Anda di halaman 1dari 20

5

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Malnutrisi
Malnutrisi adalah suatu keadaan klinis yang disebabkan
ketidakseimbangan antara asupan dan keluaran energi, baik karena kekurangan
atau kelebihan asupan makanan maupun akibat kebutuhan yang meningkat. Pada
pembahasan selanjutnya yang dimaksud dengan malnutrisi adalah keadaan klinis
sebagai akibat kekurangan asupan makanan ataupun kebutuhan nutrisi yang
meningkat ditandai dengan adanya gejala klinis, antropometris, laboratoris dan
data analisis diet. (Depkes RI, 2007)
Anak balita (bawah lima tahun) sehat atau kurang gizi dapat diketahui dari
pertambahan berat badannya tiap bulan sampai usia minimal 2 tahun (baduta).
Apabila pertambahan berat badan sesuai dengan pertambahan umur menurut suatu
standar organisasi kesehatan dunia, dia bergizi baik. Kalau sedikit dibawah
standar disebut bergizi kurang yang bersifat kronis. Apabila jauh dibawah standar
dikatakan bergizi buruk. Jadi istilah gizi buruk adalah salah satu bentuk
kekurangan gizi tingkat berat atau akut (Pardede, J, 2006).
Malnutrisi ringan dan sedang umumnya tidak menunjukkan gejala klinis
yang spesifik: anak tampak kurus, BB/TB : 70-90% atau diantara -2SD dan -3SD
(Z-score), sangat mungkin terdapat gejala defisiensi nutrien mikro. Malnutrisi
berat umumnya menunjukkan gejala klinis yang khas, BB/TB < 70% atau <-3SD
(Z-score) kecuali bila ada edema serta sudah terdapat kelainan biokimiawi. Saat
ini kriteria WHO 1999 digunakan untuk diagnosis dan tatalaksana anak malnutrisi
berat. (Depkes RI, 2007)
Malnutrisi dapat terjadi secara primer atau sekunder. Malnutrisi primer
terjadi bila konsumsi makanan baik dari segi kualitas maupun kuantitas inadekuat
dan tidak seimbang. Malnutrisi sekunder terjadi sebagai akibat kebutuhan nutrien
yang meningkat atau output yang berlebihan, umumnya pada penyakit kronik baik
infeksi maupun keganasan. (Depkes RI, 2007)

Universitas Sumatera Utara


6

2.1.1. Jenis Malnutrisi


Gizi buruk berat dapat dibedakan tipe kwashiorkor, tipe marasmus dan
tipe marasmik-kwashiorkor. Perbedaan tipe tersebut didasarkan pada ciri-ciri atau
tanda klinis dari masing-masing tipe yang berbeda-beda.

2.1.1.1. Marasmus
Marasmus adalah bentuk malnutrisi protein kalori yang terutama akibat
kekurangan kalori yang berat dan kronis terutama terjadi selama tahun pertama
kehidupan, disertai retardasi pertumbuhan dan mengurusnya lemak bawah kulit
dan otot. (Dorland, 1998).
Gejala yang timbul diantaranya muka seperti orangtua (berkerut), tidak
terlihat lemak dan otot di bawah kulit (kelihatan tulang di bawah kulit), rambut
mudah patah dan kemerahan, gangguan kulit, gangguan pencernaan (sering diare),
pembesaran hati dan sebagainya. Anak tampak sering rewel dan banyak menangis
meskipun setelah makan, karena masih merasa lapar. Berikut adalah gejala pada
marasmus adalah:
a. Anak tampak sangat kurus karena hilangnya sebagian besar lemak dan otot-
ototnya, tinggal tulang terbungkus kulit
b. Wajah seperti orang tua
c. Iga gambang dan perut cekung
d. Otot paha mengendor (baggy pant)
e. Cengeng dan rewel, setelah mendapat makan anak masih terasa lapar
(Depkes RI, 2000)

Universitas Sumatera Utara


7

Gambar 2.1. Marasmus


(Rahim, 2008)

2.1.1.2. Kwasiorkor
Kwashiorkor adalah bentuk malnutrisi berenergi protein yang disebabkan
oleh defisiensi protein yang berat, asupan kalori biasanya juga mengalami
defisiensi. (Dorland, 1998)
Kwashiorkor terjadi terutamanya karena pengambilan protein yang tidak
cukup. Pada penderita yang menderita kwashiorkor, anak akan mengalami
gangguan pertumbuhan, perubahan mental yaitu pada biasanya penderita cengeng
dan pada stadium lanjut menjadi apatis dan sebagian besar penderita ditemukan
edema. Selain itu, pederita akan mengalami gejala gastrointestinal yaitu anoreksia
dan diare. Hal ini mungkin karena gangguan fungsi hati, pankreas dan usus.
Rambut kepala penderita kwashiorkor senang dicabut tanpa rasa sakit. (Hassan et
al., 2005)

Universitas Sumatera Utara


8

Pada penderita stadium lanjut, rambut akan terlihat kusam, kering, halus,
jarang dan berwarna putih. Kulit menjadi kering dengan menunjukkan garis-garis
yang lebih mendalam dan lebar. Terjadi perubahan kulit yang khas yaitu crazy
pavement dermatosis yang merupakan bercak-bercak putih atau merah muda
dengan tepi hitam dan ditemukan pada bagian tubuh yang sering mendapat
tekanan dan disertai kelembapan. Pada perabaan hati ditemukan hati membesar,
kenyal, permukaan licin, dan pinggiran tajam. Anemia ringan juga ditemukan dan
terjadinya kelainan kimia yaitu kadar albumin serum yang rendah dan kadar
globulin yang normal atau sedikit meninggi. (Hassan et al., 2005)

Gambar 2.2. Kwasiorkor


(Rahim, 2008)

Universitas Sumatera Utara


9

2.1.1.3. Marasmus-Kwasiorkor
Kondisi dimana terjadi defisiensi baik kalori maupun protein, dengan
penyusutan jaringan yang hebat, hilangnya lemak subkutan, dan biasanya
dehidrasi. Gambaran klinis merupakan campuran dari beberapa gejala klinis
kwashiorkor dan marasmus. (Dorland, 1998)

Gambar 2.3. Marasmus-Kwasiorkor

(Rahim, 2008)

2.1.2. Faktor Penyebab Malnutrisi


Ada 2 faktor penyebab dari gizi buruk adalah sebagai berikut :
1. Penyebab langsung, kurangnya jumlah dan kualitas makanan yang dikonsumsi,
menderita penyakit infeksi, cacat bawaan dan menderita penyakit kanker. Anak
yang mendapat makanan cukup baik tetapi sering diserang atau demam
akhirnya menderita kurang gizi.

Universitas Sumatera Utara


10

2. Penyebab tidak langsung, ketersediaan pangan rumah tangga, perilaku,


pelayanan kesehatan. Sedangkan faktor-faktor lain selain faktor kesehatan,
tetapi juga merupakan masalah utama gizi buruk adalah kemiskinan,
pendidikan rendah, ketersediaan pangan dan kesempatan kerja. Oleh karena itu
untuk mengatasi gizi buruk dibutuhkan kerjasama lintas sektor Ketahanan
pangan adalah kemampuan keluarga dalam memenuhi kebutuhan pangan
seluruh anggota keluarganya dalam jumlah yang cukup baik maupun gizinya.
(Dinkes SU, 2006)

2.1.3. Patofisiologi
Setelah beberapa waktu defisiensi nutrien berlangsung maka akan terjadi
deplesi cadangan nutrien pada jaringan tubuh dan selanjutnya kadar dalam darah
akan menurun. Hal ini akan mengakibatkan tidak cukupnya nutrien tersebut di
tingkat seluler sehingga fungsi sel terganggu misalnya sintesis protein,
pembentukan dan penggunaan energi, proteksi terhadap oksidasi atau tidak
mampu menjalankan fungsi normal lainnya. Bila berlangsung terus maka
gangguan fungsi sel ini akan menimbulkan masalah pada fungsi jaringan atau
organ yang bermanifestasi secara fisik seperti gangguan pertumbuhan, serta
kemunculan tanda dan gejala klinis spesifik yang berkaitan dengan nutrien
tertentu misal edema, xeroftalmia, dermatosis, dan lain-lain yang kadang-kadang
ireversibel. (Depkes RI, 2007)

Universitas Sumatera Utara


11

Masukan nutrien tidak adekuat

Defisiensi nutrien

Deplesi cadangan tubuh

Kadar dalam darah turun

Defisiensi tingkat seluler

Gangguan fungsi sel

Gejala / tanda klinis

Masalah kesehatan melanjut

Gambar 2.4. Bagan patofisiologi defisiensi nutrien

(Depkes RI, 2007)

2.1.4. Diagnosis Malnutrisi


Diagnosis gizi buruk dapat diketahui melalui gejala klinis, antropometri
dan pemeriksaan laboratorium. Gejala klinis gizi buruk berbeda-beda tergantung
dari derajat dan lamanya deplesi protein dan energi, umur penderita, modifikasi
disebabkan oleh karena adanya kekurangan vitamin dan mineral yang
menyertainya. (Krisnansari D., 2010).
Gejala klinis gizi buruk ringan dan sedang tidak terlalu jelas, yang
ditemukan hanya pertumbuhan yang kurang seperti berat badan yang kurang
dibandingkan dengan anak yang sehat. Gizi buruk ringan sering ditemukan pada
anak-anak dari 9 bulan sampai 2 tahun, akan tetapi dapat dijumpai pula pada anak
yang lebih besar. Pertumbuhan yang terganggu dapat dilihat dari pertumbuhan
linier mengurang atau terhenti, kenaikan berat badan berkurang, terhenti dan
adakalanya beratnya menurun, ukuran lingkar lengan atas menurun, maturasi
tulang terlambat, rasio berat terhadap tinggi normal atau menurun, tebal lipat kulit
normal atau mengurang, anemia ringan, aktivitas dan perhatian berkurang jika
dibandingkan dengan anak sehat, adakalanya dijumpai kelainan kulit dan rambut.

Universitas Sumatera Utara


12

Gizi buruk berat memberi gejala yang kadang-kadang berlainan, tergantung dari
dietnya, fluktuasi musim, keadaan sanitasi dan kepadatan penduduk. (Krisnansari
D., 2010)

2.1.5. Penatalaksanaan Malnutrisi


Menurut Depkes RI (2005), penatalaksanaan gizi buruk yaitu:
a. Mencegah dan mengatasi hipoglikemi. Hipoglikemi jika kadar gula darah
<54 mg/dl atau ditandai suhu tubuh sangat rendah, kesadaran menurun,
lemah, kejang, keluar keringat dingin, pucat. Pengelolaan berikan segera
cairan gula: 50 ml dekstrosa 10% atau gula 1 sendok teh dicampurkan ke
air 3,5 sendok makan, penderita diberi makan tiap 2 jam, antibotik, jika
penderita tidak sadar, lewat sonde. Dilakukan evaluasi setelah 30 menit,
jika masih dijumpai tanda-tanda hipoglikemi maka ulang pemberian cairan
gula tersebut.
b. Mencegah dan mengatasi hipotermi. Hipotermi jika suhu tubuh anak <
35oC , aksila 3 menit atau rectal 1 menit. Pengelolaannya ruang penderita
harus hangat, tidak ada lubang angin dan bersih, sering diberi makan, anak
diberi pakaian, tutup kepala, sarung tangan dan kaos kaki, anak
dihangatkan dalam dekapan ibunya (metode kanguru), cepat ganti popok
basah, antibiotik. Dilakukan pengukuran suhu rectal tiap 2 jam sampai
suhu > 36,5oC, pastikan anak memakai pakaian, tutup kepala, kaos kaki.
c. Mencegah dan mengatasi dehidrasi. Pengelolaannya diberikan cairan
Resomal (Rehydration Solution for Malnutrition) 70-100 ml/kgBB dalam
12 jam atau mulai dengan 5 ml/kgBB setiap 30 menit secara oral dalam 2
jam pertama. Selanjutnya 5-10 ml/kgBB untuk 4-10 jam berikutnya,
jumlahnya disesuaikan seberapa banyak anak mau, feses yang keluar dan
muntah. Penggantian jumlah Resomal pada jam 4,6,8,10 dengan F75 jika
rehidrasi masih dilanjutkan pada saat itu. Monitoring tanda vital, diuresis,
frekuensi berak dan muntah, pemberian cairan dievaluasi jika RR dan nadi
menjadi cepat, tekanan vena jugularis meningkat, jika anak dengan edem,
oedemnya bertambah.

Universitas Sumatera Utara


13

d. Koreksi gangguan elektrolit. Berikan ekstra Kalium 150-


300mg/kgBB/hari, ekstra Mg 0,4- 0,6 mmol/kgBB/hari dan rehidrasi
cairan rendah garam (Resomal)
e. Mencegah dan mengatasi infeksi. Antibiotik (bila tidak komplikasi :
kotrimoksazol 5 hari, bila ada komplikasi amoksisilin 15 mg/kgBB tiap 8
jam 5 hari. Monitoring komplikasi infeksi ( hipoglikemia atau hipotermi)
f. Mulai pemberian makan. Segera setelah dirawat, untuk mencegah
hipoglikemi, hipotermi dan mencukupi kebutuhan energi dan protein.
Prinsip pemberian makanan fase stabilisasi yaitu porsi kecil, sering, secara
oral atau sonde, energi 100 kkal/kgBB/hari, protein 1-1,5 g/kgBB/hari,
cairan 130 ml/kgBB/hari untuk penderita marasmus, marasmik
kwashiorkor atau kwashiorkor dengan edem derajat 1,2, jika derajat 3
berikan cairan 100 ml/kgBB/hari.
g. Koreksi kekurangan zat gizi mikro. Berikan setiap hari minimal 2 minggu
suplemen multivitamin, asam folat (5mg hari 1, selanjutnya 1 mg), zinc 2
mg/kgBB/hari, cooper 0,3 mg/kgBB/hari, besi 1-3 Fe
elemental/kgBB/hari sesudah 2 minggu perawatan, vitamin A hari 1 (<6
bulan 50.000 IU, 6-12 bulan 100.000 IU, >1 tahun 200.000 IU)
h. Memberikan makanan untuk tumbuh kejar. Satu minggu perawatan fase
rehabilitasi, berikan F100 yang mengandung 100 kkal dan 2,9 g
protein/100ml, modifikasi makanan keluarga dengan energi dan protein
sebanding, porsi kecil, sering dan padat gizi, cukup minyak dan protein.
i. Memberikan stimulasi untuk tumbuh kembang. Mainan digunakan sebagai
stimulasi, macamnya tergantung kondisi, umur dan perkembangan anak
sebelumnya. Diharapkan dapat terjadi stimulasi psikologis, baik mental,
motorik dan kognitif.
j. Mempersiapkan untuk tindak lanjut di rumah. Setelah BB/PB mencapai -
1SD dikatakan sembuh, tunjukkan kepada orang tua frekuensi dan jumlah
makanan, berikan terapi bermain anak, pastikan pemberian imunisasi
boster dan vitamin A tiap 6 bulan10.

Universitas Sumatera Utara


14

2.2. Kebutuhan nutrisi pada anak


Pemberian makanan tambahan sebagai pendamping ASI dimulai saat anak
berusia 6 bulan dengan tetap memberikan ASI. Pemberian makanan tambahan
ASI dinaikkan bertahap dari segi jumlah, frekuensi pemberian, dan jenis dan
konsistensi makanan yang diberikan. Untuk anak yang mendapatkan ASI, rata-
rata makanan tambahan yang harus diberikan 2-3 kali/hari untuk usia 6-8 bulan,
3-4 kali/hari untuk usia 9-11 bulan dan 4-5 kali/hari usia 12-24 bulan.
(Michaelsen, 2005).
Sumber gizi dapat dibagi kepada dua jenis, yaitu makronutrien dan
mikronutrien. Makronurien adalah zat yang diperlukan oleh tubuh dalam jumlah
yang besar untuk memberikan tenaga secara langsung yaitu protein sejumlah 4
kkal, karbohidrat sejumlah 4 kkal dan lemak sejumlah 9 kkal. Mikronutrien
adalah zat yang penting dalam menjaga kesehatan tubuh tetapi hanya diperlukan
dalam jumlah yang sedikit dalam tubuh yaitu vitamin yang terbagi atas vitamin
larut lemak , vitamin tidak larut lemak dan mineral (Wardlaw et al., 2004).

2.2.1. Karbohidrat
Karbohidrat adalah sumber energi utama bagi manusia.Satu gram
karbohidrat menghasilkan 4 Kkal.Sebagian karbohidrat berada di dalam sirkulasi
darah sebagai glukosa untuk keperluan energi segera dan sebagian lagi disimpan
sebagai glikogen di dalam hati dan jaringan otot, dan sebagian diubah menjadi
lemak (Almatsier, 2001).

2.2.2. Protein
Protein adalah bagian dari semua sel hidup dan merupakan bagian terbesar
tubuh sesudah air. Seperlima bagian tubuh adalah protein, separohnya ada di
dalam otot, seperlima di dalam tulang dan tulang rawan, sepersepuluh di dalam
kulit, dan selebihnya di dalam jaringan lain dan cairan tubuh. Protein mempunyai
fungsi khas yang tidak dapat digantikan oleh zat gizi lain, yaitu membangun serta
memelihara sel-sel dan jaringan tubuh. (Almatsier S., 2001)

Universitas Sumatera Utara


15

2.2.3. Lemak
Lemak adalah senyawa-senyawa heterogen yang bersifat tidak larut dalam
air. Lemak merupakan sumber energi paling padat yang menghasilkan 9 Kkal
untuk setiap gram yaitu 2 1 2 kali besar energi yang dihasilkan oleh karbohidrat
dan protein dalam jumlah yang sama. Lemak merupakan cadangan energi tubuh
paling besar. Lemak disimpan sebanyak 50% di jaringan bawah kulit (subkutan),
45% di sekeliling organ dalam rongga perut dan 5% di jaringan intramuskuler
(Almatsier S., 2001).

2.2.4. Vitamin
Vitamin merupakan zat-zat organik kompleks yang dibutuhkan dalam
jumlah sangat kecil dan pada umunya tidak dapat dibentuk oleh tubuh. Vitamin
termasuk kelompok zat pengatur pertumbuhan dan pemeliharaan kehidupan. Tiap
vitamin mempunyai tugas spesifik di dalam tubuh. (Almatsier S., 2001)
Penelitian-penelitian membedakan vitamin dalam dua kelompok : vitamin
larut dalam lemak (vitamin A, D, E, dan K) dan vitamin larut dalam air (vitamin B
dan C). Sebagian besar vitamin larut lemak diabsorpsi bersama lipida lain.
Vitamin larut air biasanya tidak disimpan di dalam tubuh dan dikeluarkan melalui
urin dalam jumlah kecil. Oleh sebab itu, vitamin larut air perlu dikonsumsi tiap
hari untuk mencegah kekurangan yang dapat mengganggu fungsi tubuh normal. .
(Almatsier S., 2001)

2.2.5. Mineral
Mineral merupakan bagian dari tubuh dan memegang peranan penting
dalam pemeliharaan fungsi tubuh, baik pada tingkat sel, jaringan, organ maupun
fungsi tubuh secara keseluruhan. Disamping itu mineral berperan dalam berbagai
tahap metabolismen terutama sebagai kofaktor dalam aktivitas enzim-enzim. .
(Almatsier S., 2001)

Universitas Sumatera Utara


16

2.3. Status Gizi


2.3.1. Penilaian Status Gizi Anak
Ada beberapa cara melakukan penilaian status gizi pada kelompok
masyarakat. Salah satunya adalah dengan pengukuran tubuh manusia yang dikenal
dengan Antropometri. Dalam pemakaian untuk penilaian status gizi, antropomteri
disajikan dalam bentuk indeks yang dikaitkan dengan variabel lain. Variabel
tersebut adalah sebagai berikut :

2.3.1.1. Umur.
Umur sangat memegang peranan dalam penentuan status gizi, kesalahan
penentuan akan menyebabkan interpretasi status gizi yang salah. Hasil
penimbangan berat badan maupun tinggi badan yang akurat, menjadi tidak
berarti bila tidak disertai dengan penentuan umur yang tepat. Kesalahan yang
sering muncul adalah adanya kecenderunagn untuk memilih angka yang
mudah seperti 1 tahun; 1,5 tahun; 2 tahun. Oleh sebab itu penentuan umur
anak perlu dihitung dengan cermat. Ketentuannya adalah 1 tahun adalah 12
bulan, 1 bulan adalah 30 hari. Jadi perhitungan umur adalah dalam bulan
penuh, artinya sisa umur dalam hari tidak diperhitungkan. (DepKes RI, 2004)

2.3.1.2. Berat Badan


Berat badan merupakan suatu pemeriksaan untuk menilai status nutrisi,
dimana hasilnya dapat menaksir kebutuhan energi dan memonitor respons dari
terapi yang telah diberikan. Kehilangan berat badan dapat terjadi secara cepat
pada pasien dengan trauma atau stres metabolik. Penurunan berat badan
kemungkinan menunjukkan adanya pengurangan massa otot yang disebabkan
oleh masukan kalori yang tidak adekuat atau adanya hipermetabolisme.
Adanya edema dan status hidrasi harus dipertimbangkan dalam mengevaluasi
berat badan. (DepKes RI, 2007)

Universitas Sumatera Utara


17

2.3.1.3. Tinggi Badan


Tinggi badan adalah jarak dari puncak kepala sampai telapak kaki.
Jarak ini merupakan penjumlahan dari tinggi tulang tengkorak, panjang tulang
belakang, dan panjang ekstremitas bawah. Pengukuran tinggi/panjang badan
merupakan pemeriksaan penting, karena pertumbuhan linier merupakan
marker untuk tumbuh kembang dan juga malnutrisi jangka panjang.
Pengukuran panjang badan bayi dan anak-anak sampai usia 24 bulan
dilakukan pada posisi terlentang dengan menggunakan length board. Untuk
anak di atas usia 2 tahun, pengukuran dilakukan dengan menggunakan
stadiometer pada posisi berdiri tegak dan mata memandang lurus ke depan,
belakang kepala, punggung, pantat dan tumit menempel pada alat pengukur
panjang pada dinding tegak lurus. Alternatif pengukuran lain seperti panjang
tungkai bawah dan panjang lengan atas dapat dipakai untuk memperkirakan
tinggi/panjang badan pasien yang pergerakannya terbatas, mengalami
gangguan motorik atau dengan kontraktur berat. ( Depkes RI, 2007)

Untuk menentukan status gizi menggunakan beberapa langkah. Langkah


pertama adalah dengan melihat berat badan dan umur anak disesuaikan dengan
grafik KMS (Kartu Menuju Sehat). Bila dijumpai berat badan di bawah garis
merah (BGM) maka dilanjutkan dengan langkah menentukan status gizi balita
dengan menghitung berat badan terhadap tinggi badan (BB/TB) berdasarkan
standar WHO-NCHS. Dinyatakan gizi buruk bila BB/TB <-3 SD standar WHO-
NCHS. (DepKes RI, 2003)
Parameter keparahan dan klasifikasi KEP dapat diukur dengan
menggunakan indikator antropometri. Indikator berat badan terhadap tinggi badan
(BB/TB) dapat digunakan sebagai petunjuk dalam penentuan status gizi sekarang
dan tinggi badan terhadap usia (TB/U) digunakan sebagai petunjuk tentang
keadaan gizi masa lampau. (Arisman, 2010)

Universitas Sumatera Utara


18

Tabel 2.1. Penilaian Status Gizi berdasarkan Indeks BB/U,TB/U,


BB/TB Standart Baku Antropometeri WHO-NCHS
Indeks Batas
Sebutan Status Gizi
yang dipakai Pengelompokan
< -3 SD Gizi buruk
- 3 s/d <-2 SD Gizi kurang
BB/U
- 2 s/d +2 SD Gizi baik
> +2 SD Gizi lebih
< -3 SD Sangat Pendek
- 3 s/d <-2 SD Pendek
TB/U
- 2 s/d +2 SD Normal
> +2 SD Tinggi
< -3 SD Sangat Kurus
- 3 s/d <-2 SD Kurus
BB/TB
- 2 s/d +2 SD Normal
> +2 SD Gemuk
(Depkes RI, 2004)

Data baku WHO-NCHS indeks BB/U, TB/U dan BB/TB disajikan dalan
dua versi yakni persentil (persentile) dan skor simpang baku (standar deviation
score = z). Gizi anak-anak dinegara-negara yang populasinya relatif baik (well-
nourished), sebaiknya digunakan “persentil”, sedangkan di negara untuk anak-
anak yang populasinya relatif kurang (under nourished) lebih baik menggunakan
skor simpang baku (SSB) sebagai persen terhadap median baku rujukan (Ali,
2008)

Universitas Sumatera Utara


19

Gambar 2.5. Tinggi badan menurut umur dan berat badan menurut umur anak
laki-laki usia 0-36 bulan

(CDC, 2000)

Universitas Sumatera Utara


20

Gambar 2.6. Tinggi badan menurut umur dan berat badan menurut umur anak
laki-laki usia 2-20 tahun

(CDC, 2000)

Universitas Sumatera Utara


21

Gambar 2.7. Tinggi badan menurut umur dan berat badan menurut umur anak
perempuan usia 0-36 bulan

(CDC, 2000)

Universitas Sumatera Utara


22

Gambar 2.8. Tinggi badan menurut umur dan berat badan menurut umur anak
perempuan usia 2-20 tahun

(CDC, 2000)

Universitas Sumatera Utara


23

2.3.2. Klasifikasi Status Gizi Anak


2.3.2.1 Klasifikasi menurut Waterlow
Waterlow membedakan antara penyakit KEP yang terjadi akut dan kronis.
Beliau berpendapat bawa depisit berat badan terhadap tinggi badan mencerminkan
gangguan gizi yang akut dan menyebabkan keadaan wasting (kurus – kering).
Depisit tinggi menurut umur merupakan akibat kekurangan gizi yang berlangsung
sangat lama. Akibat yang ditimbulkan adalah anak menjadi pendek (stunting)
untuk umurnya (Bishku D., 2005)

Tabel 2.2. Derajat Malnutrisi berdasarkan BB/TB dan TB/Umur Menurut


Waterlow
BB/TB* TB/Umur**
Derajat Malnutrisi
Malnutrisi Akut/Wasting Malnutrisi Kronis/Stunting
0 > 90 % > 95 %
1 (Ringan) 81-90 % 90-95 %
2 (Sedang) 70-80 % 85-89 %
3 (Berat) <70 % <85 %
*Persen BB menurut TB = (BB pasien/BB normal pada TB pasien) x 100
**Persen TB menurut Usia = (TB pasien/TB normal pada usia yang sama) x 100
(Waterlow, 1972)

2.3.2.2. Klasifikasi menurut Gomez


Baku yang digunakan oleh Gomez adalah baku rujukan Harvard. Indek
yang digunakan adalah berat badan menurut umur (BB/ U). Sebagai baku patokan
digunakan persentil 50. Gomez mengklasifikasikan status gizi atau KEP yaitu
normal, ringan,sedang dan berat.

Universitas Sumatera Utara


24

Tabel 2.3. Klasifikasi Status Gizi menurut Gomez


Kategori
BB/ U (%)*
(Derajat Status Gizi)
0 = Normal < 90 %
1 = Ringan 75 - 89 %
2 = Sedang 60 - 74 %
3 = Berat < 60 %
*Persen BB menurut Usia = (BB pasien/BB normal pada usia yang sama) x 100
(Gomez F., 1955)

2.3.2.3. Klasifikasi Menurut Wellcome Trust


Klasifikasi status gizi menurut Wellcome sangat mudah dan tidak
memerlukan pemeriksaan klinis maupun laboratorium. Penetuan dapat dilakukan
oleh tenaga medis setelah diberi latihan yang cukup.

Tabel 2.4. Klasifikasi Status Gizi menurut Wellcome Trust


Berat Badan Edema
menurut umur (%)* Tidak ada Ada
> 60 % Gizi Kurang Kwashiorkor
< 60 % Marasmus Marasmus– Kwashiorkor
*Persen BB menurut Umur = (BB pasien/BB normal pada usia yang sama) x 100
(Waterlow, 1972)

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai