Anda di halaman 1dari 31

MAKALAH

EPIDEMIOLOGI PENYAKIT MENULAR

Tentang

PENYAKIT TYPUS ABDOMINALIS

O
L
E
H
KELOMPOK 5:

1. OKTAVINA NADIA LARASWATI (311.16.013)


2. SAMSUL RIZAL (311.16.017)
3. SRI BUANA ANGGRAINI (311.16.019)
4. LALU MUHAMMAD ZULKIPLI (311.16.036)

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS NUSA TENGGARA BARAT

TAHUN 2018
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Typhus abdominalis merupakan infeksi akut yang terjadi pada usus halus.
Sinonim dari typhus abdominalis adalah demam typhoid, typhoid dan para typhoid dan
enteric fever. Typhus abdominalis disebabkan oleh kuman Salmonella typhi atau
Salmonella paratyphi A, B dan C, selain ini dapat juga menyebabkan gastroenteritis
(keracunan makanan) dan septikemia (tidak menyerang usus).
Bakteri Salmonella Typhi tinggal hanya di tubuh manusia. Orang dengan tipes
membawa bakteri pada aliran darah mereka dan jalur usus. Sejumlah orang yang
disebut sebagai pembawa, walau telah sembuh akan berkelanjutan membawa terus
bakteri tersebut. Baik orang yang sakit atau pembawa bakteri S. Typhi akan
mengeluarkan bakteri itu melalui kotorannya. Setiap orang dapat terjangkit typhus jika
makan atau minum yang telah tersentuh oleh orang yang terkena bakteri S. Typhi atau
jika tempat pembuangan terkontaminasi dengan bakteri S. Typhi, juga jika masuk
dalam air yang diminum atau air untuk mencuci makanan. Penyakit typhus masih
umum terjadi didunia dimana kebiasaan mencuci tangan belum umum dan air
terkontaminasi dengan tempat pembuangan. Sekali saja bakteri S. Typhi termakan atau
terminum, mereka akan berlipat ganda dan menyebar ke aliran darah. Tubuh akan
bereaksi dengan cara demam atau tanda/gejala lainnya.
Penyakit ini banyak diderita oleh anak-anak, namun tidak tertutup kemungkinan
untuk orang muda/dewasa. Kuman ini terdapat didalam kotoran, urine manusia, dan
juga pada makanan dan minuman yang tercemar kuman yang dibawa oleh lalat. Dalam
masyarakat penyakit ini dikenal dengan nama thypus, tetapi dalam dunia kedokteran
disebut Tyfoid fever atau thypus abdominalis, karena pada umumnya kuman
menyerang usus, maka usus bisa jadi luka, dan menyebabkan perdarahan, serta bisa
pula terjadi kebocoran usus.
.Demam tifoid menyerang penduduk di semua negara.Seperti penyakit menular
lainnya, tifoid banyak ditemukan di negara berkembang yang higiene pribadi dan
sanitasi lingkungannya kurang baik.Prevalensi kasus bervariasi tergantung dari lokasi,

2
kondisis lingkungan setempat, dan perilaku masyarakat.Angka insidensi di Amerika
Serikat tahun 1990 adalah 300-500 kasus per tahun dan terus menurun.Prevalensi di
Amerika Latin sekitar 150/100.000 penduduk setiap tahunnya, sedangkan prevalensi
di Asia jauh lebih banyak yaitu sekitar 900/10.000 penduduk per tahun. Meskipun
demam tifoid menyerang semua umur, namun golongan terbesar tetap pada usia
kurang dari 20 tahun.
Deman thipoid masih merupakan penyakit endemic di Indonesia. Penyakit
initermasuk penyakit menular yang tercantum dalam Undang-Undang no 6 tahun 1962
tentang wabah. Kelompok penyakit menular ini merupakan penyakit yang
mudahmenular dan dapat menyerang banyak orang sehingga dapat menimbulkan
wabah.
SurveilansDepartemen Kesehatan RI, frekuensi kejadian demam thipoid
diIndonesia pada tahun 1990 sebesar 9,2 dan pada tahun 1994 terjadi peningkatan
frekuensimenjadi 15,4 per 10.000 penduduk. Dari survey berbagai rumah sakit di
Indonesia daritahun 1981-1986 memperlihatkan peningkatan jumlah penderita sekitar
35,8% yaitu dari19.596 menjadi 26.606 kasus.Insiden demam thipoid berfariasi di tiap
daerah dan biasanya terkait dengansanitasi lingkungan di daerah rural (Jawa Barat)
157 kasus per 100.000 penduduk sedangkan di daerah urban di temukan 760-810 per
100.000 penduduk. Perbedaaninsiden di perkotaan berhubungan erat dengan
penyediaan air bersih yang belum memadai serta sanitasi lingkungan dengan
pembuangan sampah yang kurang memenuhisarat kesehatan lingkungan.Case fatality
rate (CFR) demam thipoid di tahun 1996 sebesar 1,08 % dari seluruhkematian di
Indonesia. Namun demikian berdasarkan hasil Survey Kesehatan RumahTangga
Departemen RI (SKRT depkes RI) tahun 1995 demam thipoid tidak termasuk dalam
sepuluh penyakit dengan mortalitas tertinggi.

3
B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui epidemiologi penyakit menular typus abdominalis
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui definisi penyakit typus abdominalis
b. Mengetahui factor resiko penyakit abdominalis
c. Mengetahui epidemiologi penyakit typus abdominalis berdasarkan orang,
tempat, dan waktu
d. Mengetahui riwayat alamiah penyakit typus abdominalis
e. Mengetahui rantai penularan penyakit typus abdominalis
f. Untuk mengetahui wabah penyakit typus abdominalis
g. Mengetahui upaya pencegahan penderita dan penanggulangan penyakit
typus abdominalis

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. DEFINISI PENYAKIT TYPUS ABDOMINALIS
Tifus abdominalis (demam tifoid, enteric fever) adalah penyakit infeksi akut yang
biasanya mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari satu
minggu, gangguan pada pencernaan, dan gangguan kesadaran (Ngastiyah, 2005).
Menurut Suriadi, 2006, tifus abdominalis adalah penyakit infeksi akut yang biasanya
terdapat pada saluran cerna dengan gejala demam lebih dari satu minggu dan terdapat
gangguan kesadaran. Sedangkan menurut Wikipedia, 2000, Thypoid fever, also known
as thypoid is a common worldwide illness, transmitted by the ingestion of food or
water contaminated with the feces of an infected person, which contain the bacterium
Salmonella Typhi.
Typus abdominalis adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran
pencernaan dengan gejala demam lebih dari 7 hari, gangguan pada saluran cerna,
gangguan kesadaran, dan lebih banyak menyerang pada anak usia 12 – 13 tahun ( 70%
– 80% ), pada usia 30 – 40 tahun ( 10%-20% ) dan diatas usia pada anak 12-13 tahun
sebanyak ( 5%-10% ). (Mansjoer, Arif 1999).
Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh bakteri
salmonella thypi dan salmonella para thypi A,B,C. sinonim dari penyakit ini adalah
Typhoid dan paratyphoid abdominalis, ( Syaifullah Noer, 1998 ).
Typhoid fever (Demam Tifoid) yang biasa juga disebut typhus atau types oleh
orang awam, merupakan penyakit yang disebabkan bakteri Salmonella Enterica,
khususnya turunannya yaitu Salmonella Typhi (S. Typhi) yang menyerang bagian
saluran pencernaan (Anonim_a, 2009).
Typhus merupakan penyakit infeksi menular yang dapat terjadi pada anak maupun
orang dewasa. Tetapi demam tifoid lebih sering menyerang anak. Walaupun gejala
yang dialami anak lebih ringan daripada orang dewasa. Menurut Darmowandowo,
selama terjadi infeksi bakteri S. typhi bermultiplikasi dalam sel fagositik
mononuklear dan secara berkelanjutan dilepaskan ke aliran darah (Anonim_b, 2007).

5
Typus abdominalis adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran
pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari 1 minggu, gangguan pencernaan dan
gangguan kesadaran.
Pada paratipus – jenis tipus yang lebih ringan – mungkin sesekali mengalami
buang-buang air. Jika diamati, lidah tampak berselaput putih susu, bagian tepinya
merah terang. Bibir kering, dan kondisi fisik tampak lemah, serta nyata tampak sakit.
Jika sudah lanjut, mungkin muncul gejala kuning, sebab pada tipus organ hati bisa
membengkak seperti gejala hepatitis. Pada tipus limpa juga membengkak.
Kuman tipus tertelan lewat makanan atau minuman tercemar. Bisa jadi sumbernya
dari pembawa kuman tanpa ia sendiri sakit tipus. Kuman bersarang di usus halus, lalu
menggerogoti dinding usus. Usus luka, dan sewaktu-waktu tukak tipus bisa jebol, dan
usus jadi bolong.
Ini komplikasi tipus yang paling ditakuti. Komplikasi tipus umumnya muncul pada
minggu kedua demam. Yaitu jika mendadak suhu turun dan disangka sakitnya sudah
menyembuh, namun denyut nadi meninggi, perut mulas melilit, dan pasientampak
sakit berat. Kondisi begini membutuhkan pertolongan gawat darurat, sebab isi usus
yang tumpah ke rongga perut harus secepatnya dibersihkan. Untuk tahu benar kena
tipus harus periksa darah. Setelah minggu pertama demam tanda positif tipus baru
muncul di darah (Uji Widal).
Pembawa kuman ini berbahaya jika profesinya pramusaji atau orang yang kerjanya
menyiapkan makanan dan minuman jajanan (food handler). Sekarang tipus bisa
dicegah dengan imunitas tipus. Penyakit tipus di Indonesia masih banyak. Mereka
yang punya risiko tertular, tidak salahnya ikut vaksinasi.
Penyakit Tipus atau dalam bahasa kedokteran dikenal dengan Typhus Abdominalis
(typhoid) disebabkan oleh sejenis kuman yang disebut dengan Typhoid Bacillus.
Kuman ini menyerang jaringan-jaringan getah bening. Penyakit ini sering menyerang
pada anak yang berumur diatas 2 tahun. Walaupun sebenarnya tidak termasuk sebagai
penyakit yang berbahaya, namun seringkali membuat para orang tua khawatir karena
gejala yang mengikuti penyakit tipus ini yang biasanya juga bisa mengakibatkan
dehidrasi serta radang otak bila tidak ditangani dengan benar.
Jadi, tifus abdominalis adalahpenyakit yang disebabkan bakteri Salmonella
Enterica, khususnya turunannya yaitu Salmonella Typhi (S. Typhi). Ini penyakit

6
infeksi akut yang biasanya mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam lebih
dari satu minggu dan terdapat gangguan kesadaran yang disebabkan oleh infeksi
bakteri salmonella typhi.
2. FAKTOR RESIKO
Penyakit Typhus dapat ditularkan melalui makanan dan minuman yang tercemar
dengan kuman Typhus. Bila anda sering menderita penyakit ini kemungkinan besar
makanan atau minuman yang Anda konsumsi tercemar bakterinya. Hindari jajanan di
pinggir jalan terlebih dahulu. Atau telur ayam yang dimasak setengah matang pada
kulitnya tercemar tinja ayam yang mengandung bakteri Typhus, Salmonella typhosa,
kotoran, atau air kencing dari penderita Typhus.
Menurut Kepmenkes (2006), faktor risiko yang meningkatkan insiden terjadinya
demam thypoid adalah:
1) Higiene perorangan yang rendah, seperti budaya cuci tangan yang tidak terbiasa
pada penyaji makanan serta pengasuh anak.
2) Higiene makanan dan minuman yang rendah. Faktor ini paling berperan pada
penularan thypoid. Contohnya: makanan yang dicuci dengan air terkontaminasi
(seperti sayur-sayuran dan buah-buahan), sayuran yang dipupuk dengan tinja
manusia, makanan yang tercemar dengan debu, sampah, dihinggapi lalat, air minum
yang tidak dimasak, dan sebagainya.
3) Penyediaan air bersih yang tidak memadai.
4) Jamban keluarga yang tidak memenuhi syarat.
5) Lingkungan yang kotor
6) Daya tahan tubuh, biasanya ini terjadi pada anak-anak dimana pembentukan
antibodinya belum sempurna
3. EPIDEMIOLOGI PENYAKIT BERDASARKAN ORANG, TEMPAT DAN
WAKTU
 Berdasarkan Orang (Host)
Host atau penjamu ialah keadaan manusia yang sedemikan rupa sehingga
menjadi faktor risiko untuk terjadinya suatu penyakit.Variabel manusia perlu
diselidiki dan dianalisis tentang banyaknya kerusakan yang ditimbulkan oleh
penyakit tersebut pada kehidupan dan penderitan manusia.

7
Manusia adalah sebagai reservoir bagi kuman Salmonella thypi.Terjadinya
penularan Salmonella thypi sebagian besar melalui makanan atau minuman yang
tercemar oleh kuman yang berasal dari penderita atau karier yang biasanya
keluarbersama dengan tinja atau urine.Penyakit ini lebih banyak menyerang pada
anak usia 12 – 13 atau diatas 2 tahun ( 70% – 80% ), pada usia 30 – 40 tahun (
10%-20%) dan diatas usia 40 tahun sebanyak ( 5%-10% ).sedangkan insiden jenis
kelamin antara laki-laki dan perempuan tidak ada perbedaan yang jelas.
 Berdasarkan Tempat (Environment/Lingkungan)
Faktor lingkungan adalah sebagai penunjang terjadinya penyakit, hal ini Karena
faktor ini datangnya dair luar atau biasa disebut dengan faktor ekstrinsik.
Demam tifoid merupakan penyakit infeksi yang dijumpai secara luas di daerah
tropis terutama di daerah dengan kualitas sumber air yang tidak memadai dengan
standar hygiene dan sanitasi yang rendah. Beberapa hal yang mempercepat
terjadinya penyebaran demam tifoid adalah urbanisasi, kepadatan penduduk,
sumber air minum dan standart hygiene industri pengolahan makanan yang masih
rendah.Berdasarkan hasil penelitian Lubis, R. di RSUD. Dr. Soetomo dengan
desain case control, mengatakan bahwa higiene perorangan yang kurang,
mempunyai resiko terkena penyakit demam tifoid 20,8 kali lebih besar
dibandingkan dengan yang higiene perorangan yang baik dan kualitas air minum
yang tercemar berat coliform beresiko 6,4 kali lebih besar terkena penyakit demam
tifoid dibandingkan dengan yang kualitas air minumnya tidak tercemar berat
coliform.
 Berdasarkan Waktu
Di dunia, insidensi demam typoid diperkirakan mencapai 16 juta kasus setiap
tahunnya. Lebih dari 600.000 orang meninggal setiap tahun karena penyakit ini. Di
Indonesia, demam tifoid atau lebih dikenal sebagai penyakit tifus merupakan
penyakit endemik dan menjadi masalah kesehatan yang serius. Insidensi rata-rata
mencapai 650 kasus per 100.000 penduduk di Indonesia, dengan mortalitas rata-rata
bervariasi dari 3,1-10,4% (Gassem 2001).
Demam typhoid disebabkan oleh jenis salmonella tertentu yaitu Salmonella
typhosa, Salmonella paratyphi A, dan Salmonella paratyphi B dan kadang-kadang
jenis salmonella yang lain.

8
Penularan penyakit tipes melalui kuman Salmonella typhi atau Salmonella
paratyphi A, B dan C. Kuman tersebut masuk melalui saluran pencernaan, setelah
berkembang biak kemudian menembus dinding usus menuju saluran limfa, masuk
ke dalam pembuluh darah dalam waktu 24-72 jam. Kemudian dapat terjadi
pembiakan di sistem retikuloendothelial dan menyebar kembali ke pembuluh darah
yang kemudian menimbulkan berbagai gejala klinis.
4. RIWAYAT ALAMIAH PENYAKIT TYPUS ABDOMINALIS
Tahapan Alamiah Perjalanan Penyakit:
a. Tahap Pre-patogenesis
Pada tahap ini telah terjadi interaksi antara pejamu dengan bibit penyakit.
Tetapi interaksi ini masih diluar tubuh manusia, dalam arti bibit penyakit berada di
luar tubuh manusia dan belum masuk kedalam tubuh pejamu. Pada keadaan ini
belum ditemukan adanya tanda – tanda penyakit dan daya tahan tubuh pejamu
masih kuat dan dapat menolak penyakit. Keadaan ini disebut sehat.
Pada penyakit Typus Abdominalis, Salmonella thypy masuk melalui mulut,
Styphi masuk ke tubuh manusia bersama bahan makanan atau minuman yang
tercemar. Cara penyebarannya melalui muntahan, urin, dan kotoran dari penderita
yang kemudian secara pasif terbawa oleh lalat (kaki-kaki lalat). Lalat itu
mengontaminasi makanan, minuman, sayuran, maupun buah-buahan segar.
b. Tahap Patogenesis
 Tahap Inkubasi
Tahap inkubasi adalah masuknya bibit penyakit kedalam tubuh pejamu, tetapi
gejala- gejala penyakit belum nampak. Tiap-tiap penyakit mempunyai masa inkubasi
yang berbeda
Pada penyakit typus, Salmonella thypy telah masuk ke dalam tubuh, tetapi gejala
fisik belum nampak. Masa inkubasi berlangsung pada 7 – 14 hari, umumnya pada 10
– 12 hari.
 Tahap Penyakit Dini
Tahap penyakit dini dihitung mulai dari munculnya gejala-gejala penyakit, pada
tahap ini pejamu sudah jatuh sakit tetapi sifatnya masih ringan. Umumnya penderita
masih dapat melakukan pekerjaan sehari-hari dan karena itu sering tidak berobat.

9
Selanjutnya, bagi yang datang berobat umumnya tidak memerlukan perawatan,
karena penyakit masih dapat diatasi dengan berobat jalan.
Demam adalah gejala yang paling konstan di antara semua penampakan klinis.
Pada awal penyakit keluhan dan gejala penyakit tidaklah khas, berupa :anoreksia,
rasa malas, sakit kepala bagian depan, nyeri otot, lidah kotor, gangguan perut (perut
meragam dan sakit), dan kesulitan BAB.
 Tahap Penyakit Lanjut
Apabila penyakit makin bertambah hebat, penyakit masuk dalam tahap penyakit
lanjut. Pada tahap ini penderita telah tidak dapat lagi melakukan pekerjaan dan jika
datang berobat, umumnya telah memerlukan perawatan.
 Minggu Pertama (awal terinfeksi)
Setelah melewati masa inkubasi 10-14 hari, gejala penyakit itu pada awalnya
sama dengan penyakit infeksi akut yang lain, seperti demam tinggi yang
berpanjangan yaitu setinggi 39ºc hingga 40ºc, sakit kepala, pusing, pegal-pegal,
anoreksia (tidak ada / hilangnya selera makan), mual, muntah, batuk, dengan nadi
antara 80-100 kali per menit, denyut lemah, pernapasan semakin cepat dengan
gambaran bronkitis kataral, perut kembung dan merasa tak enak, sedangkan diare
dan sembelit silih berganti. Pada akhir minggu pertama,diare lebih sering terjadi.
Khas lidah pada penderita adalah kotor di tengah, tepi dan ujung merah serta bergetar
atau tremor. Episteksis dapat dialami oleh penderita sedangkan tenggorokan terasa
kering dan beradang. Jika penderita ke dokter pada periode tersebut, akan
menemukan demam dengan gejala-gejala di atas yang bisa saja terjadi pada penyakit-
penyakit lain juga. Ruam kulit (rash / erupsi (memecah, muncul / menjadi terlihat)
pada kulit) umumnya terjadi pada hari ketujuh dan terbatas pada abdomen di salah
satu sisi dan tidak merata, bercak-bercak ros (roseola / warna merah pada setiap
ruam) berlangsung 3-5 hari, kemudian hilang dengan sempurna. Roseola terjadi
terutama pada penderita golongan kulit putih yaitu berupa makula merah tua ukuran
2-4 mm, berkelompok, timbul paling sering pada kulit perut, lengan atas atau dada
bagian bawah, kelihatan memucat bila ditekan. Pada infeksi yang berat, purpura kulit
yang difus dapat dijumpai. Limpa menjadi teraba dan abdomen mengalami distensi.

10
 Minggu Kedua
Jika pada minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur meningkat setiap hari,
yang biasanya menurun pada pagi hari kemudian meningkat pada sore atau malam
hari. Karena itu, pada minggu kedua suhu tubuh penderita terus menerus dalam
keadaan tinggi (demam). Suhu badan yang tinggi, dengan penurunan sedikit pada
pagi hari berlangsung. Terjadi perlambatan relatif nadi penderita. Yang semestinya
nadi meningkat bersama dengan peningkatan suhu, saat ini relatif nadi lebih lambat
dibandingkan peningkatan suhu tubuh. Gejala toksemia semakin berat yang ditandai
dengan keadaan penderita yang mengalami delirium (halusinasi). Gangguan
pendengaran umumnya terjadi. Lidah tampak kering,merah mengkilat. Nadi semakin
cepat sedangkan tekanan darah menurun, sedangkan diare menjadi lebih sering yang
kadang-kadang berwarna gelap akibat terjadi perdarahan. Pembesaran hati dan limpa.
Perut kembung dan sering berbunyi. Gangguan kesadaran. Mengantuk terus
menerus, mulai kacau jika berkomunikasi dan lain-lain.
 Tahap Akhir Penyakit
 Minggu Ketiga
Suhu tubuh berangsung-angsur turun dan normal kembali di akhir minggu. Hal
itu jika terjadi tanpa komplikasi atau berhasil diobati. Bila keadaan membaik, gejala-
gejala akan berkurang dan temperatur mulai turun. Meskipun demikian justru pada
saat ini komplikasi perdarahan dan perforasi cenderung untuk terjadi, akibat lepasnya
kerak dari ulkus. Sebaliknya jika keadaan makin memburuk, dimana toksemia
memberat dengan terjadinya tanda-tanda khas berupa delirium atau stupor,otot-otot
bergerak terus, inkontinensia alvi dan inkontinensia urin. Meteorisme dan timpani
masih terjadi, juga tekanan abdomen sangat meningkat diikuti dengan nyeri perut.
Penderita kemudian mengalami kolaps. Jika denyut nadi sangat meningkat disertai
oleh peritonitis (radang peritoneum, yang disebabkan oleh iritasi kimia atau invasi
bakteri) lokal maupun umum, maka hal ini menunjukkan telah terjadinya perforasi
(penetrasi) usus sedangkan keringat dingin,gelisah,sukar bernapas dan kolaps dari
nadi yang teraba denyutnya memberi gambaran adanya perdarahan. Degenerasi
miokardial toksik merupakan penyebab umum dari terjadinya kematian penderita
demam tifoid pada minggu ketiga.

11
 Minggu keempat
Merupakan stadium penyembuhan meskipun pada awal minggu ini dapat
dijumpai adanya pneumonia lobar atau tromboflebitis vena femoralis.
Pada mereka yang mendapatkan infeksi ringan dengan demikia juga hanya
menghasilkan kekebalan yang lemah,kekambuhan dapat terjadi dan berlangsung
dalam waktu yang pendek. Kekambuhandapat lebih ringan dari serangan primer
tetapi dapat menimbulkan gejala lebih berat daripada infeksi primer tersebut.Sepuluh
persen dari demam tifoid yang tidak diobati akan mengakibatkan timbulnya relaps.
5. RANTAI PENULARAN
Penularan salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang dikenal
dengan 5 F yaitu Food (makanan), Fingers (jari tangan/kuku), Fomitus (muntah), Fly
(lalat), dan melalui Feses.
Penularan:
1. Kuman tipes masuk/ menular melalui mulut dengan makanan atau
minuman yang tercemar.
2. Pencemaran kuman tipes dapat terjadi:
a. Dengan perantaraan lalat.
b. Melalui aliran sungai.( Duta. 2010 )
Infeksi terjadi pada saluran pencernaan. Basil diserap di usus halus melalui
pembuluh limfe halus masuk ke dalam peredaran darah sampai di organ-organ
terutama hati dan limpa. Basil yang tidak dihancurkan berkembangbiak dalam hati
dan limpa sehingga organ-organ tersebut akan membesar disertai nyeri pada
perabaan. Kemudian basil masuk kembali ke dalam darah (bakteremia) dan
menyebar keseluruh tubuh terutama kedalam kelenjar limfoid usus halus,
menimbulkan tukak berbentuk lonjong oada mukosa di atas plak Peyeri. Tukak
tersebut dapat mengakibatkan perdarahan dan perforasi usus. Gejala demam
disebabkan oleh endositoksin sedangkan gejala pada saluran pencernaan
disebabkan oleh kelainan pada usus.
Feses dan muntah pada penderita typhoid dapat menularkan kuman
salmonella thypi kepada orang lain. Kuman tersebut dapat ditularkan melalui
perantara lalat, dimana lalat akan hinggap dimakanan yang akan dikonsumsi oleh
orang yang sehat. Apabila orang tersebut kurang memperhatikan kebersihan

12
dirinya seperti mencuci tangan dan makanan yang tercemar kuman salmonella
thypi masuk ke tubuh orang yang sehat melalui mulut. Kemudian kuman masuk
ke dalam lambung, sebagian kuman akan dimusnahkan oleh asam lambung dan
sebagian lagi masuk ke usus halus bagian distal dan mencapai jaringan limpoid.
Di dalam jaringan limpoid ini kuman berkembangbiak, lalu masuk ke aliran darah
dan mencapai sel-sel retikuloendotelial

Sel-sel retikuloendotelial ini kemudian melepaskan kuman ke dalam


sirkulasi darah dan menimbulkan bakterimia . Bakterimia pertama-tama
menyerang Sistem Retikulo Endoteleal (RES) yaitu: hati, lien dan tulang,
kemudian selanjutnya mengenai seluruh organ di dalam tubuh antara lain sistem
syaraf pusat, ginjal dan jaringan limpa.Cairan empedu yang dihasilkan oleh hati
masuk ke kandung empedu sehingga terjadi Kolesistitis. Cairan empedu
akanmasuk ke Duodenum dan dengan virulensi kuman yang tinggi akan
menginfeksi intestin kembali khususnya bagian illeum dimana akan terbentuk
ulkus yang lonjong dan dalam.

Masuknya kuman ke dalam intestin terjadi pada minggu pertama dengan


tanda dan gejala suhu tubuh naik turun khususnya suhu akan naik pada malam
hari dan akan menurun menjelang pagi hari. Demam yang terjadi pada masa ini
disebut demam intermiten (suhu yang tinggi, naik turun dan turunnya dapat
mencapai normal). Disamping peningkatan suhu tubuh juga akan terjadi obstipasi
sebagai akibat penurunan motilitas suhu, namun ini tidak selalu terjadi dapat pula
terjadi sebaliknya. Setelah kuman melewati fase awal intestinal, kemudian masuk
ke sirkulasi sistemik dengan tanda peningkatan suhu tubuh yang sangat tinggi dan
tanda-tanda infeksi pada RES seperti nyeri perut kanan atas, splenomegali dan
hepatomegali. Pada minggu selanjutnya dimana infeksi Focal Intestinal terjadi
dengan tanda-tanda suhu tubuh masih tetap tinggi, tetapi nilainya lebih rendah
dari fase bakterimia dan berlangsung terus menerus ( demam kontinue ), lidah
kotor, tepi lidah hiperemis, penurunan peristaltik, gangguan digesti dan absorbsi
sehingga akan terjadi distensi, diare dan pasien merasa tidak nyaman, pada masa
ini dapat terjadi perdarahan usus, perforasi dan peritonitis dengan tanda distensi
abdomen berat, peristaltik menurun bahkan hilang, melena, syock dan penurunan
kesadaran.

13
14
Semula disangka demam dan gejala toksemia pada typhoid disebabkan oleh
endotoksemia. Tetapi berdasarkan penelitian eksperimental disimpulkan bahwa
endotoksemia bukan merupakan penyebab utama demam pada typhoid.
Endotoksemia berperan pada patogenesis typhoid, karena membantu proses
inflamasi lokal pada usus halus. Demam disebabkan karena salmonella thypi dan
endotoksinnya merangsang sintetis dan pelepasan zat pirogen oleh leukosit pada
jaringan yang meradang.
6. UPAYA PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN PENDERITA
 Pencegahan
a. PRIMER
Adalah upaya pencegahan yang dilakukan saat proses penyakit belum mulai
(pada periode prepatogenesis) dengan tujuan agar tidak terjadi proses penyakit.
Metode ini dilakukan terhadap seseorang atau kelompok, orang, yang belum
mengalami penyakit.
Dengan Melakukan promosi kesehatan,pendidikan kesehatan, maupun
penyuluhan terhadap bakal suspect. Pada kesempatan ini dapat diberikan pandangan
dan persuasi kepada masyarakat atau komunitas mengenai cara-cara pencegahan
lingkungan maupun kimiawi.
upaya ini sebagai langkah awal agar tidak muncul kasus tifoid dan juga dapat
menekankan mendesaknya pemberian vaksin atau imunisasi.Pemberian pendidikan
kesehatan dilakukan pada kelompok masyarakat yang rentan penyakit, misalnya
masyarakat yang bermukim diperkampungan kumuh, padat penduduk maupun yang
bekerja dan tinggal di gedung atau rumah yang lembab. Metode ini juga sebaiknya
diadakan follow up sebagai upaya lanjutan untuk mengecek efektifitasnya.
Pencegahan primer dapat juga dilakukan dengan cara pemberian imunisasi
dengan vaksin yang dibuat dari strain Salmonella typhi yang dilemahkan. Di
Indonesia telah ada 3 jenis vaksin tifoid, yaitu:
 Vaksin oral Ty 21 a Vivotif Berna. Vaksin ini tersedia dalam kapsul yang
diminum selang sehari dalam 1 minggu satu jam sebelum makan. Vaksin ini
kontraindikasi pada wanita hamil, ibu menyusui, demam, sedang mengkonsumsi
antibiotic Lama proteksi 5 tahun.

15
 Vaksin parenteral sel utuh : Typa Bio Farma. Dikenal 2 jenis vaksin yakni,
vaccine (Acetone in activated) dan L vaccine (Heat in activated-Phenol
preserved). mDosis untuk dewasa 0,5 ml, anak 6 – 12 tahun 0,25 ml dan anak 1 –
5 tahun 0,1 ml yang diberikan 2 dosis dengan interval 4 minggu. Efek samping
adalah demam, nyeri kepala, lesu, bengkak dan nyeri pada tempat suntikan.
Kontraindikasi demam,hamil dan riwayat demam pada pemberian pertama.
 Vaksin polisakarida Typhim Vi Aventis Pasteur Merrieux. Vaksin diberikan
secara intramuscular dan booster setiap 3 tahun.Kontraindikasi pada hipersensitif,
hamil, menyusui, sedang demam dan anak umur 2 tahun.Indikasi vaksinasi adalah
bila hendak mengunjungi daerah endemik, orang yang terpapar dengan penderita
karier tifoid dan petugas laboratorium atau mikrobiologi kesehatan.
b. SEKUNDER
Adalah upaya pencegahan yang dilakukan saat proses penyakit berlangsung
namun belum timbul tanda atau gejala sakit ( patogenesisi awal) dengan tujuan proses
penyakit tidak berlanjut. Metode ini dilakukan pada kelompok masyarakat yang
dicurigai atau susah mengalami masalah kesehatan agar dapat segera diatasi dengan
promp treatment(penatalaksanaan dan pengobatan yang tepat).
melakukan pemeriksaan awal atau dini terhadap seseorang atau kelompok orang
yang dicurigai suspect tifoid untuk melakukan diagnosa awal sebelum akhirnya
dilakukan pemerikasaan lanjutan atau diagnostik untuk memastikan kondisi pasien
sebenarnya.Denganmengkaji kondisi pasien dengan cara pemeriksaan fisik dan
wawancara.Setelah merasa cukup yakin seseorang tersebut menunjukan data
terjangkit tifoid, maka dapat disarankan dilakukannya pemerikasaan penunjang.
Adapun wawancara yang bisa dilakukan meliputi pertanyaan-pertanyaan tentang
adanya nyeri kepala(frontal), kurang enak perut, nyeri tulang, persendian dan otot,
berak-berak muntah. Serta gejala-gejala yang mulai timbul seperti gejala demam, nyeri
tekan perut, bronchitis, toksisis, letargik, lidah tifus (kotor).

16
Dengan cara mendiagnosa penyakit secara dini dan mengadakan pengobatan
yang cepat dan tepat, Ada 3 metode untuk mendiagnosis penyakit demam tifoid,
yaitu :

 Diagnosis klinik
Diagnosis klinis penyakit ini sering tidak tepat, karena gejala klinis yang khas
pada demam tifoid tidak ditemukan atau gejala yang sama dapat juga ditemukan
pada penyakit lain. Diagnosis klinis demam tifoid sering kali terlewatkan karena
pada penyakit dengan demam beberapa hari tidak diperkirakan kemungkinan
diagnosis demam tifoid.
 Diagnosis mikrobiologik atau pembiakan kuman
Metode diagnosis mikrobiologik adalah metode yang paling spesifik dan lebih
dari 90% penderita yang tidak diobati, kultur darahnya positif dalam minggu
pertama. Hasil ini menurun drastis setelah pemakaian obat antibiotika, dimana hasil
positif menjadi 40%. Meskipun demikian kultur sum-sum tulang tetap
memperlihatkan hasil yang tinggi yaitu 90% positif. Pada minggu-minggu
selanjutnya hasil kultur darah menurun, tetapi kultur urin meningkat yaitu 85% dan
25% berturut-turut positif pada minggu ke-3 dan ke-4. Organisme dalam tinja
masih dapat ditemukan selama 3 bulan dari 90% penderita dan kira-kira 3%
penderita tetap mengeluarkan kuman Salmonella typhi dalam tinjanya untuk jangka
waktu yang lama.
 Diagnosis serologik
1. Uji Widal
Uji Widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibody
(aglutinin).Aglutinin yang spesifik terhadap Salmonella typhi terdapat dalam serum
penderita demam tifoid, pada orang yang pernah tertular Salmonella typhi dan pada
orang yang pernah mendapatkan vaksin demam tifoid.Antigen yang digunakan
pada uij Widal adalah suspensi Salmonella typhi yang sudah dimatikan dan diolah
di laboratorium.Tujuan dari uji Widal adalah untuk menentukan adanya aglutinin
dalam serum penderita yang diduga menderita demam tifoid. Dari ketiga aglutinin
(aglutinin O, H, dan Vi), hanya aglutinin O dan H yang ditentukan titernya untuk
diagnosis. Semakin tinggi titer aglutininnya, semakin besar pula kemungkinan
didiagnosis sebagai penderita demam tifoid. Pada infeksi yang aktif, titer aglutinin

17
akan meningkat pada pemeriksaan ulang yang dilakukan selang waktu paling
sedikit 5 hari. Peningkatan titer aglutinin empat kali lipat selama 2 sampai 3
minggu memastikan diagnosis demam tifoid. Interpretasi hasil uji Widal adalah
sebagai berikut:
 Titer O yang tinggi ( > 160) menunjukkan adanya infeksi akut
 Titer H yang tinggi ( > 160) menunjukkan telah mendapat imunisasi atau
pernah menderita infeksi
 Titer antibodi yang tinggi terhadap antigen Vi terjadi pada karier. Beberapa
faktor yang mempengaruhi uji Widal antara lain:
1. Uji Enzym-Linked Immunosorbent Assay (ELISA)
Uji ELISA untuk melacak antibodi terhadap antigen Salmonella typhi
belakangan ini mulai dipakai.Prinsip dasar uji ELISA yang dipakai umumnya uji
ELISA tidak langsung.Antibodi yang dilacak dengan uji ELISA ini tergantung dari
jenis antigen yang dipakai.
Deteksi antigen spesifik dari Salmonella typhi dalam spesimen klinik (darah
atau urine) secara teoritis dapat menegakkan diagnosis demam tifoid secara dini
dan cepat. Uji ELISA yang sering dipakai untuk melacak adanya antigen
Salmonella typhidalam spesimen klinis, yaitu double antibody sandwich ELISA.
c. TERSIER
Adalah pencegahan yang dilakukan saat proses penyakit sudah lanjut (akhir
periode patogenesis) dengan tujuan mencegah cacat dan mengembalikan penderita
ke status sehat. Sehat yang di maksud bukan berarti sehat seperti awal mula
sebelum sakit, tetapi hanya sebatas mengembalikan pasien ke kondisi optimalnya.
Metode ini dilakukan pada pasien yang sudah mengalami dampak lanjut dari
penyakit ini. Seperti yang telah disinggungkan sebelumnya, tujuan metode ini
adalah untuk pembatasan kecacatan dan rehabilitas kemampuan.
a. Medikasi
- Klorafenikol. Dosis yang diberikan adalah 4x 500 mg per hari,dapat
diberikan secara oral atau intravena, sampai 7 hari bebas panas.
- Tiamfenikol. Dosis yang diberikan 4 x 500 mg perhari
- Kortimaksazol. Dosis 2 x2 tablet (1 tablet mengandung 400 mg
sulfametoksazol dan 80mg trimetoprim)

18
- Ampisilin dan amoksilin. Dosis berkisar 50 – 150 mg / kg BB, selama 2
minggu
b. Supportive dan Rehabilitasi
- Berbaring
- Isolasi yang memadai
- Kebutuhan cairan dan kalori yang cukup
- Diet rendah serat dan mudah dicerna
- Menghindari makanan panas dan masam.
 Penanggulangan
1. Perawatan umum
Pasien demam tifoid perlu dirawat dirumah sakit untuk isolasi, observasi dan
pengobatan. Pasien harus tirah baring absolut sampai minimal 7 hari bebas demam
atau kurang lebih selama 14 hari. Maksud tirah baring adalah untuk mencegah
terjadinya komplikasi perdarahan usus atau perforasi usus. Mobilisasi pesien harus
dilakukan secara bertahap sesuai dengan pulihnya kekuatan pasien.
Pasien dengan kesadaran menurun, posisi tubuhnya harus diubah-ubah pada
waktu-waktu tertentu untuk menghindari komplikasi pneumonia hipostatik dan
dekubitus. Defekasi dan buang air kecil harus dperhatikan karena kadang-kadang
terjadi obstipasi dan retensi air kemih. Pengobatan simtomik diberikan untuk
menekan gejala-gejala simtomatik yang dijumpai seperti demam, diare, sembelit,
mual, muntah, dan meteorismus. Sembelit bila lebih dari 3 hari perlu dibantu
dengan paraffin atau lavase dengan glistering. Obat bentuk laksan ataupun enema
tidak dianjurkan karena dapat memberikan akibat perdarahan maupun perforasi
intestinal.
Pengobatan suportif dimaksudkan untuk memperbaiki keadaan penderita,
misalnya pemberian cairan, elektrolit, bila terjadi gangguan keseimbangan cairan,
vitamin, dan mineral yang dibutuhkan oleh tubuh dan kortikosteroid untuk
mempercepat penurunan demam.
2. Diet dan Terapi Penunjang
a. Mempertahankan asupan kalori dan cairan yang adekuat misalnya:
Memberikan diet bebas yang rendah serat pada penderita tanpa gejala
meteorismus, dan diet bubur saring pada penderita yang meteorismus. Hal ini

19
dilakukan untuk menghindari komplikasi perdarahan saluran cerna dan
perforasi usus. Gizi penderita juga diperhatikan agar meningkatkan keadaan
umum dan mempercepat proses penyembuhan.
Pada mulanya penderita diberikan bubur saring dan kemudian bubur kasar yang
bertujuan untuk menghindari komplikasi perdarahan usus dan perforasi usus.
Dengan menkonsumsi makanan dalam bentuk tersebut diatas, tentu pasien kurang
mau menkonsumsinya sehingga pasien mengalami penurunan keadaan umum dan
gizi dan sekaligus memperlambat proses penyembuhan. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa pemberian makanan padat secara dini, yaitu nasi, lauk pauk
yang rendah sellulosa (pantang sayuran dengan serat kasar) dapat diberikan dengan
aman kepada pasien typhus abdominalis.
b. Cairan yang adekuat untuk mencegah dehidrasi akibat muntah dan diare.
Primperan (metoclopramide) diberikan untuk mengurangi gejala mual muntah
dengan dosis 3x 5 ml setiap sebelum makan dan dapat dihentikan kepan saja
penderita sudah tidak mengalami mual lagi.
3. Pemberian Antimikroba

Obat- obat anti mikroba yang sering digunakan dalam melakukan tatalaksana
demam tifoid adalah:

a. Chloramphenicol, diberikan dengan dosis 4 x 500 mg per hari dapat diberikan


secara oral maupun intravena, diberikan sampai dengan 7 hari bebas panas.
Chloramphenicol bekerja dengan mengikat unit ribosom dari bakteri
Salmonella, menghambat pertumbuhannya dan menghambat sintesis protein.
Efek samping penggunaan cholramphenicol adalah terjadi agranulositosis.
Kerugian menggunakan choramphenicol adalah angka kekambuhan yang tinggi
mencapai 5-7% penggunaan jangka panjang (14 hari) dan seringkali
menyebabkan timbulnya karier.
b. Tiamfenikol, diberikan dengan dosis 4 x 500 mg per hari dan demam turun
rata- rata pada hari ke- 5 sampai ke- 6. Komplikasi hematologi seperti
kemungkinan terjadinya anemia aplastik lebih rendah dibandingkan
chloramphenicol.

20
c. Ampicilin dan Amoksisilin, kemampuan menurunkan demam lebih rendah
dibandingkan chloramphenicol diberikan dengan dosis 50- 150 mg/ kgBB
selama 2 minggu.
d. Trimetroprim – sulfamethoxazole (TMP- SMZ), dapat digunakan secara oral
atau intravena pada dewasa dosis 160 mg TMP ditambah 800 mg SMZ dua kali
tiap hari pada dewasa.
e. Sefalosforin, yaitu ceftrixon dengan dosis 3-4 gram dalam dekstrosa 100 cc
diberikan selama ½ jam perinfus sekali sehari, diberikan selama 3-5 hari.
f. Flurokuinolon, secara relatif obat ini tidak mahal, dapat ditoleransi dengan
baik, dan lebih efektif dibandingkan obat- obatan lini pertama. Flurokuinolon
memiliki kemampuan untuk menembus jaringan yang baik, sehingga mampu
membunuh Salmonella thypi yang berada pada stadium statis. Obat ini mampu
memberikan respon terapeutik yang cepat, seperti menurunkan keluhan panas
dan gejala lain dalam 3-5 hari. Menggunakan obat ini juga mampu menurunkan
kemungkinan karier pasca pengobatan.
Pemberian antibiotika yang efektif dapat mengurangi angka kematian (di
Amerika angka kematian turun menjadi 1 % bahkan kurang). Antibiotika
kloramfenikol masih dipakai sebagai obat standar dimana efektivitas obat-obatan
lain masih dibandingkan terhadapnya. Untuk strain kuman yang sensitif terhadap
kloramfenikol, antibiotika ini memberikan efek klinis paling baik dibandingkan
obat lain. Perlu diketahui kloramfenikol mempunyai efek toksik terhadap sumsum
tulang. Penggunaan kloramfenikol, demam akan turun rata-rata setelah 5 hari.
Obat-obat lain seperti Ampysilin, amoksisilin dan trimetoprim sulfametoksasole
dapat dipergunakan untuk pengobatan, dimana strain kuman penyebab telah
resisten terhadap kloramfenikol, selain bahwa obat-obat tersebut kurang toksik
dibandingkan kloramfenikol. Pengobatan carrier kronik selalu menjadi masalah,
terutama carrier dengan batu empedu. Penderita carier tanpa batu empedu,
pengobatan dapat dilakukan dengan pemberian ampisilin atau amoksisilin dan
probenesit, tetapi bila disertai kolesistitis maka diperlukan pengobatan
pembedahan selain antibiotika. Imunisasi dengan vaksin monovalen kuman
Salmonella typhi memberikan proteksi yang cukup baik, vaksin akan merangsang
pembentukan serum terhadap antigen Vi, O dan H. Dari percobaan pada

21
sukarelawan ternyata antibodi terhadap antigen H memberikan proteksi terhadap
Salmonella typhi tetapi tidak demikian halnya antibodi Vi dan O.
Adapun cara lain salah satu cara untuk membunuh kuman ini adalah dengan
memacu fungsi makrofag untuk menghancurkan dan mengeliminasi bakteri
tersebut menggunakan imunostimulan. Imunostimulan akan memacu fungsi
makrofag untuk killing melalui respiratory burst. Makrofag yang teraktivasi akan
melepaskan berbagai metabolit seperti reactive oxygen species (ROS). Makrofag
yang teraktivasi dikarakteristikkan dengan peningkatan ROS. Substansi ini
merupakan mediator kunci inflamasi, mikrobisidal dan aktivasi tumorisidal dari
makrofag. ROS berperan penting dalam killing serta merupakan salah satu lethal
chemical yang dapat membunuh dan mengeliminasi bakteri. Salah satu tanaman di
Indonesia yang dapat berperan sebagai imunostimulan adalah Aloe vera atau biasa
dikenal sebagai Tanaman Lidah Buaya. Berbagai hasil penelitian menunjukkan
bahwa A. vera memiliki berbagai efek fisiologis terhadap tubuh, yaitu anti
inflamasi, antioksidan, antikanker, antidiabetes, dan mengaktivasi makrofag
(Grover et al. 2002; Krishnan 2006; Xiao et al. 2007; Xu et al. 2008). Pemberian
A. vera secara umum menunjukkan peningkatan aktivitas fagositosis dan
proliferasi system retikuloendotelial (Im et al. 2005). Aloe vera juga terbukti
mampu menstimulasi imunitas seluler maupun imunitas humoral serta
menstimulasi proliferasi stem sel hematopoietik, terutama selgranulocyte
macrophage colony-forming, dan sel forming myeloid dan erythroid colonies (Im
et al. 2005; Boudreau & Beland 2006). Pengaruh imunostimulasi dari A. vera
tergantung pada aktivasi sel imun alami/innate.
7. WABAH
Demam tifoid adalah infeksi akut pada saluran pencernaan yang disebabkan oleh
Salmonella typhi. Terdapat tiga bioserotipe yaitu Salmonella paratyphi A, B
(Salmonella schottmuelleri), dan C (Salmonella hirschefildii). Demam tifoid
merupakan penyakit endemik yang termasuk dalam masalah kesehatan di negara
berkembang. Di Indonesia demam tifoid dapat ditemukan sepanjang tahun dengan
insidens tertinggi pada daerah endemik. Terdapat dua sumber penularan s.typhi yaitu
pasien dengan demam tifoid dan, yang lebih sering karier. Di daerah endemik,
transmisi terjadi melalui air yang tercemar S. Typhi sedangkan di daerah

22
nonendemik, makanan yang tercemar oleh karier merupakan sumber penularan
tersering.
Surveilans Departemen Kesehatan RI, frekuensi kejadian demam thipoid
diIndonesia pada tahun 1990 sebesar 9,2 dan pada tahun 1994 terjadi peningkatan
frekuensi menjadi 15,4 per 10.000 penduduk. Dari survey berbagai rumah sakit di
Indonesia dari tahun 1981-1986 memperlihatkan peningkatan jumlah penderita sekitar
35,8 % yaitu dari 19.596 menjadi 26.606 kasus. Insiden demam thipoid berfariasi di
tiap daerah dan biasanya terkait dengan sanitasi lingkungan; di daerah rural (Jawa
Barat) 157 kasus per 100.000 penduduk sedangkan di daerah urban di temukan 760-
810 per 100.000 penduduk. Perbedaan insiden di perkotaan berhubungan erat dengan
penyediaan air bersih yang belummemadai serta sanitasi lingkungan dengan
pembuangan sampah yang kurang memenuhi sarat kesehatan lingkungan.Case fatality
rate (CFR) demam thipoid di tahun 1996 sebesar 1,08 % dari seluruh kematian di
Indonesia. Namun demikian berdasarkan hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga
Departemen RI (SKRT depkes RI) tahun 1995 demam thipoid tidak termasuk dalam
sepuluh penyakit dengan mortalitas tertinggi.
Penyakit typus abdominalis diperkirakan menyerang 22 juta orang pertahun
dengan angka kematian mencapai 200.000 jiwa per tahun. Menurut WHO, pada tahun
2003 terdapat sekitar 900.000 kasus di Indonesia, dimana sekitar 20.000 penderitanya
meninggal dunia. Demam tifoid adalah penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh
bakteri Salmonella enteritica, khususnya serotype Salmonella typhi.3 Bakteri ini
termasuk kuman Gram negatif yang memiliki flagel, tidak berspora, motil, berbentuk
batang, berkapsul dan bersifat fakultatif anaerob dengan karakteristik antigen O, H dan
Vi. DI Kota Semarang, penelitian ini menggunakan Sistem Informasi Geografis
(SIG)yang mempermudah lokalisasi masalah kesehatan dalam waktu dan ruang.
Dalam SIG terdapat software untuk pemetaan (mapping) dan telah dilengkapi dengan
komponen database. Software yang digunakan pada penelitian ini yaitu Microsoft
Excel 2007 dan ArcView GIS 3.3 untuk menganalisis distribusi spasial dan temporal
kasus demam tifoid di Kota Semarang periode 1 Oktober - 31 Desember 2009.
Adapun dari penelitian ini diharapkan menghasilkan gambaran spasial dan temporal
kasus demam tifoid yang dapat mengidentifikasi faktor-faktor risiko keruangan
terhadap pola penyebaran demam tifoid, serta didapatkan data statistik yang efektif

23
dan praktis yang dapat diimplementasikan oleh praktisi kesehatan masyarakat dalam
tindakan pencegahan penyakit demam tifoid.
BAB III
PEMBAHASAN
 IDENTIFIKASI HOST, AGENT DAN ENVIRONMENT
 HOST
Manusia adalah sebagai reservoir bagi kuman Salmonella thypi.Terjadinya
penularan Salmonella thypi sebagian besar melalui makanan atau minuman yang
tercemar oleh kuman yang berasal dari penderita atau karier yang biasanya keluar
bersama dengan tinja atau urine. Dapat juga terjadi trasmisi transplasental dari
seorang ibu hamil yang berada dalam bakterimia kepada bayinya. 18 Penelitian
yang dilakukan oleh Heru Laksono (2009) dengan desain case control, mengatakan
bahwa kebiasaan jajan di luar mempunyai resiko terkena penyakit demam tifoid
pada anak 3,6 kali lebih besar dibandingkan dengan kebiasaan tidak jajan diluar
dan anak yang mempunyai kebiasaan tidak mencuci tangan sebelum makan
beresiko terkena penyakit demam tifoid 2,7 lebih besar dibandingkan dengan
kebiasaan mencuci tangan sebelum makan.
a. Faktor Biologis
Biasanya di lihat dari keasaman lambung, daya tahan usus, bakteri,
pengetahuan kurang tentang faktor penyebaran penyakit, karier yang semakin hari
semakin sibuk tanpa memperhatikan kesehatannya, ebiasaan makan-makanan yang
pedas-pedas.
b. Faktor Fisik
Dapat dilihat dari kurangnya berolahraga atau beraktivitas setiap hari dan jajan
sembarangan tanpa memperhatikan kualitas makanan atau minuman yang dapat
mempengaruhi kesehatan dan kebersihan yang tidak terjaga di lingkungan sekitar
c. Faktor Kimiawi
Misalnya dengan pemberian obat pembasmi serangga untuk membasmi lalat
sebagai vektor pembawa bakteri Salmonella thypi.
d. Faktor Sosial
Biasanya dilihat dari ekonominya yang rendah dan gaya hidup yang kurang
sehat. Banyak hal yang bisa dilakukan untuk mencegah tertularnya atau

24
terjangkitnya penyakit tifoid. Hal yang paling mendasar yang harus diperhatikan
adalah kebersihan lingkungan, makanan, serta minuman. Pastikan bahwa piring
serta alat-alat lainnya yang kita gunakan makan dan minum bersih dan dicuci
dengan sabun. Begitu pula manusia sebagai penjamu, sudah selayaknya cuci tangan
menggunakan sabun sebelum memasukkan sesuatu kedalam mulut.
 AGENT
Demam tifoid disebabkan oleh bakteri Salmonella thypiS.typhi adalah bakteri
gram negatif, tidak berkapsul, mempunyai flagella, dan tidal membentuk
spora.Jumlah kuman yang dapat menimbulkan infeksi adalah sebanyak 105 – 109
kuman yang tertelan melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi.Semakin
besar jumlah Salmonella thypi yang tertelan, maka semakin pendek masa inkubasi
penyakit demam tifoid.
Bakteri ini mempunyai tiga antigen yang penting untuk pemeriksaan laboratorium,
yaitu:
 Antigen O, antigen somatik ( tidak menyibar )
 Antigen H, terdapat pada flagela dan bersifat termolabil
 Antigen k, selaput yang melindungi tubuh bakteri dan melindungi antigen O.
Bakteri ini akan mati pada pemanasan 57oC selama beberapa menit.
 ENVIRONMENT
Salmonella typhi banyak ditemukanpada lingkungan yang kotor dengan
sanitasi yang kurrang baik.Kasus-kasus demam tifoid terdapat hampir di seluruh
bagian dunia.Penyebarannya tidak bergantung pada iklim maupun musim.Penyakit
itu sering merebak di daerah yang kebersihan lingkungan dan pribadi kurang
diperhatikan.Lingkungan yang kurang sehat dan sanitasi yang kurang baik.
Demam tifoid merupakan penyakit infeksi yang dijumpai secara luas di daerah
tropis terutama di daerah dengan kualitas sumber air yang tidak memadai dengan
standar hygiene dan sanitasi yang rendah. Beberapa hal yang mempercepat
terjadinya penyebaran demam tifoid adalah urbanisasi, kepadatan penduduk,
sumber air minum dan standart hygiene industri pengolahan makanan yang masih
rendah.Berdasarkan hasil penelitian Lubis, R. di RSUD. Dr. Soetomo dengan
desain case control, mengatakan bahwa higiene perorangan yang kurang,
mempunyai resiko terkena penyakit demam tifoid 20,8 kali lebih besar

25
dibandingkan dengan yang higiene perorangan yang baik dan kualitas air minum
yang tercemar berat coliform beresiko 6,4 kali lebih besar terkena penyakit demam
tifoid dibandingkan dengan yang kualitas air minumnya tidak tercemar berat
coliform.
Dalam kasus demam typoid, titik tumpu bergeser dikarenakan kondisi hygiene
dan sanitasi yang buruk sehingga keseimbangan terganggu. Pergeseran yang terjadi
memudahkan A (Salmonella typhi) memasuki tubuh H (host) dan menimbulakan
penyakit demam typoid.
Masuknya kuman Salmonella typhi (S.Typhi) dan Salmonella parathypi
(S.Parathypi) ke dalam tubuh manusia terjadi melalui mekanisme makanan yang
terkontaminasi kuman. Sebagian kuman dimusnahkan dalam lambung, sebagian
lolos masuk ke dalam usus dan selanjutnya berkembangbiak. Bila respon imunitas
humoral mukosa (IgA) usus kurang baik, maka kuman akan menembus sel-sel
epitel (terutama sel M) dan selanjutnya ke lamina propria. Di lamina propria kuman
berkembangbiak dan difagosit oleh sel-sel fagosit terutama oleh makrofag. Kuman
dapat hidup dan berkembangbiak di dalam makrofag dan selanjutnya dibawa ke
plak Peyeri ileum distal dan kemudian ke kelenjar getah bening mesenterika.
Selanjutnya melalui duktus torasikum kuman yang terdapat pada makrofag ini
masuk ke dalam sirkulasi darah (mengakibatkan bakterimia pertama yang
asimptomatik) dan menyebar ke seluruh organ retikuloendothelial tubuh terutama
di hati dan limfa. Di organ ini kuman meninggalkan sel-sel fagosit dan kemudian
berkembangbiak di luar sel atau ruang sinusoid dan selanjutnya masuk ke dalam
sirkulasi darah lagi sehingga mengakibatkan bakterimia kedua kalinya dengan
disertai tanda-tanda dan gejala penyakit infeksi sistemik.
Di dalam hati, kuman masuk ke dalam kandung empedu, berkembangbiak, dan
bersama cairan empedu diekskresikan secara intermiten ke lumen usus. Sebagian
kuman dikeluarkan melalui feses dan sebagian masuk lagi ke dalam sirkulasi
setelah menembus usus. Proses yang sama terulang kembali, berhubung makrofag
telah teraktivasi dan hiperaktif maka saat fagositosis kuman Salmonella terjadi
pelepasan beberapa mediator inflamasi yang selanjutnya akan menimbulkan gejala
reaksi inflamasi sistemik seperti demam, malaise, mialgia, sakit kepala, sakit perut,
instabilitas vaskuler, gangguan mental, dan koagulasi

26
Di dalam plak Peyeri makrofag hiperaktif menimbulkan reaksi hiperplasia
jaringan.Perdarahan saluran cerna dapat terjadi akibat erosi pembuluh darah sekitar
plak Peyeri yang sedang mengalami nekrosis dan hiperplasia akibat akumulasi sel-
sel mononuklear di dinding usus. Proses patologi jaringan limfoid ini dapat
berkembang hingga ke lapisan otot, serosa usus, dan dapat menghasilkan perforasi.
Endotoksin dapat menempel di reseptor sel endotel kapiler dengan akibat timbulnya
komplikasi seperti gangguan neuropsikiatrik, kardiovaskular, pernafasan, dan
gangguan organ lainnya.

27
BAB IV
PENUTUP
 KESIMPULAN
1. Tifus abdominalis adalah penyakit yang disebabkan bakteri Salmonella Enterica,
khususnya turunannya yaitu Salmonella Typhi (S. Typhi) . Ini penyakit infeksi
akut yang biasanya mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam lebih dari
satu minggu dan terdapat gangguan kesadaran yang disebabkan oleh infeksi
bakteri salmonella typhi.
2. Faktor-faktor resiko penyakit typus abdominalis yaitu:
a. Higiene perorangan yang rendah, seperti budaya cuci tangan yang tidak
terbiasa pada penyaji makanan serta pengasuh anak.
b. Higiene makanan dan minuman yang rendah. Faktor ini paling berperan pada
penularan thypoid. Contohnya: makanan yang dicuci dengan air
terkontaminasi (seperti sayur-sayuran dan buah-buahan), sayuran yang
dipupuk dengan tinja manusia, makanan yang tercemar dengan debu, sampah,
dihinggapi lalat, air minum yang tidak dimasak, dan sebagainya.
c. Penyediaan air bersih yang tidak memadai.
d. Jamban keluarga yang tidak memenuhi syarat.
e. Lingkungan yang kotor
3. Epidemiologi penyakit typus abdominalis berdasarkan orang, tempat dan waktu:
a. Orang
Manusia adalah sebagai reservoir bagi kuman Salmonella thypi.Terjadinya
penularan Salmonella thypi sebagian besar melalui makanan atau minuman yang
tercemar oleh kuman yang berasal dari penderita atau karier yang biasanya keluar
bersama dengan tinja atau urine.
b. Tempat
Demam tifoid merupakan penyakit infeksi yang dijumpai secara luas di daerah
tropis terutama di daerah dengan kualitas sumber air yang tidak memadai dengan
standar hygiene dan sanitasi yang rendah.
c. Waktu

28
4. Riwayat Alamiah Penyakit Typus Abdominalis
Riwayat alamiah penyakit demam tipoid diawali dengan masa inkubasi yang
dapat berlangsung 7 - 21 hari namun pada umumnya 10-14 hari. Gejala pada awal
penyakit yang terjadi antara lain anoreksia, rasa malas, sakit kepala bagian depan,
nyeri otot, lidah kotor dan gangguan perut. Tahap berikutnya masa laten dan periode
infeksi, minggu pertama ( awal infeksi) terjadi demam berkepanjangan dan pada akhir
minggu pertama diare lebih sering terjadi serta lidah kotor di bagian tengah, tepi dan
ujung berwarna merah dan bergetar. Pada minggu kedua suhu tubuh penderita terus
menerus dalam keadaan tinggi ( demam ). Suhu badan yang tinggi, dengan penurunan
sedikit pada pagi hari berlangsung.Terjadi perlambatan relatif nadi penderita serta
gangguan kesadaran.Mengantuk terus menerus, mulai kacau jika berkomunikasi. Pada
minggu ketiga suhu tubuh berangsung - angsur turun dan normal kembali.Hal itu jika
terjadi tanpa komplikasi atau berhasil diobati. Bila keadaan membaik, gejala-gejala
akan berkurang dan temperatur mulai turun sebaliknya jika keadaan memburuk maka
toksemia memberat, degenerasi miokardial toksik merupakan penyebab umum dari
terjadinya kematian penderita demam tifoid pada minggu ketiga. Minggu keempat
merupakan stadium penyembuhan.
5. Rantai Penularan
1. Kuman tipes masuk/ menular melalui mulut dengan makanan atau minuman
yang tercemar.
2. Pencemaran kuman tipes dapat terjadi:
a. Dengan perantaraan lalat.
b. Melalui aliran sungai.( Duta. 2010 )
6. Upaya pencegahan penyakit demam tipoid dapat dilakukan dengan pencegahan
primer (promosi kesehatan, pendidikan kesehatan, maupun penyuluhan terhadap
bakal suspect, imunisasi dengan vaksin). Sekunder ( pemeriksaan awal atau dini
dan diagnosa awal), dan tersier yaitu dilakukan saat proses penyakit sudah lanjut
(akhir periode patogenesis) dengan tujuan mencegah cacat dan mengembalikan
penderita ke status sehat dengan medikasi,supporive dan rehabilitasi (berbaring,
kebutuhan cairan dan kalori yang cukup, diet rendah serat dan mudah dicerna
serta menghindari makanan panas dan masam).

29
7. Wabah
Penyakit typus abdominalis diperkirakan menyerang 22 juta orang pertahun
dengan angka kematian mencapai 200.000 jiwa per tahun. Menurut WHO, pada
tahun 2003 terdapat sekitar 900.000 kasus di Indonesia, dimana sekitar 20.000
penderitanya meninggal dunia.1,2 Demam tifoid adalah penyakit infeksi sistemik
yang disebabkan oleh bakteri Salmonella enteritica, khususnya serotype Salmonella
typhi.3 Bakteri ini termasuk kuman Gram negatif yang memiliki flagel, tidak
berspora, motil, berbentuk batang, berkapsul dan bersifat fakultatif anaerob dengan
karakteristik antigen O, H dan Vi.
8. Identifikasi Host, Agent, dan Envoironment
Faktor – faktor yang saling berpengaruh dan berhubungan dalam terjadinya
penyakit demam tipoid adalah agent (Salmonella typhosa), host yaitu manusia sebagai
reservoir dan environment yaitu Salmonella typhosa banyak ditemukan pada
lingkungan yang kotor dengan sanitasi yang kurang baik.

30
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito-Moyet, Lynda Juall. 2006. Buku saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta:


EGC.

Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC.

Suriadi. 2006. Asuhan Keperawatan pada Anak. Jakarta: Sagung Seto.

Sutedjo. 2008. Mengenal Penyakit Melalui Hasil Pemeriksaan Laboratorium.


Yogyakarta: Amara Books

Agus Waluyo. http://agusw.penamedia.com/2004/08/24/typhus-abdominalis/.


Diperoleh tanggal 10-10-2010.

Anonim. 2009. http://tutorialkuliah.blogspot.com/2009/05/tentang-typhus-


abdominalis.html. Diperoleh tanggal 12-10-2010.

Khaidir. 2010. http://khaidirmuhaj.blogspot.com/2010/09/askep-typhus-


abdominalis.html. Diperoleh tanggal 12-10-2010.

Vietha. 2009.http://viethanurse.wordpress.com/2009/02/25/asuhan-keperawatan-
anak-dengan-typhus-abdominalis/. Diperoleh tanggal 15-10-2010.\

An Nadaa, Vol 1 No.1, Juni 2014, hal 37-41 tentang Faktor Yang Mempengaruhi
Kejadian Penyakit Typhus Abdominalis Di Ruang Rawat Inap Puskesmas Negara
Kec. Daha Utara Kab. Hulu Sungai Selatan.

Binongko, Adhien. 1 Desember 2012. Typhus Abdominalis: Epidemiologi


Penyakit Menular.

Kepmenkes RI No.1479/Menkes/Sk/X/2003. No. 1479 Tentang Pedoman


Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit
Tidak Menular Terpadu.pdf. Diakses tanggal 5 April 2013.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1984 Tentang Wabah


Penyakit Menular. http://www.depkes.go.id/h1n1/UU No 4-1984.pdf.Diakses
tanggal 5 April 2013.

31

Anda mungkin juga menyukai