Anda di halaman 1dari 27

Grand case

ULKUS DIABETIKUM

Oleh :

Prudentia ...............................................

Oktafiani Tri Ananda 1840312253

Pembimbing

dr. Vendry Rivaldi, SpB(K)V

BAGIAN ILMU PENYAKIT BEDAH

RSUP M DJAMIL PADANG

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS

PADANG

2018
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Dengan meningkatnya status sosial dan ekonomi, pelayanan kesehatan masyarakat,


perubahan gaya hidup, bertambahnya umur harapan hidup, maka di Indonesia mengalami
pergeseran pola penyakit dari penyakit menular menjadi penyakit tidak menular, hal ini di
kenal dengan transisi epidemiologi. Kecenderungan meningkatnya prevalensi penyakit tidak
menular salah satunya adalah Diabetes mellitus.1

Diabetes mellitus merupakan suatu penyakit menahun yang ditandai oleh kadar glukosa
darah melebihi normal dan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein yang
disebabkan oleh kekurangan hormon insulin secara relatif maupun absolut. Bila hal ini
dibiarkan tidak terkendali dapat terjadi komplikasi metabolik akut maupun komplikasi
vaskuler jangka panjang, baik mikroangiopati maupun makroangiopati3,4.

Jumlah penderita Diabetes mellitus di dunia dari tahun ke tahun mengalami peningkatan,
hal ini berkaitan dengan jumlah populasi yang meningkat, life expectancy bertambah,
urbanisasi yang merubah pola hidup tradisional ke pola hidup modern, prevalensi obesitas
meningkat dan kegiatan fisik kurang. Diabetes mellitus perlu diamati karena sifat penyakit
yang kronik progresif, jumlah penderita semakin meningkat dan banyak dampak negatif yang
ditimbulkan5..Masalah pada kaki diabetik misalnya ulserasi, infeksi dan gangren, merupakan
penyebab umum perawatan di rumah sakit bagi para penderita diabetes. Perawatan rutin
ulkus, pengobatan infeksi, amputasi dan perawatan di rumah sakit membutuhkan biaya yang
sangat besar tiap tahun dan menjadi beban yang sangat besar dalam sistem pemeliharaan
kesehatan.6

Ulkus diabetes disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu neuropati, trauma, deformitas
kaki, tekanan tinggi pada telapak kaki dan penyakit vaskuler perifer.Pemeriksaan dan
klasifikasi ulkus diabetes yang menyeluruh dan sistematik dapat membantu memberikan
arahan perawatan yang adekuat.7

Dasar dari perawatan ulkus diabetes meliputi 3 hal yaitu debridement, offloading dan
kontrol infeksi.8 Ulkus kaki pada pasien diabetes harus mendapatkan perawatan karena ada
beberapa alasan, misalnya unfuk mengurangi resiko infeksi dan amputasi, memperbaiki
fungsi dan kualitas hidup, dan mengurangi biaya pemeliharaan kesehatan. Tujuan utama
perawatan ulkus diabetes sesegera mungkin didapatkan kesembuhan dan pencegahan
kekambuhan setelah proses penyembuhan. Dari beberapa penelitian, menunjukkan bahwa
perkembangan ulkus diabetes dapat dicegah.9,10

1.2 Tujuan Penulisan


Penulisan ini bertujuan untuk mengenali defenisi, epidemiologi, jenis, gejala klinis,
patofisiologi, prinsip diagnostik, tata laksana dan prognosis dari ulkus diabetikum.

1.3 Manfaat Penulisan


Penulisan ini dapat menambah wawasan dan ilmu dasar mengenai ulkus diabetikum.

1.4 Metode Penulisan


Penulisan ini merujuk ke berbagai literatur.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DIABETES MELLITUS
1. Definisi Diabetes Mellitus
Diabetes mellitus adalah kelainan yang ditandai dengan kadar glukosa
darah yang melebihi normal (hiperglikemia) dan gangguan metabolisme
karbohidrat, lemak dan protein yang disebabkan oleh kekurangan hormon
insulin secara relatif maupun absolut, apabila dibiarkan tidak terkendali
dapat terjadinya komplikasi metabolik akut maupun komplikasi vaskuler
4,5
jangka panjang yaitu mikroangiopati dan makroangiopati .

Diabetes mellitus adalah suatu kelompok penyakit metabolik dengan


karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin,
gangguan kerja insulin atau keduanya, yang menimbulkan berbagai
3,11
komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf dan pembuluh darah .

2. Epidemiologi
Menurut survei yang di lakukan oleh organisasi kesehatan dunia (WHO),
jumlah penderita Diabetes mellitus di Indonesia pada tahun 2000 terdapat 8,4
juta orang, jumlah tersebut menempati urutan ke-4 terbesar di dunia,
sedangkan urutan di atasnya adalah India (31,7 juta), Cina (20,8 juta), dan
Amerika Serikat (17,7 juta). Jumlah penderita Diabetes Mellitus tahun 2000
6,7
di dunia termasuk Indonesia tercatat 175,4 juta orang .
Di Indonesia berdasarkan penelitian epidemiologis didapatkan prevalensi
Diabetes mellitus sebesar 1,5 – 2,3% pada penduduk yang usia lebih 15
tahun, bahkan di daerah urban prevalensi DM sebesar 14,7% dan daerah
rural sebesar 7,2%. Prevalensi tersebut meningkat 2-3 kali dibandingkan
dengan negara maju, sehingga Diabetes mellitus merupakan masalah
3,4,6,8
kesehatan masyarakat yang serius . Berdasarkan data Badan Pusat
Statistik Indonesia tahun 2003 penduduk Indonesia yang berusia di atas 20
tahun sebesar 133 juta jiwa, maka pada tahun 2003 diperkirakan terdapat
penderita DM di daerah urban sejumlah 8,2 juta dan di daerah rural
3
sejumlah 5,5 juta .
3. Etiologi Diabetes Mellitus
Klasifikasi etiologi Diabetes mellitus, menurut ADA 2007 adalah
3,11
sebagai berikut:
a. Diabetes tipe 1. (destruksi sel beta, umumnya menjurus ke
defisiensi insulin absolut):
1) Autoimun.
2) Idiopatik.
b. Diabetes tipe 2. (bervariasi mulai yang terutama dominan resistensi
insulin disertai defesiensi insulin relatif sampai yang terutama
defek sekresi insulin disertai resistensi insulin).
c. Diabetes tipe lain.
1) Defek genetik fungsi sel beta :
a) Maturity-Onset Diabetes of the Young (MODY) 1, 2, 3.
b) DNA mitokondria.
2) Defek genetik kerja insulin.
3) Penyakit eksokrin pankreas.
a) Pankreatitis.
b) Tumor/ pankreatektomi.
c) Pankreatopati fibrokalkulus.
4) Endokrinopati.
a) Akromegali.
b) Sindroma Cushing.
c) Feokromositoma.
d) Hipertiroidisme.
5) Karena obat/ zat kimia.
a) Pentamidin, asam nikotinat.
b) Glukokortikoid, hormon tiroid.
c) Tiazid, dilantin, interferon alfa dan lain-lain.
6) Infeksi: rubella kongenital, sitomegalovirus.
7) Sebab imunologi yang jarang: antibodi insulin.
8) Sindrom genetik lain yang berkaitan dengan DM: Sindrom
Down, Sindrom Klinefelter, Sindrom Turner dan lain-lain.

4. Gejala dan Tanda-Tanda Diabetes mellitus


Gejala dan tanda-tanda DM dapat digolongkan menjadi gejala akut dan
gejala kronik.
d. Gejala Akut Penyakit Diabetes mellitus
Gejala penyakit DM dari satu penderita ke penderita lain bervariasi
bahkan, mungkin tidak menunjukkan gejala apa pun sampai saat
tertentu.
1) Pada permulaan gejala yang ditunjukkan meliputi serba
banyak (Poli),yaitu: Banyak makan (poliphagia); Banyak
minum (polidipsia); Banyak kencing (poliuria).
2) Bila keadaan tersebut tidak segera diobati, akan timbul
gejala:
a) Banyak minum.
b) Banyak kencing.
c) Nafsu makan mulai berkurang/ berat badan turun dengan
cepat (turun 5 – 10 kg dalam waktu 2 – 4 minggu).
d) Mudah lelah.
e) Bila tidak lekas diobati, akan timbul rasa mual, bahkan
penderita akan jatuh koma yang disebut dengan koma
12,13,14
diabetik .
e. Gejala Kronik Diabetes mellitus
Gejala kronik yang sering dialami oleh penderita Diabetes mellitus
adalah sebagai berikut:
1) Kesemutan.
2) Kulit terasa panas, atau seperti tertusuk-tusuk jarum.
3) Rasa tebal di kulit.
4) Kram.
5) Capai.
6) Mudah mengantuk.
7) Mata kabur, biasanya sering ganti kacamata.
8) Gatal di sekitar kemaluan terutama wanita.
9) Gigi mudah goyah dan mudah lepas kemampuan seksual
menurun,bahkan impotensi.
10) Para ibu hamil sering mengalami keguguran atau kematian janin
1,12,15
dalam kandungan, atau dengan bayi berat lahir lebih dari 4 kg .
5. Komplikasi
Komplikasi-komplikasi pada Diabetes mellitus dapat dibagi menjadi dua
yaitu :
1. Komplikasi Metabolik Akut
Komplikasi akut terdiri dari dua bentuk yaitu hipoglikemia dan
hiperglikemia. Hiperglikemia dapat berupa, Keto Asidosis Diabetik
(KAD), Hiperosmolar Non Ketotik (HNK) dan Asidosis Laktat (AL).
Hipoglikemi yaitu apabila kadar gula darah lebih rendah dari 60 mg %
dan gejala yang muncul yaitu palpitasi, takhicardi, mual muntah,
lemah, lapar dan dapat terjadi penurunan kesadaran sampai koma.
Hiperglikemi yaitu apabila kadar gula darah lebih dari 250 mg % dan
gejala yang muncul yaitu oliuri, polidipsi pernafasan kussmaul, mual
16
muntah, penurunan kesadaran sampai koma .
2. Komplikasi Metabolik Kronik
Komplikasi kronik pada dasarnya terjadi pada semua pembuluh darah
17
di seluruh bagian tubuh (Angiopati diabetik) . Angiopati diabetik
untuk memudahkan dibagi menjadi dua yaitu: makroangiopati
(makrovaskuler) dan mikroangiopati (mikrovaskuler), yang tidak
berarti bahwa satu sama lain saling terpisah dan tidak terjadi sekaligus
bersamaan.
Komplikasi kronik DM yang sering terjadi adalah sebagai berikut:
a. Mikrovaskuler :
1) Ginjal.
2) Mata.
b. Makrovaskuler :
1) Penyakit jantung koroner.
2) Pembuluh darah kaki.
3) Pembuluh darah otak.

c. Neuropati: mikro dan makrovaskuler

d. Mudah timbul ulkus atau infeksi : mikrovaskuler dan


9,10,18.
makrovaskuler

Bagan 1. Patogenesis Komplikasi kronis DM

Sumber : Green RJ, 1997


B. ULKUS DIABETIKUM
1. Definisi ulkus Diabetikum
Ulkus diabetika adalah salah satu bentuk komplikasi kronik Diabetes
mellitus berupa luka terbuka pada permukaan kulit yang dapat disertai
19
adanya kematian jaringan setempat .
Ulkus diabetika merupakan luka terbuka pada permukaan kulit karena
adanya komplikasi makroangiopati sehingga terjadi vaskuler insusifiensi
dan neuropati, yang lebih lanjut terdapat luka pada penderita yang sering
tidak dirasakan, dan dapat berkembang menjadi infeksi disebabkan oleh
12,14,16
bakteri aerob maupun anaerob
2. Epidemiologi
Prevalensi penderita ulkus diabetika di Indonesia sebesar 15% dari
penderita Dm. di RSCM, pada tahun 2003 masalah kaki diabetes masih
merupakan masalah besar. Sebagian besar perawatan DM selalu terkait
dengan ulkus diabetika. Angka kematian dan angka amputasi masih
tinggi,masing-masig sebesar 32,5% dan 23,5%. Nasib penderita DM paska
amputasi masih sangat buruk, sebanyak 14,3% akan meninggal dalam
setahun paska amputasi dan sebanyak 37% akan meninggal 3 tahun pasca
20
amputasi
3. Etiologi dan Faktor Resiko ulkus diabetikum
Beberapa etiologi yang menyebabkan ulkus diabetikum meliputi
neuropati,penyakit arterial,tekanan dan deformitas kaki.
Faktor risiko terjadi ulkus diabetika pada penderita Diabetes mellitus
menurut Lipsky dengan modifikasi dikutip oleh Riyanto dkk.terdiri atas :
a. Faktor-faktor risiko yang tidak dapat diubah :
1) Umur ≥ 60 tahun.
2) Lama DM ≥ 10 tahun.
b. Faktor-Faktor Risiko yang dapat diubah : (termasuk kebiasaan dan gaya
hidup)
1) Neuropati (sensorik, motorik, perifer).
2) Obesitas.
3) Hipertensi.
4) Glikolisasi Hemoglobin (HbA1C) tidak terkontrol.
5) Kadar glukosa darah tidak terkontrol.
6) Insusifiensi Vaskuler karena adanya Aterosklerosis yang
disebabkan :
a) Kolesterol Total tidak terkontrol.
b) Kolesterol HDL tidak terkontrol.
c) Trigliserida tidak terkontrol.
7) Kebiasaan merokok.
8) Ketidakpatuhan Diet DM.

4. Patogenesis ulkus diabetika

Bagan 2 patogenesis ulkus Diabetika


Salah satu akibat komplikasi kronik atau jangka panjang Diabetes mellitus
adalah ulkus diabetika. Ulkus diabetika disebabkan adanya tiga faktor
14,16,17.
yang sering disebut Trias yaitu : Iskemik, Neuropati, dan Infeksi

Pada penderita DM apabila kadar glukosa darah tidak terkendali akan


terjadi komplikasi kronik yaitu neuropati, menimbulkan perubahan
jaringan syaraf karena adanya penimbunan sorbitol dan fruktosa sehingga
mengakibatkan akson menghilang, penurunan kecepatan induksi,
parastesia, menurunnya reflek otot, atrofi otot, keringat berlebihan, kulit
kering dan hilang rasa, apabila diabetisi tidak hati-hati dapat terjadi trauma
9
yang akan menjadi ulkus diabetika
Iskemik merupakan suatu keadaan yang disebabkan oleh karena kekurangan
darah dalam jaringan, sehingga jaringan kekurangan oksigen. Hal ini
disebabkan adanya proses makroangiopati pada pembuluh darah sehingga
sirkulasi jaringan menurun yang ditandai oleh hilang atau berkurangnya
denyut nadi pada arteri dorsalis pedis, tibialis dan poplitea, kaki menjadi
atrofi, dingin dan kuku menebal. Kelainan selanjutnya terjadi nekrosis
jaringan sehingga timbul ulkus yang biasanya dimulai dari ujung kaki atau
tungkai10,14,16

Aterosklerosis merupakan sebuah kondisi dimana arteri menebal dan


menyempit karena penumpukan lemak pada bagian dalam pembuluh
darah. Menebalnya arteri di kaki dapat mempengaruhi otot-otot kaki
karena berkurangnya suplai darah, sehingga mengakibatkan kesemutan,
rasa tidak nyaman, dan dalam jangka waktu lama dapat mengakibatkan
12,14
kematian jaringan yang akan berkembang menjadi ulkus diabetika .

Proses angiopati pada penderita Diabetes mellitus berupa penyempitan dan


penyumbatan pembuluh darah perifer, sering terjadi pada tungkai bawah
terutama kaki, akibat perfusi jaringan bagian distal dari tungkai menjadi
17
berkurang kemudian timbul ulkus diabetika .
Pada penderita DM yang tidak terkendali akan menyebabkan penebalan
tunika intima (hiperplasia membram basalis arteri) pada pembuluh darah
besar dan pembuluh kapiler bahkan dapat terjadi kebocoran albumin
keluar kapiler sehingga mengganggu distribusi darah ke jaringan dan
12,16
timbul nekrosis jaringan yang mengakibatkan ulkus diabetika .

Eritrosit pada penderita DM yang tidak terkendali akan meningkatkan


HbA1C yang menyebabkan deformabilitas eritrosit dan pelepasan oksigen
di jaringan oleh eritrosit terganggu, sehingga terjadi penyumbatan yang
menggangu sirkulasi jaringan dan kekurangan oksigen mengakibatkan
12,14,15
kematian jaringan yang selanjutnya timbul ulkus diabetika .

Peningkatan kadar fibrinogen dan bertambahnya reaktivitas trombosit


menyebabkan tingginya agregasi sel darah merah sehingga sirkulasi darah
menjadi lambat dan memudahkan terbentuknya trombosit pada dinding
12
pembuluh darah yang akan mengganggu sirkulasi darah .

Penderita Diabetes mellitus biasanya kadar kolesterol total, LDL,


trigliserida plasma tinggi. Buruknya sirkulasi ke sebagian besar jaringan
akan menyebabkan hipoksia dan cedera jaringan, merangsang reaksi
21
peradangan yang akan merangsang terjadinya aterosklerosis

Perubahan inflamasi pada pembuluh darah, akan terjadi penumpukan


lemak pada lumen pembuluh darah, konsentrasi HDLsebagai pembersih
plak biasanya rendah. Adanya factor risikolain yaitu hipertensiakan
meningkatkan kerentanan terhadap atherosclerosis.konsekuensi adanya
athrosklerosis yaitu sirkulasi jaringan menurun hingga kaki menjadi
atrofi,dingin dan kuku menebal. Kelainan selanjutnya terjadi nekrosis
jaringan sehingga timbul ulkus yang biasanya dimulai dari ujung kaki atau
tungkai.
Pada penderita DM apabila kadar glukosa darah tidak terkendali
menyebabkan abnormalitas lekosit sehingga fungsi khemotoksis di lokasi
radang terganggu, demikian pula fungsi fagositosis dan bakterisid
menurun sehingga bila ada infeksi mikroorganisme sukar untuk
dimusnahkan oleh sistem phlagositosis-bakterisid intra selluler.

Pada penderita ulkus diabetika, 50 % akan mengalami infeksi akibat adanya


glukosa darah yang tinggi, yang merupakan media pertumbuhan bakteri yang
subur. Bakteri penyebab infeksi pada ulkus diabetika yaitu kuman aerobik
Staphylokokus atau Streptokokus serta kuman anaerob yaitu Clostridium
perfringens, Clostridium novy, dan Clostridium septikum.
5. Tanda dan gejala
Tanda dan gejala ulkus diabetika adalah :
a. Sering kesemutan
b. Nyeri kaki saat istirahat
c. Sensari rasa berkurang
d. Kerusakan jaringan (nekrosis)
e. Penurunan denyut nadi arteri dorsalis pedis,tibialis,dan popliteal
f. Kaki menjadi atrofi, dingin kuku menebl
g. Kulit kering
6. Klasifikasi Ulkus Diabetikum
Klasifikasi Ulkus diabetika pada penderita Diabetes mellitus menurut
Wagner, terdiri dari 6 tingkatan :
0= Tidak ada luka terbuka, kulit utuh.
1= Ulkus Superfisialis, terbatas pada kulit.
2= Ulkus lebih dalam sering dikaitkan dengan inflamasi jaringan.
3= Ulkus dalam yang melibatkan tulang, sendi dan formasi abses.
4= Ulkus dengan kematian jaringan tubuh terlokalisir seperti pada ibu jari
kaki, bagian depan kaki atau tumit.
5 = Ulkus dengan kematian jaringan tubuh pada seluruh kaki.

Gambar ilustrasi klasifikasi diabetic ulcer


Sedangkan klasifikasi untuk kedalaman luka dan luasnya daerah iskemik
menurut Brodsky:
 Berdasarkan kedalaman luka/ ulserasi
o 0 : Pre dan post ulserasi
o 1 : luka superfisial yang mencapai epidermis atau dermis atau
o keduanya, tapi belum menembus tendon, kapsul sendi atau
tulang.
o 2 : luka memembus tendon atau tulang tetapi belum mencapai
tulang atau sendi
o 3 : tulang menembus tulang atau sendi

Berdasarkan luas daerah iskemia
o A : Tanpa iskemia
o B : iskemia tanpa gangrene
o C : partial gangrene
o D : Complete foot gangrene
7. Pemeriksaan pada ulkus diabetikum
Apabila kita menemukan pasien yang dicurigai atau memang mempunyai
ulkus diabetikum,ada beberapa langkah yang harus dilakukan untuk
menentukan status luka, yaitu:
a. Pengkajian luka:
a. Tentukan lokasi dan letak luka
Tentukan letak keberadaan luka berada dibagian tubuh
mana hal ini dapat berguna sebagai indicator terhadap
kemungkinan penyebab terjadinya luka, sehingga dapat
meminimalisir kejadian terulang dengan menghilangkan
penyebabnya
b. Tentukan stadium luka
Tentukan stadium luka berdasarkan klasifikasi stadium
ulkus diabetikum dari wagner, berdasarkan kedalaman dari
lukanya juga tingkat keparahan iskemia dari ulkus
c. Warna pada dasar luka
Apabila warna pada dasar luka adalah merah , maka luka
bersih dan banyak vaskularisasinya. Jika berwarna kuning
maka dapat diartikan bahwa jaringan sudah terinfeksi. Jika
berwarna hitam maka jaringan sudah nekrosis dan
avaskularisasi
d. Bentuk dan ukuran luka
Kaji ukuran luka, dari panjang ,lebar, dan kedalaman luka.
e. Status vaskuler
i. Subjective : apakah pasien merasa nyeri terhadap
lukanya
ii. Objective : pbservasi warna kulit apakah pucat atau
sianosis pada bagian distal luka
iii. Palpasi :
1. Apakah ada perubahan pada suhu ujung kaki
( menjadi lebih dingin)
2. Palpasi tekanan nadi , pada bagian distal
luka terapa atau tidak
b. Pemeriksaan Ankle Brachial Indeks(ABI)

Ankle Brachial Index adalah tes skrining vascular non invasive


untuk mengidentifikasi pembesaran pembuluh darah , perifer
vascular disease dengan cara membandingkan tekanan darah
systolic di ankle dengan tekanan darah sistolik di daerah brakial
dimana dapat diperkirakan tekanan darah sistolik sentralnya. ABI
diukur dengan menggunakan alat yaitu continuous wave doppler,
sebuah sphygmomanometer, dan sebuah pressure cuffs untuk
mengukur tekanan sistolik di brachial dan ankle. ABI mempunyai
sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi dalam mendiagnosis lower
extremity arterial disease. Apabila ABI bernilai kurang dari 0.9
mengindikasikan adanya kelaian lower extremity arterial disease.
22,23,24

INDIKASI

- Intermittent claudication
- Mendiagnosis pasien dengan suspek lower extremity arterial disease
yang memiliki luka pada ekstremitas bawah
- Orang yang berumur >70 tahun
- Orang yang berumur > 50 tahun dengan riwayat penggunaan rokok
dan diabetes
- Untuk menentukan aliran darah arteri di extremitas bawah untuk
menentukan proses terapi kompresi, atau debridement luka.
1,2
- Untuk menentukan potensi penyembuhan luka.

KONTRAINDIKASI

- Nyeri yang berat pada kaki


- Adanya deep vein thrombosis
- Nyeri yang berat yang dihubungkan dengan luka pada ekstremitas
bawah

KETERBATASAN ABI

- ABI adalah tes indirek untuk mengetahui lokasi anatomic sebuah


oklusi atau stenosis. Lokasi pasti dari oklusi atau stenosis tidak
dapat diketahui hanya dari ABI saja.

PEMERIKSAAN ABI

Cara pemeriksaan ABI adalah sebagai berikut :

 Baringkan pasien kurang lebih selama 20 menit.


 Pastikan area kaki tidak ada sumbatan atau hambatan dari pakaian
ataupun posisi.
 Tutup area luka dengan lapisan melindungi cuff yang menekan.
 Tempatkan cuff di atas ankle.
 Doppler probe letakkan di dorsalis pedis dan anterior tibial pulse
0
(dengan konekting gel). Arah probe Doppler 45
 Tekan cuff hingga bunyi pulse menghilang
 Tekan cuff perlahan untuk menurunkan tekanan sampai terdengar
bunyi pulse lagi. Point ini disebut tekanan sistolik ankle.
 Pindahkan cuff ke lengan di sisi yang sama dengan ekstremitas
bawah.
 Cari pulse brachial dengan dopler probe ( konekting gel).
 Tekan cuff hingga bunyi pulse menghilang
 Turunkan tekanan perlahan hingga terdengar bunyi pulse lagi, point
ini disebut tekanan sistolik brachial.
 Hitung ABPI dengan membagi hasil sistolik ankle dengan hasil
1
sistolik brachial.
Perhitungan
ABI Perfusion Status

>1.3 Elevated, incompressible vessels

>1.0 Normal

<0.9 Lower Extremity Arterial Disease

<0.6 to 0.8 Borderline

<0.5 Severe Ischemia

<0.4 Critical Ischemia, limb threatened

8. Treatment
Pencegahan dan pengelolaan ulkus diabetik untuk
mencegah komplikasi lebih lanjut adalah :
a. Memperbaiki kelainan vaskuler.
b. Memperbaiki sirkulasi.
c. Pengelolaan pada masalah yang timbul ( infeksi, dll).
d. Edukasi perawatan kaki.
e. Pemberian obat-obat yang tepat untuk infeksi (menurut hasil
laboratorium lengkap) dan obat vaskularisasi, obat untuk penurunan gula
darah maupun menghilangkan keluhan/gejala dan penyulit DM.
f. Olah raga teratur dan menjaga berat badan ideal.
g. Menghentikan kebiasaan merokok.
h. Merawat kaki secara teratur setiap hari, dengan cara :
1) Selalu menjaga kaki dalam keadaan bersih.
2) Membersihkan dan mencuci kaki setiap hari dengan air
suam-suam kuku dengan memakai sabun lembut dan
mengeringkan dengan sempurna dan hati-hati terutama
diantara jari-jari kaki.
3) Memakai krem kaki yang baik pada kulit yang kering
atau tumit yang retak-retak, supaya kulit tetap mulus, dan
jangan menggosok antara jari-jari kaki (contoh: krem
sorbolene).
4) Tidak memakai bedak, sebab ini akan menyebabkan kulit
menjadi kering dan retak-retak.
5) Menggunting kuku hanya boleh digunakan untuk
memotong kuku kaki secara lurus dan kemudian mengikir
agar licin. Memotong kuku lebih mudah dilakukan
sesudah mandi, sewaktu kuku lembut.
6) Kuku kaki yang menusuk daging dan kalus, hendaknya
diobati oleh podiatrist. Jangan menggunakan pisau cukur
atau pisau biasa, yang bisa tergelincir; dan ini dapat
menyebabkan luka pada kaki. Jangan menggunakan
penutup kornus/corns. Kornus-kornus ini seharusnya
diobati hanya oleh podiatrist.
7) Memeriksa kaki dan celah kaki setiap hari apakah
terdapat kalus, bula,luka dan lecet.\
8) Menghindari penggunaan air panas atau bantal panas.

i.penggunaan alas kaki yang tepat :

1) Tidak boleh berjalan tanpa alas kaki, termasuk di pasir.


2) Memakai sepatu yang sesuai atau sepatu khusus untuk kaki dan
nyaman dipakai.

3) Sebelum memakai sepatu, memerika sepatu terlebih dahulu,


kalau ada batu dan lain-lain, karena dapat menyebabkan
iritasi/gangguan dan luka terhadap kulit.

4) Sepatu harus terbuat dari kulit, kuat, pas (cukup ruang untuk ibu
jari kaki) dan tidak boleh dipakai tanpa kaus kaki.

5) Sepatu baru harus dipakai secara berangsur-angsur dan hati-hati.

6) Memakai kaus kaki yang bersih dan mengganti setiap hari.

7) Kaus kaki terbuat dari bahan wol atau katun. Jangan memakai
bahan sintetis, karena bahan ini menyebabkan kaki berkeringat.

8) Memakai kaus kaki apabila kaki terasa dingin.

j. Menghindari trauma berulang, trauma dapat berupa fisik, kimia dan


termis, yang biasanya berkaitan dengan aktivitas atau jenis pekerjaan.

k. Menghidari pemakaian obat yang bersifat vasokonstriktor misalnya

adrenalin, nikotin.

l. Memeriksakan diri secara rutin ke dokter dan memeriksa kaki setiap


11,12,14
kontrol walaupun ulkus diabetik sudah sembuh

Penanganan pada ulkus diabetikum dilakukan secara komprehensif.


Penanganan luka merupakan salah satu terapi yang sangat penting dan dapat
berpengaruh besar akan kesembuhan luka dan pencegahan infeksi lebih lanjut.
Penanganan luka pada ulkus diabetikum dapat melalui beberapa cara yaitu:
menghilangkan atau mengurangi tekanan beban (offloading), menjaga luka agar selalu
lembab (moist), penanganan infeksi, debridemen, revaskularisasi dan skin graft.
a) Debridemen
Tindakan debridemen merupakan salah satu terapi penting pada kasus ulkus
diabetika. Debridemen dapat didefinisikan sebagai upaya pembersihkan benda asing
dan jaringan nekrotik pada luka. Luka tidak akan sembuh apabila masih didapatkan
jaringan nekrotik, debris, calus, fistula atau rongga yang memungkinkan kuman
berkembang. Setelah dilakukan debridemen luka harus diirigasi dengan larutan garam
fisiologis atau pembersih lain dan dilakukan dressing (kompres). Tujuan dilakukan
debridemen bedah adalah:
• Mengevakuasi bakteri kontaminasi
• Mengangkat jaringan nekrotik sehingga dapat mempercepat penyembuhan
• Menghilangkan jaringan kalus
• Mengurangi risiko infeksi lokal
• Mengurangi beban tekanan (off loading)
Ada beberapa pilihan dalam tindakan debridemen, yaitu debridemen mekanik,
enzimatik, autolitik, biologik. Debridemen mekanik dilakukan menggunakan irigasi
luka cairan fisiolofis, ultrasonic laser, dan sebagainya, dalam rangka untuk
membersihkan jaringan nekrotik. Debridemen secara enzimatik dilakukan dengan
pemberian enzim eksogen secara topikal pada permukaan lesi. Enzim tersebut akan
menghancurkan residu residu protein. Debridemen autolitik terjadi secara alami
apabila seseorang terkena luka. Proses ini melibatkan makrofag dan enzim proteolitik
endogen yang secara alami akan melisiskan jaringan nekrotik. Secara sintetis preparat
hidrogel dan hydrocolloid dapat menciptakan kondisi lingkungan yang optimal bagi
fagosit tubuh dan bertindak sebagai agent yang melisiskan jaringan nekrotik serta
memacu proses granulasi. Menghilangkan atau mengurangi tekanan beban
(offloading).25
b) Perawatan Luka
Perawatan luka modern menekankan metode moist wound healing atau
menjaga agar luka dalam keadaan lembab. Lingkungan luka yg seimbang
kelembabannya memfasilitasi pertumbuhan sel dan proliferasi kolagen didalam matrik
non selular yg sehat. Luka akan menjadi cepat sembuh apabila eksudat dapat
dikontrol, menjaga agar luka dalam keadaan lembab, luka tidak lengket dengan bahan
kompres, terhindar dari infeksi dan permeabel terhadap gas.Tindakan dressing
merupakan salah satu komponen penting dalam mempercepat penyembuhan lesi.
Prinsip dressing adalah bagaimana menciptakan suasana dalam keadaan lembab
sehingga dapat meminimalisasi trauma dan risiko operasi. Ada beberapa faktor yang
harus dipertimbangkan dalam memilih dressing yang akan digunakan, yaitu tipe
ulkus, ada atau tidaknya eksudat, ada tidaknya infeksi, kondisi kulit sekitar dan biaya.
Ada beberapa jenis dressing yang sering dipakai dalam perawatan luka, seperti:
hydrocolloid, hydrogel, calcium alginate, foam, kompres anti mikroba25.
c) Pengendalian Infeksi
Pemberian antibitoka didasarkan pada hasil kultur kuman. Pada infeksi berat
pemberian antibitoika diberikan selama 2 minggu atau lebih. Pada beberapa penelitian
menyebutkan bahwa bakteri yang dominan pada infeksi ulkus diabetik diantaranya
adalah s.aureus kemudian diikuti dengan streotococcus, staphylococcus koagulase
negative, Enterococcus, corynebacterium dan pseudomonas. Pada ulkus diabetika
ringan atau sedang antibiotika yang diberikan di fokuskan pada patogen gram positif.
Pada ulkus terinfeksi yang berat kuman lebih bersifat polimikrobial (mencakup
bakteri gram positif berbentuk coccus, gram negatif berbentuk batang, dan bakteri
anaerob) antibiotika harus bersifat broadspektrum, diberikan secara injeksi.25
d) Skin Graft
Suatu tindakan penutupan luka dimana kulit dipindahkan dari lokasi donor
dan ditransfer ke lokasi resipien. Terdapat dua macam skin graft yaitu full thickness
dan split thickness. Skin graft merupakan salah satu cara rekonstruksi dari defek
kulit, yang diakibatkan oleh berbagai hal. Tujuan skin graft digunakan pada
rekonstruksi setelah operasi pengangkatan keganasan kulit, mempercepat
penyembuhan luka, mencegah kontraktur, mengurangi lamanya perawatan,
memperbaiki defek yang terjadi akibat eksisi tumor kulit, menutup daerah kulit yang
terkelupas dan menutup luka dimana kulit sekitarnya tidak cukup menutupinya. Selain
itu skin graft juga digunakan untuk menutup ulkus kulit yang kronik dan sulit sembuh.
Terdapat 3 fase dari skin graft yaitu: imbibition, inosculation, dan revascularization.
Pada fase imbibition terjadi proses absorpsi nutrient ke dalam graft yang nantinya
akan menjadi sumber nutrisi pada graft selam 24-48 jam pertama. Fase kedua yaitu
inosculation yang merupakan proses dimana pembuluh darah donor dan resipien
saling berhubungan. Selama kedua fase ini, graft saling menempel ke jaringan
resipien dengan adanya deposisi fibrosa pada permukaannya. Pada fase ketiga yaitu
revascularization terjadi diferensiasi dari pembuluh darah pada arteriola dan venula.25
e) Tindakan Amputasi
Tindakan amputasi dilakukan bila dijumpai adanya gas gangren, jaringan
terinfeksi, untuk menghentikan perluasan infeksi, mengangkat bagian kaki yang
mengalami ulkus berulang. Komplikasi berat dari infeksi kaki pada pasien DM adalah
fasciitis nekrotika dan gas gangren. Pada keadaan demikian diperlukan tindakan
bedah emergensi berupa amputasi. Amputasi bertujuan untuk menghilangkan kondisi
patologis yang mengganggu fungsi, penyebab kecacatan atau menghilangkan
penyebab yang didapat.25

Penyulit Ulkus Diabetikum


Infeksi merupakan ancaman utama amputasi pada penderita ulkus diabetikum.
Infeksi superficial di kulit apabila tidak segera ditangani dapat menembus jaringan di
bawah kulit, seperti tendon, sendi, dan tulang atau bahkan menjadi infeksi sistemik.
Pada ulkus kaki terinfeksi dan kaki diabetic terinfeksi (tanpa ulkus) harus dilakukan
kultur dan sensitifitas kuman. Hampir 2/3 pasien dengan ulkus kaki diabteik
memberikan komplikasi osteomielitis. Osteomielitis yang tidak terdeteksi akan
mempersulit penyembuhan ulkus. Gulah darah pasien ulkus juga bisa menjadi
hambatan dalam proses penyembuhan luka maka dari itu perlu juga dikonsultasikan
ke bagian ahli gizi, dan apabila diperlukan di konsultasikan kepada ahli fisioterapi
agar proses penyembuhan bisa lebih maksimal.25
BAB IV

DAFTAR PUSTAKA

1. Bustan MN. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular, Rineka Cipta,


Jakarta,1999
2. PERKENI. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Mellitus
Tipe 2 di Indonesia, 2006.
3. Hadisaputro S, Setyawan H. Epidemiologi dan Faktor-Faktor Risiko
Terjadinya Diabetes Mellitus tipe 2. Dalam : Darmono, dkk, editors.
Naskah Lengkap Diabetes mellitus Ditinjau dari Berbagai Aspek Penyakit
dalam dalam rangka Purna Tugas Prof Dr.dr.RJ Djokomoeljanto. Badan
Penerbit Universitas Diponegoro Semarang, 2007. p.133-154.
4. Soegondo S. Penatalaksanaan Pasien Diabetes Mellitus, Penerbit FK UI,
Jakarta,1998.
5. Darmono. Pola Hidup Sehat Penderita Diabetes Mellitus. Dalam :
Darmono, dkk,editors. Naskah Lengkap Diabetes Mellitus Ditinjau dari
Berbagai Aspek Penyakit dalam dalam rangka Purna Tugas Prof Dr.dr.RJ
Djokomoeljanto. Badan Penerbit Universitas Diponegoro Semarang,2007.
p.15-30
6. Suyono S. Masalah Diabetes di Indonesia. Dalam : Noer, dkk, editors,
Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I, Edisi ketiga, Penerbit FK UI, Jakarta, 1999
7. Kruse I, Edelman S. Evaluation dan Treatmen of Diabetic Foot Ulcer.
Clinical Diabetes Vol24, Number 2, 2006. p 91-93
8. Frykberg RG. Diabetic Foot Ulcer : Pathogenesis and Management. Am
Fam Physician, Vol 66, Number 9. 2002. p 1655-62
9. Stillman, RM. Diabetic Ulcers. Cited Mei 2014. Available at : URL
http ://www.emedicine.com
10. California Podiatric Medical Association Diabetic Wound Care. Mei 2014.
Availabel at : URL http : // www.Podiatrist.org
11. ADA. Clinical Practice Recommendations : Report of the Expert Commite
on the Diagnosis and Classifications of Diabetes Mellitus Diabetes Care,
USA, 2007. p.S4-S24
12. Tjokroprawiro A. Diabetes Mellitus Aspek Klinik dan Epidemiologi,
Airlangga University Presss, Surabaya, 1998.
13. Manaf A. Insulin : Mekanisme Sekresi dan Aspek Metabolisme. Dalam
:Aru W,dkk, editors, Ilmu Penyakit Dalam, Jilid III, Edisi keempat,
Penerbit FK UI, Jakarta, 2006.
14. WHO. Prevention of Diabetes Mellitus. Technical Report Series 844,
Geneva,2000
15. Darmono. Dianosis dan Klasifikasi Diabetes Mellitus. Dalam : Noer, dkk,
editors,Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I, Edisi ketiga, Penerbit FK UI, Jakarta,
1999.
16. Soewondo P. Ketoasidosis Diabetik. Dalam : Aru W, dkk, editors, Ilmu
Penyakit Dalam, Jilid III, Edisi keempat, Penerbit FK UI, Jakarta, 2006.
17. Waspadji S. Komplikasi Kronik Diabetes Mellitus : Pengenalan dan
Penanganan. Dalam : Noer, dkk, editors, Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I,
Edisi ketiga, Penerbit FK UI, Jakarta, 1999.
18. Green RJ. Pathology and Theurapeutic for Pharmacits : a Basic for
Clinical Pharmacy Practice. Chapman and Hill, London, 1997.
19. Frykberb Robert G. Risk Factor, Pathogenesis and Management of
Diabetic Foot Ulcers, Des Moines University, Iowa, 2002
20. Waspadji S. Kaki Diabetes. Dalam : Aru W, dkk, editors, Ilmu Penyakit
Dalam, Jilid III, Edisi keempat, Penerbit FK UI, Jakarta 2006.
21. Kusuma AW. Hubungan antara terjadinya neuropati diabetika dengan
lamanya menderita DM di RSUD DR. Moewardi Surakarta. Fakultas
Kedokteran surakarta, 2000. (unpublished)
22. Monteiro R. Marto R .Neves MF. Risk Factors Related to Low Ankle-Brachial
Index Measured by Traditional and Modified Definition in
Hypertensive Elderly Patients. International Journal of
Hypertension.2012;12. dx.doi.org/10.1155/2012/163807
23. Ankle Brachial Index : Quick Reference Guide for Clinicians .Available at
: http://journals.lww.com/jwocnonline/Fulltext/2012/03001/Ankle_Brachial
_Index__Quick_Reference_Guide_for.6.aspx
24. Wild AH. Byrne CD. Smith F. Lee AJ. Fowkes FGR.Low Ankle-Brachial
Pressure Index Predicts Increased Risk of Cardiovascular Disease
Independent of the Metabolic Syndrome and Conventional Cardiovascular
Risk Factors in the Edinburgh Artery Study. American Diabetes
Associations. 2006 vol. 29 no. 3 637-642
25. Baal JG. 2004. Surgical Treatment of The Infected Diabetic Foot.
Clinical Infectious Disease. Vol 39 (Suppl 2): 123-128.

Anda mungkin juga menyukai