FARA MUSTIKA
Fara Mustika
C34120024
*Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak
luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait
4
ABSTRAK
FARA MUSTIKA. Asam Amino dan Struktur Jaringan Skin On Fillet Ikan Kakap
Putih (Lates calcarifer) Segar dan Setelah Pengukusan. Dibimbing oleh AGOES M
JACOEB dan ASADATUN ABDULLAH
Ikan kakap putih (Lates calcarifer) merupakan salah satu ikan ekonomis
penting. Nilai gizi, kandungan asam amino serta jaringan fillet kakap putih di
Indonesia belum ada yang melaporkan. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan
perubahan komposisi proksimat, protein larut air (PLA), protein larut garam (PLG)
dan asam amino serta struktur jaringan fillet kakap putih segar dan setelah
pengukusan. Fillet kakap putih mengandung 15 asam amino, 9 asam amino esensial
dan 6 asam amino non esensial. Komposisi asam amino esensial tertinggi adalah
lisin sebesar 10,39 g/100 g pada fillet kakap putih segar dan 7,2 g/100 g pada fillet
kakap kukus, sedangkan asam amino non esensial tertinggi adalah glutamat sebesar
13,82 g/100 g pada fillet kakap segar dan 12,95 g/100 g pada fillet kakap kukus.
Fillet kakap putih segar memiliki jaringan yang terdiri atas serabut-serabut yang
masih kompak, sedangkan fillet kakap putih kukus memiliki jaringan daging yang
sudah terputus-putus dan tidak kompak. Berdasarkan uji proksimat dan asam
amino, kandungan gizi dan jaringan dalam ikan kakap putih berubah setelah
pengukusan.
ABSTRACT
FARA MUSTIKA. Amino Acids and Tissue from Fillet Skin On Barramundi (Lates
calcarifer) Fresh and After Steaming. Supervised by AGOES M JACOEB and
ASADATUN ABDULLAH
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.
8
ASAM AMINO DAN STRUKTUR JARINGAN SKIN ON
FILLET IKAN KAKAP PUTIH (Lates calcarifer) SEGAR DAN
SETELAH PENGUKUSAN
FARA MUSTIKA
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan pada
Departemen Teknologi Hasil Perairan
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya
sehingga skripsi yang berjudul Asam Amino dan Struktur Jaringan Skin On Fillet
Ikan Kakap Putih (Lates calcarifer) Segar dan Setelah Pengukusan ini dapat
diselesaikan dengan baik. Skripsi disusun dalam rangka memenuhi salah satu syarat
untuk menyelesaikan studi di Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan
terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan dan
penyusunan skripsi ini, terutama kepada:
Kritik dan saran yang membangun diharapkan untuk perbaikan di masa depan.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Fara Mustika
15
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
1 Morfometrik dan bobot ikan kakap putih…………………………... 11
2 Komposisi kimia fillet ikan kakap putih segar dan kukus………….. 12
3 Asam amino fillet ikan kakap putih………………………………… 15
4 Perbandingan asam amino pada beberapa ikan air laut…………….. 17
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
Latar Belakang
Sekitar 81% dari produksi ikan didunia dipersiapkan untuk konsumsi manusia
dan diperkirakan bahwa permintaan ikan di dunia akan meningkat di semua benua
terutama benua Asia, yaitu mencapai 19,7 kg per kapita pada tahun 2024.
Permintaan ini adalah hasil dari persepsi positif konsumen bahwa ikan dan produk-
produknya sehat dan bergizi sehingga memberikan efek menguntungkan pada
kesehatan manusia (OECD/FAO 2015). Ikan kakap putih (Lates calcarifer)
menurut Mathew (2009) merupakan ikan karang yang mempunyai nilai ekonomis
dan nilai gizi yang tinggi sebagai ikan konsumsi. Pesatnya perkembangan budidaya
kakap putih lebih banyak disebabkan oleh akses pasar ekspor yang cukup luas. Hal
ini didukung oleh produksi ikan kakap putih di Indonesia tahun 2015 mencapai
5.082 ton/tahun (KKP 2015).
Ikan kakap putih merupakan salah satu ikan karang yang diduga memiliki
kandungan gizi tinggi. Menurut Tacon dan Metian (2013) kandungan protein hewan
perairan sekitar 17,3% pada ikan segar. Protein tersebut tersusun atas unit–unit
molekul kecil asam amino sebagai penyusunnya. Profil asam amino yang ada pada
ikan karang belum banyak diketahui. Salah satu profil asam amino yang sudah
diketahui yaitu ikan seabass sebanyak 16 asam amino yang terdiri dari 9 asam
amino esensial (treonin, valin, fenilalanin, leusin, metionin, lisin, isoleusin, arginin
dan histidin) dan 7 jenis asam amino nonesensial (aspartat, glutamat, serin, alanin,
tirosin, prolin dan glisin) (Nurjanah et al. 2014).
Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (2012) menyebutkan rata-rata
kecukupan protein sebesar 57 g/orang per hari. Konsumsi protein yang cukup bagi
tubuh, harus diikuti dengan pengetahuan mengenai protein pada makanan itu
sendiri. Masyarakat Indonesia mengonsumsi ikan dengan cara proses pengolahan
terlebih dahulu. Pengolahan ikan merupakan usaha yang penting dalam
pengembangan subsektor perikanan di Indonesia, sehingga input yang diperoleh
negara tidak terbatas dari pendapatan hasil ekspor bahan baku mentah saja
melainkan ada nilai tambah yang dihasilkan karena ada proses pengolahan.
Cara pengolahan yang umum dilakukan salah satunya adalah pengukusan.
Penggunaan panas dalam proses pengolahan pada penelitian Kocatepe et al. (2011)
sangat berpengaruh pada nilai gizi ikan. Proses pengolahan dapat bersifat
menguntungkan terhadap bahan pangan tersebut yaitu peningkatan daya cerna.
Berbagai penelitian menunjukkan pengaruh pengukusan dapat mengubah
komposisi kimia ikan. Pengaruh pengolahan terhadap nilai gizi tidak hanya
dipengaruhi oleh faktor suhu saja, namun lama waktu pengolahan juga dapat
memengaruhi nilai gizi pangan. Jacoeb et al. (2013) menyatakan bahwa ikan kakap
merah yang mengalami proses pengukusan pada suhu 100 °C selama 10 menit,
mengalami perubahan kadar air, lemak dan protein. Proses pengukusan juga diduga
dapat menyebabkan perubahan kandungan asam amino pada ikan. Proses
pengukusan dengan suhu antara 90-100 °C selama 20 menit pada penelitian
Febriyanto (2016) dapat menurunkan kandungan asam amino ikan layur sebesar
0,64%.
2
Data mengenai komposisi kimia dan gizi serta keadaan struktur jaringan fillet
dari ikan kakap putih serta pengaruh pengukusan saat ini masih belum banyak
tersedia, sehingga perlu dilakukan penelitian untuk mempelajari perubahan pada
komposisi kimia, kandungan asam amino dan struktur jaringan baik pada fillet
kakap putih segar maupun setelah proses pengukusan pada waktu yang berbeda.
Nilai gizi yang diperoleh dari penelitian akan berguna untuk membantu konsumen
dalam memilih jenis ikan berdasarkan nilai gizi dan untuk melengkapi data
komposisi nutrisi pangan hasil perairan.
Rumusan Masalah
Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah menentukan komposisi kimia, protein larut air
dan protein larut garam, jenis dan jumlah asam amino serta perubahan jaringan fillet
kakap putih (Lates calcalifer) segar dan setelah proses pengukusan dengan suhu 90-
95 °C dengan waktu 10 dan 20 menit.
Manfaat
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2016 sampai Mei 2016.
Preparasi dan penentuan ciri-ciri morfometrik dilakukan di Laboratorium
Karakteristik Bahan Baku Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan,
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Pembuatan
preparat jaringan dilakukan di Laboratorium Kesehatan Ikan, Departemen
Budidaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian
Bogor. Analisis jaringan dilakukan di Laboratorium Terpadu, Fakultas Perikanan
dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Analisis proksimat, protein larut air
dan protein larut garam dilakukan di Pusat Antar Universitas, Institut Pertanian
Bogor dan Laboratorium Terpadu, Fakultas Kedokteran Hewan, dan analisis asam
amino dilakukan di Laboratorium Terpadu, Institut Pertanian Bogor.
Bahan
Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah ikan kakap putih
(Lates calcalifer). Bahan kimia yang digunakan untuk pembuatan preparat jaringan
yaitu (Buffer Normal Formalin) BNF 10%, alkohol 70%-100%, xilol, parafin,
Canada balsam, pewarna haematoksilin dan eosin. Analisis proksimat
menggunakan akuades, katalis selenium, NaOH 40%, indikator Brom Cresol Green
0,1%, Methyl Red 0,1% , H3BO3 2%, H2SO4 pekat, kertas saring dan HCl 0,1 N.
Bahan-bahan untuk analisis asam amino adalah NaOH, HCl 6 N, HCl 0,01 N,
pereaksi (ortophthaldialdehid) OPA, metanol, merkapto etanol, larutan brij-30
30%, buffer Na-asetat pH 6,5, buffer kalium borat 1M pH 10,4 dan larutan standar
asam amino 0,5 µmol/mL. Bahan-bahan untuk analisis protein larut air dan larut
garam yaitu aquades dan 50 mL NaCl 5%.
Alat
Alat yang digunakan dalam pembuatan preparat dan analisis jaringan adalah
mikrotom putar Yamoto RV-240, mikroskop cahaya Olympus CX41, kamera
Olympus DP21 beserta software stream start dan optimalisasi gambar hasil
pemeriksaan mikroskop menggunakan software Image analyzer. Analisis
proksimat menggunakan desikator, tabung kjeldahl, tabung sokhlet, destilator dan
tanur. Alat yang digunakan dalam analisis asam amino adalah oven, syringe 100
µL, pipet mikro 1 mL, tabung ulir, evaporator, kaca masir, dan High Performance
Liquid Chromatrography (HPLC) Shimadzu CBM 20A. Analisis protein larut air
dan larut garam menggunakan homogenizer, sentrifuse, dan kertas saring Whatman
no.1.
4
Prosedur Penelitian
Persiapan sampel
Ikan kakap putih diperoleh dari TPI Muara Angke, Jakarta Utara dan diangkut
ke Laboratorium Bahan Baku Hasil Perairan menggunakan coolbox yang berisi es
dengan perbandingan es dan ikan (1:1), kemudian ikan langsung dianalisis
morfometriknya, yang meliputi berat total, panjang baku, tinggi, dan lebar badan,
selanjutnya dilakukan preparasi. Bahan baku dipreparasi dengan memisahkan
daging (filleting), jeroan, sisik dan tulang untuk dihitung proporsinya. Fillet kakap
putih yang diperoleh dari 1 ekor ikan yaitu 2 bagian fillet dengan berat 1 bagian
fillet rata-rata 80,5 g, panjang 19,5 cm dan tebal 1,2 cm. Alat ukur yang digunakan
yaitu penggaris dan neraca digital. Fillet ditentukan nilai proksimat, protein larut
air, protein larut garam dan asam aminonya, serta struktur jaringannya, baik pada
kondisi segar maupun setelah dikukus. Diagram alir penelitian disajikan pada
Gambar 1.
Analisis Proksimat
Fillet (skin on) Analisis Jaringan
Analisis Asam Amino
Analisis PLA dan PLG
Pengukusan 10 menit
dan 20 menit (suhu
90-95 °C)
Analisis Proksimat
Analisis Jaringan
Fillet skin on Analisis Asam Amino
kukus Analisis PLA dan PLG
Prosedur analisis
Analisis proksimat
Analisis proksimat merupakan suatu analisis yang dilakukan untuk
mengetahui komposisi kimia suatu bahan. Analisis proksimat meliputi analisis
kadar air, abu, protein, lemak, dan karbohidrat dengan metode by difference.
Keterangan:
A= Berat cawan porselen kosong (g)
B= Berat cawan porselen dengan sampel fillet kakap putih (g)
C= Berat cawan porselen dengan sampel fillet kakap putih setelah dikeringkan (g).
Keterangan:
N HCl = 0,1 N
FK = faktor konversi = 6,25
Fp = faktor pengenceran = 10
5 Analisis karbohidrat
Kadar karbohidrat dilakukan secara by difference, yaitu hasil pengurangan
dari 100% dengan kadar air, abu, protein, dan lemak sehingga kadar karbohidrat
tergantung pada faktor pengurangan. Kadar karbohidrat dapat dihitung
menggunakan rumus:
start dan optimalisasi gambar dilakukan dengan software image analyzer, gambar
yang telah diambil selanjutnya dianalisis secara deskriptif.
Analisis Data
∑𝑛𝑖=1 𝑥𝑖
̅ =
×
𝑛
Keterangan :
x = nilai rata-rata
xi = nilai x dalam ulangan ke-i
n = jumlah data
̅ )2
√∑( × − ×
𝜎 =
𝑛
Keterangan:
𝜎 = standar deviasi, selalu positif
x – x = selisih nilai x dengan nilai reratanya
n = jumlah item dari populasi / sampel besar (untuk sampel kecil, dipakai s dan
notasi n diganti n-1).
Hasil analisis morfometrik dan bobot rata-rata ikan kakap putih dapat dilihat pada
Tabel 1.
Ikan kakap putih yang digunakan mempunyai berat yang bervariasi, yaitu
290-330 g. Pengukuran morfometrik dapat memengaruhi hasil proporsi dari ikan
kakap putih, diduga semakin besar bobot ikan maka semakin besar proporsi yang
dihasilkan. Muthmainnah (2013) menyatakan bahwa hubungan antara pertambahan
berat tubuh ikan dan pertambahan panjang ikan sangat berhubungan erat. Ikan
kakap putih dengan ukuran bobot yang berbeda memiliki panjang tubuh serta
proporsi tubuh yang berbeda pula. Perbedaan morfometrik dan bobot ikan kakap
putih disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor yang memengaruhi pertumbuhan
dapat dibagi menjadi dua, yaitu faktor luar dan faktor dalam. Faktor luar lebih
mudah untuk dikontrol, misalnya makanan, lingkungan, dan suhu, sedangkan faktor
dalam adalah faktor yang sulit untuk dikontrol, misalnya genetik dan ketahanan
penyakit (Effendi 1997).
Sisik
3,54% Jeroan
5,88%
Daging Tulang
58,30% 37%
Hasil ini membuktikan bahwa ikan kakap putih merupakan salah satu ikan
yang dapat dimanfaatkan dagingnya sebagai bahan baku untuk diolah lebih lanjut,
selain daging ikan kakap tersebut proporsi lainnya yaitu tulang, sisik, kulit dan
jeroan dapat dimanfaatkan. Kulit ikan merupakan sumber mineral, dalam penelitian
Jamilah et al. (2013) kulit ikan kakap putih dapat dijadikan bahan baku pembuatan
kolagen. Bagian dari jeroan ikan dapat dijadikan pakan ternak dan hati ikan sebagai
sumber minyak ikan.
Analisis komposisi kimia suatu bahan pangan sangat penting dilakukan untuk
memperoleh informasi mengenai kandungan gizi yang terdapat di dalam bahan
pangan tersebut. Kadar proksimat fillet kakap putih segar dan setelah pengukusan
yang meliputi kadar air, kadar lemak, kadar protein, kadar abu, kadar karbohidrat,
protein larut air dan protein larut garam. Komposisi kimia pada fillet ikan kakap
putih segar dan setelah pengukusan dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Komposisi kimia fillet ikan kakap putih segar dan kukus
Parameter Segar (%) Kukus 10 menit (%) Kukus 20 menit (%)
Air (BB) 79,45±0,35 77,06±1,29 76,1±0,26
Abu (BK) 5,94±0,01 5,36±0,01 5,17±0,02
Lemak (BK) 1,98±0,14 1,87±0,14 1,63±0,06
Protein (BK) 87,52±0,41 88,26±0,85 88,66±0,42
Karbohidrat 4,56±0,36 4,74±0,29 4,54±0,02
Kadar PLA (BK) 14,55±0,02 8,19±0,16 5,29±0,01
Kadar PLG (BK) 27,88±0,07 10,15±0,08 7,66±0,28
Keterangan : (BB) : basis basah; (BK): basis kering
*nilai kadar proksimat, protein larut air dan protein larut garam dari rata-rata 3 ulangan
*kadar karbohidrat dilakukan secara by difference
Kadar air yang terdapat pada fillet kakap putih mengalami perubahan setelah
proses pengukusan dari 79,45% menjadi 77,06%. Kadar air dari fillet ikan Rutilus
frisikutum segar bervariasi dari 66% sampai 72% dan mengalami penurunan setelah
proses pemasakan Hosseini et al. (2014). Penelitian lain pada ikan mackerel yang
dilakukan Oduro et al. (2011) panas yang dialirkan pada mackerel saat proses
13
fisik ini mungkin yang bertanggung jawab untuk daya larut sarkoplasma yang tinggi
dalam air (deMan 1997).
Kandungan PLG pada fillet kakap putih segar sebesar 27,88%. PLG yang
dihasilkan memiliki nilai yang lebih kecil daripada nilai protein total. Hal ini terjadi
karena protein yang terhitung hanya protein larut garam saja tanpa
mengikutsertakan protein larut air. Penelitian lain pada rajungan yang dilakukan
(Jacoeb et al. 2012), PLG mengalami penurunan dari 40,87% menjadi 25,33%.
Pemanasan yang dilakukan pada suhu tinggi, menyebabkan terjadinya denaturasi
protein sehingga protein miofibril kehilangan sifat fungsionalnya dan kelarutannya
di dalam larutan garam menjadi menurun. Protein larut garam berperan penting
dalam penggumpalan dan pembentukan gel pada saat pengolahan, seperti pada
pengolahan produk surimi dan kamaboko. Informasi mengenai PLA dan PLG ini
penting untuk mengetahui proporsi dari protein miofibril dan sarkoplasma fillet
kakap putih serta pengaruh pengolahan terutama dengan pengukusan sehingga
dapat menjadi informasi dasar sebagai pertimbangan pengolahan lanjutan terhadap
komoditi ini baik menjadi produk intermediet ataupun produk akhir.
Kandungan karbohidrat fillet kakap putih segar mengalami perubahan setelah
proses pengukusan. Hasil dari penelitian Nurnadia et al. (2011) 20 jenis ikan bahwa
pada ikan fringescale sardinella memiliki kandungan karbohidrat sebanyak 3%.
Kandungan karbohidrat fillet kakap putih lebih tinggi dibandingkan daging ikan
pada umumnya.
Analisis asam amino dilakukan untuk menduga komposisi asam amino dan
menentukan kadar asam amino pada protein fillet kakap putih segar dan setelah
proses pengukusan. Hasil dari analisis asam amino fillet kakap putih segar dan
pengukusan menunjukkan adanya 15 asam amino yang terdiri dari 9 asam amino
esensial (treonin, valin, fenilalanin, leusin, metionin, lisin, isoleusin, arginin dan
histidin) dan 6 jenis asam amino nonesensial (aspartat, glutamat, serin, alanin,
tirosin dan glisin). Kromatogram asam amino fillet kakap segar dan kukus
dicantumkan pada Lampiran 2, 3 dan 4. Hasil analisis asam amino fillet kakap putih
pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 3.
Jumlah asam amino esensial yang dominan pada fillet ikan kakap putih segar
maupun setelah dikukus adalah lisin, sedangkan untuk asam amino non esensial
yang dominan adalah asam amino glutamat. Jumlah asam amino fillet kakap putih
setelah pengukusan mengalami perubahan dibandingkan fillet kakap putih segar.
Hasil contoh perhitungan kadar asam amino dapat dilihat pada Lampiran 5.
Setiap jenis asam amino memiliki karakteristik yang berbeda satu sama lain,
begitu juga pengaruh suatu pengolahan terhadap jumlah asam aminonya. Tidak
semua protein yang terkandung dalam bahan pangan mempunyai jumlah dan jenis
asam amino yang sama (Sikorski 2001). Pengaruh pengolahan secara umum dengan
menggunakan panas dapat mengakibatkan terjadinya penyusutan jumlah asam
amino hingga 40% tergantung dari jenis pengolahan, suhu dan lamanya proses
pengolahan (Harris dan Karmas 1989). Sifat fisikokimia setiap protein tidak sama,
tergantung pada jumlah dan jenis asam aminonya.
15
Fillet kakap putih yang diuji menghasilkan hampir semua jenis asam amino
esensial kecuali triptofan. Hal ini terjadi karena triptofan mengalami kerusakan saat
proses hidrolisis protein. Proses hidrolisis asam pada penelitian Ghaly et al. (2013)
untuk memecah protein menjadi asam amino, namun metode ini menyebabkan
asam amino serin dan triptofan mengalami kerusakan. Adapun tidak
teridentifikasinya asam amino serin dan triptofan diduga karena pada tahap
hidrolisis protein menggunakan asam yang dapat merusak asam amino tersebut.
Asam amino fillet kakap putih kukus secara kuantitatif mengalami perubahan
dibandingkan fillet kakap putih segar. Pengukusan dapat memengaruhi kandungan
asam amino yang ada pada suatu bahan. Beberapa asam amino misalnya alanin,
asam aspartat, sistin, asam glutamat, glisin, isoleusin, leusin, metionin, fenilalanin,
serin, triptofan, dan tirosin larut air pada suhu 0-100 °C, hidroksiprolin, prolin, dan
valin larut air pada suhu 0-75 °C, dan histidin hanya larut air pada suhu 25 °C
(deMan 1997).
Asam amino esensial yang tertinggi fillet kakap putih segar maupun setelah
dikukus adalah lisin. Kandungan asam amino lisin mengalami perubahan dari 10,39
g/100 g menjadi 7,2 g/100 g. Kandungan asam amino lisin pada penelitian Tacon
dan Metian (2013) pada ikan segar sekitar 19,6% dari total protein ikan. Kadar asam
amino lisin mengalami penurunan yang cukup besar, hal ini berkaitan dengan sifat
lisin yang bersifat basa dalam pelarut air. Kerusakan dapat terjadi pada saat
hidrolisis protein menggunakan asam, pengeringan, maupun derivatisasi. Menurut
Sikorski (2001) lisin adalah asam amino yang paling rentan karena memiliki 2
gugus amino bebas yang mudah bereaksi selama proses pengolahan karena
senyawa tersebut peka terhadap perubahan pH, oksigen, cahaya, panas atau
kombinasinya. Makanan dari hasil perairan memiliki protein tinggi yang mudah
dicerna dan nilai biologis tinggi pada profil asam amino esensial dan dapat
dianjurkan sebagai persyaratan diet pada pola makan manusia. Asam amino
16
esensial metionin pada penelitian Tacon dan Metian (2013) pada ikan segar sekitar
6,4% dari total asam amino esensial.
Asam amino non esensial yang tertinggi pada fillet kakap putih segar maupun
setelah dikukus adalah asam glutamat. Menurut deMan (1997), berdasarkan tingkat
kelarutannya, asam glutamat memiliki tingkat kelarutan dalam air yang cukup
rendah yaitu 0,7 g/100 mL pada suhu 25 °C. Asam amino histidin juga merupakan
asam amino pembatas pada asam amino essensial fillet kakap putih baik segar
maupun setelah dikukus. Asam amino nonesensial pembatas pada fillet kakap putih
segar dan setelah dikukus adalah serin.
Jenis asam amino pada jenis ikan laut tersebut hampir sama, yaitu kandungan
tertinggi pada asam aspartat dan asam glutamatnya. Tingginya kandungan asam
amino glutamat dan aspartat terhadap fillet ikan kakap putih diduga terjadi karena
proses analisis yang digunakan menggunakan metode hidrolisis asam yang
mempunyai derajat hidrolisis yang lebih tinggi. Asam aspartat dan glutamat
dihasilkan melalui hidrolisis asam dari asparigin dan glutamin (Lehninger 2005).
Perbedaan kandungan asam amino fillet kakap putih dengan biota laut lainnya
dapat dilihat pada Tabel 4. Kandungan asam amino pada masing-masing spesies
tidaklah sama. Kandungan total asam amino pada Tabel 4 menunjukkan jumlah
asam amino pada fillet kakap putih cukup tinggi jika dibandingkan dengan jenis
ikan laut lain. Proses pengukusan menunjukkan hasil penurunan asam amino yang
lebih rendah dibandingkan dengan proses penggorengan terhadap daging ikan
cakalang pada penelitian Ekawati (2014).
Menurut Harivaindaran dan Tajul (2014) pada penelitiannya terhadap ikan
hardtail scad, pengolahan dengan metode pengukusan merupakan metode yang
lebih baik daripada metode penggorengan dan pemanggangan karena metode
17
pengukusan memiliki suhu yang lebih rendah dan kadar air yang tinggi. Semakin
tinggi suhu yang digunakan mengakibatkan kadar protein pada bahan pangan
semakin menurun. Secara umum pengaruh pengolahan menggunakan panas dapat
mengakibatkan penyusutan jumlah asam amino tergantung dari jenis pengolahan,
suhu dan lamanya proses pengolahan Selcuk et al. (2010).
Gambar 4 Struktur jaringan fillet kakap putih segar perbesaran (40x10). 1 = miomer
utuh; 2 = ruang antar miomer; 3 = miomer retak; 4 = sarkolema retak; 5
= miomer memanjang; 6 = sarkolema utuh; 7 = ruang antar miomer
8 9
10
11
Gambar 5 Struktur jaringan fillet kakap putih kukus 10 menit perbesaran (40x10) 8
= miomer transfersal; 9 = miomer transfersal; 10 = sisa mioseptum; 11
= interstitial material; 12 = miomer longitudinal; 13 = miomer
longitudinal
Jaringan fillet kakap putih kukus 10 menit menunjukkan jarak antara miomer
dengan mioseptum masih cukup lebar, namun sudah terlihat adanya retakan miomer
transfersal maupun longitudinal dan mengalami pengeroposan dan terlihat seperti
spons (8, 9, 12 dan 13). Struktur jaringan fillet kakap putih 10 menit pada
pemotongan melintang terlihat adanya sisa-sisa mioseptum (10). Jaringan fillet
kakap putih kukus 10 menit sudah terlihat ruang antar miomer dan terlihat adanya
interstitial material (11). Penelitian yang dilakukan Jacoeb et al. (2013) tentang
pengaruh pengukusan terhadap ikan kakap merah yang berlangsung 10 menit
dengan suhu 100 °C menghasilkan struktur daging yang cukup kompak dan
sebagian masih rapat, hal ini menunjukkan pemasakan dengan pengukusan mampu
menghambat proses penurunan mutu ikan kakap putih.
Gambar 6 Struktur jaringan fillet kakap putih kukus 20 menit perbesaran (40x10)
14 = miomer transfersal; 15 = miomer transfersal; 16 = interstitial
material; 17 = miomer longitudinal; 18 = interstitial material
Jaringan fillet kakap putih kukus 20 menit menunjukkan jarak antara miomer
dan mioseptum semakin menyempit. Keretakan miomer transfersal maupun
19
Kesimpulan
Saran
Pengujian dengan metode lain perlu dilakukan untuk mendeteksi asam amino
lebih lengkap, misalnya dengan penambahan metode hidrolisis basa. Perlu
dilakukan penelitian lanjutan mengenai kandungan gizi ikan kakap putih yang lebih
spesifik (kadar vitamin dan mineral). Selain itu metode pengolahan lain yang dapat
mengurangi zat gizi perlu diketahui pada daging ikan kakap putih.
DAFTAR PUSTAKA
Aberoumand A. 2014. Nutrient composition analysis of gish fish fillets affected by
different cooking methods. Inter Food Research J. 21(5):1989-1991.
20
Angka SL, Mokoginta I, Hamid H. 1990. Anatomi dan Histologi Banding beberapa
Ikan Air Tawar yang Dibudidayakan di Indonesia. Bogor (ID): Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi,
Institut Pertanian Bogor. hlm 17-27.
[AOAC] Association of Official Analytical Chemyst. 2005. Official Method of
Analysis of The Association of Official Analytical of Chemist. Chapter 4.
Arlington, Virginia, USA (GB): Association of Official Analytical Chemist,
Inc.
Ayala MD, Albors OL, Blanco A, Alcazar AG, Abellan E, Zarzosa GR, Gil F. 2015.
Structural and ultrastructural changes on muscle tissue of sebass,
Dicentrarchus labrax L, after cooking and freezing. J Aquaculture.
250:215-231.
Bahuaud D, Morkore T, Langssrud O, Sinnes K, Veiseth E, Ofstad R, Thomassen
MS. 2008. Effect of -1.5 °C super-chilling on quality of atlantic salmon
(Salmon salar) pre-rigor fillets: cathepsin activity, muscle histology, texture
and liquid leakage. Food Chemist. 111:329-339.
DeMan JM. 1997. Kimia Makanan. Palmamirata K, penerjemah. Bandung (ID):
Penerbit ITB. hlm 103-162.
Effendi I. 1997. Biologi Perikanan. Jakarta (ID): Yayasan Pustaka Nusatama. hlm
145-150.
Ekawati Y. 2014. Perubahan komposisi asam amino dan mineral ikan cakalang
(Katsuwonus pelamis) akibat proses penggorengan. [skripsi]. Bogor (ID):
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Febriyanto BD. 2016. Karakteristik asam amino dan jaringan daging ikan layur
(Trichiurus sp.) segar dan kukus. [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Perikanan
dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Ghaly AE, Ramakrishnan VV, Brooks MS, Budge SM, Dave D. 2013. Fish
processing wastes as a potential source of proteins, amino acids and oils: a
critical review. J Microb Biochem Technol. 5(4):107-129.
Harivaindaran KV and Tajul A. 2014. Lipid profiles of raw, grilled, steamed and
fried hardtail scad (Megalaspis cordyla). Health and the Environment J.
5(1):26-36.
Harris RS, Karmas E. 1989. Evaluasi Gizi pada Pengolahan Bahan Pangan.
Achmadi S, penerjemah. Edisi ke-2. Bandung (ID): ITB-Press. hlm 229-
267.
Hosseini H, Mahmoudzadeh M, Rezaei M, Mahmoudzadeh L, Khosroshah NK,
Babakhani A. Effect of different cooking methods on minerals, vitamins and
nutritional quality indices of kutum roach (Rutilus frisii kutum). Food
Chemist. 148:86-91.
Jacoeb AM, Nurjanah, Lingga LA. 2012. Karakteristik protein dan asam amino
daging rajungan (Portunus pelagicus) akibat pengukusan. JPHPI. 15(2):
156-164.
, Nurjanah, Saraswati A. 2013. Kandungan asam lemak dan kolesterol
kakap merah (lutjanus bohar) setelah pengukusan. JPHPI. 16(2):168-177.
Jamilah B, Hartina UMR, Hashim M, Sazili AQ. 2013. Properties of collagen from
barramundi (Lates calcarifer) skin. J Inter Food Research. 20(2):835-84.
[KKP] Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2015. Pengembangan Budidaya Ikan.
Jakarta: Kementrian Kelautan dan Perikanan. hlm 76-79.
21
LAMPIRAN
25
RIWAYAT HIDUP