starter
dicampur dengan katul dan dedak halus, dengan perbandingan 1: 1 atau jagung giling dan katul
dengan perbandingan 2 : 1 dan dapat di tambah protein hewani.
c. Ayam umur 2-4 bulan dan seterusnya, diberikan pakan campuran, dedak halus, jagung giling, dan
pakan komersil dengan perbandingan 3:1:1 dan dapat di tambahan gabah, gaplek dan tepung ikan.

2.5. Vaksinasi dan Pencegahan Penyakit

2.5.1. Vaksinasi
Vaksinasi adalah pemasukan bibit penyakit yang dilemahkan ke tubuh ayam untuk
menimbulkan kekebalan alami. Vaksinasi penting yaitu vaksinasi ND/tetelo. Dilaksanakan pada
umur 4 hari dengan metode tetes mata, dengan vaksin ND strain B1 dan pada umur 21 hari dengan
vaksin ND Lasotta melalui suntikan atau air minum.
Vaksin adalah mikroorganisme penyebab penyakit yang sudah dilemahkan atau dimatikan
dan mempunyai sifat immunogenik. Immunogenik artinya dapat merangsang pembentukan
kekebalan. Vaksinasi adalah proses memasukkan vaksin ke dalam tubuh ternak dengan tujuan
supaya ternak tersebut kebal terhadap penyakit yang disebabkan organisme tersebut. Vaksin ada
dua macam, yaitu vaksin aktif dan vaksin inaktif. Vaksin aktif adalah vaksin yang
mikroorganismenya masih aktif atau masih hidup. Biasanya vaksin aktif berbentuk sediaan kering
beku, contoh: MEDIVAC ND LA SOTA, MEDIVAC ND-IB dan MEDIVAC GUMBORO A.
Vaksin inaktif adalah vaksin yang mikroorganismenya telah dimatikan. Biasanya berbentuk
sediaan emulsi atau suspensi, contoh: MEDIVAC ND-EDS EMULSION, MEDIVAC CORYZA
B (Jahja, 2000).
Pelaksanaan Kegiatan vaksinasi dapat dilakukan dengan cara membagi ayam menjadi 2
kelompok besar dalam sekatan. Ayam kemudian digiring ke dalam 2 sekatan yang terbentuk.
Vaksinasi dilakukan mulai dari pen terakhir hingga pen pertama. Ayam yang telah divaksinasi
diletakan diluar sekatan hingga kemungkinan terjadinya pengulangan vaksinasi dapat
diminimalisir.
Pemberian vaksin dapat dilakukan dengan beberapa cara, seperti tetes mata, hidung, mulut
(cekok), atau melalui air minum. Vaksinasi harus dilakukan dengan benar sehingga tidak
menyakiti, unggas dan mempercepat proses vaksinasi, dan tidak meninggalkan sisa sampah dari
peralatan vaksinasi seperti suntikan, sarung tangan, masker maupun sisa vaksin yang digunakan
(botol vaksin). Unggas yang divaksin harus benar- benar dalam keadaan sehat tidak dalam kondisi
sakit maupun stress sehingga akan mendapatkan hasil yang maksimal dan tidak terjadi kematian
dalam proses vaksinasi. Tata cara vaksinasi harus ditempat yang teduh, bersih, vaksin tidak dalam
kondisi sakit maupun stress sehingga tidak merusak vaksin. Program vaksinasi untuk unggas,
harus disesuaikan dengan umur dari unggas tersebut dan harus berhati-hati dalam memvaksin
karena sangat sensitif terhadap jarum suntik dan dapat menimbulkan stress dan kematian
mendadak (Jahja, 2000).
5.2.2. Penyakit dan pencegahannya
Penyakit yang sering menyerang ayam broiler yaitu:
1) Tetelo (Newcastle Disease/ND)
Pertama kali ditemukan oleh Kraneveld di Jakarta (1926). Setahun kemudian, virus tetelo
ditemukan juga di Newcastle (Inggris). Sejak saat itu, penyakit ini dikenal sebagai newcastle
disease (NCD) dan ditemukan di berbagai penjuru dunia. Di India, penyakit ini dikenal dengan
nama aanikhet. Penyakit ini merupakan suatu infeksi viral yang menyebabkan gangguan pada saraf
pernapasan. Disebabkan virus Paramyxo yang bersifat menggumpalkan sel darah dan biasanya
dikualifikasikan menjadi:
a. Velogenik
b. Mesogenic
c. Lentogenik
1. Tipe Velogenik, yaitu Strain yang sangat berbahaya atau disebut dengan Viscerotropic Velogenic
Newcastle Disease (VVND) Tipe Velogenic ini menyebabkan kematian yang luar biasa bahkan
hingga 100%.
2. Tipe Mesogenic, Kematian tipe mesogenic pada anak ayam mencapai 10% tetapi ayam dewasa
jarang mengalami kematian. Pada tingkat ini ayam akan menampakan gejala seperti gangguan
pernapasan dan saraf.
3. Tipe Lentogenik, merupakan stadium yang hampir tidak menyebabkan kematian. Hanya saja dapat
menyebabkan produktivitas telur menjadi turun dan kualitas kulit telur menjadi jelek. Gejala yang
tampak tidak terlalu nyata hanya terdapat sedikit gangguan pernapasan.
Virus ini tidak akan bertahan lebih dari 30 hari pada lokasi pemaparan.
Gejala: ayam sering megap-megap, nafsu makan turun, diare dan senang berkumpul pada
tempat yang hangat, ayam sulit bernafas, batuk-batuk, bersin, timbul bunyi ngorok, lesu, mata
ngantuk, Jengger dan kepala kebiruan, kornea menjadi keruh, sayap turun, tinja encer kehijauan
kadang berdarah. Setelah 1 sampai 2 hari muncul gejala (tortikolis) syaraf, yaitu kaki lumpuh,
leher berpuntir dan kepala ayam berputar-putar yang akhirnya mati. Belum ada obat yang dapat
menyembuhkan, maka untuk mengurangi kematian, ayam yang masih sehat divaksin ulang atau
dengan melakukan vaksinasi melalui tetes mata atau hidung pada anak ayam umur 3-4 hari, umur
3 minggu dan setiap 3 bulan secara teratur, peralatan dan kandang dijaga supaya tetap bersih.
Vaksinasi pertama ayam umur 3-4 hari dengan vaksin Bl, diulangi setelah 3 minggu dengan vaksin
Lasota dan kemudian setiap 3 bulan. Dan dijaga agar lantai kandang tetap kering.
Pengendalian: (1) menjaga kebersihan lingkungan dan peralatan yang tercemar virus,
binatang vektor penyakit tetelo, ayam yang mati segera dibakar/dibuang; (2) pisahkan ayam yang
sakit, mencegah tamu masuk areal peternakan tanpa baju yang mensucihamakan/ steril serta
melakukan vaksinasi NCD. Sampai sekarang belum ada obatnya.
2) Penyakit cacar ayam
Dengan memberikan vaksinasi, mencungkil kutil-kutil dengan gunting dan diolesi dengan
yodium tintur, atau obat anti infeksi dan cuci hamakan kandang.

3) Gumboro (Infectious Bursal Disease/IBD)


Penyakit gumboro (Infectious Bursal Disease / IBD) ini ditemukan tahun 1962 oleh
Cosgrove di daerah Delmarva Amerika Serikat. Penyakit Gumboro merupakan penyakit yang
menyerang sistem kekebalan tubuh yang disebabkan virus golongan Reovirus. Ayam yang terkena
penyakit Gumboro akan menunjukkan gejala sepertihilangnya nafsu makan, gangguan saraf,
merejan, suka bergerak tidak teratur, diare, tubuh gemetar, peradangan disekitar dubur, bulu di
sekitar anus kotor dan lengket serta diakhiri dengan kematian ayam. Sering menyerang pada umur
36 minggu. Dapat dilakukan adalah pencegahan dengan vaksin Gumboro. Penyakit Gumboro
menyerang kekebalan tubuh ayam, terutama bagian fibrikus dan thymus. Kedua bagian ini
merupakan pertahanan tubuh ayam. Pada kerusakan yang parah, antibodi ayam tersebut tidak
terbentuk. Karena menyerang system kekebalan tubuh, maka penyakit ini sering disebut sebagai
AIDSnya ayam. Penyakit Gumboro sendiri sebenarnya memang tidak menyebabkan kematian
secara langsung pada ayam, tetapi karena adanya infeksi sekunder yang mengikutinya akan
menyebabkan kematian dengan cepat karena virus Avibirnavirus bersifat imunosupresif yang
menyebabkan kekebalan tubuhnya tidak bekerja sehingga memudahkan kawanan ayam yang
diserang oleh virus dan infeksi sekunder oleh bakteri. penyakit Gumboro merupakan penyakit yang
dapat merusak morfologi dan fungsi organ limfoid primer, terutama bursa fabricius. Rusaknya
bursa fabricius akan mengakibatkan suboptimalnya pembentukan antibodi terhadap berbagai
program vaksinasi, sehingga kepekaan terhadap berbagai agen penyakit menjadi meningkat..
Penyakit ini menyerang bursa fabrisius, khususnya menyerang anak ayam umur 3–6 minggu.
Penularan penyakit Gumboro atau IBD dapat melalui kontak langsung antara ayam yang
muda dengan ayam yang sakit atau terinfeksi pada peternakan yang mempunyai ayam berbagai
umur dapat mengakibatkan infeksi ini terus menyebar dan sangat sulit dikendalikan. Penularan
secara langsung melalui kotoran dan tidak langsung melalui pakan, air minum dan peralatan yang
tercemar.
Peralatan, kandang, air minum dan pakaian petugas yang terkontaminasi Gumboro dapat
juga memperparah kejadian penyakit tersebut. Penyakit Gumboro tidak menular dengan
perantaraan telur dan ayam yanng sudah sembuh tidak menjadi carrier.
Penanggulangan Gumboro ini dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu vaksinasi, dan
menjaga kebersihan lingkungan kandang. Tips yang dapat digunakan untuk disinfeksi kandang
ayam yang pernah tercemar virus gumboro. Disarankan penggunaan formalin 10 % (1 bagian
formalin 38 % dicampur ke dalam 9 bagian air) atau dengan 0,25% larutan soda api (2,5 gram soda
api kedalam 1 liter air).
Pengobatan Gumboro dapat dengan pemberian obat-obat untuk gumboro, juga ada obat
tradisional dengan penggunaan daun teh.

4) Penyakit Ngorok (Chronic Respiratory Disease)

Merupakan infeksi saluran pernapasan yang disebabkan oleh bakteri Mycoplasma


gallisepticum. Gejala yang nampak adalah ayam sering bersin dan ingus keluar lewat hidung dan
ngorok saat bernapas. Pada ayam muda menyebabkan tubuh lemah, sayap terkulai, mengantuk dan
diare dengan kotoran berwarna hijau, kuning keputih-keputihan. Penularan melalui pernapasan
dan lendir atau melalui perantara seperti alat-alat. Pengobatan dapat dilakukan dengan obat-obatan
yang sesuai. Untuk ayam broiler atau ayam pedaging penyakit CRD masih menduduki posisi
pertama (yang sering menyerang ayam pedaging).
Berikut urutan penyakit yang sering menyerang ayam pedaging:
1. CRD komplek 20.32%
2. CRD 19.36%
3. Korisa 17.97%
4. Colibacillosis 14.12%
5. Gumboro 8.24 %
6. Koksi 4.49%
7 ND 3.85%
8. Leucocytozoonosis 3.21%
9. Kolera 2.14 %
10. AI 2.03%
Jadi kesimpulan dari data di atas bahwa penyakit CRD kompleks sangat berbahaya pada
ayam dewasa tidak sampai menimbulkan kematian yang terlihat secara signifikan. walaupun kadar
kesakitan terhadap ayam tersebut sangat tinggi.

Apabila sudah terlihat gejala dari penyakit ngorok maka segera mungkin untuk ditangani karena
dikhawatirkan penyakit E.coli akan masuk kedalam tubuh ayam dan menjangkit secara perlahan
dan akan terjadilah penyakit yang sangat berbahaya yang di sebut denganCRD komplek.
Dan dalam penggunaan obat, sangat di anjurkan sekali bahwa setiap 4 periode pemeliharaan,
pemakaian obat-obatan atau antibiotik harus di lakukan penggantian, maksudnya untuk mencegah
terjadinya resistensi obat pada ayam.

5) Berak Kapur (Pullorum)


Disebut penyakit berak kapur karena gejala yang mudah terlihat adalah ayam diare
mengeluarkan kotoran berwarna putih dan setelah kering menjadi seperti serbuk kapur.
Disebabkan oleh bakteri Salmonella pullorum (Anonimus, 2009).
Kematian dapat terjadi pada hari ke-4 setelah infeksi. Penularan melalui kotoran.
Pengobatan belum dapat memberikan hasil yang memuaskan, yang sebaiknya dilakukan adalah
pencegahan dengan perbaikan sanitasi kandang. Infeksi bibit penyakit mudah menimbulkan
penyakit, jika ayam dalam keadaan lemah atau stres. Kedua hal tersebut banyak disebabkan oleh
kondisi lantai kandang yang kotor, serta cuaca yang jelek. Cuaca yang mudah menyebabkan ayam
lemah dan stres adalah suhu yang terlalu panas, terlalu dingin atau berubah-ubah secara drastis.
Penyakit, terutama yang disebabkan oleh virus sukar untuk disembuhkan. Untuk itu harus
dilakukan sanitasi secara rutin dan ventilasi kandang yang baik (Anonimus, 2009). Pullorum
merupakan penyakit menular pada ayam yang dikenal dengan nama berak putih atau berak kapur
(Bacilary White Diarrhea= BWD). Penyakit ini menimbulkan mortalitas yang sangat tinggi pada
anak ayam umur 1-10 hari. Selain ayam, penyakit ini juga menyerang unggas lain seperti kalkun,
puyuh, merpati, beberapa burung liar.
Etiologi
Pullorum atau Berak kapur disebabkan oleh bakteri salmonella pullorum dan bakteri gram
negatif. Bakteri ini mampu bertahan ditanah selama 1 tahun.
Kejadian penyakit. Di Indonesia penyakit pullorum merupakan penyakit menular yang sering
ditemui. Meskipun segala umur ayam bisa terserang pullorum tapi angka kematian tertinggi terjadi
pada anak ayam yang baru menetas. Angka morbiditas pada anak ayam sering mencapai lebih dari
40% sedangkan angka mortalitas atau angka kematian dapat mencapai 85%.
Cara penularan
Penularan penyakit Pullorum dapat melalui 2 jalan yaitu:
-Secara vertikal yaitu induk menularkan kepada anaknya melalui telur.
-Secara horizontal terjadi melalui kontak langsung antara unggas secara klinis sakit dengan ayam
karier yang telah sembuh, sedangkan penularan tidak langsung dapat melalui kontak dengan
peralatan, kandang, litter dan pakaian dari pegawai kandang yang terkontaminasi.
Gejala klinis
 Nafsu makan menurun
 Feses (kotoran) kotoran berwarna putih seperti kapur
 Kotorannya menempel di sekitar dubur berwarna putih
 Kloaka akan menjadi putih karena feses yang telah kering
 Jengger berwarna keabuan
 Mata menutup dan nafsu makan turun
 Badan anak ayam menjadi lemas
 Sayap menggantung dan kusam
 Lumpuh karena arthritis
 Suka bergerombol

Diagnosis
Isolasi dan identifikasi salmonella pullorum dapat diambil melalui hati, usus maupun
kuning telur dapat dilakukan pembiakan kedalam medium. Ayam karier yang sudah sembuh dapat
diidentifikasi dengan penggumpalan darah secara cepat (rapid whole blood plate aglutination test).
Pengobatan
Pengobatan Berak Kapur dilakukan dengan menyuntikkan antibiotik seperti furozolidon,
coccilin, neo terramycin, tetra atau mycomas di dada ayam. Obat-obatan ini hanya efektif untuk
pencegahan kematian anak ayam, tapi tidak dapat menghilangkan infeksi penyakit tersebut.
Sebaiknya ayam yang terserang dimusnahkan untuk menghilangkan karier yang bersifat kronis.
Pencegahan
Beberapa tindakan pencegahan yang dapat dilakukan oleh para peternak ayam adalah :
 Menjaga kebersihan lingkungan hidup ayam.
 Menjaga kebersihan kandang dengan cara disucihamakan dengan menggunakan larutan kaporit (
takaran 1 : 1.000 ).
 Pengapuran kandang.
 Pembuangan kotoran ayam jauh dari lokasi peternakan.
 Perlindungan dari serangan berbagai macam hewan liar.
 Pengkarantinaan ayam yang terserang penyakit.
 Pemusnahan bangkai ayam ( dibakar atau dipendam ).
 Ayam yang dibeli dari distributor penetasan atau suplier harus memiliki sertifikat bebas salmonella
pullorum.
 Melakukan desinfeksi pada kandang dengan formaldehyde 40%.
 Ayam yang terkena penyakit sebaiknya dipisahkan dari kelompoknya, sedangkan ayam yang parah
dimusnahkan.
6) Berak darah (Coccidiosis)
Gejala: tinja berdarah dan mencret, nafsu makan kurang, sayap terkulasi, bulu kusam
menggigil kedinginan.
Pengendalian: (1) menjaga kebersihan lingkungaan, menjaga litter tetap kering; (2) dengan
Tetra Chloine Capsule diberikan melalui mulut; Noxal, Trisula Zuco tablet dilarutkan dalam air
minum atau sulfaqui moxaline, amprolium, cxaldayocox.

7) Pasteurellosis (Kolera unggas)


Kholera atau dikenal juga dengan nama fowl cholera, avian pasteurellosis danavian
hemorrhagic septicaemia merupakan salah satu penyakit infeksius yang banyak menyebabkan
masalah di peternakan ayam dan kalkun. Kholera merupakan penyakit bakterial yang umum
ditemukan pada peternakan kecil di Asia. Mortalitas dapat mencapai 80% terutama pada musim
penghujan. Penyakit ini biasanya menyerang ayam diatas 6 minggu ditandai dengan adanya
peningkatan angka kematian yang mendadak dan tidak terduga. Kholera banyak ditemukan pada
ayam yang stress akibat sanitasi yang jelek, malnutrisi, kandang terlalu padat, dan adanya penyakit
lain. Kalkun lebih rentan terhadap penyakit ini dibandingkan dengan ayam, dan ayam yang tua
lebih rentan dibanding yang masih muda. Mengingat tingkat kerentanan dan pengelolaan
peternakan, kasus kholera di Indonesia lebih banyak ditemukan pada ayam petelur dibandingkan
dengan ayam pedaging. Hal ini terkait dengan masa pemeliharaan ayam pedaging yang cukup
pendek, serta kebiasaan peternak yang akan memanen ayamnya lebih cepat apabila ditemukan
kasus penyakit untuk mencegah kerugian yang besar. Kholera disebabkan olehPasteurella
multocida, bakteri gram negatif yang ditemukan oleh Louis Pasteur pada tahun 1880-an. P.
multocida sangat rentan terhadap disinfektan biasa, sinar matahari dan panas. Akan tetapi masih
bisa bertahan sekitar 1 bulan di kotoran, 3 bulan di karkas dan antara 2-3 bulan di tanah yang
lembab. Infeksi dapat terjadi melalui rute mulut dan saluran pernafasan.
Kholera dapat masuk ke peternakan melalui burung, tikus, orang atau peralatan yang
pernah kontak dengan penyakit. Penyebaran antar flok dapat disebabkan oleh minuman yang
terkontaminasi, kotoran dan discharge hidung.
Pada kasus yang akut, kematian ayam merupakan gejala pertama yang nampak. Demam,
turunnya konsumsi pakan, discharge dari mulut, diare dan gejala pernafasan dapat pula terlihat.
Gejala lain termasuk sianosis dan pembengkakan jengger. Ayam yang bertahan hidup menjadi
kronis atau dapat pula sembuh, sedangkan yang lain bisa mati karena dehidrasi. Pada kasus lebih
lanjut, ayam akan menunjukan gejala penurunan berat badan dan pincang karena infeksi pada
persendian.
Pada awal kasus angka kematian berkisar antara 5-15% bahkan bisa lebih tinggi apabila
terjadi bersamaan denga kasus penyakit lain. Angka kematian akan menurun sampai 2-5% ketika
kasusnya menjadi kronis. Ayam yang tertular secara kronis dapat mati, tetap tertular dalam jangka
waktu yang panjang atau sembuh. Persentase yang tinggi dari ayam di dalam flok akan menjadi
carriers walaupun terlihat normal atau sehat dan merupakan sumber utama penularan. Penyebaran
P multocida didalam flok terjadi melalui eksresi dari mulut, hidung, dan konjungtiva unggas yang
sakit dan kemudian mengkontaminasi lingkungan. Selain dari ayam yang selamat dari bentuk akut,
kasus kronis ditemukan pada ayam yang tertular agen yang tidak terlalu ganas.
Ayam yang tertular secara kronis akan mengeluarkan agen penyakit sepanjang
hidupnya. P. multocida dapat ditemukan dalam semua jaringan pada unggas yang mati dengan
gejala septicemia, sehingga praktek kanibalisme juga merupakan faktor penyebaran yang sangat
penting bagi penyakit ini.
Diagnosa
Diagnosa positif hanya dapat dilakukan apabila dilakukan isolasi serta identifikasiP.
Multocida di laboratorium. Diagnosa tentatif bisa dilakukan berdasarkan sejarah, gejala klinis dan
patologi anatomi. Walaupun sejarah dan gejala klinis menunjukan kemungkinan ditemukannya
kholera, agen penyebab sebaiknya tetap diisolasi sehinga isolat dapat diuji untuk tingkat
kepekaannya terhadap antibiotik.
Pencegahan
Pencegahan terbaik adalah melalui penerapan biosecuriti yang baik, kontrol rodensia, dan
hygiene peternakan. Selain itu sebagai alat pencegahan, bacterin dapat digunakan pada umur 8 dan
12 minggu serta vaksin pada umur 6 minggu. Semua langkah dasar dari program biosekuriti
diperlukan untuk mencegah masuknya penyakit. Orang sebagai sumber penularan yang paling
dominan harus dikontrol dengan baik. Hanya orang-orang yang perlu masuk kandang saja yang
bisa masuk kedalam kandang dan inipun harus melalu prosedur pencucian tangan dengan sabun
dan kalau memang memungkinkan untuk selalu memakai pakaian kandang yang baru dan sepatu
boot yang bersih. Program sanitasi yang baik untuk kandang dan peralatan juga sangat penting,
terutama ketika persiapan memasukan unggas baru. Hal yang paling penting adalah pembersihan
dan disinfeksi peralatan pakan dan minum. Pengawasan yang ketat untuk tiap pemasukan pakan,
peralatan kandang dan juga orang sangat diperlukan untuk mencegah masuknya kholera.
Berikut hal yang perlu diperhatikan untuk mencegah kasus kholera:
1. Ayam yang sakit dan mati di pisahkan dari ayam yang sehat untuk kemudian di musnahkan
(disposal yang baik)
2. Apabila wabah telah terjadi, dilakukan depopulasi, pembersihan dan desinfeksi kandang serta
peralatan kandang
3. Jeda waktu antara ayam tua yang di afkir dan penggantinya
4. Kontrol rodensia dan hama lainnya
5. Sumber air minum yang aman dan bersih
6. Mencegah kontak antara ayam dengan hewan lain dan burung liar
7. Bacterin dan vaksinasi
8. Pengobatan Jenis sulfa dan antibiotik (sulfadimethoxine, sulfaquinoxaline, sulfamethazine,
sulfaquinoxalene, penicillin, tetracycline, erythromycin, streptomycin).

Penggunaan vaksin atau bacterin

Vaksinasi dapat dilakukan untuk mencegah penyakit ini, akan tetapi perlu diingat bahwa
vaksinasi hanya merupakan alat pencegahan bagi peternakan yang berisiko tinggi terkena kholera
karena berdekatan dengan peternakan tertular. Vaksinasi kholera sendiri sebenarnya mempunyai
risiko, sebagai contoh: vaksin hidup walaupun akan memberikan pertahanan juga akan
menghasilkan efek samping yang tidak diharapkan. Bacterin killed, akan memberikan hasil tingkat
antibodi yang baik, tetapi hanya spesifik untuk strain yang digunakan.
Pengobatan
Pengobatan untuk kholera sebaiknya dijadikan alternatif terakhir. Pengobatan hanya efektif
apabila dilakukan pada awal-awal kasus sebelum terlalu banyak ayam yang tertular dan penyakit
menjadi kronis. Walaupun pengobatan dapat mengurangi dampak dari wabah, ayam tertular dapat
saja kambuh lagi apabila pengobatan dihentikan. Sehingga pengobatan perlu diperpanjang dengan
penambahan obat ke pakan dan minuman. Perlu diingat bahwa penggunaan antibiotik atau sulfa
harus berdasarkan hasil tes sensitifitas terhadap agen yang diisolasi dari lokasi kasus. Pengobatan
dapat mengurangi angka kematian dan mempertahankan tingkat produksi. Akan tetepi apabila
infeksi kronis sudah ditemukan, keuntungan pengobatan sangat sulit untuk dapat dilihat.
Sulfaquinoxaline sodium dalam pakan atau air minum biasanya dapat mengontrol angka kematian,
begitu pula halnya dengan sulfamethazine dan sulfadimethoxine.
Penggunaan tetracycline dosis tinggi dalam pakan (0.04%), air minum atau injeksi dapat
pula bermanfaat untuk pengobatan. Penicillin efektif digunakan untuk infeksi yang resisten
terhadap sulfa. Perlu diperhatikan bahwa pengobatan dengan sulfa akan menghasilkan residu di
daging dan telur. Antibiotik dapat digunakan dengan menggunakan dengan dosis yang lebih tinggi
dan jangka waktu yang cukup panjang untuk menghentikan wabah. Mengingat adanya efek
samping residu yang tidak diharapkan, semua pengobatan sebaiknya dikonsultasikan dengan
dokter hewan yang dapat menilai efektifitas dan keamanan dari penggunaan sulfa dan antibiotik
ini.

8) Sindrom Kerdil Ayam


Masih kerap terdengar bila kita melakukan kunjungan lapangan ke peternak – peternak
ayam pedaging (broiler), adanya keluhan mengenai ketidak – seragaman ayam yang
dipeliharanya. Menurut penuturan mereka, pada saat doc tiba kondisinya terlihat seragam, tetapi
setelah ayam mulai menginjak usia di atas 14 hari, baru terlihat adanya ayam yang terlambat
pertumbuhannya.
Pertumbuhan yang tidak seragam pada ayam broiler memang banyak penyebabnya seperti
:
 Doc berasal dari Bibit Muda atau Bibit Tua Sekali
 Multi strain dalam satu flock / kandang
 Kurang tempat pakan dan tempat minum
 Kepadatan ayam di kandang yang terlalu tinggi
 Penyakit infectious seperti Coccidiosis
 Sindroma Kekerdilan pada Broiler ( Runting and Stunting Syndrome )
Pada umumnya para peternak berpendapat bahwa beberapa penyebab yang menyebabkan
ayamnya tidak seragam seperti karena doc, multistrain dalam satu kandang, kurang peralatan
makan dan minum, kepadatan ayam dalam kandang dan penyakit coccidiosis, mereka sudah dapat
mengatasinya di lapangan. Tetapi untuk sindroma kekerdilan atau runting and stunting syndrome,
para peternak masih meraba-raba penyebabnya, karena kejadian di lapangan kadang ada dan
kadang tidak ada atau hilang dengan sendirinya.
Sindroma Kekerdilan pada Broiler mempunyai berbagai ragam nama lain seperti :
 Malabsorption Syndrome
 Stunting Syndrome
 Reovirus Malabsorption
 Pale Bird Syndrome
 Helicopter Disease
 Brittle – bone Disease
Sindroma kekerdilan didefinisikan sebagai : Sekelompok ayam (umumnya terjadi 5-40%
populasi ) yang mengalami laju pertumbuhan yang kurang pada kisaran usia 4-14 hari. Dimana
setelah pada awalnya pertumbuhan tertekan, kemudian kembali normal, tetapi tetap lebih kecil
dari yang normal.
Bila kondisi di atas dialami peternak broiler maka beberapa kerugian sudah nampak di
depan mata seperti : tingginya ayam culling; tingginya FCR; rataan berat badan di bawah standar;
berat badan yang sangat bervariasi, hal mana akan menjadi masalah bila ada kontrak dengan
“slaughter house” / rumah potong ayam; masalah dengan penjualan karena banyaknya ayam yang
kecil.
Penyebab
Ada beberapa faktor yang menjadi penyebabnya yaitu :
 Penyebab berasal dari Pembibitan
 Penyebab berasal dari Penetasan / Hatchery
 Penyebab berasal dari Manajemen Produksi
 Penyebab berasal dari Pakan / Nutrisi
 Penyebab berasal dari Lingkungan
 Penyebab berasal Penyakit

1. Penyebab berasal dari Pembibitan.
Beberapa hal yang berasal dari Pembibitan yang dapat menyebabkan doc yang dihasilkan
mengalami sindroma kekerdilan antara lain :
 Telur tetas kecil (telur tetas yang berasal dari usia induk < 35 minggu dan atau biasanya pada saat
puncak produksi)
 Maternal antibodi Reo-virus yang diturunkan rendah, padahal DOC perlu Maternal Antibodi yang
tinggi
 Akan lebih parah apabila induknya positif Salmonella enteritidis
 Walaupun demikian kekerdilan bukan merupakan penyakit yang diturunkan
2. Penyebab berasal dari Penetasan / Hatchery.
Beberapa hal yang berasal dari Penetasan / Hatchery yang dapat menyebabkan doc yang
dihasilkan mengalami sindroma kekerdilan antara lain :
 Waktu koleksi telur tetas yang terlalu lama
 Tidak dilakukannya grading telur tetas yang akan dimasukkan ke mesin tetas
 Bercampurnya telur tetas yang berasal dari usia induk yang sangat jauh berbeda
 Terlalu lama proses penanganan di ruang seleksi sehingga doc mengalami stress
 Kurang representatifnya alat angkut doc (chick van) dari Hatchery ke Peternak / kandang
pemeliharaan.
3. Penyebab berasal dari Manajemen Produksi
Manajemen Produksi juga dapat menjadi penyebab terjadinya sindroma kekerdilan seperti
:
 Biosecurity yang buruk
 Farm terdiri dari beberapa usia (multi ages)
 Kurang baiknya kualitas doc yang dipelihara
 Penanganan doc yang kurang baik terutama waktu periode brooding
 Cara pemberian, kualitas dan kuantitas pakan yang diberikan tidak benar

4. Penyebab berasal dari Pakan / Nutrisi


Kandungan yang terdapat pada pakan jika kurang atau berlebihan kadang menimbulkan
pertumbuhan yang kurang baik bagi ayam yang dipelihara misalnya
 Gejala sering seperti ayam yang terserang mycotoxicosis, khususnya Aflatoxicosis
 Penggunaan Bungkil Kacang Kedelai yang berkualitas rendah
 Penggunaan Canola Meal dan Protein Hewani lebih daripada 8%
 Tidak ada atau rendah kandungan Natrium (khusus di Asia)
 Penggunaan vitamin yang kurang, khususnya pada pakan Breeder.

5. Penyebab berasal dari Lingkungan.


Menempatkan ayam pada kondisi lingkungan yang kurang kondusif akan juga
mengakibatkan ayam terkena sindroma kekerdilan, seperti :
 Lingkungan kandang yang bersuhu dan kelembaban terlalu tinggi
 Liingkungan kandang yang terlalu padat populasi ayamnya dan terdiri dari berbagai usia
 Lingkungan kandang merupakan daerah endemik penyakit yang bersifat imunosupresif.
 Penyebab berasal dari Penyakit.
Ada beberapa penyakit yang dapat memicu timbulnya sindroma kekerdilan, dimana
penyakit tersebut umumnya menimbulkan stress dan khususnya bersifat immunosupresif, seperti :
 Infeksi Reo virus
 Infeksi Mareks Disease, hal ini dapat terjadi terutama di Asia karena Broiler di Asia tidak
divaksinasi
 Chicken Anemia Virus, vaksinasi tidak dilakukan di beberapa negara
 ALV – J, diduga ada korelasi positif dengan sindroma kekerdilan
 Infectious Bursal Disease / Gumboro, beberapa negara hanya memakai strain klasik untuk
vaksinasinya
 Avian Nephritis Virus
 Reaksi yang berlebihan dari vaksinasi ND dan IB
Penyebab utama yang paling berperanan adalah Reo virus dengan spesifikasi sebagai
berikut :
 Virus tidak berselubung / amplop, tahan panas dan dapat hidup
 pada 600 C selama 8 – 10 jam
 pada 560 C selama 22 – 24 jam
 pada 370 C selama 15 – 16 minggu
 pada 220 C selama 48 – 51 minggu
 pada 40 C selama lebih dari 3 tahun
 pada - 630 C selama lebih dari 10 tahun

Penularan
 Penularan dapat terjadi secara horizontal
 Melalui jalur respirasi
 Penularan secara vertikal dengan suatu percobaan dengan cara inokulasi induk usia 15 bulan,
ternyata pada doc hasil tetasannya (17 – 19 hari post inokulasi) mengandung virus reo

Gejala Klinis
Biasanya mulai terlihat pada usia 4 – 8 hari dengan ciri-ciri :
 Malas bergerak
 Bulu kusam
 Coprophagia (faeces / litter eating)
 Bila di uji gula darahnya “ Hypoglycaemic ”
 Hanya sebagian populasi yang terkena dengan kategori :
 5 – 10 % populasi dengan kategori RINGAN
 10 – 30 % populasi dengan kategori BURUK
 30 % populasi dengan kategori BENCANA
Biasanya terlihat pada usia 2 minggu :
 Bulu sekitar kepala dan leher tetap “ Yellow Heads”
 Bulu primer sayap patah / dislokasi “ Helicopter Birds “ / “ Stress Banding”
 Tulang kering / betis berwarna pucat
 Jika diperiksa kotorannya masih utuh / makanan hanya lewat saja.

9) Colibacillosis
Collibacillosis adalah Penyakit infeksius pada unggas yang disebabkan oleh
kuman Echerichia coli yang pathogen / ganas baik secara primer maupun secara sekunder.
Colibacillosis pertama kali ditemukan pada tahun 1894, setelah itu banyak kejadian-kejadian
colibacillosis sehingga memperkaya dan saling melengkapi mengenai penyakit ini baik kejadian
di lapangan maupun penelitian di laboratorium.
Kuman pada umumnya menular secara horizontal, dan secara garis besar dibagi menjadi 2
penyebab utama yaitu :
 Dari dalam, yaitu yang berasal dari anak ayam / ayam itu sendiri, seperti kejadian Radang pusar
atau Omphalitis, Stress ataupun Dehydrasi akibat perjalanan. Dalam saluran pencernaan ayam ada
≤ 106 /gr, dimana 10 – 15 % adalah berpotensi menjadi pathogen / ganas.
 Dari luar, yaitu yang berasal dari kontaminan lingkungan sekitar / area kandang dan atau yang
berasal dari bahan sapronak yang tidak bersih misalnya kontaminan berasal dari pakan, air dan
udara yang tercemar Escherichia coli.
Walaupun penyebabnya sama yaitu infeksi bakteri Escherichia coli, tetapi di lapangan
banyak dikenal berbagai macam penyakit yang merupakan berbagai bentuk manifestasi akibat
terinfeksi bakteri ini, diantaranya adalah :
1. Kematian Embrio / Omphalitis
2. Air Sacculitis / Radang Kantung Hawa
3. Colisepticemia/ Koliseptisemia
4. Panophthalmitis
5. Swolen Head Syndrome
6. Coli Granuloma / Hjarres Diseases
Pencegahan
 Usahakan agar anak ayam yang dipelihara berasal dari pembibitan yang bebas dari penyakit
pernapasan seperti CRD, IB dan ND.
 Jika anak ayam sudah terlanjur masuk di kandang, anak ayam yang sudah terinfeksi dengan bakteri
Escherichia coli agar diafkir.
 Jalankan selalu prinsip water treatment / pengobatan air secara efektif dan berkesinambungan,
untuk menurunkan populasi bakteri dalam air minum.
 Perhatikan selalu ventilasi, agar ayam selalu mendapat udara yang segar, bersih dan sehat.
 Laksanakan biosecurity secara terpadu, agar kondisi farm sesedikit mungkin mengandung
kontaminan khususnya bakteri Escherichia coli.
 Jaga selalu kekeringan litter kandang agar tidak terlalu kering juga tidak terlalu basah, Untuk itu
perlu diperhatikan selalu kepadatan populasi agar kondisi kekeringan litter mudah untuk
dikendalikan.
 Spray ruang kandang setiap hari menggunakan campuran air dengan BIODES-100, SEPTOCID
atau GLUTAMAS sangat berguna disamping untuk menjaga kelembaban juga mengurangi density
bakteri di ruang kandang.
 Bila ayam selalu terserang infeksi Escherichia coli yang parah pada usia di atas tiga minggu, tidak
ada salahnya lakukan penyuntikan doc pada usia 4 hari pertama dengan antibiotika secara subkutan
bisa dengan memakai GENTIPRA atau HIPRASULFA – TS sesuai dengan dosis yang dianjurkan.
 Alternatif vaksinasi inaktif kombinasi O2K1 dan O78K80, dalam pelaksanaannya masih terjadi pro
dan kontra akan efektifitas kegunaannya, karena belum ada hasil yang sangat nyata.
 Hal yang paling penting untuk dilakukan agar serangan infeksi bakteri Escherichia coli tidak
menjadikan ayam peliharaan menjadi menderita adalah dengan cara menciptakan ayam senyaman
mungkin tinggal dalam kandangnya, dengan kata lain jangan sampai ayam mengalami stress,
karena stress merupakan pencetus utama ayam terserang infeksi bakteri ini.
Pengobatan
Kuman E. coli kebanyakan sensitif / peka terhadap beberapa antibiotika seperti kelompok
aminoglukosida (NEOXIN), polipeptida (MOXACOL), tetrasiklin, Sulfonamida, trimethoprim
(COLIMAS) dan Quinolon (CIPROMAS, ENROMAS).
Apabila setelah diobati dengan berbagai antimikroba tidak terjadi perubahan kearah
penyembuhan, maka perlu dilakukan uji sensitivitas.
Pencegahan dengan menggunakan obat suntik Hiprasulfa – TS dan Gentipra, serta spray
kandang dengan desinfektan Biodes-100, Septocid dan Glutamas, maupun pengobatan dengan
menggunakan Neoxin, Moxacol, Colimas, Cipromas maupun Enromas, agar diperhatikan benar
cara dan dosis pemakaiannya dan dilaksanakan sesuai dengan anjuran dari pembuatnya, agar
mendapatkan efek pengobatan yang maksimal.

10) Pilek Pada Ayam


Penyakit pilek yang menyerang pada ayam masuk ke dalam kategori penyakit yang
berbahaya dikarenakan penyakit ini dapat menular dengan sangat cepat dan dapat menyerang ke
semua jenis ayam. Ayam yang menderita penyakit pilek pergerakannya berubah menjadi pasif.
Gejala lain yang muncul pada ayam yang terserang pilek adalah nafsu makannya menghilang,
kepalanya bergoyang – goyang dan sering bersin – bersin. Jika kondisi ini dibiarkan berlarut –
larut, kondisi ayam akan semakin parah. Dari lubang hidung dan kedua matanya akan keluar
semacam cairan yang pada akhirnya nanti dapat membuat hidung ayam tersumbat sehingga
membuat ayam menjadi susah bernafas. Penyakit ayam ini disebabkan oleh bakteri haemophilus
galloinarum dan dapat menyebar melalui makanan, minuman dan udara. Untuk mengatasi
penyebaran penyakit pilek ini, peternak ayam harus segera memindahkan ayam yang sedang sakit
ke kandang khusus untuk dikarantina.

Pengobatan
Beberapa obat yang dapat digunakan untuk mengobati penyakit pilek pada ayam
adalah neofet, kapsul anti snot dan bubuk coryuit. Dosis pemakaian obat dan cara pemberian obat
harus disesuaikan dengan petunjuk yang ada dikemasan obat. Selain itu, penyakit ini juga dapat
disembuhkan dengan cara menyuntikkan cairan streptomycimberdosis 0,2 cc / suntikkan / hari.
Proses penyuntikkan berlangsung selama 5 hari dengan bagian tubuh ayam yang disuntik adalah
leher bagian belakang. Beberapa jenis obat yang biasa dikonsumsi oleh manusia ditengarai juga
dapat digunakan untuk mengobati ayam yang sedang terserang penyakit pilek. Mereka
adalah refagan dan bodrex. Caranya adalah : satu tablet obat dilarutkan ke dalam 1 sendok air teh
dan kemudian diminumkan kepada ayam.
Pencegahan
Pemberian antibiotik (streptomycin dan sulfanilamida) secara berkala dapat membantu
mencegah ayam tidak mudah terserang pilek. Vaksinasi (corryta naccin danvaksin snot) juga harus
dilakukan ketika ayam masih berumur 2 minggu, 1 bulan, 3 bulan dan menjelang usia dewasa.
11) Hama
 Tungau (kutuan)
Gejala: ayam gelisah, sering mematuk-matuk dan mengibas-ngibaskan bulu karena gatal, nafsu
makan turun, pucat dan kurus.
Pengendalian: (1) sanitasi lingkungan kandang ayam yang baik; pisahkan ayam yang sakit
dengan yang sehat; (2) dengan menggunakan karbonat sevin dengan konsentrasi 0,15% yang
encerkan dengan air kemudian semprotkan dengan menggunakan karbonat sevin dengan
konsentrasi 0,15% yang encerkan dengan air kemudian semprotkan ketubuh pasien. Dengan
fumigasi atau pengasepan menggunakan insektisida yang mudah menguap seperti Nocotine sulfat
atau Black leaf 40.

2.6. Mortalitas
Mortalitas merupakan angka kematian dalam pemeliharaan ternak. Ada banyak hal yang
berpengaruh terhadap mortalitas dalam pemeliharaan unggas. Misalnya, adalah karena penyakit,
kekurangan pakan, kekurangan minum, temperatur, sanitasi, dan lain sebagainya. Penyakit
didefinisikan sebagai segala penyimpangan gejala dari keadaan kesehatan yang normal. Tingkat
kematian yang disebabkan oleh penyakit tergantung dari jenis penyakit yang menyerang unggas.
Dalam pemeliharaan petelur yang berhasil, tingkat kematian 10 sampai 12% dianggap normal
dalam satu tahun produksi. Dalam kelompok pedaging, kematian maksimum per tahun normalnya
adalah sekitar 4%. Setiap kematian yang melebihi angka tersebut harus dianggap sebagai kondisi
yang serius yang harus mendapat perhatian segera dari peternak yang bersangkutan (Blakely and
Bade, 1991).
Menurut Sidadolog (2001) ayam dewasa dan merpati mampu bertahan hidup tanpa makan
selama 2 sampai 3 minggu. Kehilangan berat akibat kekurangan pakan (kelaparan) pada merpati
antara 38 sampai 42% dari berat badan semula, sedangkan pada ayam setelah berpuasa selama 11
hari dan bebas minum, kehilangan berat 25% dari berat semula. Pemberian pakan yang terkontrol
dan teratur dapat menurunkan mortalitas ayam dan daya hidup bertambah.
Kecukupan air minum pada ayam sangat penting diperhatikan. Ayam lebih baik
mengalami kelaparan daripada kehausan dan kehilangan air. Ayam akan mati apabila kehilangan
air 5 sampai 15% berat hidup. Kematian terjadi pada ayam akibat kekurangan air dinyatakan
sebagai berikut, ayam berumur 8 minggu selama 72 jam, merpati dewasa selama 12 sampai 13
hari, ayam petelur selama 8 sampai 13 hari dan ayam dewasa yang tidak bertelur sampai 32 hari.
Pada periode starter, ayam broiler yang dipelihara pada temperatur rendah (5 0C) terjadi kematian
pada 4 minggu pertama sekitar 18%, karena secara nyata temperature tubuh terlalu rendah di
bawah soll wert (Sidadolog, 2001).
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menekan angka kematian adalah mengontrol
kesehatan ayam, mengontrol kebersihan tempat pakan dan minum serta kandang, melakukan
vaksinasi secara teratur, memisahkan ayam yang terkena penyakit dengan ayam yang sehat, dan
memberikan pakan dan minum pada waktunya (Siregar et al., 1980).

2.7 Analisis Hubungan


Usaha perunggasan pada saat sekarang dan masa mendatang memiliki prospek yang
cukup baik. Hal ini karena produk unggas memiliki kemampuan produksi yang cepat dan masal,
produk daging dan telur disukai semua lapisan masyarakat dan didukung oleh industri penunjang
secara paripurna diantaranya industry pembibitan, pabrik pakan, obat- obatan dan peralatan.
Untuk mendirikan suatu peternakan diperlukan adanya modal yang menurut Kadarson
(1992) merupakan salah satu faktor produksi yang disediakan, diolah dan dikontrol di dalam suatu
perusahaan agrobisnis maupun usaha tani yang masih sederhana.
Berdasarkan arah pemakainnya, modal terbagi menjadi modal investasi dan modal
operasional (Kadarson, 1992). Modal operasional atau modal kerja disebut juga modal lancar yang
dipakai untuk membiayai semua pengeluaran yang menyebabkan perusahaan aktif, misalnya untuk
membeli bahan-bahan produksi, perlengkapan-perlengkapan, upah pengawas borongan dan
pengeluaran-pengeluaran konsumtif pada masa operasional (Kadarson, 1992).
Menurut Rasyaf (1994) biaya ransum merupakan biaya terbesar dari seluruh komponen
biaya produksi unggas umumnya dan ayam broiler khususnya. Biaya ini tergantung pada harga
ransum dan konsumsi ransum secara kuantitatif dan kualitatif ditentukan secara teknis dan sudah
ada standarnya, maka yang pertama harus dilihat dari sudut harga ransum itu sendiri.
Tujuan setiap perusahaan adalah meraih keuntungan semaksimal mungkin dan
mempertahankan kelestarian perusahaan (Kadarson, 1992). Oleh karena output yang digunakan,
maka perusahaan akan berusaha mencapai suatu tingkat produksi yang dapat memberikan laba
maksimal, yaitu suatu kondisi dimana marginal costnya adalah sama dengan marginal revenue
(Prawirokusumo, 1981).

2.8. Panen

 Hasil Utama, untuk usaha ternak ayam pedaging, hasil utamanya adalah berupa daging ayam
 Hasil Tambahan, usaha ternak ayam broiler (pedaging) adalah berupa tinja atau kotoran kandang
dan bulu ayam.

2.9. Pasca Panen
1. Stoving
Penampungan ayam sebelum dilakukan pemotongan, biasanya ditempatkan di kandang
penampungan (Houlding Ground)
2. Pemotongan
Pemotongan ayam dilakukan dilehernya, prinsipnya agar darah keluar keseluruhan atau
sekitar 2/3 leher terpotong dan ditunggu 1-2 menit. Hal ini agar kualitas daging bagus, tidak mudah
tercemar dan mudah busuk.
3. Pengulitan atau Pencabutan Bulu
Caranya ayam yang telah dipotong itu dicelupkan ke dalam air panas (51,7- 54,40C). Lama
pencelupan ayam broiler adalah 30 detik. Bulu-bulu yang halus dicabut dengan membubuhkan
lilin cair atau dibakar dengan nyala api biru.
4. Pengeluaran Jeroan
Bagian bawah dubut dipotong sedikit, seluruh isi perut (hati, usus dan ampela) dikeluarkan. Isi
perut ini dapat dijual atau diikut sertakan pada daging siap dimasak dalam kemasan terpisah.
5. Pemotongan Karkas
Kaki dan leher ayam dipotong. Tunggir juga dipotong bila tidak disukai. Setelah semua jeroan
sudah dikeluarkan dan karkas telah dicuci bersih, kaki ayam/paha ditekukan dibawah dubur.
Kemudian ayam didinginkan dan dikemas.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

3.1. Kesimpulan
Ayam merupakan salah satu ternak yang potensial di daerah kita,dilihat dari segi konsumsi
masyarakat dan kebutuhan masyarakat akan daging dan telur ayam sangat tinggi karena hamper
setiap hari dikonsumsi,sehingga beternak ayam adalah salah satu peluang bisnis yang sangat
menguntungkan jika kita mau menekuninya dengan sungguh – sungguh.
Beternak ayam juga memerlukan profesionalisme dan dedikasi yang penuh terhadap
peternakan ayamnya, agar hasil yang didapat juga maksimal dan sangat memuaskan. Dalam arti
kita mendapat keuntungan dari sisi ekonomi dan juga kita akan mendapatkan kepuasan batin dan
itu merupakan kebanggaan tersendiri dari diri kita atas usaha yang kita tekuni.

3.2. Saran
Semoiga makalah ini dapat menjadi panduan yang berguna bagi para peternak ayam baik
bagi pemula maupun yang professional.

DAFTAR PUSTAKA

Anonimous. 2011 Pendahuluan. http://micksihite.blogspot.com/p/laporan-semester-praktikum-


produksi.html

Cahyono dan Bambang, 1995. Cara Meningkatkan Budidaya Ayam Ras Pedaging (broiler). Penerbit
Pustaka Nusatama: Yogyakarta.

Fadillah. R, 2007. Sukses Berternak Ayam Broiler. PT.Agromedia Pustaka:. Ciganjur.


Kartini. 2011. Kandungan Zat Pakan Jagung. http://putramegatawang.com/kandungan-zat pakan-
jagung.html.

R, 2008. Panduan Mengelola Peternakan Ayam Broiler Komersial. Agromedia pustaka: Jakarta

Priatno, Martono.A, 2004. Membuat Kandanng Ayam. PT. Penebar Swadaya:. Jakarta

Rasyaf. M, 1994. Beternak Ayam Petelur. Penebar Swadaya: Jakarta

Sugandi, 1978. Tatalaksana Pemeliharaan Ayam Pedaging Strain MB 202-p Periode Starter–Finisher.
PT. Janu Putro Sentosa: Bogor.

Anda mungkin juga menyukai