Anda di halaman 1dari 19

1

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

2.1 Tinjauan pustaka


2.1.1 Sejarah umum perusahaan
PT Semen Baturaja (Persero) Tbk ini didirikan pada tanggal 14 November 1974.
Perusahaan ini berdiri di tiga tempat berbeda, yaitu Baturaja, Palembang, dan Panjang.
Perusahaan ini selesai di bangun pada akhir tahun 1980 dan pada tangggal 29 April
1981 Presiden Republik Indonesia meresmikan pengoperasian PT Semen Baturaja
(Persero) Tbk dan mulai produksi pada tanggal 1 Juni 1981.
PT Semen Baturaja (Persero) Tbk. merupakan perusahaan hasil kerjasama antara
PT Semen Padang dan PT Semen Gresik, kemudian pemerintah Indonesia turut serta
dalam penyertaan modal untuk PT Semen Baturaja (Persero) Tbk ini, dengan pemegang
saham tertinggi oleh pemerintah Indonesia sebesar 88%, PT Semen Padang 7%, dan PT
Semen Gresik 5% yang menjadikan PT Semen Baturaja (Persero) Tbk ini menjadi
BUMN di bawah binaan Departemen Perindustrian, lalu pada tahun 1991 seluruh saham
tersebut diambil alih oleh pemerintah Republik Indonesia.

2.1.2 Lokasi dan kesampaian daerah


Lokasi pabrik PT. Semen Baturaja (Persero) Tbk. Cabang Baturaja ini terletak di
DesaPusar, Kelurahan Sukajadi, Kecamatan Baturaja Barat, Kabupaten Ogan Komering
Ulu, Provinsi Sumatera Selatan. Pabrik di Baturaja ini memiliki lokasi penambangan
batugamping dan tanah liat sebagai bahan baku utama pembuatan semen. Selain
terdapat lokasi penambangan batugamping dan tanah liat, lokasi ini juga memiliki
pabrik pengolahan bahan baku tersebut hingga pengantongan semen. Luas area pabrik
ini yaitu 534 Ha.

2.1.3 Kondisi geografis


Secara geografis, letak PT Semen Baturaja (Persero) Tbk. berada pada 104°8’ -
104°9’ BT dan 4°6’ - 4°7’ LS. Lokasi PT Semen Baturaja (Persero) Tbk ini terletak
sekitar 187 km sebelah barat daya dari kota Palembang dan sekitar 631 km sebelah barat
2

laut dari kota Bandung. Sedangkan lokasi tambang batugampingnya sendiri berjarak
sekitar 2 km dari pabrik semennya. Secara administratif, PT Semen Baturaja (Persero)
Tbk, termasuk ke dalam wilayah Desa Pusar, Kelurahan Sukajadi, Kecamatan Baturaja
Barat, dengan batas-batas wilayah sebagai berikut:
 Sebelah Utara : Kecamatan Baturaja Barat
 Sebelah Timur : Kecamatan Baturaja Timur
 Sebelah Selatan :Kecamatan Sosoh Buay Rayap
 Sebelah Barat : Kecamatan Semidang Aji

Gambar 2.3 Peta Administrasi Daerah PT Semen Baturaja (Persero) Tbk


3

2.1.4 Keadaan topografi dan morfologi


Secara umum, wilayah Kabupaten Ogan Komering Ulu memiliki daerah yang
berbukit-bukit dengan ketinggian yang berbeda, umumnya berbukit rendah dengan
ketinggian yang bervariasi antara 40m sampai 60m di atas permukaan air laut. Wilayah
kuasa penambangan batugamping yang dikelola oleh PT. Semen Baturaja (Persero),
merupakan bekas ladang pertanian yang ditumbuhi semak belukar, terletak di Desa
Pusar. Bagian Selatan mengalir Sungai Ogan yang memiliki ketinggian 30 m di atas
permukaan air laut.

Gambar 2.4 Peta Morfologi Regional PT Semen Baturaja (Persero) Tbk


4

2.1.5 Keadaan Geologi

Gambar 2.5 Peta Geologi Regional PT Semen Baturaja (Persero) Tbk


5

Kondisi geologi di Wilayah IUP tepatnya pada Kabupaten Ogan Komering Ulu,
umumnya terdiri dari batulempung, batupasir, serta batulanau. Salah satu formasi yang
terdapat pada daerah kabupaten Ogan Komering Ulu adalah formasi Baturaja yang
terdiri atas batugamping dengan sisipan napal dan batulempung. Batugamping tampak
berwarna abu-abu terang hingga putih keabu-abuan dan terdiri atas batugamping pejal
dan batugamping berlapis. Formasi ini memiliki ketebalan mencapai 85m. Lingkungan
pengendapan batuan berhubungan dengan laut yang sesuai bagi pertumbuhan dan
perkembangan terumbu yaitu laut dangkal. Berdasarkan peta geologi (Gambar 2.5),
wilayah Kabupaten Ogan Komering Ulu terdapat beberapa formasi lainnya yaitu:

Qtk : FORMASI KASAI: Konglomerat dan batupasir kuarsa, batulempung


tufaan mengandung kayu terkersikan dengan sisipan tuff batuapung
dan lignit.
Tmpm : FORMASI MUARAENIM : Batulempung, batulanau, batupasir
tufaan dengan sisipan batubara.
Tma : FORMASI AIRBEKANAT : Batulempung dengan sisipan
batulempung tufaan napal, batupasir, dan serpih.
Tmb : FORMASI BATURAJA : Batugamping terumbu, kalkarenit dengan
sisipan serpih gampingan dan napal.
Tpok : FORMASI KIKIM : Breksi gunungapi, tuff padu, tuff, lava, batupasir
dan batulempung.

2.2 Teknis Peledakan Batugamping


2.2.1 Tahapan Persiapan
Tahapan persiapan ini merupakan tahapan dimana faktor-faktor seperti
keselamatan, efisiensi hasil produksi, dan lingkungan sekitar dipertimbangkan. Maka
dari itu, tahapan ini merupakan tahapan yang penting dan harus dipahami dengan benar.
Tahapan persiapan meliputi land clearing, stripping overburden dan levelling, kegiatan
pemboran lubang ledak, persiapan peralatan dan perlengkapan peledakan, pengamanan
area peledakan, persiapan primer, pengisian lubang ledak, penyambungan rangkaian,
dan pemiihan tempat pemegang blasting machine.
6

2.2.1.1 Land Clearing dan Stripping


Land clearing merupakan pembabatan dan pengupasan pohon yang tumbuh
pada permukaan daerah yang akan ditambang dengan tujuan untuk membersihkan
daerah tambang tersebut sehingga kegiatan penambangan dapat dilakukan dengan
mudah. Langkah ini perlu dilakukan untuk membersihakan pepohonan dari daerah
bahan galian dengan menggunakan bulldozer. Selanjutnya yaitu tahapan stripping yaitu
pengupasan tanah penutup agar bahan galian yang akan diledakan akan tersingkap.
Lapisan tanah penutup ini terdapat dua jenis yaitu top soil dan lapisan overburden. Top
soil ini terlebih dahulu dikupas karena posisinya yang berada di atas overburden dan
kemudian dikumpulkan di satu tempat untuk tujuan reklamasi. Sedangkan overburden
ditempatkan pada daerah tertentu yang nantinya dapat digunakan sebagai material
pembuatan jalan.
2.2.1.1.1 Kegiatan Pemboran Lubang Ledak
Pemboran lubang ledak ini merupakan kegiatan yang bertujuan agar dapat
membuat lubang dengan kedalaman tertentu, untuk memasukan bahan peledak yang
akan diledakan.
1. Pola Pemboran Lubang Ledak
Pada tambang terbuka maupun tambang bawah tanah biasanya dilakukan suatu
kegiatan pemboran, baik tambang terbuka maupun tambang bawah tanah memiliki
karakteristik dan sifat yang berbeda termasuk dalam kegiatan pemborannya itu sendiri.
Perbedaan tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor,antara lain luas area,volume hasil
peledakan, pemasukan udara segar, dan keselamatan kerja.

Foto 3.5 Kegiatan Pemboran Lubang Ledak


7

Salah satu unsur yang membedakan tambang terbuka dengan tambang bawah
tanah adalah pola pemborannya. Pola pemboran merupakan suatu pola yang digunakan
dalam kegiatan pemboran untuk menempatkan lubang – lubang ledak secara sistematis
yang kemudian diisi dengan bahan peledak.
Sedangkan jenis pola pemboran secara umum dapat dikelompokan menjadi 4
golongan, yaitu:
1. Pola bujur sangkar (square pattern) merupakan pola dengan jarak burden dan
spasi sama. Biasanya pola ini digunakan pada topografi datar.
2. Pola empat persegi panjang (rectangular pattern) yaitu memiliki jarak spasi
dalam satu baris lebih besar dibanding burden.

Gambar 3.1 Pola Empat Persegi Panjang


3. Pola segitiga merupakan pola yang digunakan pada topografi landau.
4. Pola zigzag (staggered pattern) yaitu antar lubang bor dibuat zigzag yang
berasal dari pola bujur sangkar maupun persegi panjang

Gambar 3.2 Pola Zigzag Empat Persegi Panjang


2 Arah Pemboran Lubang Ledak
Di kegiatan tambang terbuka kegiatan pemboran peledakan biasanya dilakukan
pada suatu bench atau jenjang. Pemboran dilakukan untuk menyiapkan lubang ledak
dengan kualitas yang baik dalam posisi yang tepat agar peledakan dapat berjalan lancar.
8

Pemboran juga mempunyai pola dan arah tertentu sesuai dengan keinginan dari suatu
perusahan.
Ada dua cara dalam membuat lubang bor, yaitu lubang bor miring dan lubang bor
tegak. Arah bor miring ataupun tegak memiliki keuntungan dan kerugian. Adapun
beberapa keuntungan pemboran miring diantranya:
1. Mengurangi biaya pemboran dan konsumsi handak, karena dengan burden yang
besar,
2. Akan diperoleh jenjang yang stabil,
3. Mengurangi resiko timbulnya “toe” dan “backbreak”
Sedangkan kerugian pemboran miring yaitu:
1. Sulit melakukan pemboran miring yang akurat,
2. Diperlukan supervisi yang ketat,
Keuntungan pemboran vertikal ialah:
1. Pelaksanaan pengeboran lebih mudah, cepat, dan akurat
2. Untuk jenis batuan yang sama, aksesoris bor berumur lebih panjang
3. Bahan peledak lebih sedikit
4. Biaya pengeboran lebih kecil
Kerugian pada pemboran vertikal, yaitu:
1. Lereng kurang stabil
2. Hanya baik untuk batuan yang kompeten (kuat)
3. Permukaan bidang bebas sering tidak rata
3 Pemilihan Alat Bor
Dalam pemilihan alat bor untuk di tambang terbuka menggunakan metode
peledakan jenjang. Ada beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam pemilihan alat
bor,antara lain yaitu:
1. Jenis Batuan
Jenis batuan sangat menentukan dalam pemilihan alat bor, rotary percussive atau
rotary rushing, dipakai untuk batuan yang keras, sedangkan rotary cutting dipakai
untuk batuan sedimen.
a. Rotary percussive
9

Batang bor yang digunakan pada pemboran rotary percussive ada dua
macam yaitu:

Foto 3.6 Contoh Alat Bor Rotary Percussive


 Integral drill steel
Integral drill steel tidak memerlukan couplings karena mata bor dan
batang bornya menjadi satu. Batang bor ini biasanya digunakan untuk
jenjang yang relatif rendah atau kedalaman pemboran relative dangkal
dan diameter lubang bor antara 22-41 mm.

Foto 3.7 Jenis Integral Drill Steel

 Extension Drill Steel


Extension drill memerlukan coupling untuk menghubungkan shank rod
dengan extension rods. Selain itu, batang bor jenis extension dapat
10

dipakai untuk mendapatkan kedalaman pemboran yang


diinginkan.Perlengkapan pemboran pada alat bor rotary-percussive
drilling dengan menggunakan extension drill steel adalah:
(i) Threads
Drill Steel threads berfungsi menghubungkan, shank, coupling
sleeve, rods dan bits selama operasi pemboran. Threads terdiri dari
4 macam, yaitu R – Thread, T-Thread,C-Thread, GD or HL –
Thread
(ii) Shank Adaptor
Shank adaptor merupakan komponen mesin bor yang pertama yang
menstransmisikan energi pukulan dari piston ke batang bor.
(iii) Batang Bor
Batang bor berguna untuk meneruskan energi putaran dan energi
pukulan dari shank adaptor ke mata bor. Pada pemboran dengan
top hammer batang bor merupakan komponen setelah drill chuck
dan dapat berbentuk hexagonal maupun round cross – section.
(iv) Couplings
Coupling berguna untuk menyambungkan batang bor yang satu
dengan batang bor lainnya. Tujuan penggunaan coupling untuk
memperoleh kedalaman yang diinginkan.
(v) Mata bor
Mata bor berguna untuk meneruskan energi putaran dan tumbukan
dari batang bor ke batuan. Alat bor rotary-percussive drill terdiri
dari 2 jenis mata bor, yaitu button bit dan insert bit.
b. Rotary Cutting
Rotary Drilling adalah metode pemboran yang menggunakan aksi putaran
untuk melakukan penetrasi terhadap batuan. Pada metode ini ada dua jenis
mata bor, yaitu tricone bit dengan hasil penetrasinya berupa gerusan dan
drag bit dengan hasil penetrasinya berupa potongan (cutting).
11

Foto 3.8 Jenis Bor Rotary Cutting

2. Tinggi Jenjang
Tinggi jenjang ditentukan terlebih dahulu dan parameter lainnya disesuaikan atau
ditentukan setelah mempertimbangkan aspek-aspek lainnya. Dalam tambang
terbuka dan quarry tinggi jenjang ditentukan terlebih dahulu yang beracuan pada
peralatan bor yang tersedia. Tinggi jenjang melebihi 15 meter, kecuali ada
pertimbangan lain.

3. Diameter lubang ledak


Faktor penting dalam menentukan ukuran diameter lubang ledak yaitu besar target
produksi. Diameter yang lebih besar akan memberikan laju produksi yang tinggi.
Selain itu ada faktor lain yang tidak kalah pentingnya dalam menentukan ukuran
diameter lubang ledak yaitu adalah fragmentasi batuan yang dikehendaki dan
batasan getaran yang diizinkan.
12

Gambar 3.3 Lubang Ledak


4. Kondisi lapangan
Kondisi lapangan juga sangat mempengaruhi pemilihan peralatan
5. Fragmentasi
Fragmentasi adalah istilah yang dapat menggambarkan ukuran dari pecahan batuan
setelah peledakan dan biasanya fragmentasi dipengaruhi oleh proses selanjutnya.

4. Rancangan Geometri Peledakan


Terdapat beberapa cara yang digunakan untuk menghitung geometri peledakan
yang telah dikenalkan oleh para ahli, antara lain yaitu R.L.Ash (1963) dan C.J Konya
(1972). Cara-cara tersebut menyajikan batasan konstanta untuk dapat menentukan dan
menghitung geometri peledakan, terutama untuk menentukan dan menghitung geometri
peledakan, ukuran burden berdasarkan diameter lubang tembak, kondisi batuan
setempat dan jenis bahan peledak yang digunakan.
1. Rancangan Menurut C.J. Konya
Perhitungan menggunakan rumus C.J Konya, burden dapat dihitung berdasarkan
diameter lubang ledak, jenis batuan dan jenis bahan peledak yang dapat diperhitungkan
dengan densitasnya. Rumus menghitung burden adalah :
1
𝜌𝑒 3
𝐵 = 3,15 × 𝐷𝑒 × [ ]
𝜌𝑟

Dimana : B = Burden (ft)


De = Diameter Bahan Peledak (in)
13

ρe = Berat Jenis Bahan Peledak


ρr = Berat Jenis Batuan

 Instantaneous single-row blastholes


H+ 2B
H < 4B  S = 3
; H = tinggi jenjang

H > 4B  S = 2B ; H = tinggi jenjang

 Sequenced single-row blastholes


H+ 7B
H < 4B  S = 8
; H = tinggi jenjang

H > 4B  S = 1,4B ; H = tinggi jenjang

 Stemming (T): - Batuan massif, T = B


- Batuan berlapis, T = 0,7B
 Subdrilling (J): 0,3B

2. Rancangan Menurut R.L. Ash


Pada gambar diatas burden dapat dihitung berdasarkan diameter lubang ledak
dengan mempertimbangkan konstanta Konstanta Burden (KB) yang tergantung pada
jenis batuan dan bahan peledak, sehingga dapat dihitung menggunakan rumus ;
1⁄
2 3
SGe × (VOD)
AF1 = [ 2]
SGeSTD × (VODSTD )
1
DSTD ⁄3
AF2 = [ ]
Drock

Kb = Kbkoreksix AF1 x AF2 ; Kbkoreksi = 25 - 35


Kb ×de
 B= 12

Ks = Kskoreksi x AF1 x AF2 ; Kskoreksi= 1 - 2


 S = Ks x B
Kt = 0,85 x AF1 x AF2 = 0,85 x 0,88 x 1,01 = 0,75
Kt = Ktkoreksi x AF1 x AF2 ; Ktkoreksi = 0,7 – 1,0
 T = Kt x B = 0,75 x 2,32 m = 1,74 m
 T = Kt x B
Kj = 0,4 x AF1 x AF2 = 0,4 x 0,88 x 1,01 = 0,35
Kj = Kjkoreksi x AF1 x AF2 ; Kjkoreksi = 0,3 – 0,5
 J = Kj x B = 0,35 x 2,32 m = 0,81 m
 J = Kj x B
14

5. Bahan Peledak
A. ANFO
Pada awal tahun 1950, ditemukan bahwa Ammonium Nitrat yang saat itu beredar
dipasaran dapat digunakan sebagai bahan peledak apabila dicampur dengan proporsi
bahan bakar karbon maupun hidrokarbon untuk dijadikan agen oxygen-balance. Agen
peledakan ANFO mampu memberikan efektivitas peledakan yang setara dengan 60%
peledakan menggunakan dinamit, dan ANFO sendiri dapat digunakan pada tipe batuan
apapun.
Butiran-butiran AN dibuat dengan menyemprotkan 95% AN, 5% lelehan dari
campuran H2O pada menara untuk membentuk pellet dengan ukuran 8/20 mesh. Proses
evaporasi dari H2O setelah pembentukan butiran-butiran AN, memproduksi butiran
berpori yang memiliki reaksi permukaan yang lebih dibandingkan dengan butiran solid.
Sensitivitas dan kecepatan detonasi dipengaruhi oleh ukuran partikel, densiti
pembungkusan, keseimbangan kimiawi, dan homogenitas dari pencampuran. Apabila
pengisian bahan peledak dibuat lebih padat, maka kecepatan detonasinya akan
meningkat namun sensitivitasnya berkurang.
Ammonium nitrat tidak digolongkan ke dalam bahan peledak. Namun bila
dicampur atau diselubungi oleh hanya beberapa persen saja zat-zat yang mudah
terbakar, misalnya bahan bakar minyak (solar, dsb), serbuk batubara, atau serbuk
gergaji, maka akan memiliki sifat-sifat bahan peledak dengan sensitifitas rendah.
Walaupun banyak tipe-tipe AN yang dapat digunakan sebagai agen peledakan, misalnya
pupuk urea, namun AN yang sangat baik adalah yang berbentuk butiran dengan
porositas tinggi, sehingga dapat membentuk komposisi tipe ANFO.
ANFO adalah singkatan dari ammoniun nitrat (AN) sebagai zat pengoksida
dan fuel oil (FO) sebagai bahan bakar. Setiap bahan bakar berunsur karbon, baik
berbentuk serbuk maupun cair, dapat digunakan sebagai pencampur dengan segala
keuntungan dan kerugiannya. Pada tahun 1950-an di Amerika masih menggunakan
serbuk batubara sebagai bahan bakar dan sekarang sudah diganti dengan bahan bakar
minyak, khususnya solar.
15

Bila menggunakan serbuk batubara sebagai bahan bakar, maka diperlukan


preparasi terlebih dahulu agar diperoleh serbuk batubara dengan ukuran seragam.
Beberapa kelemahan menggunakan serbuk batubara sebagai bahan bakar, yaitu:
 Preparasi membuat bahan peledak ANFO menjadi mahal,
 Tingkat homogenitas campuran antara serbuk batubara dengan AN sulit dicapai,
 Sensitifitas kurang, dan
 Debu serbuk batubara berbahaya terhadap pernafasan pada saat dilakukan
pencampuran.
Menggunakan bahan bakar minyak selain solar atau minyak disel, misalnya
minyak tanah atau bensin dapat juga dilakukan, namun beberapa kelemahan harus
dipertimbangkan, yaitu:
 Akan menambah derajat sensitifitas, tapi tidak memberikan penambanhan kekuatan
(strength) yang berarti,
 Mempunyai titik bakar rendah, sehingga akan menimbulkan resiko yang sangat
berbahaya ketika dilakukan pencampuran dengan AN atau pada saat operasi
pengisian ke dalam lubang ledak. Bila akan digunakan bahan bakar minyak
sebagai FO pada ANFO harus mempunyai titik bakar lebih besar dari 61° C.
Penggunaan solar sebagai bahan bakar lebih menguntungkan dibanding jenis FO
yang karena beberapa alasan, yaitu:
 Harganya relatif murah,
 Pencampuran dengan AN lebih mudah untuk mencapai derajat homogenitas,
 Karena solar mempunyai viskositas relatif lebih besar dibanding FO cair
lainnya, maka solar tidak menyerap ke dalam butiran AN tetapi hanya
menyelimuti bagian permukaan butiran AN saja.
 Karena viskositas itu pula menjadikan ANFO bertambah densitasnya.
Untuk menyakinkan bahwa campuran antara AN dan FO sudah benar-benar
homogen dapat ditambah zat pewarna, biasanya oker. Gambar 3.3 memperlihat-kan
butiran AN dicampur FO secara merata (homogen) dan tidak merata.
16

B. Detonator
Detonator atau juga disebut dengan blasting capsule atau blasting cap adalah
perangkat yang di gunakan sebagai pemicu awal yang menimbulkan inisiasi dalam
bentuk letupan (ledakan kecil) sebagai bentuk aksi yang memberikan efek terhadap
bahan peledak peka detonator atau primer. Detonator dibagi menjadi beberapa jenis,
yaitu :
 Detonator biasa
Adalah detonator yang penyalaanya atau penggunaanya dinisiasi dengan api
yang dihatar melalui sumbu bakar atau penggunaanya harus menggunakan api
dan sumbu bakar.

Gambar 3.4 Detonator Biasa


 Detonator listrik
Adalah detonator yang penyalaannya menggunakan tenaga listrik. Listrik yang
dihatarkan melalui kabel khusus yang bisa dialiri oleh listrik. Detonator ini pada
ujung kabel atau rangkaian kabel terdapat kawat yang dapat mengeluarkan pijar
api apabila dialiri arus listrik.

Gambar 3.5 Detonator listrik


 Detonator non listrik (non electronic)
Adalah detonator yang penggunaanya dengan cara diberi gelombang detonasi,
biasanya disambungkan dengan pipa kecil yang dihubungkan dengan bahan
peledak yang sensitif atau mudah bereaksi.
17

C. Primer
Primer adalah istilah pada bahan peledak yang peka terhadap detonator, yaitu
bahan peledak berbentuk cartridge berupa pasta atau keras, yang sudah dipasang
detonator yang diletakkan di dalam kolom lubang ledak
Primer biasanya terbentuk padat dan berwarna putih seperti gypsum dan
berbuntuk trapesium. Terdapat tiga tempat untuk menempatkan primer dalam lubang
ledak yaitu :
 Dibagian dasar lubang atau biasa disebut bottom priming
 Dibagian tengah lubang ledak midle priming
 Dibagian atas lubang ledak top atau collar priming

Gambar 3.6 Primer

D. Fragmentasi
Penggunaan bahan peledak dalam memberaikan batuan menjadi fragmentasi
terletak pada kemampuan bahan peledak tersebut untuk memberikan sejumlah besar
energy ledakan ke porsi batuan yang terbatas. Ketika proses peledakan, energi dari
bahan peledak terlepas sebagai gas dalam tekanan dan temperature yang sangat tinggi.
Faktor-faktor yang penting pada fragmentasi peledakan dikelompokkan menjadi tiga
kelompok yaitu, parameter bahan peledak, parameter pengisian bahan peledak, dan
parameter batuan.

6. Parameter Bahan Peledak


Parameter bahan peledak yang diketahui dapat mempengaruhi pemberaian batuan
yaitu, densiti, kecepatan detonasi, impedansi detonasi, tekanan detonasi, volume gas,
18

dan energi yang tersedia. Tekanan detonasi dapat menjadi indikator terbaik dalam
menentukan kemampuan bahan peledak untuk memberai batuan keras yang solid.
Pengaruh dari energi yang tersedia pada kegiatan peledakan, umumnya disebut
“kekuatan” dari sebuah bahan peledak, telah lama digunakan sebagai ukuran dalam
kemampuan memberai. Namun, dikarenakan detonasi yang non-ideal suatu bahan
peledak dapat memproduksi tekanan yang sangat berbeda dengan bahan peledak lainnya
dalam energi yang sama. Dari beberapa penelitian dan praktik, telah diketahui bahwa
energi yang tersedia tidak dapat digunakan untuk memprediksi fragmentasi peledakan.
 Parameter Pengisian
Parameter pengisian bahan peledak ini pada dasarnya yaitu diameter pemboran,
kedalaman bor, stemming, tipe inisiasi, dan titik inisiasi menjadi peran penting dalam
menentukan fragmentasi peledakan, sering kali dipertimbangkan dibandingkan dengan
parameter bahan peledak. Walaupun begitu, untuk beberapa bahan peledak, diameter
lubang ledak, sudut kemiringan lubang, dan tipe inisiasi, langsung mempengaruhi
parameter bahan peledak. Sebagai contoh, pada diameter tertentu, kecepatan detonasi
akan berkurang dengan berkurangnya pula diemeter lubang ledak. Geometri peledakan,
biasanya ditentukan oleh perbandingan dari kedalaman lubang ledak dengan diameter
lubangnya, dan titik dimana lubang akan diinisiasi.
 Parameter Batuan
Parameter batuan yang perlu untuk dipertimbangkan dalam pemahaman proses
fragmentasi meliputi, densiti, kecepatan rambat batuan, karakteristik batuan, penyerapan
energi, kuat tekan batuan, kuat tarik batuan, dan struktur batuan. Densiti sangat luas
digunakan sebagai indikator umum dalam penentuan sulit tidaknya dalam memberai
batuan, dengan batuan memiliki densiti lebih besar, dibutuhkan pula bahan peledak
dengan tekanan detonasi yang tinggi. Namun begitu, semakin kecil densiti dan semakin
lemahnya batuan cenderung menyerap energi yang membuat sulitnya mendapatkan
fragmentasi yang diinginkan.
Cepat rambat dari sebuah batuan sangat penting, karena hal tersebut
berpengaruh terhadap distribusi gaya ledak, dan juga karena cepat rambat merupakan
ukuran dari elastisitas batuan. Karakteristik dari densiti dan cepat rambat tersebut
19

berguna pada parameter batuan untuk menganalisa transfer energi dari gelombang
detonasi pada bahan peledak menuju gelombang tekan pada batuan.
Kuat tekan dan kuat tarik pada batuan biasanya digunakan untuk
mengklasifikasikan batuan apakah batuan tersebut harus menggunakan peledakan
ataupun tidak. Karakteristik umum dari batuan yang sangat berpengaruh pada proses
fragmetasi yaitu besarnya perbandingan antara kuat tekan dan kuat tarik.

Anda mungkin juga menyukai