Tugas Pemasaran Asep
Tugas Pemasaran Asep
NIM : 17510085
1. Merek
Merek adalah nama, istilah, tanda, lambang, atau desain, atau kombinasinya, yang dimaksudkan
untuk mengidentifikasikan barang atau jasa dari satu penjual atau kelompok penjual dan
mendiferensiasikan produk atau jasa dari para pesaing. (Kotler 2009).
Atribut
Setiap merek memiliki atribut. Atribut ini perlu dikelola dan diciptakan agar konsumen dapat
mengetahui dengan pasti atribut-atribut apa saja yang terdapat dalam suatu merek. Misalnya: KFC
menyiratkan restoran cepat saji yang memiliki kualitas produk yang aman, enak, dan terjamin serta
pelayanannya yang cepat.
Manfaat
Merek sebagai atribut mempunyai dua manfaat yaitu manfaat emosional dan manfaat fungsional.
Atribut “mudah didapat” dapat diterjemahkan sebagai manfaat fungsional. Atribut “mahal” dapat
diterjemahkan sebagai manfaat emosional.
Nilai
Merek juga harus menyatakan nilai bagi produsennya. Sebagai contoh: PT. Fastfood Indonesia (KFC)
dinilai sebagai restoran cepat saji yang ramah, cepat, bergengsi, dan merupakan pemimpin industri
makanan cepat saji. Dengan demikian, produsen KFC juga mendapat nilai tinggi di masyarakat.
Maka, produsen dapat mengetahui kelompok-kelompok pembeli yang mencari nilai-nilai ini.
Budaya
Merek mewakili budaya tertentu. Misalnya: KFC melambangkan budaya Amerika yang mandiri,
efisien, dan prestige.
Kepribadian
Merek dapat mencerminkan kepribadian tertentu. Sebagai contoh: KFC menyiratkan mahasiswa
yang efisiensi waktu atau keluarga yang senang berkumpul bersama.
Pemakai
Merek menunjukan jenis konsumen yang membeli atau memakai merek tersebut, maka dari itu para
penjual menggunakan analogi untuk dapat memasarkan mereknya kepada konsumen. Misalnya: KFC
cenderung memasarkan produknya kepada para mahasiswa dan keluarga dibandingkan kepada
pengusaha.
2. Co-Branding
Co-Branding juga penetapan dua merek (dual Branding) atau penetapan merek gabungan (Brand
bundling) dua atau lebih merek terkenal digabungkan menjadi satu produk Bersama atau diparsarkan
Bersama dalam beberapa cara.
Kelebihan Co-Branding adalah bahwa sebuah sebuah produk dapat diposisikan secara
meyakinkan melalui kelebihan berbagai merek lainnya. Co-Branding dapat menghasilkan penjualan
yang lebih besar dari pasar sasaran yang ada dan juga membuka peluang tambahan bagi konsumen
dan saluran baru. Co-branding juga dapat mengurangi biaya peluncuran produk, karena
menggabungkan dua citra terkenal dan mempercepat pengadopsian. Dan Co-Branding dapat menjadi
sarana berharga untuk mempelajari konsumen dan bagaimana perusahaan lain medekati mereka.
Perusahaan di dalam industri otomotif telah meraih semua manfaat Co-branding ini.
Kelemahan potensial Co-Branding adalah risiko dan kurangnya kendali untuk terhubung dengan
merek lain dalam pikiran konsumen. Harapan konsumen tentang tingkat keterlibatan dan komitmen
pada merek Bersama (C0-Brand) akan tinggi, sehingga kinerja yang tidak memuasakan dapat
memberikan dampak langsung yang negatif bagi kedua merek. Jika merek lain masuk dalam sejumlah
pengaturan co-branding, paparan yang berlebihan dapat mendilusi pentransferan setiap asosiasi. Co-
Branding juga dapat menimbulkan kekurangan fokus pada merek yang ada.
Agar Co-Branding dapat berjalan, kedua merek itu harus mempunyai ekuitas merek yang
terpisah—kesadaran merek yang cukup besar dan citra merek yang cukup positif. Syarat yang paling
penting adalah penyesuaian logis antara kedua merek, seperti gabungan kegiatan merek atau
kegiatan pemasaran yang memaksimalkan kelebihan masing-masing sekaligus meminimalkan
kekurangan mereka. Studi riset memperlihatkan bahwa konsumen lebih mampu menyukai merek-
bersama jika kedua merek itu saling melengkapi dibandingkan jika kedua merek itu serupa.
Penetapa Merek Bahan Baku adalah kasus khusus Co-Branding. Penetapan merek bahan baku
menciptakan ekuitas merek bagi bahan, komponen, atau suku cabang yang selalu terkandung dalam
produk bermerek lainnya. Beberapa merek bahan yang berhasil meliputi peredam suara Dolby, serat
kedap air Gore-tex, dan kain Scotchgrad.
Menurut Soehadi (2005), kekuatan suatu merek (brand equity) dapat diukur berdasarkan 7
indikator, yaitu:
1. Leadership: kemampuan untuk mempengaruhi pasar, baik harga maupun atribut non-harga.
4. Internationality: kemampuan merek untuk keluar dari area geografisnya atau masuk ke
negara atau daerah lain.
5. Trend: merek menjadi semakin penting dalam industri.
Menurut Susanto dan Wijanarko (2004) yang mengadaptasi teori Aaker, brand equity dapat
dikelompokkan ke dalam 5 kategori:
a) Brand awareness
b) Perceived quality
c) Brand association
d) Brand loyalty
e) Other proprietary brand assets