Eritroskuamosa
Eritroskuamosa
DERMATOSIS ERITROSKUAMOSA
Disusun oleh:
Elfa Satri
030.13.221
Pembimbing:
Dermatosis Eritroskuamosa
Disusun oleh
Elfa Satri
030.13.221
Telah diterima dan disetujui oleh dr. Hj. Nurhasanah, Sp.KK selaku dokter
pembimbing
i
DAFTAR ISI
Psoriasis .................................................................................................. 2
Parapsoriasis ........................................................................................... 21
Pitiriasis Rosea........................................................................................ 25
Dermatofitosis......................................................................................... 42
Eritroderma ............................................................................................. 51
ii
DAFTAR GAMBAR
iii
DAFTAR TABEL
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 PSORIASIS
2.1.1 Definisi
2.1.2 Epidemiologi
Psoriasis mengenai semua usia. Insiden paling tinggi pada usia 22 tahun
dan pada anak-anak paling sering mengenai usia 8 tahun. Sedikit mengenai usia
disekitar 50 tahun. Onset awal diprediksi lebih berat dan lebih berjalan lama
terutama pada keluarga yang sudah ada riwayat psoriasis. Insidens pada orang
kulit putih lebih tinggi daripada penduduk kulit berwarna. Di negara barat
dilaporkan 1,5 - 2%. Di Amerika, terdapat 3 – 5 juta orang dengan psoriasis.
Banyak terjadi psoriasis lokalis tetapi 300ribu generalisata. Sedangkan di
Indonesia pencatatan pernah dilakukan oleh sepuluh RS besar dengan angka
prevalensi pada tahun 1996, 1997, dan 1998 bertutut-turut 0,62%; 0,59%; dan
2
0,92%. Di Afrika barat, angka kejadian psoriasis cukup rendah dan di Jepang
sangat rendah. Serta di India selatan dan utara belum ada kasus. Insiden laki-laki
dan perempuan sama. Psoriasis terus mengalami peningkatan jumlah kunjungan
ke layanan kesehatan di banyak daerah di Indonesia. Remisi dialami oleh 17-
55% kasus, dengan beragam tenggang waktu. Faktor herediter bersifat poligenik.
Ketika satu orangtua terkena psoriasis, maka 8% genetiknya dapat terkena
namun ketika kedua orangtua terkena psoriasis mana persentase genetinya
menjadi 41%. HLA yang berhubungan dengan psoriasis paling sering adalah
HLA – B13, B37, B57 dan yang paling penting HLA Cw6 yang berperan
terjadinya perubahan fungsi.3
2.1.3 Etiopatogenensis
b. Faktor Imunologik
Faktor imunoligik juga berperan terhadap psoriasis. Defek genetik
pada psoriasis dapat diekspresikan pada salah satu dari tiga jenis sel, yakni
limfosit T, sel penyaji antigen (dermal), atau keratinosit. Keratinosit
psoriasis matang umumnya penuh dengan sebukan limfosit T pada dermis
yang terutama terdiri atas limfosit T-CD4 dengan sedikit sebukan
limfositik dalam epidermis. Sedangkan lesi baru umumnya lebih banyak
3
didominasi oleh limfosit T-CD8. Pada lesi psoriasis terdapat sekitar 17
sitokin yang produksinya bertambah. Sel Langerhans juga berperan pada
imunopatogenesis psoriasis. Terjadinya proliferasi epidermis diawali
dengan adanya pergerakan antigen, baik eksogen maupun endogen oleh sel
Langerhans. Pada psoriasis pembentukan epidermis lebih cepat, hanya 336
jam, sedangkan kulit normal terjadi dalam 311 jam.3
c. Faktor Psikis
Sebagian penderita diduga mengalami psoriasis karena dipicu oleh
faktor psikis. Sedangkan stress, gelisah, cemas dan gangguan emosi
lainnya berperan menimbulkan kekambuhan, yang ditimbulkan akibat
psoriasis itu sendiri.3
4
daerah tulang ekor (lumbosakral).3
5
Gambar 2. Tanda dan gejala Psoriasis3
6
dan lesi kistik subkorteks, akan tetapi kelainan pada sendi ini jarang
ditemukan.3,4
2.1.5 Klasifikasi
7
Gambar 4. Psoriasis tipe gutata akut.3
8
Gambar 5. Psoriasis plak stabil kronis3
3. Psoriasis Palmoplantar
4. Psoriasis Inversa
9
aksila, fosa antekubital, poplitea, lipat inguinal, inframamae dan
perineum.4
B. Psoriasis Pustulosa
Khas pada tipe ini adalah gambaran nya berbentuk pustule, bukan
papul muncul normal maupun inflamasi (kulit eritematosa). Terdapat 3
bentuk Psoriasis Pustulosa yaitu bentuk lokalisata, dan Von Zumbusch
(generalisata) dan akrodermatitis continua.5
1. Bentuk lokalisata (palmoplantar pustulosa)
10
Gambar 8. Psoriasis Pustulosa Palmar.3
11
Gambar 9. Psoriasis von Zumbusch3
12
C. Psoriasis Eritroderma
Eritema yang luas dengan skuama yang dapat mengenai sampai
100%
luas permukaan tubuh
Fungsi perlindungan kulit hilang dan pasien rentan terhadap
infeksi,
temperatur tubuh tak dapat terkontrol, terjadi hilangnya
cairan dan nutrient
Sering disertai dengan gejala sistemik yaitu demam dan malaise
Dapat membahayakan kehidupan.5
2.1.6 Histopatologi
2.1.8 Penatalaksanaan
A. Medikamentosa
13
pengobatan psoriasis:
1. Pengobatan topikal (obat luar) untuk psoriasis ringan, luas kelainan kulit kurang
dari 3%.
2. Fototerapi/fotokemoterapi untuk mengobati psoriasis sedang sampai berat, selain
itu juga dipakai untuk mengobati psoriasis yang tidak berhasil dengan
pengobatan topikal.
3. Pengobatan sistemik (obat makan atau obat suntik) khusus untuk psoriasis sedang
sampai parah (lebih dari 10% permukaan tubuh) atau psoriatik arthritis berat
(disertai dengan cacat tubuh). Juga dipakai untuk psoriatik eritroderma atau
psoriasis pustulosa.5
1. Terapi Topikal
Emolien: misalnya urea, petrolatum, parafin cair, minyak mineral, gliserin,
asam glikolat dan lainnya.
Kortikosteroid: kortikosteroid potensi sedang dan kuat dapat dikombinasi
dengan obat topikal lain, fototerapi, obat sistemik. Skalp: lotion, spray,
solusio dan gel. Wajah: potensi rendah, hindari poten-superpoten. Lipatan
tubuh: potensi rendah bentuk krim atau gel. Palmar dan plantar: steroid
potensi sangat poten, hanya sedikit efektif.
Keratolitik: asam salisilat adalah keratolitik yang paling sering digunakan.
Jangan digunakan pada saat terapi sinar karena asam salisilat dapat
mengurangi efikasi UVB.
Retinoid (topikal): paling baik dikombinasi dengan topikal kortikosteroid.
Analog Vitamin D: preparat yang tersedia adalah kalsipotriol, dapat
digunakan sebagai terapi rumatan.
Kombinasi kortikotikosteroid dan analog vitamin D: preparat tunggal yang
tersedia adalah sediaan kombinasi kalsipotriol dan betamethasone
diproprionat. Tidak dapat diracik sendiri karena berbeda pH.
Tar: LCD 3-10%.5
2. Fototerapi/Fotokemoterapi
a. Ultraviolet B (UVB) broadband (BB)
14
Efek: penyembuhan awal terlihat setelah 4 minggu terapi, kulit bersih
(clearance) dapat tercapai setelah 20-30 terapi, terapi pemeliharaan
(maintenance) dapat memperpanjang masa remisi.
Dosis awal: menurut tipe kulit 20-60 mJ/cm2 atau 50% minimal erythemal
dose (MED), dosis dinaikan 5-30 mJ/cm2 atau ≤25% MED awal, penyinaran
3-5 kali/minggu.5
b. Ultraviolet B (UVB) narrowband (NB)
Efek: penyembuhan awal terlihat setelah 8-10 terapi, kulit bersih dapat
tercapai setelah 15-20 terapi, terapi pemeliharaan dapat memperpanjang
masa remisi. Laju remisi 38% setahun
Dosis awal: menurut tipe kulit 130-400 mJ/cm2 atau 50% minimal
erythemal dose (MED), dosis dinaikan 15-65 mJ/cm2 atau ≤10% MED awal,
penyinaran 3-5 kali/minggu PUVA.5
3. Terapi Sistemik
2.7.1 Terapi Konvensional Metotreksat
Dosis: diberikan sebagai dosis oral 2,5-5 mg selang 12 jam. Dosis dapat
ditingkatkan secara bertahap sampai menghasilkan repons pengobatan yang
optimal; dosis maksimal tidak boleh melebihi 25 mg/minggu. Dosis harus
diturunkan serendah mungkin sampai jumlah yang dibutuhkan secara
memadai dapat mengendalikan psoriasis dengan penambahan obat topikal.
Dianjurkan untuk melakukan dosis uji 0,5-5 mg/minggu. Pemakaian dapat
berlangsung sepanjang tidak memberikan tanda toksisitas hati dan sumsum
tulang dengan pemantauan yang memadai. Pemberian asam folat 1 mg
perhari atau 5 mg per minggu secara oral, pada waktu selain hari pemberian
metotreksat, akan mengurangi efek samping.5
Toksisitas: peningkatan nilai fungsi hati (bila 2 kali lipat pantau lebih sering;
3 kali lipat turunkan dosis dan bila lebih dari 5 kali lipat hentikan
pemberian). Anemia aplastik, leukopenia, trombositopenia, pneumonitis
intersisial, stomatitis ulserativa, mual, muntah, diare, lemah, cepat lelah,
menggigil, demam, pusing, menurunnya ketahanan terhadap infeksi, ulserasi
dan perdarahan lambung, fotosensitif dan alopesia.5
Interaksi obat: obat hepatotoksik misalnya barbiturat, sulfametoksazol,
NSAID, penisilin, trimetoprim.
15
Biopsi hati dilakukan setelah pemberian metotreksat 3,5-4 gram diikuti
setiap 1,5 gram. Pasien dengan ririsko kerusakan hati, biopsi hati
dipertimbangkan setelah pemberian metotreksat 1-1,5 gram.
Kontraindikasi absolut: hamil, menyusui, alkoholisme, penyakit hati kronis,
sindrom imunodefisiensi, hipoplasia sumsum tulang belakang, leukopenia,
trombositopenia, anemia yang bermakna, hipersensitivitas terhadap
metotreksat.
Kontraindikasi relatif: abnormalitas fungsi renal, hepar, infeksi aktif,
obesitas, diabetes melitus.
Pemantauan: Riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, Pemeriksaan
laboratorium: darah lengkap, fungsi hati dan renal, biopsi sesuai anjuran,
pemeriksaan kehamilan, uji HIV, PPD, foto toraks.
Efek: penyembuhan awal terlihat dalam satu bulan terapi, 89% pasien
mendapatkan perbaikan plak dalam 20-25 kali terapi selama 5,3-11,6
minggu. Terapi pemeliharaan tidak ditetapkan, masa remisi 3-12 bulan.
Dosis: 8-metoksi psoralen, 0,4-0,6 mg/kgBB diminum peroral 60-120 menit
sebelum disinar UVA. Kaca mata bertabir ultraviolet diperlukan untuk
perlindungan di luar rumah 12 jam setelah minum psoralen. Dosis UVA
menurut tipe kulit 0,5-3,0 J/cm2, dosis dinaikan 0,5-1,5 J/cm2 penyinaran 2-
3 kali/minggu. 5
2.7.2 Siklosforin
Dosis: 2,5-4 mg/kgBB/hari dosis terbagi. Dosis dikurangi 0,5-1,0
mg/kgBB/hari bila sudah berhasil, atau mengalami efek samping.
Pengobatan dapat diulang setelah masa istirahat tertentu, dan dapat berjalan
maksimal selama 1 tahun, selama tidak ada efek samping.
Pemakaian jangka lama tidak dianjurkan karena dapat menyebabkan
nefrotoksisitas dan kemungkinan keganasan.
Kontraindikasi: bersamaan dengan pemberian imunosupresan lain
(metotreksat, PUVA, UVB, tar batubara, radioterapi), fungsi renal terganggu,
keganasan, hipersensitif terhadap siklosporin, hindari vaksin, perhatian
seksama bila diberikan pada pasien dengan infeksi berat juga diabetes melitus
tidak terkontrol.
16
Toksisitas: gangguan fungsi ginjal, hipertensi, keganasan, nyeri kepala,
hipertrikosis, hiperplasia gingiva, akne memburuk, mual, muntah, diare,
mialgia, flu like syndrome, letargia, hipertrigliserida, hipomagnesium,
hiperkalemia, hiperbilirubinemia, meningkatnya risiko infeksi dan
keganasan.
Jika memungkinkan rotasi penggunaannya dengan terapi lain atau gunakan
pada periode kambuh yang berat.
Interaksi obat: obat-obatan yang menginduksi/menghambat sitokrom P450
3A4. Menurunkan pembuangan (clearence) digoksin, prednisolon, statin,
diuretik (potasium sparing), tiazid, vaksin hidup, NSAID, grapefruit.
Monitoring: pemeriksaan fisik, tensi, ureum, kreatinin, urinalisis PPD, fungsi
hati, profil lipid, magnesium, asam urat, dan potasium, uji kehamilan.
Kehamilan kategori C, menyusui: kontraindikasi, anak-anak hanya bila
psoriasis berat.
Pedoman lengkap penggunaan siklosporin untuk terapi
psoriasis dapat merujuk ke buku yang diterbitkan oleh KSPI-PERDOSKI
tahun 2015: Pedoman Penggunaan Siklosporin pada Psoriasis.5
2.7.3 Asitretin
Asitretin oral pilihan pada psoriasis dapat digunakan sebagai monoterapi
untuk psoriasis pustular dan psoriasis eritroderma. Efek menguntungkan
terjadi jauh lebih lambat jika digunakan untuk psoriasis tipe plak dan guttata
tetapi sangat baik jika dikombinasikan dengan PUVA dan UVB (diperlukan
dalam dosis rendah).
Dosis: 10-50 mg/hari, untuk mengurangi efek samping lebih baik digunakan
dalam dosis rendah dengan kombinasi misalnya UV dengan radiasi rendah.
Kontraindikasi: perempuan reproduksi, gangguan fungsi hati dan ginjal.
Toksisitas; keilitis, alopesia, xerotic, pruritus, mulut kering, paronikia,
parestesia, sakit kepala, pseudomotor serebri, nausea, nyeri perut, nyeri
sendi, mialgia, hipertrigliserida, fungsi hati abnormal.
Interaksi obat: meningkatkan efek hipoglikemik glibenklamid, mengganggu
pil
kontrasepsi: microdosedprogestin, hepatotoksik, reduksi ikatan protein
dari
fenitoin, dengan tetrasiklin meningkatkan tekanan intrakranial.
17
Monitoring: riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, kombinasi dengan turunan
vitamin A lainnya.
Retinoid sangat teratogenik dan cenderung untuk menetap pada jaringan
tubuh.5
18
defisiensi enzim G6PD).
Monitoring: pemeriksaan DPL (darah perifer lengkap), CMP
(comprehensive metabolic panel), G6PD. Pengulangan DPL dan CMP
setiap minggu selama 1 bulan, setelahnya setiap 2 minggu selama 1 bulan
lalu setiap bulan selama 3 bulan dan selanjutnya setiap 3 bulan.
Kontraindikasi: hipersensitif terhadap sulfasalazin, obat-obatan golongan
sulfa, salisilat, obstruksi saluran cerna dan saluran urin, porphyria. Perhatian
khusus pada pasien dengan defiensi enzim G6PD.
Pemakaian jangka lama belum banyak dilakukan.
Pada ibu hamil termasuk kategori B.5
4. Agen Biologik
Indikasi: Psoriasis derajat parah dan keadaan khusus, yaitu pasien dengan
psoriasis dengan keterlibatan area permukaan tubuh (Body Surface Area/BSA)
≥10% dan/atau nilai indeks kualitas hidup dermatologi (Dermatology Life
Quality Index/DLQI) >10, dengan nilai indeks keparahan area psoriasis (Psoriasis
Area Severity Index/PASI) >10, disertai dengan salah satu dari 4 kriteria berikut:
a. Pasien yang tidak memberikan respon baik dengan minimal 2 terapi sistemik
standar seperti: CsA, etretinat/asitresin, MTX, termasuk fototerapi (PUVA,
UVB).
b. Riwayat efek samping/hipersensitivitas pengobatan sistemik, Kontraindikasi
terhadap terapi sistemik konvensional.
Pada pasien psoriasis artritis karena
potensi terjadinya kerusakan sendi.
c. Keadaan khusus: pada konferensi mengenai Konsensus Internasional
diketahui adanya kebutuhan yang tidak terpenuhi dan mengajukan proposal
mengenai pasien psoriasis dengan derajat keparahan ringan (ditentukan
dengan physician global assessment/PGA) yang juga dapat menjadi kandidat
dari pengobatan sistemik dalam keadaan khusus, diantaranya:
d. Keterlibatan area luas pada kulit kepala yang tidak respon dengan obat
topikal
19
e. Keterlibatan daerah yang tampak, seperti tangan (palmo plantar) dan wajah
f. Keterlibatan area yang resisten terhadap pengobatan topikal.
g. Kontraindikasi Umum Penggunaan Agen Biologik; Kehamilan, Laktasi,
Usia<18tahun kecuali ada pertimbangan khusus, Infeksi sistemik terutama
TB, hepatitis, HIV, Penyakit jantung (gagal jantung NYHAIII/IV),
Keganasan, Kelainan neurologis.
B. Nonmedikamentosa
Edukasi:
Penjelasan bahwa psoriasis adalah penyakit kronik residif dan pengobatan yang
diberikan hanya bersifat menekan keluhan kulit bukan menyembuhkan.
Menghindari faktor pencetus (Infeksi, obat-obatan, stress dan merokok)
Kontrol secara teratur dan patuh terhadap pengobatan.
5
2.1.9 Prognosis
20
2.2 PARAPSORIASIS
2.2.1 Definisi
2.2.2 Etiologi
Penyebab parapsoriasis plak kecil dan plak besar masih belum diketahui
secara pasti. Keduanya dikarakteristikkan oleh adanya infiltrate limfoid kutaneus
superfisial yang terdiri dari sel T CD4+. Perbedaannya berada pada densitas sel
T, dimana pada pada plak kecil cenderung memilki densitas sel T yang lebih
sedikit.7
2.2.3 Patogenesis
Parapsoriasis plak kecil merupakan proses reaktif dari sebagian besar sel T
CD4+. Patogenesis yang pasti dari proses pembentukan parapsoriasis masih
belum pasti, akan tetapi telah didemonstrasikan bahwa sel T kutaneus superfisial
berhubungan dengan adanya plak pada parapsoriasis.7
Pola genotip diobservasi pada parapsoriasis plak kecil sama dengan yang
diobservasi pada dermatitis kronik dan pola klonalitas sel T sama dengan respon
21
sel T spesifik yang telah distimulasi oleh antigen. Klon multiple dominan dapat
dideteksi oleh reaksi rantai polymerase (PCR) dari penggunaan gen reseptor sel
T, yang mendukung proses reaktif. Beberapa ahli percaya bahwa parapsoriasis
plak kecil merupakan lymphoma sel T yang hancur. Bagaimanapun sampai saat
ini belum ada bukti yang jelas, seperti perubahan genetic (contohnya, mutasi
TP53) yang diobservasi pada keganasan lain yang terdapat untuk mendukung hal
ini. Namun, pencarian untuk memverifikasi hipotesis ini adalah identifikasi
terbaru dari peningkatan aktivitas telomerase pada sel T dari CTCL stadium
awal, lymphoma stadium lanjut dan pada parapsoriasis, yang mana aktivitasnya
tidak terdapat pada sel T normal.5,8,9 Parapsoriasis plak besar merupakan
gangguan inflamasi kronik, dan patofisiologinya telah dispekulasi menjadi
stimulasi antigen jangka panjang. Gangguan ini dihubungkan dengan
penggandaan sel T dominan, salah satunya bisa terdapat diatas 50 % dari
infiltrasi sel T. Jika gambaran histologisnya benigna tanpa atypical lymfosit,
maka dapat diklasifikasikan sebagai parapsoriasis plak besar. Namun jika
terdapat limfosit atipikal, maka pasien bisa diklasifikasikan sebagai CTCL.8
Parapsoriasis Gutata
Bentuk ini terdapat pada dewasa muda terutama pada pria dan relative
paling sering ditemukan. Ruam terdiri atas papul miliar serta lentikular,
ertiema dan skuama dapat hemoragik, kadang-kadang berkonfluensi, dan
umumnya simetrik. Penyakit ini sembuh spontan tanpa meninggalkan
sikatriks. Tempat predileksi pada badan, lengan atas dan paha, tidak tedapat
pada kulit kepala, muka dan tangan.1
Bentuk ini biasanya kronik, tetapi dapat akut dan disebut Parapsoriasis
Gutata Akut (penyakit Mucha-Habermann). Gambaran klinisnya mirip
22
varisela, kecuali ruam yang telah disebutkan dapat ditemukan vesikel,
papulonekrotik dan krusta. Jika sembuh meninggalkan sikatriks seperti
variola, karena itu dinamakan pula Psoriasis Varioliformis Akuta atau
Pitiriasis Likenoides et varioliformis akuta atau Pitiriasi Likenoides et
varioliformis.7
Parapsoriasis Variegata
Kelainan ini terdapat pada badan, bahu, dan tungkai, bentuknya seperti
kulit zebra; terdiri atas skuama dan eritema yang bergaris-garis.
Parapsoriasis en Plaque
Insidens penyakit ini pada orang kulit berwarna rendah. Umumnya mulai
pada usia pertengahan, dapat terus-menerus atau mengalami remisis, lebih
23
sering pada pria daripada wanita. Tempat predileksi pada badan dan
ektremitas. Kelainan kulit berupa bercak eritematosa, permukaan datar, bulat
atau lonjong dengan diameter 2,5 cm dengan sedikit skuama yang berwarna
merah jambu, coklat atau agak kuning. Bentuk ini sering berkembang
menjadi mikosis fungoides.7
2.2.5 Histopatologi
2.2.7 Penatalaksanaan
24
Penyinaran dengan lampu ultraviolet merupakan terapi yang paling sering
mendatangkan banyak manfaat dan dapat membersihkan sementara ataupun
menetap, atau bahkan hanya meninggalkan scar yang minimal. Penyakit ini juga
dapat membaik dengan pemberian kortikosteroid topikal seperti yang digunakan
pada pengobatan psoriasis. Meskipun demikian hasilnya bersifat sementara dan
sering kambuh. Obat yang digunakan diantaranya: kalsiferol, preparat ter, obat
antimalaria, derivat sulfon, obat sitostatik, dan vitamin E.7
Adapun pengobatan parapsoriasis Gutata Akut dengan Eritromisin
(40mg/kgBB) dengan hasil baik juga dengan tetrasiklin. Keduanya mempunyai
efek menghambat kemotaksis neutrofil.7
2.2.8 Prognosis
2.3.2 Epidemiologi
Pitiriasis Rosea didapati pada semua umur, terutama antara 15-40 tahun,
jarang pada usia kurang dari 2 tahun dan lebih dari 65 tahun. Ratio perempuan
dan laki-laki adalah 1,5 : 1.8
2.3.3 Etiologi
25
Penyebab pitiriasis rosea masih belum diketahui, demikian pula cara
infeksi tetapi banyak gambaran klinis dan epidemiologi yang menunjukkan
bahwa diduga infeksi sebagai penyebab.Ada yang mengemukakan hipotesis
bahwa penyebabnya virus, karena penyakit ini merupakan penyakit swasima
(self limiting disease), umumnya sembuh sendiri dalam waktu 3-8 minggu.
Berdasarkan bukti ilmiah diduga merupakan eksantema virus yang
berhubungan dengan reaktivasi Human Herpes Virus (HHV)-7 dan HHV-6. Ada
beberapa laporan yang mengkaitkan erupsi-erupsi mirip pitiriasis rosea dengan
obat. Ruam-ruam yang disebabkan oleh arsenik, bismuth, emas dan
metopromazin tampaknya lebih besar kemungkinannya memiliki reaksi
lichenoid atipikal. Sehingga, meskipun beberapa erupsi obat bisa menyerupai
kondisi ini, belum ada bukti meyakinkan bahwa pityriasis rosea tipikal bisa
disebabkan oleh obat.8
Tahap awal Pitiriasis rosea ditandai dengan lesi (ruam) tunggal (soliter)
berbentuk oval, berwarna pink dan di bagian tepi bersisik halus. Diameter sekitar
1-3 cm. Kadang bentuknya tidak beraturan dengan variasi ukuran 2-10 cm.
Tanda awal ini disebut Herald Patch yang berlangsung beberapa hari hingga
beberapa minggu. Rasa gatal ringan dialami oleh sekitar 75% penderita dan 25%
mengeluh gatal berat.8
Tahap berikutnya timbul sekitar 1-2 minggu (rata-rata 4-10 hari) setelah
lesi awal, ditandai dengan kumpulan lesi (ruam) yang berbentuk seperti pohon
cemara terbalik (Christmas Tree Pattern). Tempat tersering (predileksi) adalah
badan, lengan atas dan paha atas. Pada tahap ini Pitiriasis rosea berlangsung
selama beberapa minggu. Selanjutnya akan sembuh sendiri dalam 3-8 minggu.8
26
Gambar 14. Pitiriasis Rosea3
2.3.5 Diagnosis
2.3.7 Penatalaksanaan
27
2.4 DERMATITIS SEBOROIK
2.4.1 Definisi
Dermatitis seboroik (DS) adalah kelainan kulit yang ditandai dengan
eritema dan papuloskuamosa kronis yang umum dijumpai pada anak dan
dewasa. Penyakit ini ditemukan pada area kulit yang memiliki banyak kelenjar
sebasea seperti wajah, kulit kepala, telinga, tubuh bagian atas dan fleksura
(inguinal, inframammae, dan aksila). 3,5
Istilah dermatitis seboroik dipakai untuk segolongan kelainan kulit yang
didasari oleh faktor konstitusi dan bertempat predileksi di tempat-tempat
seboroik.8
2.4.2 Epidemiologi
Dermatitis seboroik pada neonatus atau biasa disebut dengan cradle cap
terjadi pada usia kurang dari 1 bulan. Pada pubertas atau Pityriasis sicca, paling
sering terjadi di usia 20 dan 50 tahun. Dermatitis seboroik ini lebih sering terjadi
pada laki-laki dibanding perempuan. Insidennyam 2-5% dari total populasi.
Insiden juga meningkat pada penderita Parkinson dan pasien
immunocompromised seperti HIV/AIDS dan pasien transplantasi. 3
Faktor yang mempengaruhi timbulnya penyakit antara lain: umur (orang
dewasa), jenis kelamin lebih sering pada laki-laki, makanan (konsumsi lemak
dan minum alkohol), obat-obatan, iklim (musim dingin), kondisi fisik dan psikis
(status imun, stres emosional), dan lingkungan yang menyebabkan kulit menjadi
lembab.3,9
2.4.3 Etiologi
28
metaboliknya yang masuk ke dalam epidermis maupun karena jamur itu sendiri
melalui aktivasi sel limfosit T dan sel Langerhans. Akan tetapi, faktor genetik
sangat berperan penting dalam kejadian dermatitis seboroik. Selain itu juga
diperkirakan dapat mempengaruhi onset dan derajat penyakit. Keberadaan
Malassezia furfur juga dikaitkan mempunyai terhadap penyakit dermatitis
seboroik.1, 3
2.4.4 Patogenesis
29
predisposisi, timbulnya DS dapat disebabkan oleh faktor kelelahan, stress,
emosional, infeksi, atau defisiensi imun.9
Kondisi ini dapat diperburuk dengan meningkatnya keringat. Stress
emosional dapat mempengaruhi penyakit ini juga. Pengobatan dari parkinson
dengan levodopa mengurangi ekskresi sebum sejak seborrhea pertama kali
ditemukan, tetapi tidak ada efeknya pada kecepatan ekskresi sebum yang
normal. Obat neuroleptik yang digunakan untuk menginduksi parkinsonsnisme,
salah satunya haloperidol, dapat juga menginduksi terjadinya dermatitis
seboroik.9
Faktor diathesis herediter, sehingga disebut seborrheic state, yang
ditandai dengan seboroik dan blefaritis marginal. Mungkin dapat berkaitan
dengan psoriasis, disebut juga psoriasis state. M furfur juga diduga berperan, hal
ini dibuktikan oleh respons terhadap pemberian ketoconazole dan selenium
sulfide. Pada kejadian dermatitis seboroik yang resisten dapat menjadi tanda
kemungkinan adanya penyakit HIV.3,9
2. Lesi Kulit
Kulit yang berwarna Orange-red atau gray-white dan seringkali ditandai
dengan lesi berbentuk makula keabuan yang kering dan papul yang berukuran
bervariasi (5-20mm) atau plak yang berbatas tegas. Pada kulit kepala ditandai
dengan skuama (dandruff), perubahan difus pada kulit kepala. Tersebar dan
30
diskret pada wajah. Gambaran dapat berukuran numular, polisiklik bahkan
annular pada dada.3
Pada kulit kepala, alis dan bulu mata (blefaritis). Janggut (folikulitis),
Cradle cap (eritema, skuama dan krusta berwarna kekuningan pada kulit
kepala).3
2. Regio Wajah
3. Regio Dada
Lesi mirip dengan pityriasis rosea atau pityriasis versicolor (bercak kuning
kecoklatan sering pada sternum).3
Aksila, area anogenital, submammae, umbilical dan area diaper pada bayi.
Sering bersifat difus, eksudatif, batas tegas, erupsi eritematosa yang terang.3
5. Regio genitalia
31
Gambar 15. Dermatitis seboroik pada dewasa3
32
bagian tengah wajah (dahi, alis, hidung, bagian belakang kepala), area
retroauricular, dada, leher, daerah anogenital dan lipatan badan.6, 9 Regio frontal
dan parietal kulit kepala ditutupi dengan kulit yang berminyak dan tebal, sering
terdapat kerak-kerak yang pecah (crusta lactea or “milk crust”), biasanya tanpa
dasar yang merah. Kelainan kulit dapat disertai gatal ataupun tidak, tetapi
berlebihan menggaruk dapat menyebabkan peradangan, infeksi ringan atau erosi
serta ekskoriasi. 3
33
menunjukkan lesi petaloid atau pitiriasiformis. Apabila terdapat di
kelopak mata, dapat disertai dengan blefaritis. Dapat meluas hingga
menjadi eritroderma.5
3. Pemeriksaan Penunjang
2.4.7 Penatalaksanaan
Terapi yang efektif untuk dermatitis seboroik yaitu obat anti inflamasi,
keratolitik, anti jamur dan pengobatan alternatif.9
1. Obat anti inflamasi
Terapi konvensional untuk dermatitis seboroik dewasa pada kulit kepala
dengan steroid topikal atau inhibitor calcineuron. Terapi tersebut
pemberiannya dapat berupa shampo seperti fluocinolon (Synalar), solusio
steroid topikal, losio yang dioleskan pada kulit kepala atau krim pada kulit.
Kortikosteroid merupakan hormon steroid yang dihasilkan oleh korteks
adrenal yang pembuatan bahan sintetik analognya telah berkembang dengan
pesat. Efek utama penggunaan kortikosteroid secara topikal pada epidermis
dan dermis ialah efek vasokonstriksi, efek anti inflamasi, dan efek antimitosis.
Adanya efek vasokonstriksi akan mengakibatkan berkurangnya eritema. 9
Terapi dermatitis seboroik pada dewasa umumnya menggunakan steroid
topikal satu atau dua kali sehari, sering diberikan sebagai tambahan ke
shampo. Steroid topikal potensi rendah efektif untuk terapi dermatitis seboroik
pada bayi terletak di daerah lipatan atau dewasa pada persisten recalcitrant
seborrheic dermatitis. Topikal azole dapat dikombinasikan dengan regimen
desonide (dosis tunggal perhari selama dua minggu). Akan tetapi penggunaan
kortikosteroid topikal ini memiliki efek samping pada kulit dimana dapat
terjadi atrofi, teleangiectasi dan dermatitis perioral.9
2. Keratolitik
Terapi lain untuk dermatitis seboroik dengan menggunakan keratolitik.
Keratolitik yang secara luas dipakai untuk dermatitis seboroik adalah tar, asam
34
salisiklik dan shampo zinc pyrithion. Zinc pyrithion memliki efek keratolitik
non spesifik dan anti fungi, dapat diberikan dua atau tiga kali per minggu.
Pasien sebaiknya membiarkan rambutnya dengan shampo tersebut selama
lima menit agar shampo mencapai kulit kepala. Pasien dapat menggunakannya
juga untuk tempat lain yang terkena seperti wajah.9
3. Anti fungi
Sebagian besar anti jamur menyerang Malassezia yang berkaitan dengan
dermatitis seboroik. Dosis satu kali sehari gel ketokonazol (Nizoral) dalam
dua minggu, satu kali sehari regimen desonide (Desowan) dapat berguna
untuk dermatitis seboroik pada wajah. Shampo yang mengandung selenium
sulfide (Selsun) atau azole dapat dipakai. Shampo tersebut dapat diberikan dua
sampai tiga kali seminggu. Ketokonazole (krim atau gel foaming) dan
terbinfin (Lamisil) oral dapat berguna. Anti jamur topikal lainnya seperti
ciclopirox (Loprox) dan flukonazole (Diflucan) mempunyai efek anti
inflamasi juga. Anti jamur (selenium sulfide, pytrithion zinc, azola, sodium
sulfasetamid dan topical terbinafin) dapat menurunkan kolonisasi oleh ragi
lipopilik.9
2.4.8 Prognosis
35
L.E.S (lupus eritematosus sistemik) merupakan penyakit yang biasanya akut dan
berbahaya, bahkan dapat fatal. Penyakit ini bersifat multisistemik dan
menyerang jaringan konektif dan vaskular.8,10
2.5.2 Etiologi
2.5.3 Patogenesis
36
Gambar 17. Lupus Eritematosus Sistemik3
37
Penyakit sering terlihat di bibir bawah dari mulut, terdiri atas plak yang
berindurasi dengan sentrum yang atrofik.
4. Lupus eritematosus pernio
Penyakit ini terdiri atas bercak-bercak eritematosa yang berinfiltrasi di
daerah-daerah yang tidak tertutup pakaian, memburuk pada hawa
dingin.10
2.5.5 Diagnosis
2.5.6 Pengobatan
38
akut, fulminan, dan sangat berat sampai penyakit kronis, ringan atau seperi api
dalam sekum.
Kriteria diagnosis ialah yang diuraikan oleh A.R.A (The American
Rheumatism Association) yang telah direvisi pada tahun 1982. Diagnosis L.E.S
dibuat, jika paling sedikit terdapat 4 diantara 11. Manifestasi klinis dibagi
dalam:10
a. Gejala Konstitusional
Perasaan lelah, penurunan berat badan dan kadang-kadang demam tanpa
menggigil merupaka gejala yang timbul selama berbulan-bulan sebelum
ada gejala lain.
b. Kelainan di kulit dan mukosa
i. Kulit : lesi yang tersering ialah (i) lesi seperti kupu-kupu di area
malar dan nasal dengan sedikit edema, eritema,sisik, telangiektasis
dan atrofi, (ii) erupsi makulo=popular, polimorf, dan eritematosa
bulosa di pipi, (iii) foto sensitivitas di daerah yang tidak tertutup
pakaian (iv) lesi popular dan urtikarial kecoklatan, (v) kadang-kadang
terdapat lesi L.E.D atau nodus-nodus subkutan yang menetap, (vi)
vaskulitis sangat menonjol, (vii) alopesia dan penipisan rambut, (viii)
sikatrisasi dengan atrofi progresif dan hiperpigmentasi, dan (ix) ulkus
tungkai
ii. Mukosa: pada mukosa mulut, mata, dan vagian timbul stomatitis dan
keratokonjungtivitis, dan kolpitis dengan petekie, erosi bahkan
ulserasi.
c. Kelainan di alat dalam
Yang tersering ialah lupus nefritis. Tanpa nefritis atau nefrosispu
seringkali ada proteinuria. Selain itu timbul peluritis, perikariditis, dan
terdapat efusi peritoneum. Kolpitis ulserativa serta hepatosplenomegali
juga ditemukan.
d. Kelainan di sendi, tulang, otot, KGB, dan system saraf
Arthritis biasanya tanpa deformitas, bersifat episodic dan migratorik,
nekrosis kepala femur dan artofi muskulo-skeletal dengan mialgia.
Limfadenitis dapat bersifat regional atau generalisata. Neuritis perifer,
39
ensefalitis, konvulsi dan psikosi dapat terjadi.
40
(anular, perifer), homogeny dan berbintik-bintik serta nuklear.
yang dianggap spesifik untuk L.E.S ialah pola
membranosanya.terutama jika titernya tinggi.10
c. Lupus band test
Pada pemeriksaam imunofloresens langsung dapat dilihat pita
terdiri atas deposit granular immunoglobulin G, M, dan A dan
komplemen C3 pada epidermal-dermal yang disebut lupus band.
Caranya disebut lupus band testm specimen di ambil dari kulit
yang normal.10
2.5.9 Diagnosis
Diagnosis dapat dibuat bila kriteria dari ARA Dipenuhi. Harus diingat
bahwa pengumpulan perbagai gejala di semua alat dan kelainan laboratorik serta
imunologik harus diadakn untuk memastikan LES.10
2.5.11 Pengobatan
41
nefropati seringkali dosis tinggi kortikosteroid efektif, maka harus diberikan
terapi sitostatik, misalnya azatioprin 50-150mg perhari, dengan dosis maksimal
200mg perhari. Dapat juga diberikan siklofosfamid dengan dosis yang sama 10
2.6 DERMATOFITOSIS
2.6.1 Definisi
42
permukaan skalp. Lesi tampak berskuama, hiperkeratosis, dan berbatas
tegas karena rambut yang patah. Berfluoresensi hijau dengan lampu
Wood.11
43
Gambar 20. Tinea kapitis tipe black dot3
44
Gambar 22. Tinea korporis3
45
d. Tinea pedis,
Anamnesis :
Gatal di kaki terutama sela-sela jari. Kulit
kaki bersisik, basah dan mengelupas. Pada pemeriksaan sesuai tipe:
Tipe interdigital (chronic intertriginous type)
Bentuk klinis yang
paling banyak dijumpai. Terdapat skuama, maserasi dan eritema
pada daerah interdigital dan subdigital kaki, terutama pada tiga jari
lateral. Pada kondisi tertentu, infeksi dapat menyebar ke telapak kaki
yang berdekatan dan bagian dorsum pedis. Oklusi dan ko-infeksi
dengan bakteri dapat menyebabkan maserasi, pruritus, dan malodor
(dermatofitosis kompleks atau athlete’s foot).3,11
46
Tipe vesikobulosa
Klinis tampak vesikel tegang dengan diameter
lebih dari 3 mm, vesikopustul, atau bula pada kulit tipis telapak kaki
dan periplantar. Jarang dilaporkan pada anak-anak.11
47
f. Tinea unguium
Onikomikosis merujuk pada semua infeksi pada kuku
yang disebabkan oleh jamur dermatofita, jamur nondermatofita, atau ragi
(yeasts). Dapat mengenai kuku tangan maupun kuku kaki, dengan bentuk
klinis Onikomikosis subungual proksimal (OSP), Onikomikosis subungual
distal lateral (OSDL), Onikomikosis superfisial putih (OSP),
Onikomikosis endoniks (OE), Onikomikosis distrofik totalis (ODT)
Klinis dapat ditemui distrofi, hiperkeratosis, onikolisis, debris
subungual, perubahan warna kuku, dengan lokasi sesuai bentuk klinis.
g. Tinea imbrikata
Penyakit ditandai dengan lapisan stratum korneum
terlepas dengan bagian bebasnya menghadap sentrum lesi. Terbentuk
lingkaran konsentris tersusun seperti susunan genting. Bila kronis,
peradangan sangat ringan dan asimtomatik. Tidak pernah mengenai
rambut.11
Pemeriksaan Penunjang
48
Tinea pedis et manum:
Dermatitis kontak, psoriasis, keratoderma,
skabies, pompoliks (eksema dishidrotik)
Tinea korporis:
Psoriasis, pitiriasis rosea, Morbus Hansen tipe PB/
MB, eritema anulare centrifugum, tinea imbrikata, dermatitis
numularis
Tinea kruris:
Eritrasma, kandidosis, dermatitis intertriginosa,
dermatitis seboroik, dermatitis kontak, psoriasis, lichen simpleks
kronis
Tinea unguium:
Kandidosis kuku, onikomikosis dengan penyebab
lain, onikolisis, 20-nail dystrophy (trachyonychia), brittle nail,
dermatitis kronis, psoriasis, lichen planus
Tinea imbrikata: Tinea korporis.11
2.6.4 Penatalaksanaan
a. Non Medikamentosa
Menghindari dan mengeliminasi agen penyebab
Mencegah penularan
Menjaga kebersihan personal
Mematuhi pengobatan yang diberikan untuk mencegah resistensi
obat.
Menggunakan pakaian yang tidak ketat dan menyerap keringat.
Pastikan kulit dalam keadaan kering sebelum menutup area yang
rentan
terinfeksi jamur.
Gunakan sandal atau sepatu yang lebar dan keringkan jari kaki
setelah mandi.
Hindari penggunaan handuk atau pakaian bergantian dengan orang
lain. Cuci
handuk yang kemungkinan terkontaminasi.11
b. Medikamentosa
Terdapat beberapa obat yang dapat dipilih sesuai dengan indikasi sebagai
berikut:
49
A. Tinea kapitis
1. Topikal: tidak disarankan bila hanya terapi topical saja. Rambut dicuci
dengan sampo antimikotik: selenium sulfida 1% dan 2,5% 2- 4
kali/minggu atau sampo ketokonazol 2% 2 hari sekali selama 2-4 minggu
2. Sistemik
I.Spesies Microsporum
Obat pilihan: griseofulvin fine particle/microsize 20-25 mg/kgBB/hari
dan ultramicrosize 10-15 mg/kgBB/hari selama 8 minggu.
Alternatif:
Itrakonazol 50-100 mg/hari atau 5 mg/kgBB/hari selama 6
minggu.
Terbinafin 62,5 mg/hari untuk BB 10-20 kg, 125 mg untuk BB
20-40 kg dan 250 mg/hari untuk BB >40 kg selama 4 minggu.
II.Spesies Trichophyton:
Obat pilihan: terbinafin 62,5 mg/hari untuk BB 10-20 kg, 125 mg
untuk BB
20-40 kg dan 250 mg/hari untuk BB >40 kg selama 2-4
minggu
Alternatif :
Griseofulvin 8 minggu
Itrakonazol 2 minggu
Flukonazol 6 mg/kgBB/hari selama 3-4 minggu.
B. Tinea korporis dan kruris
1. Topikal:
Obat pilihan: golongan alilamin (krim terbinafin, butenafin) sekali
sehari selama 1-2 minggu.
Alternatif:
Golongan azol: misalnya, krim mikonazol, ketokonazol,
klotrimazol 2 kali sehari selama 4-6 minggu.
2. Sistemik:
Diberikan bila lesi kronik, luas, atau sesuai indikasi
Obat pilihan: terbinafin oral 1x250 mg/hari (hingga klinis membaik
dan hasil pemeriksaan laboratorium negatif) selama 2 minggu
Alternatif:
50
Itrakonazol 2x100 mg/hari selama 2 minggu
Griseofulvin oral 500 mg/hari atau 10-25 mg/kgBB/hari selama 2-
4 minggu
Ketokonazol 200 mg/hari.11
2.6.5 Prognosis
Bila diobati dengan benar, penyakit akan sembuh dan tidak kambuh,
kecuali bila terpajan ulang dengan jamur penyebab. Tinea pedis menjadi kronik
dan rekuren bila sumber penularan terus menerus ada. 11
2.7 ERITRODERMA
2.7.1 Definisi
2.7.2 Etiologi
2.7.3 Patogenesis
Reaksi tubuh terhadap suatu agen dalam tubuh (baik itu obat-obatan,
perluasan penyakit kulit dan penyakit sistemik) adalah berupa pelebaran
51
pembuluh darah kapiler (eritema) yang generalisata. Eritema berarti terjadi
pelebaran pembuluh darah yang menyebabkan aliran darah ke kulit meningkat
sehingga kehilangan panas bertambah. Akibatnya pasien merasa dingin dan
menggigil. Dapat terjadi hipotermia akibat peningkatan perfusi kulit. Penguapan
cairan yang makin meningkat dapat menyebabkan dehidrasi. Bila suhu badan
meningkat, kehilangan panas juga meningkat. Pengaturan suhu terganggu.
Kehilangan panas menyebabkan hipermetabolisme kompensatoar dan
peningkatan laju metabolisme basal. Kehilangan cairan oleh transpirasi
meningkat sebanding laju metabolisme basal.12
Kehilangan skuama dapat mencapai 9 gram/m2 permukaan kulit atau
lebih sehari sehingga menyebabkan kehilangan protein Hipoproteinemia dengan
berkurangnya albumin dan peningkatan relatif globulin terutama gammaglobulin
merupakan kelainan yang khas. Edema sering terjadi, kemungkinan disebabkan
oleh pergesaran cairan ke ruang ekstravaskuler.12
Eritroderma akut dan kronis dapat menganggu mitosis rambut dan kuku
berupa kerontokan rambut dan kuku berupa kerontokan rambut difus dan
kehilangan kuku. Pada eritroderma yang telah berlangsung berbulan – bulan
dapat terjadi perburukan keadaan umum yang progresif.12
52
kulit berupa eritama seluruh tubuh disertai skuama kasar.
Eritroderma akibat penyakit sistemik, termasuk keganasan. Dapat
ditemukan adanya penyakit pada alat dalam, infeksi dalam dan infeksi
fokal.12
2.7.5 Diagnosis
Diagnosis agak sulit ditegakkan, harus melihat dari tanda dan gejala yang
sudah ada sebelumnya misalnya, warna hitam-kemerahan di psoriasis dan
kuning-kemerahan di pilaris rubra pityriasis; perubahan kuku khas psoriasis;
likenifikasi, erosi, dan ekskoriasi di dermatitis atopik dan eksema menyebar,
relatif hiperkeratosis tanpa skuama, dan pityriasis rubra; ditandai bercak kulit
dalam eritroderma. Dengan beberapa biopsi biasanya dapat menegakkan
diagnosis.12
2.7.6 Penatalaksanaan
53
Pada golongan II akibat perluasan penyakit kulit juga diberikan
kortikosteroid. Dosis mula prednison 4 x 10mg – 4 x 15mg sehari. Jika setelah
beberapa hari tidak tampak perbaikan dosis dapat dinaikan. Setelah tampak
perbaikan, dosis diturunkan perlahan-lahan. Jika eritroderma terjadi akibat
pengobatan dengan Ter pada psoriasis, maka obat tersebut harus dihentikan.
Eritroderma karena psoriasis dapat pula diobati dengan etretinat. Lama
penyembuhan golongan II ini bervariasi beberapa minggu hingga beberapa
bulan, jadi tidak secepat golongan I.12
Pada pengobatan dengan kortikosteroid jangka lama (long term), yakni
jika melebihi 1 bulan lebih baik digunakan metilprednisolon dari pada prednison
dengan dosis ekuivalen karena efeknya lebih sedikit.12
Pada eritroderma kronis diberikan pula diet tinggi protein, karena
terlepasnya skuama mengakibatkan kehilangan protein. Kelainan kulit perlu pula
diolesi emolien untuk mengurangi radiasi akibat vasodilatasi oleh eritema,
misalnya dengan salap lanolin 10% atau krim urea 10%.12
2.7.7 Prognosis
54
DAFTAR PUSTAKA
55