Anda di halaman 1dari 17

A.

Latar Belakang Masalah


Pendidikan merupakan suatu sistem yang terbentuk dari komponen-komponen yang
saling berinteraksi dan melaksankan fungsi tertentu dalam rangka mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. Apabila salah satu komponen pembentuk tidak berfungsi, maka proses pendidikan
dalam mencapai tujuan pendidikan akan sulit tercapai.

Salah satu komponen dalam sistem pendidikan adalah kurikulum. Kurikulum


merupakan alat untuk mencapai tujuan pendidikan dan sekaligus sebagai pedoman dalam
penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan. Oleh karenanya
kurikulum mempunyai peranan yang sangat signifikan dalam dunia pendidikan, bahkan bisa
dikatakan bahwa kurikulum memegang kedudukan dan kunci dalam pendidikan, karena hal
ini berkaitan dengan penentuan arah, isi, dan proses pendidikan yang pada akhirnya
menentukan macam dan kualifikasi out put lulusan pada suatu lembaga pendidikan.[1]
Tentunya semua orang berkepentingan dengan kurikulum, hal ini karena kita sebagai
orang tua, sebagai warga masyarakat, sebagai pemimpin formal ataupun informal, dan
sebagai praktisi pendidikan baik yang terlibat langsung maupun tidak langsung selalu
mengharapkan tumbuh dan berkembangnya anak, pemuda, dan generasi muda yang lebih
baik, lebih mempunyai andil yang cukup besar dalam mewujudkan harapan tersebut.[2]
Mengingat pentingnya kurikulum dalam pendidikan dan kehidupan manusia, maka
penyusunan kurikulum tidak dapat dilakukan secara sembarangan. Penyusunan kurikulum
membutuhkan suatu pondasi, konsep, teori, tujuan, dan pendekatan (aproach) yang kuat dan
didasarkan pada hasil-hasil pemikiran dan penelitian yang mendalam, menyesuaikan dengan
kompetensi apa yang dibutuhkan oleh negara, masyarakat, dan sekolah itu sendiri.
Penyusunan kurikulum yang tidak didasarkan pada konsep yang kuat maka berakibat fatal
terhadap kegagalan pendidikan itu sendiri. Tentu dengan sendirinya akan berakibat pula
terhadap kegagalan proses pengembangan manusia yang diharapkan.
Melihat dari latar belakang masalah di atas maka penyusuan makalah ini akan
mencoba membahas kerangka umum kurikulum yang diharapkan secara garis besar sebagai
dasar pengembangan kurikulum yang sifatnya dinamis dan up to date. Mengingat banyaknya
pembahasan tentang wawasan kurikulum secara umum, maka penulis hanya membahas
gambaran kurikulum berkisar tentang: (1) Definisi dan karakteristik kurikulum, (2) Peran,
fungsi, dan tujuan kurikulum, (3) Teori dan konsep kurikulum, dan (4) Pondasi dan
pendekatan kurikulum.
B. Definisi dan Karakteristik Kurikulum

Kata kurikulum berasal dari bahasa Latin Yunani curir artinya pelari
dan currereartinya tempat berpacu, jarak yang harus ditempuh dalam kegiatan berlari mulai
dari star sampai finish.[3] Dalam dunia atletik kurikulum diartikan sebagai a race course, a
place for running a chariot.[4]
Dalam bahasa Arab istilah kurikulum diartikan dengan manhaj yakni jalan terang atau
jalan yang terang yang dilalui manusia pada bidang kehidupannya.[5] Apabila ditarik dalam
konteks pendidikan maka secara etimologi kurikulum diartikan sebagai jalan terang yang
harus dilalui oleh pendidik dan peserta didik untuk mengembangkan pengetahuan (kognitif),
ketrampilan (psikomotorik), dan sikap nilai-nilai (afektif) dalam rangka mewujudkan tujuan
pendidikan.[6]
Secara terminologi definisi kurikulum menurut para ahli yang dapat penulis
himpunkan, antara lain:
1. Oemar Hamalik, curriculum is interpreted to mean all of the organized courses,
activities, and experiences which pupils have under the direction of school, whatever
in the classroom or not.[7]
2. S. Nasution, kurikulum adalah suatu rencana yang disusun untuk melancarkan
proses belajar mengajar dibawah bimbingan dan tanggung jawab sekolah atau
lembaga pendidikan beserta staf pengajarnya.[8]
3. E. Mulyasa, kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai
tujuan, kompetensi dasar, materi standar, dan hasil belajar, serta cara yang digunakan
sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai hasil
kompetensi dasar dan tujuan pendidikan.[9]
4. Ronald Doll, curriculum is all the experiences which are offered to learners under
the auspices or direction of the school.[10]

Dari pandangan para ahli di atas mengenai definisi kurikulum, maka dapat
disimpulkan bahwa secara terminologi kurikulum adalah semua pengalaman, kegiatan, dan
pengetahuan peserta didik dibawah bimbingan dan tanggung jawab sekolah atau pendidik.
Oleh karenanya definisi kurikulum secara eksplisit terdiri dari:[11]
1. Jarak yang ditempuh dari star sampai finish untuk memperoleh mendali (dalam konteks
pendidikan berarti sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh atau dipelajari untuk
memperoleh ijasah).
2. Semua pengalaman belajar yang dialami peserta didik dan mempengaruhi perkembangan
pribadinya.
3. Semua kegiatan peserta didik dibawah tanggung jawab lembaga pendidikan.

Definisi kurikulum di atas merupakan gambaran secara umum, sedang secara khusus
definisi kurikulum dibedakan menjadi karakteristik-karakteristik kurikulum berupa pilihan
dan definisi masing-masing. Menurut Abdullah Idi kurikulum mempunya lima karakterstik,
yaitu:[12]
1. Curriculum as subject mater (bahan belajar) adalah gambaran kurikulum paling
tradisional yang menggambarkan suatu kurikulum sebagai kombinasi bahan untuk
membentuk kerangka isi materi yang diajarkan.
2. Curriculum as experience (pengalaman) adalah suatu gambaran kurikulum sebagai
perangkat pengalaman dimana seorang pendidik berlaku sebagai fasilitator untuk
mempertinggi pertumbuhan kepribadian peserta didik.
3. Curriculum as intention (perencanaan) adalah segala usaha untuk mengarah pada
perencanaan kurikulum yang memperlihatkan bahwa para pendidik membuat suatu strategi
yang disengaja melalui wacana-wacana tujuan dan sasaran.
4. Curriculum as cultural reproduction (reproduksi budaya) adalah wujud refleksi
kurikulum sebagai suatu kebudayaan masyarakat tertentu.
5. Curriculum as currere (tempat berpacu) adalah proses pengalaman peserta didik dalam
mengembangkan kepribadiannya.

C. Peran, Fungsi dan Tujuan Kurikulum

Kurikulum sebagai program pendidikan yang telah direncanakan secara sistematis


mengembangkan peranan yang sangat penting bagi pendidikan peserta didik. Menurut
Hamalik setidaknya ada tiga peranan kurikulum dalam pendidikan dimana ketiga peranan ini
sama pentingnya dan diantara ketiganya perlu dilaksanakan secara berkeseimbangan,
yaitu:[13]
1. Peranan konservatif, yakni mentransmisikan dan mewariskan nilai budaya masa lalu yang
dianggap masih relevan dengan masa kini.
2. Peranan kritis dan evaluatif, yakni menilai dan memilih nilai, budaya, pengetahuan yang
relevan (kontrol atau filter sosial).
3. Peranan kreatif, yakni pengembangan hal baru yang dibutuhkan masyarakat pada masa
sekarang dan masa datang.

Fungsi kurikulum sendiri secara umum adalah sebagai alat untuk membantu peserta
didik mengembangkan pribadinya ke arah tujuan pendidikan. Menurut Alexander Inglis
dalam bukunya Principle os Secondary Education sebagaimana dikutip Hamalik, bahwa
fungsi kurikulum sebagai alat pendidikan meliputi:[14]
1. Fungsi penyesuaian (the adjustive of adaptive function), yaitu kurikulum harus dapat
mengantar peserta didik agar mampu menyesuaikan diri dalam kehidupan sosial masyarakat.
2. Fungsi pengintegrasian (the integrating function), yaitu kurikulum harus dapat
mengembangkan pribadi peserta didik secara utuh, baik itu kemampuan kognitif, afektif,
maupun psikomotorik.
3. Fungsi diferensiasi (the differentiating function), yaitu kurikulum harus dapat melayani
setiap peserta didik dengan segala keunikannya.
4. Fungsi persiapan (the propaedeutic function), yaitu kurikulum harus dapat memberikan
pengalaman belajar bagi peserta didik.
5. Fungsi pemilihan (the selective function), yaitu kurikulum harus dapat memberikan
kesempatan kepada setiap peserta didik untuk belajar sesuai dengan bakat dan minatnya.
6. Fungsi diagnostik (the diagnostik function), yaitu fungsi untuk mengenal berbagai
kelemahan dan potensi peserta didik.
Dilihat dari cakupan dan tujuannya maka menurut McNeil sebagaimana dikutip
Suratman,
bahwa kurikulum memiliki tiga fungsi, antara lain:[15]

1. Fungsi pendidikan umum (common and general education), yaitu mempersiapkan peserta
didik agar mereka menjadi anggota masyarakat yang bertanggung jawab sebagai warga
negara yang baik.
2. Fungsi suplementasi (suplementation), yaitu kemampuan untuk melayani peserta didik
sesuai dengan potensi yang berbeda-beda kemudian dikembangkan sesuai dengan minat dan
bakat masing-masing peserta didik.
3. Fungsi keahlian (spesialization), yaitu mengembangkan kemampuan peserta didik sesuai
dengan keahlian didasarkan atas minat dan bakat peserta didik.

Memperhatikan fungsi-fungsi di atas maka jelas kurikulum berfungsi untuk setiap


orang atau lembaga yang berhubungan, baik langsung maupun tidak langsung dengan
penyelenggaraan pendidikan. Oleh karena itu funsi kurikulum secara khusus sebagai
pedoman pembelajaran adalah sebagai berikut:[16]
1. Bagi guru, kurikulum berfungsi sebagai pedoman dalam melaksanakan proses
pembelajaran.
2. Bagi kepala sekolah, kurikulum berfungsi sebagai pedoman dalam melaksanakan
pengawasan.
3. Bagi orang tua dan masyarakat, kurikulum berfungsi sebagai pedoman untuk
memberikan bantuan bagi terselenggaranya proses pendidikan di sekolah.
4. Bagi peserta didik, kurikulum berfungsi sebagai pedoman belajar.
Tujuan kurikulum sendiri menurut S. Nasution dapat dilihat secara hirarki mulai dari
tujuan yang sangat umum (global) sampai tujuan yang sangat khusus (spesifik).
Oleh karenanya secara hirarki tujuan kurikulum dibagi menjadi empat, antara
lain:[17]
1. Tujuan Pendidikan Nasional (TPN), adalah tujuan umum yang sarat dengan muatan
filosofis negara. Hal ini secara jelas tertuang dalam UU No. 20 tahun 2003, pasal 3 yang
merumuskan bahwa
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan
bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman
dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat berilmu, cakap, kreatif,
mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.

2. Tujuan Institusional (TI), adalah tujuan yang harus dicapai oleh setiap lembaga
pendidikan yaitu sebagai kualifikasi yang harus dimiliki oleh setiap peserta didik setelah
mereka menempuh atau menyelesaikan program di suatu lembaga pendidikan.
3. Tujuan Kurikuler (TK), adalah tujuan yang dicapai oleh setiap bidang studi atau mata
pelajaran yaitu sebagai kualifikasi yang harus dimiliki peserta didik setelah mereka
menyelesaikan suatu bidang studi tertentu dalam suatu lembaga pendidikan.
4. Tujuan Pembelajaran atau Instruksional (TP), merupakan tujuan yang paling khusus
berupa kemampuan atau ketrampilan yang diharapkan dapat dimiliki oleh peserta didik
setelah mereka melakukan proses yang merupakan syarat mutlak bagi guru.

D. Teori dan Konsep Kurikulum

Teori merupakan suatu perangkat pernyataan yang bertalian satu sama lain dan
disusun sedemikian rupa sehingga memberikan makna yang fungsional terhadap serangkaian
kejadian.[18] Menurut George A. Beauchamp, curriculum by pointing it relationships among
its elements and by directing its development, its use, and its evaluation.[19]
Teori kurikulum didefinisikan sebagai suatu perangkat pernyataan yang memberikan
makna terhadap kurikulum sekolah, makna tersebut terjadi karena adanya penegasan
hubungan antar unsur-unsur kurikulum, petunjuk penggunaannya, dan evaluasi kurikulum.
Beauchamp sendiri mengemukakan lima prinsip dalam teori kurikulum , yaitu:[20]
1. Teori kurikulum harus dimulai dengan perumusan definisi tentang rangkaian kejadian
yang dicakupnya.
2. Teori kurikulum harus mempunyai kejelasan tentang nilai-nilai dan sumber-sumber
pangkal tolaknya.
3. Teori kurikulum perlu menjelaskan karakteristik dari desain kurikulumnya.
4. Teori kurikulum harus menggambarkan proses-proses penentuan kurikulumnya serta
interaksi di antara proses tersebut.
5. Teori kurikulum hendaknya menyiapkan diri bagi proses penyempurnaannya.

Senada dengan Beauchamp maka Huenecke’s sebagaimana dikutip Rosmala Dewi, ia


menggolongkan teori kurikulum menjadi empat jenis, yaitu:[21]
1. Teori yang berorientasi pada struktural, dengan menganalisis komponen kurikulum dan
hubungan timbal balik antar komponen.
2. Teori yang berorientasi pada nilai, mengutamakan analisis nilai dan asumsi dari
pembuatan kurikulum serta produk yang dihasilkan oleh para pembuat kurikulum.
3. Teori yang berorientasi pada isi, yaitu berkonsentrasi pada isi kurikulum.
4. Teori yang berorientasi pada proses, yaitu berkonsentrasi pada bagaimana kurikulum
dikembangkan.
NO TEORI KURIKULUM KONSEP KURIKULUM

01 Teori Pendidikan Klasik (Classical Konsep Kurikulum Subjek Akademis


Education) a. Definisi: konsep kurikulum yang memberikan pengetahuan yang solid serta
a. Definisi: teori yang memandang pendidikan melatih peserta didik menggunakan ide-ide dan proses penelitian melalui metode
sebagai upaya untuk memelihara, ekspositori dan inkuisi.
mengawetkan dan meneruskan warisan b. Orientasi: pengembangan pengetahuan dari berbagai disiplin ilmu.
budaya. c. Karakteristik:
b. Contoh: aliran perenialisme (pendidikan 1) Kurikulum menekankan isi atau materi pelajaran.
ningrat), essensialisme (pendidikan untuk 2) Isi kurikulum berasal dari disiplin ilmu (solid-sistematis).
mencari nafkah). 3) Peranan guru sangat dominan.
c. Karakteristik: 4) Penyajian: eksplorasi dan inkuisi.
1) Orientasi masa lalu. d. Skema konsep subjek akademis:
2) Asumsi: ilmu, nilai, dan budaya.
3) Guru adalah ekspert dan model.

Teori Pendidikan Pribadi (Personalized Konsep Kurikulum Humanistik:


Education) a. Definisi: suatu model konsep kurikulum yang bertujuan memperluas kesadaran
02 a. Definisi: teori yang bertolak dari asumsi diri dan mengurangi kerenggangan dan keterasingan dari lingkungan dan proses
bahwa sejak dilahirkan anak telah memiliki aktualisasi diri.
potensi-potensi tertentu. b. Orientasi: pengembangan kepribadian, sikap, emosi, dan perasaan.
b. Contoh: aliran progesif (John Dewey) dan c. Karakteristik:
romantik-naturalisme (JJ Rousseou) yang 1) Siswa adalah subjek punya peran utama.
terkenal dengan teori tabularasa dimana 2) Isi/ bahan sesuai minat dan kebutuhan siswa.
setiap individu dipandang fitrah. 3) Menekankan keutuhan pribadi.
c. Karakteristik: 4) Penyampaian melalui discovery, inquiriy, penekanan masalah.
1) Orientasi ke masa sekarang. d. Skema:
2) Asumsi semua anak punya potensi.
3) Pendidikan ibarat bertani.
4) Guru adalah psikolog, bidan, motivator, dan
fasilitator.

Teori Pendidikan Teknologi Konsep Kurikulum Teknologis


a. Definisi: teori pendidikan yang mempunyai a. Definisi: konsep kurikulum yang bertujuan memberikan penguasaan kompetensi
03 persamaan dengan pendidikan klasik tentang bagi peserta didik, melalui metode pembelajaran individual, media buku atau
peranan pendidikan dalam menyampaikan elektronik sehingga mereka dapat menguasai ketrampilan-ketrampilan dasar
informasi, hanya saja lebih diutamakan tertentu.
penguasaan kompetensi praktis bukan b. Orientasi: pengembangan perilaku atau kompetensi dalam berbagai bidang
pemeliharaan budaya lama. kehidupan.
b. Contoh: eksistensialisme (pemeliharaan c. Karakteristik:
budaya) 1) Tujuan dirinci menjadi objektif.
c. Karakteristik: 2) Menekankan isi (uraian kompetensi)
1) Orientasi ke masa sekarang dan akan 3) Disain pembelajaran disusun sistemik (menggunakan analisis aproach).
datang. 4) Isi disajikan dalam media tulis dan elektronik.
2) Menekankan kompetensi. 5) Evaluasi menggunakan tes objektif.
3) Kompetensi diuraikan menjadi perilaku d. Skema:
yang dapat diamati.
4) Peranan guru tidak dominan (dapat diganti
alat-alat teknologi).
5) Pendidikan bersifat ilmiah (science,
experimental, terukur).
6) Pendekatan sistem.

Teori Pendidikan Interaksional Konsep Rekonstrusi Sosial


a. Definisi: suatu teori pendidikan yang a. Definisi: konsep kurikulum yang memiliki tujuan utama menghadapkan peserta
04 bertolak dari pemikiran manusia sebagai didik pada tantangan, ancaman, hambatan-hambatan yang dihadapi manusia.
makhluk sosial yang senantiasa berinteraksi b. Orientasi: pengembangan kemampuan memecahkan problem-problem dalam
dan bekerja sama dengan manusia lainnya. masyarakat.
b. Contoh: aliran pragmatisme. c. Karakteristik:
c. Karakteristik: 1) Tujuan pemecahan masalah masyarakat.
1) Orientasi ke masa lalu dan sekarang. 2) Isi kurikulum problema dalam masyarakat.
2) Asumsi manusia adalah makhluk sosial. 3) Metode mengajar kooperatif/ gotong royong/ kerja kelompok.
3) Menekankan pemecahan problema 4) Guru dan siswa belajar bersama.
masyarakat. d. Skema:
4) Tujuan pendidikan pembentukan
masyarakat lebih baik.
5) Pendidikan adalah kerja sama.
Konsep kurikulum sejatinya berkembang sejalan dengan perkembangan teori dan
praktik pendidikan, juga bervariasi sesuai dengan aliran atau teori kurikulum yang dianutnya,
karena dengan adanya teori kurikulum maka akan menghasilkan suatu konsep kurikulum
masing-masing. Secara garis besar konsep kurikulum mempunyai tiga domain yang digarap
dan dikembangkan, yaitu:[22]
1. Kurikulum sebagai substansi, yakni kurikulum dipandang sebagai suatu rencana kegiatan
belajar bagi peserta didik di sekolah atau sebagai suatu perangkat tujuan yang ingin dicapai.
2. Kurikulum sebagai suatu sistem, yakni sistem kurikulum merupakan bagian dari sistem
sekolah, sistem pendidikan, dan sistem masyarakat.
3. Kurikulum sebagai suatu bidang studi, yakni bidang studi kurikulu sebagai suatu disiplin
ilmu yang dikaji di lembaga pendidikan seperti perguruan tinggi.
Menurut I.P. Simanjutak sebagaimana dikutip Hamalik bahwa konsep kurikulum
harus berdasar atas prinsip-prinsip pertanyaan di bawah ini, antara lain:[23]
1. Kurikulum berkenaan dengan fungsi apa?
2. Kurikulum itu disediakan untuk siapa?
3. Kurikulum diberikan untuk membantu menjadi apa?
4. Hal-hal atau komponen apa saja yang tercakup dalam kurikulum?
5. Bagaimana melaksankan kurikulum?
6. Bagaimana cara mengevaluasi atau mengetahui hasil kurikulum?
Konsep kurikulum memiliki keterkaitan dengan teori kurikulum karena suatu konsep
kurikulum mengacu atau berpedoman pada teori kurikulum yang digunakan. Menurut Zainal
Arifin setidaknya ada empat macam teori kurikulum yang melahirkan konsep kurikulum,
yaitu:[24]
1. Teori kurikulum pendidikan klasik (perenialisme dan essensialisme) menghasilkan konsep
kurikulum subjek akademis (rasionalisasi).
2. Teori kurikulum pendidikan pribadi (progesif dan romantik-naturalisme) menghasilkan
konsep kurikulum humanistik (aktualisasi diri).
3. Teori kurikulum pendidikan teknologi (eksistensialisme) menghasilkan konsep kurikulum
teknologis.
4. Teori kurikulum pendidikan interaksional melahirkan konsep kurikulum rekonstruksi sosial.
Untuk lebih jelasnya hubungan antara teori dan konsep kurikulum dapat dilihat
melalui tabel dibawah ini:[25]
Sedangkan bagan implementasi teori dan konsep kurikulum yang penulis buat dapat
di lihat pada gambar dibawah ini:

Ideal
Curriculu
m

Real
Curriculum

E. Pondasi dan Pendekatan Kurikulum


Kurikulum merupakan rancangan pendidikan yang memiliki kedudukan cukup
sentral dalam perkembangan pendidikan. Oleh karena itu dibutuhkan suatu pondasi,
landasan, atau asas yang kuat dalam pengembangan kurikulum agar pendidikan dapat
menghasilkan manusia-manusia yang berkualitas. Abdullah Idi dan S.
Nasution mengemukakan bahwa kurikulum dibangun atas empat landasan utama,
yaitu:[26]
1. Landasan filosofis, yaitu berkenaan dengan tujuan pendidikan yang sesuai dengan
falsafah negara.
2. Landasan psikologis, yaitu memperhitungkan faktor anak dalam kurikulum yakni
psikologis anak, perkembangan anak, psikologi belajar dan bagaimana proses belajar
anak.
3. Landasan sosiologis, yaitu keadaan masyarakat, perkembangan dan perubahannya,
kebudayaan manusia, hasil kerja manusia berupa pengetahuan dan lainnya.
4. Landasan organisatoris, yaitu mempertimbangkan bentuk dan organisasi bahan
pelajaran yang disajikan, landasan organisatoris biasa disebut dengan landasan hakikat
pengetahuan (disiplin ilmu).
Bagan pondasi kurikulum serta pengembangannya sebagaimana dikemukakan
oleh S. Nasution sebagai berikut:[27]
Keempat pondasi atau landasan kurikulum di atas telah merupakan pegangan
umum dalam pengembangan kurikulum, namun masih perlu lagi pegangan khusus yang
lebih terperinci yakni dengan memilih pendekatan kurikulum yang serasi untuk
kemudian menentukan mata pelajaran yang akan disajikan dengan tetap
mempertimbangkan pondasi kurikulum.[28]
Hal tersebut di atas karena pendekatan lebih menekankan pada usaha dan
penerapan langkah-langkah atau cara kerja dengan menerapkan strategi dan beberapa
metode yang tepat, dan dijalankan sesuai dengan langkah-langkah sistematik untuk
memperoleh hasil kerja yang lebih baik.
Studi tentang kurikulum sering mempertanyakan tentang jenis pendekatan
(aproach) apa yang dipergunakan dalam pembahasan atau penyusunan kurikulum
tersebut. Penggunaan suatu jenis pendekatan pada umumnya menentukan bentuk dan
pola yang digunakan oleh kurikulum. Oleh karenanya secara teoritis menurut
perkembangannya pendekatan kurikulum terdiri dari:[29]
1. Pendekatan kompetensi (competency approach), yakni jalinan terpadu yang unik antara
pengetahuan, ketrampilan, sikap dan nilai-nilai yang direfleksikan dalam pola berfikir
dan pola bertindak, dimana pendekatan ini menitikberatkan pada semua domain yaitu
kognitif, afektif, dan psikomotorik.
2. Pendekatan sistem (system approach), yaitu totalitas atau keseluruhan komponen yang
saling berfungsi, berinteraksi, dan interdepensi untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan.
3. Pendekatan klarifikasi nilai (value clarification approach), yakni langkah pengambilan
keputusan tentang prioritas atas keyakinan sendiri berdasarkan pertimbangan yang
rasional, logis, sesuai dengan perasaannya dan perasaan orang lain, serta aturan yang
berlaku.
4. Pendekatan komprehensif (comprehensive approach), pendekatan ini melihat,
memperhatikan, dan menganalisis kurikulum secara keseluruhan.
5. Pendekatan yang berpusat pada masalah (problem centered approach), pendekatan ini
dilakukan dengan cara mengidentifikasi berbagai masalah kurikulum secara khusus.
6. Pendekatan terpadu, yaitu suatu pendekatan yang memadukan keseluruhan bagian
dan indikator-indikatornya dalam suatu bingkai kurikulum untuk mencapai tujuan
tertentu.
Keenam jenis pendekatan tersebut masing-masing memiliki penekanannya
sendiri-sendiri dan karenanya menimbulkan kepercayaan yang prinsipil. Namun secara
umum dalam studi tentang kurikulum terdapat dua jenis pendekatan, yaitu:[30]
1. Pendekatan sentralisasi (centralized approach), disebut juga pendekatan top-downyaitu
pendekatan yang menggunakan sistem komando (dari atas ke bawah), artinya
kurikulum dikembangkan oleh pemerintah pusat (Balitbang Kemdiknas) dan sesuai
dengan garis komando.
2. Pendekatan disentralisasi (dicentralized approach), disebut juga dengan
pendekatan grass-rooth yaitu suatu sistem pendekatan yang dimulai dari akar rumput,
dalam hal ini guru sebagai ujung tombak pengembang kurikulum di tingkat sekolah, baik
secara individual maupun secara kelompok.

F. Kesimpulan
Kurikulum merupakan seperangkat kerangka pembelajaran yang direncanakan
secara sistematik dan ideal sebagai proses pembelajaran peserta didik agar
memudahkan mewujudkan tujuan pendidikan yang akan dicapai. Oleh karena itu agar
hal tersebut terlaksana maka pendidik harus lebih dulu memahami kurikulum dengan
baik, sehingga dapat menyajikannya dalam bentuk pengalaman yang bermakna bagi
peserta didik. Jadi hakikatnya setiap perubahan kurikulum yang dikeluarkan dan
ditetapkan oleh pemerintah hanya dapat direalisasikan berkat usaha pendidik.
Akhirnya, pembahasan definisi, karaktersistik, peran, fungsi, tujuan, teori dan
konsep, pondasi dan pendekatan kurikulum dalam makalah ini akan lebih bermakna dan
tepat guna apabila diadakan pelatihan dan pendidikan guru (pendidik) untuk memahami,
menguasai, mengaplikasikan kurikulum yang berlaku pada suatu negara.

G. Referensi
Arifin, Zainal, Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum, Bandung, Remaja Rosdakarya, 2011

Beauchamp, George A., Curriculum Theory, Illionis, The KAGG Press, 1975

Dewi, Rosmala, “Teori-Teori Kurikulum”, dalam http://rosmaladewi68.wordpress.


com/2013/05/11/teori-teori-kurikulum.html., di akses Kamis, 24 Maret 2016, 10.00 WITA.

Doll, Ronald, Curriculum Improment Decision Making and Process, t.t., Ally and Bacon, 1974

Hamalik, Oemar, Manajemen Pengembangan Kurikulum, Cet. IV, Bandung, Remaja Rosdakarya,
2010

Idi, Abdullah, Pengembangan Kurikulum: Teori dan Praktik, Jogjakarta, Ar-Ruzz Media, 2011

Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Madrasah, dan Perguruan
Tinggi, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2005

Mulyasa, E., Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, Bandung, Remaja Rosdakarya, 2007

Nasution, S., Asas-Asas Kurikulum, Cet. V, Jakarta, Bumi Aksara, 2003

---------------, Kurikulum dan Pengajaran, Cet. II, Jakarta, Bumi Aksara, 1995

Putra, Andra, “Pendekatan dan Model-Model Pengembangan Kurikulum”,


dalam http://andraputra.blogspot.co.id/2014/03/pendekatan-dan-model-model-
pengembangan.html, di akses Kamis, 24 Maret 2016, 10.00 WITA.

Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta, Kalam Mulia, 2009

Sanjaya, Wina, Kurikulum dan Pembelajaran: Teori dan Praktik Pengembangan Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP), Jakarta, Kencana Prenada, 2009
Sudrajat, Akhmad, “Teori Pendidikan dan Kurikulum”,
dalam http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/01/31/teori-pendidikan-dan-kurikulum, di
akses Kamis, 24 Maret 2016, 10.00 WITA.

Sukmadinata, Nana Syaodih, Pengembangan Kurikulum, Bandung, Remaja Rosdakarya, 2006

Suratman, “Pengertian, Konsep, Fungsi, dan Peranan Kurikulum”,


dalam http://suratmanskaters.blogspot.co.id/2012/09/pengertian-konsep-fungsi-dan-
peranan.html, di akses Kamis, 24 Maret 2016, 10.00 WITA.

Team Didaktik Metodik/ Kurikulum, Pengantar Didaktik Metodik Kurikulum PBM, Cet. V, Jakarta,
Raja Grafindo Persada, 1993

Tim Pengembang Ilmu Pendidikan FIP-UPI, Ilmu dan Aplikasi Pendidikan, Jakarta, Imperial
Bhakti Utama, 2007

Webster, Webster’s New Dictionary of American Language, t.t., The World Publishing Company,

Dalam hal ini, Nana Syaodih Sukmadinata (1997) mengemukakan empat landasan utama dalam
pengembangan kurikulum, yaitu: (1) filosofis; (2) psikologis; (3) sosial-budaya; dan (4) ilmu
pengetahuan dan teknologi..Untuk lebih jelasnya, di bawah ini akan diuraikan secara ringkas
keempat landasan tersebut.

1. Landasan Filosofis

Filsafat memegang peranan penting dalam pengembangan kuikulum. Sama halnya seperti
dalam Filsafat Pendidikan, kita dikenalkan pada berbagai aliran filsafat, seperti : perenialisme,
essensialisme, eksistesialisme, progresivisme, dan rekonstruktivisme. Dalam pengembangan
kurikulum pun senantiasa berpijak pada aliran – aliran filsafat tertentu, sehingga akan mewarnai
terhadap konsep dan implementasi kurikulum yang dikembangkan. Dengan merujuk kepada
pemikiran Ella Yulaelawati (2003), di bawah ini diuraikan tentang isi dari-dari masing-masing
aliran filsafat, kaitannya dengan pengembangan kurikulum.

1. Perenialisme lebih menekankan pada keabadian, keidealan, kebenaran dan keindahan dari
pada warisan budaya dan dampak sosial tertentu. Pengetahuan dianggap lebih penting dan
kurang memperhatikan kegiatan sehari-hari. Pendidikan yang menganut faham ini
menekankan pada kebenaran absolut , kebenaran universal yang tidak terikat pada tempat
dan waktu. Aliran ini lebih berorientasi ke masa lalu.
2. Essensialisme menekankan pentingnya pewarisan budaya dan pemberian pengetahuan dan
keterampilan pada peserta didik agar dapat menjadi anggota masyarakat yang berguna.
Matematika, sains dan mata pelajaran lainnya dianggap sebagai dasar-dasar substansi
kurikulum yang berharga untuk hidup di masyarakat. Sama halnya dengan perenialisme,
essesialisme juga lebih berorientasi pada masa lalu.
3. Eksistensialisme menekankan pada individu sebagai sumber pengetahuan tentang hidup dan
makna. Untuk memahami kehidupan seseorang mesti memahami dirinya sendiri. Aliran ini
mempertanyakan : bagaimana saya hidup di dunia ? Apa pengalaman itu ?
4. Progresivisme menekankan pada pentingnya melayani perbedaan individual, berpusat pada
peserta didik, variasi pengalaman belajar dan proses. Progresivisme merupakan landasan
bagi pengembangan belajar peserta didik aktif.
5. Rekonstruktivisme merupakan elaborasi lanjut dari aliran progresivisme. Pada
rekonstruktivisme, peradaban manusia masa depan sangat ditekankan. Di samping
menekankan tentang perbedaan individual seperti pada progresivisme, rekonstruktivisme
lebih jauh menekankan tentang pemecahan masalah, berfikir kritis dan sejenisnya. Aliran ini
akan mempertanyakan untuk apa berfikir kritis, memecahkan masalah, dan melakukan
sesuatu ? Penganut aliran ini menekankan pada hasil belajar dari pada proses.
Aliran Filsafat Perenialisme, Essensialisme, Eksistensialisme merupakan aliran filsafat yang
mendasari terhadap pengembangan Model Kurikulum Subjek-Akademis. Sedangkan, filsafat
progresivisme memberikan dasar bagi pengembangan Model Kurikulum Pendidikan Pribadi.
Sementara, filsafat rekonstruktivisme banyak diterapkan dalam pengembangan Model Kurikulum
Interaksional.

Masing-masing aliran filsafat pasti memiliki kelemahan dan keunggulan tersendiri. Oleh karena
itu, dalam praktek pengembangan kurikulum, penerapan aliran filsafat cenderung dilakukan
secara eklektif untuk lebih mengkompromikan dan mengakomodasikan berbagai kepentingan
yang terkait dengan pendidikan. Meskipun demikian saat ini, pada beberapa negara dan
khususnya di Indonesia, tampaknya mulai terjadi pergeseran landasan dalam pengembangan
kurikulum, yaitu dengan lebih menitikberatkan pada filsafat rekonstruktivisme.

2. Landasan Psikologis

Nana Syaodih Sukmadinata (1997) mengemukakan bahwa minimal terdapat dua bidang
psikologi yang mendasari pengembangan kurikulum yaitu (1) psikologi perkembangan dan (2)
psikologi belajar. Psikologi perkembangan merupakan ilmu yang mempelajari tentang perilaku
individu berkenaan dengan perkembangannya. Dalam psikologi perkembangan dikaji tentang
hakekat perkembangan, pentahapan perkembangan, aspek-aspek perkembangan, tugas-tugas
perkembangan individu, serta hal-hal lainnya yang berhubungan perkembangan individu, yang
semuanya dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dan mendasari pengembangan
kurikulum. Psikologi belajar merupakan ilmu yang mempelajari tentang perilaku individu dalam
konteks belajar. Psikologi belajar mengkaji tentang hakekat belajar dan teori-teori belajar, serta
berbagai aspek perilaku individu lainnya dalam belajar, yang semuanya dapat dijadikan sebagai
bahan pertimbangan sekaligus mendasari pengembangan kurikulum.

Masih berkenaan dengan landasan psikologis, Ella Yulaelawati memaparkan teori-teori psikologi
yang mendasari Kurikulum Berbasis Kompetensi. Dengan mengutip pemikiran Spencer, Ella
Yulaelawati mengemukakan pengertian kompetensi bahwa kompetensi merupakan “karakteristik
mendasar dari seseorang yang merupakan hubungan kausal dengan referensi kriteria yang
efektif dan atau penampilan yang terbaik dalam pekerjaan pada suatu situasi“.

Selanjutnya, dikemukakan pula tentang 5 tipe kompetensi, yaitu :

1. motif; sesuatu yang dimiliki seseorang untuk berfikir secara konsisten atau keinginan untuk
melakukan suatu aksi.
2. bawaan; yaitu karakteristik fisik yang merespons secara konsisten berbagai situasi atau
informasi.
3. konsep diri; yaitu tingkah laku, nilai atau image seseorang;
4. pengetahuan; yaitu informasi khusus yang dimiliki seseorang; dan
5. keterampilan; yaitu kemampuan melakukan tugas secara fisik maupun mental.

Kelima kompetensi tersebut mempunyai implikasi praktis terhadap perencanaan sumber daya
manusia atau pendidikan. Keterampilan dan pengetahuan cenderung lebih tampak pada
permukaan ciri-ciri seseorang, sedangkan konsep diri, bawaan dan motif lebih tersembunyi dan
lebih mendalam serta merupakan pusat kepribadian seseorang. Kompetensi permukaan
(pengetahuan dan keterampilan) lebih mudah dikembangkan. Pelatihan merupakan hal tepat
untuk menjamin kemampuan ini. Sebaliknya, kompetensi bawaan dan motif jauh lebih sulit untuk
dikenali dan dikembangkan.

Dalam konteks Kurikulum Berbasis Kompetensi, E. Mulyasa (2002) menyoroti tentang aspek
perbedaan dan karakteristik peserta didik, Dikemukakannya, bahwa sedikitnya terdapat lima
perbedaan dan karakteristik peserta didik yang perlu diperhatikan dalam Kurikulum Berbasis
Kompetensi, yaitu : (1) perbedaan tingkat kecerdasan; (2) perbedaan kreativitas; (3) perbedaan
cacat fisik; (4) kebutuhan peserta didik; dan (5) pertumbuhan dan perkembangan kognitif.

3. Landasan Sosial-Budaya

Kurikulum dapat dipandang sebagai suatu rancangan pendidikan. Sebagai suatu rancangan,
kurikulum menentukan pelaksanaan dan hasil pendidikan. Kita maklumi bahwa pendidikan
merupakan usaha mempersiapkan peserta didik untuk terjun ke lingkungan masyarakat.
Pendidikan bukan hanya untuk pendidikan semata, namun memberikan bekal pengetahuan,
keterampilan serta nilai-nilai untuk hidup, bekerja dan mencapai perkembangan lebih lanjut di
masyarakat.

Peserta didik berasal dari masyarakat, mendapatkan pendidikan baik formal maupun informal
dalam lingkungan masyarakat dan diarahkan bagi kehidupan masyarakat pula. Kehidupan
masyarakat, dengan segala karakteristik dan kekayaan budayanya menjadi landasan dan
sekaligus acuan bagi pendidikan.

Dengan pendidikan, kita tidak mengharapkan muncul manusia – manusia yang menjadi terasing
dari lingkungan masyarakatnya, tetapi justru melalui pendidikan diharapkan dapat lebih mengerti
dan mampu membangun kehidupan masyakatnya. Oleh karena itu, tujuan, isi, maupun proses
pendidikan harus disesuaikan dengan kebutuhan, kondisi, karakteristik, kekayaan dan
perkembangan yang ada di masyakarakat.

Setiap lingkungan masyarakat masing-masing memiliki sistem-sosial budaya tersendiri yang


mengatur pola kehidupan dan pola hubungan antar anggota masyarakat. Salah satu aspek
penting dalam sistem sosial budaya adalah tatanan nilai-nilai yang mengatur cara berkehidupan
dan berperilaku para warga masyarakat. Nilai-nilai tersebut dapat bersumber dari agama,
budaya, politik atau segi-segi kehidupan lainnya.

Sejalan dengan perkembangan masyarakat maka nilai-nilai yang ada dalam masyarakat juga
turut berkembang sehingga menuntut setiap warga masyarakat untuk melakukan perubahan dan
penyesuaian terhadap tuntutan perkembangan yang terjadi di sekitar masyarakat.

Israel Scheffer (Nana Syaodih Sukmadinata, 1997) mengemukakan bahwa melalui pendidikan
manusia mengenal peradaban masa lalu, turut serta dalam peradaban sekarang dan membuat
peradaban masa yang akan datang.
Dengan demikian, kurikulum yang dikembangkan sudah seharusnya mempertimbangkan,
merespons dan berlandaskan pada perkembangan sosial – budaya dalam suatu masyarakat,
baik dalam konteks lokal, nasional maupun global.

4.Landasan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

Pada awalnya, ilmu pengetahuan dan teknologi yang dimiliki manusia masih relatif sederhana,
namun sejak abad pertengahan mengalami perkembangan yang pesat. Berbagai penemuan
teori-teori baru terus berlangsung hingga saat ini dan dipastikan kedepannya akan terus semakin
berkembang

Akal manusia telah mampu menjangkau hal-hal yang sebelumnya merupakan sesuatu yang
tidak mungkin. Pada jaman dahulu kala, mungkin orang akan menganggap mustahil kalau
manusia bisa menginjakkan kaki di Bulan, tetapi berkat kemajuan dalam bidang Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi pada pertengahan abad ke-20, pesawat Apollo berhasil mendarat di
Bulan dan Neil Amstrong merupakan orang pertama yang berhasil menginjakkan kaki di Bulan.

Kemajuan cepat dunia dalam bidang informasi dan teknologi dalam dua dasa warsa terakhir
telah berpengaruh pada peradaban manusia melebihi jangkauan pemikiran manusia
sebelumnya. Pengaruh ini terlihat pada pergeseran tatanan sosial, ekonomi dan politik yang
memerlukan keseimbangan baru antara nilai-nilai, pemikiran dan cara-cara kehidupan yang
berlaku pada konteks global dan lokal.

Selain itu, dalam abad pengetahuan sekarang ini, diperlukan masyarakat yang berpengetahuan
melalui belajar sepanjang hayat dengan standar mutu yang tinggi. Sifat pengetahuan dan
keterampilan yang harus dikuasai masyarakat sangat beragam dan canggih, sehingga
diperlukan kurikulum yang disertai dengan kemampuan meta-kognisi dan kompetensi untuk
berfikir dan belajar bagaimana belajar (learning to learn) dalam mengakses, memilih dan menilai
pengetahuan, serta mengatasi siatuasi yang ambigu dan antisipatif terhadap ketidakpastian..

Perkembangan dalam bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, terutama dalam bidang
transportasi dan komunikasi telah mampu merubah tatanan kehidupan manusia. Oleh karena itu,
kurikulum seyogyanya dapat mengakomodir dan mengantisipasi laju perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi, sehingga peserta didik dapat mengimbangi dan sekaligus
mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk kemaslahatan dan kelangsungan hidup
manusia

1964

Anda mungkin juga menyukai