Oleh :
Hak milik ini merupakan salah satu jenis hak kebendaan yang bercorak
menikmati. Latar belakang yang menyebabkan orang selalu mengejar atribut hak
milik atas suatu benda yang diingkan, karena dengan hak milik, seseorang dapat
menggunakan benda tersebut amat leluasa sebagaimana diatur dalam pasal 570 BW
yang mengutarakan bahwa hak milik adalah hak untuk menimati suatu benda
dengan penuh dab bebas sepanjang tidak melanggar hak orang lain. Unsur
menikmati benda dengan penuh dan bebas tanpa diganggu pihak lain jelas
merupakan situasa yang aman lagi nyaman.
Ciri unggul hak milik kalau dibandingkan dengan hak keperdataan lainnya,
tak terkecuali hak kebendaan yang manapun adalah:
1. Hak milik itu dapat menjadi induk dari hak keperdataan lainnya.
2. Hak milik merupakan hak yang secara kwantitatif adalah lebih kuat dan
lengkap daripada hak keperdataan yang lain.
3. Hak milik bersifat tetap, tak mengenal batas.
Dalam hal ini proses atau perbuatan hukum yang paling sering
mengakibatkan seseorang memiliki hak milik atas suatu hak kebendaan tertentu
adalah penyerahan. Penyerahan disini harus dilakukn oleh orang yang mempunyai
kewenangan bebas untuk menyerahkan kebendaan tersebut (beschikkingsbevoegd).
Sistem levering yang terdapat di dalam Pasal 584 KUHPerdata tersebut merupakan
suatu sistem causal, yaitu suatu sistem yang menggantungkan sah atau tidaknya
suatu penyerahan pada 2 syarat yaitu :
1) Sahnya titel yang menjadi dasar dilakukannya levering.
2) Levering tersebut dilakukan oleh orang yang berhak berbuat bebas
Suatu benda dikategorikan sebagai benda tak bergerak karena 2 hal yakni,
karena sifatnya dan karena tujuan pemakaiannya. Pembagian benda ini ada
sebagaimana diatur dalam Pasal 504 KUHPerdata yang menyebutkan “ Ada benda
yang bergerak dan ada benda yang tak bergerak, menurut ketentuanketentuan yang
diatur dalam kedua bagian berikut ini ”.
Suatu benda yang dikategorikan sebagai benda yang tak bergerak karena
sifatnya maksudnya adalah bahwa karena memang benda tersebut bukanlah benda
yang dapat dipindah-pindahkan. Adapun yang menjadi barang tak bergerak
menurut sifatnya adalah sebagai berikut :
1) Tanah pekarangan dan apa yang didirikan di atasnya;
2) Penggilingan, kecuali yang dibicarakan dalam Pasal 510.
3) Pohon dan tanaman ladang yang dengan akarnya menancap dalam tanah,
buah pohon yang belum dipetik, demikian pula barang-barang tambang
seperti batu bara, sampah bara dan sebagainya selama barang-barang itu
belum dipisahkan dan digali dari tanah;
4) Kayu belukar dari hutan dan kayu dari pohon yang tinggi, selama belum
ditebang ;
5) Pipa dan saluran yang digunakan untuk mengalirkan air dari tanah rumah
atau pekarangan; dan pada umumnya segala sesuatu yang tertancap
dalam pekarangan atau terpaku pada bangunan.
5.1 Pengertian Istilah Umum Dalam Jaminan Yang Ada Pada Pasal 1131 BW
Sudah disinggung pada uraian yang lalu bahwa pengertian istilah umum
dalam jaminan yang ada pada Pasal 1131 BW dikarenakan jaminan yang dimaksud
meletak pada seluruh harta debitor, dan jaminan itu diperutukkan bagi seluruh
kreditor. Jaminan umum yang dimaksud diperutukkan bagi seluruh kreditor tanpa
ada yang diistimewakan dalam hal pelunasan tagihannya.
Jaminan umum yang diberikan oleh undang-undang terbukti belum cukup
memberikan kejelasan nasib setiap perikatan yang dibuat dalam kancah kehidupan
sosial. Sejatinya kalau dirunut, apapaun prestasi dalam sebuah perikatan pasti
terlunasi pemenuhannya akibat keberadaan jaminan umum yang ada dalam Pasal
1131 BW. Bahkan acap kali terjadi perebutan hasil lelang harta debitor yang tak
mencukupi seluruh tagihan kreditor, sehingga memposisikan para pemilik tagihan
itu hanya sebagai kreditor konkuren, akibat para kreditor tersebut berkokurensi
dalam memperebutkan hasil lelang keseluruhan harta debitor atas dasar Pasal 1131
BW.
Pengertian istilah umum, mengandung makna bahwa semua pihak
diperlakukan secara sama tanpa ada yang diberi keistimewaan. Agar tidak terjadi
kegaduhan akibat perbenturan tagihan, maka kehadiran Pasal 1131 BW, oleh
pembentuk undang-undang disusuli dengan ketentuan pelengkapnya berupa Pasal
1132 BW.
6.3 Perbandingan Ciri Pokok Antara Hak Jaminan Kebendaan Dengan Hak
Pribadi.
Perjanjian jaminan kebendaan ang obyeknya benda, dan benda yang secara
khusus diikat dengan perjanjian tersebut dinamakan agunan, merujuk pada aturan
yang ada dalam BW, ditemukan ada dua jenis lembaga jaminan kebendaan yakni
gadai dan hipotik. Perjanjian jaminan kebendaan yang ditutup oleh para pihak
dalam rangka menjadi pengawal perjanjian pokok, adala tergolong sebagai
Perjanjian Kebendaan yang tunduk dalam pada ranahBuku II BW. Jadi perjanjian
jaminan Gadai, juga perjanjian Jaminan hipotek , akan melahirkan hak kebendaan
bercorak jaminan, berupa hak gadai dan hak hipotek, tanpa melahirkan perikatan.
Penggunaan lembaga jaminan gadai dan hipotek berperan sebagai pengawal
piutang yang tergolong sebagai hak pribadi. Gadai dan hipotik, sesuai perananya,
maka ciri unggul harus dipunyai dan itu ditetapkan dalam pasal-pasal yang
mengaturnya. Sesuai sejarah perkembangan hukum perdata di Indonesia,
khususnya Hukum Jaminan, selain lembaga jaminan gadai dan hipotik yang diatur
dalam Buku II BW, Pemerintah Indonesia sedasar diterbitkannya UUPA, maka
untuk hak atas tanah diintro yang baru .
Perjanjian jaminan kebendaan yang berorientasi pada Gadai, hipotik, hak
tanggungan, ataupun Fidusia, dengan sendirinya melahirkan hak kebendaan yang
akan dipergunakan untuk mengawal hak pribadi yang lahir dari perjanjian pokok
berupa perjanjian kredit. Mana kala dicermati dengan seksama, terbukti pasal-pasal
ang terangkum dalam Buku II BW didominasi oleh ketentuan yang mengatur
tentang hak kebendaan, disamping ada ketentuan lain yang mengatur seluk beluk
benda, misal pasal-pasal yang mengatur tentang definisi benda , macam-macam
penggolongan benda, cara penyerahan (levering) benda, cara memperoleh hak
milik benda, dan lainnya. Jenis-jenis hak kebendaan yang diatur dalam Buku II BW
antara lain ak Milik, hak guna bangunan, hak guna usaha, hak gadai, hak hipotik
dan masih ada beberapa yang lainya.
Secara garis besar ciri yang bernuansa asas dari hak jaminan kebendaan
tersebut, baik berujud gadai atatupun hipotik, antara lain dapat dijabarkan sebagai
berikut:
1. Hak Jaminan kebendaan itu bersifat mutlak : artinya hak tersebut dapat
ditegakkan terhadap siapapun, dimana hak itu tidak hanya dapat ditegakkan para
pihak rekan seperjanjian saja, tetapi juga kepada pihak ketiga yang bukan mitra
pembangunan sepakat sekalipun. Mana kala ada pihak ketiga yang tidak
menghormati hak jaminan kebendaan yang dilahirkan dari perjanjian kebendaan
yang dibuat oleh pihak-pihak tertentu, berarti pihak ketiga itu tak melakukan
kewajibannya sehingga dianggap salah, dan sebagai akibatnya wajib memilkul
risiko, antara lain harus membayar ganti rugi, beaya, dan bunga.
2. Dalam Hak Jaminan Kebendaan ada ciri droit de suite, artinya bahwa hak
tersebut akan selalu mengikuti bendanya ke manapun benda itu berada. Apabila
pada sebuah benda diatasnya dilekati hak kebendaan bercorak jamninan, maka jenis
hak tersebut akan tetap menempel meski benda yang bersangkutan jatuh dan
dikuasai secara nyata oleh pihak lain .ciri droit de suite di atas tak dimiliki oleh hak
pribadi , mengingat hak pribadi itu lahir dari perjanjian yang bersifat pribadi
sebagaimana diutarakan Oleh Pasal 1315 jo. 1340 BW.
3. Dalam hak jaminan kebendaan ada asas prioritas, artinya bahwa hak
kebendaan yang lahir lebih dahulu akan diutamakan dari pada yang lair kemudian.
Asas prioritas ini pada hakikatnya tidak dijumpai dalam hak pribadi, karena saat
kelahiran sebuah hak pribadi tak punya pengaruh atas kelahiran hak pribadi yang
lain.
4. Dalam hak jaminan kebendaan ada asas preferensi, maknanya bahwa
kreditur pemegang hak jaminan kebendaan piutangnya harus dilunasi terlebih
dahulu dari kreditur lain. Posisi unggul seperti itu mengakibatkan kreditur
pemegang hak jaminan kebendaan digolongkan sebagai kreditur preferen. Dalam
dunia perbankan, sosok bank sebagai kreditur preferen bener-bener menjadi ikon
yang sangat dikenal kalangan luas, sampai-sampai dapat menegelamkan ciri hak
jaminan kebendaan lainnya untuk dikenali sebagai ikutan yang sebenarnya tak
mungkin terpisahkan.
5. Dalam hak jaminan kebendaan ada asas publisitas, artinya bahwa hak
kebendaan tersebut memerlukan suatu perbuatan hukum khusus yang wajib
dilakukan sehingga umum atau masyarakat mengetahui keberadaan hak kebendaan
yang bersangkutan. Perbuatan hukum khusus menyangkut asas publisitas, memiliki
tujuan sebagai sebuah pengumuman agar public sebagai pihak ketiga mengetahui
kehadiran hak kebendaan berupa hak jaminan kebendaan yang dimaksud untuk
kemudian wajib menghormatinnya.
6. Dalam hak jaminan kebendaan ada asas totaliteit. Artinya bahwa hak
jaminan kebendaan itu menindih keseluruhan benda yang bersangkutan secara utuh,
bukannya sebagai demi sebagian. Demikian juga untuk kepentingan penjualan
lelang, sebab peminat lelang tidak akan tertarik untuk membelinya kalau hanya
sebagian benda saja yang dijual, sedang bagian lainnya ada dalam kewenangan
pihak ketiga.
7. Bahwa hak jaminan kebendaan dilekati sifat tidak dapat dibagi bagi,
artinya dengan dilunasinya sebagian utang oleh debitor, bukan berarti sebagian dari
benda yang dijaminkan itu menjadi terbebaskan karenanya. Penegasan yang sama
terpantul juga secara eksplisit pada pasal 1160 BW bahwa hak gadai tidak dapat
dibagi-bagi.
8. Dalam hak jaminan kebendaan ada asas spesialitas, artinya suatu benda
yang diikat dengan perjanjian jaminan kebendaan, ciri – cirinya harus di tetapkan
dengan tegas dan jelas. Benda tidak bergerak berupa sebidang tanah, pada dasarnya
akan selalu berbatasan dan berhimpitan dengan persil-persil disampingnya,
sehingga batas dan ukurannya harus pasti, sementara nanti terjadi penjualan lelang
akibat debitur wanprestasi , tidak keliru obyekna.
9. Hak jaminan Kebendaan memberikan sistem eksekusi agunan yang
mudah. Sesuai perkembangan di Indonesia setelah lahirnya UU Hak Tanggungan,
Pola grosse akta hipotek di atas tetap dipertahankan dengan cara mengintrodusir
“Serikat hak Tanggungan“ yang menggunakan juga irah-irah sehingga memiliki
kekuatan eksekutorial.
10. Dalam hak jaminan kebendaan memiliki aturan pemberian perlindungan
hukum yang proporsional kepada para pihak. Pada sisi lain pihak debitur, meski
sudah berbuat salah yakni melakukan wanprestasi. Pada dasarnya persoalan
perlindungan hukum itu kalau ditinjau dari sumbernya dapat dibedakan menjadi
dua (2) macam yakni perlindungan hukum eksternal dan perlindungan internal.
Kemasan aturan perundangan sebagaimana paparan diatas, tergambar betapa rinci
dan adilnya penguasa itu memberikan perlindungan hukum kepada para pihak
secara proposional. Menerbitkan aturan hukum dengan model seperti itu, tentu saja
bukan tugas yang gampang bagi pemerintah yang selalu berusaa secara
optimaluntuk melindungi rakatnya, dan mengindari sedini mungkin bahkan kalau
mampu menutup semua celah yang dapat dijadikan peluang untuk melakukan
eksploitasi oleh semua anggota masyarakat.
11. Dalam hak Jaminan kebendaan ada hak retensi. Demi mendapatkan
pelunasan piutang secara tuntas, kreditur diberi wewenang untuk tetap menahan
benda jaminan sampai dengan piutang yang bertalian dengan benda yang
bersangkutan dilunasi. Mutatis mutandis, ketangguhan tersebut juga melekat pada
hak-hak jaminan kebendaan lain-lainya tanpa kecuali.
12. Hak Jaminan kebendaan timbul setelah ada perjanjian jaminan
keberadaanya didahului dan bergantung pada perjanjian pokok. Jelasnya kiranya
bahwa gadai itu hanya tercipta lewat adanya suatu perjanjian, dan perjanjian inipun
tidak berdiri sendiri tetapi eksistensinya digantungkan pada keberadaan perjanjian
pokoknya berupa perjanjian utang piutang (perjanjian kredit).
13. Pada dasarnya pemberi hak jaminan kebendaan hanyalah pemilik benda.
Ini dengan prediksi bahwa menjaminkan bisa jadi merupakan langkah awal
mengasingkan benda, dalam hal ini menjual, hanyalah pemilik. Adapun keleluasaan
untuk melakukan segala jenis perbuatan hukum tersebut dapat berupa perbuatan
hukum menjual, menghibahkan, menukarkan dengan benda lain, ataupun perbuatan
hukum berupa menjaminkan benda yang bersangkutan demi mendapatkan
pinjaman dana dari pihak kreditor.
14. Hak Jaminan kebendaan itu untuk pelunasan piutang bukan hak untuk
memiliki. Kalau benda kepunyaannya hanya sekedar dijadikan jaminan yang tidak
menghilangkan kepemilikannya, pihak yang akan berhutang tersebut tidak
keberatan. Sosok hak jaminan kebendaan hanya berfungsi sebagai hak untuk
mendapatkan pelunasan piutang dan bukan hak untuk memiliki sendiri agunan
secara otomatis oleh kreditor bila debitor wanprestasi, aturannya dapat dilacak
antara lain pada pasal 1154 BW juga Pasal 1178 BW.
15. Hak Jaminan Kebendaan dapat diletakkan secara berganda untuk obyek
yang sama. Berdasar alasan itulah maka pembentuk undang-undang menghadirkan
Pasal 1152 AYAT 1 bw dan Pasal 1181 BW. Kedua pasal tersebut memang tidak
secara eksplesit menyebutkan pinjaman ulang suatu benda, hanya secara implisit
bahwa suatu benda itu dapat dijaminkan lebih dari satu kali sesuai hitungan nilai
ekonomisnya.
BAB 7
PIUTANG ISTIMEWAH
7.10 Fidusia
Pengertian fidusia dinyatakan dalam Undang-Undang No 42 Tahun 1999
TentangJaminan Fidusia Pasal 1 angka 1, bahwa :fidusia adalah pengalihan hak
kepemilikan suatu benda atas dasarkepercayaan dengan ketentuan bahwa benda
yang hak kepemilikannyadialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda.
Sedangkan pengertian jaminan fidusia terdapat dalam Pasal 1 angka 2 UUJF
yangmenyatakan, bahwa : jaminan fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak
baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak
khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan
yang tetap berada dalam penguasaan pemberifidusia, sebagai agunan bagi
pelunasan utang tertentu, yang memberikankedudukan yang diutamakan kepada
penerima fidusia terhadap kreditorlainnya.
Kelahiran UU Fidusia disambut oleh dunia bisnis, khususnya yang
berkaitan dengan masalah pentingnya pembiayaan benda-benda modal yang
diperlukan oleh masyarakat. Penerbitan UU Fidusia oleh pemerintah sebagai salah
satu kebijakan regulasi, ternyata plasma-plasma kekuatan ekonomi yang ada dalam
masyarakat baik yang kecil, menengah ataupun besar dengan serempak bergerak
menyemarakkan dunia bisnis.
8.1 Pendahuluan
Institusi perbnkan memegang peranan sentral dalam tatanan ekonomi setiap
Negra. Mana kala kehidupan bank di suatu negara sehat, maka perekonomiannya
pun akan kokoh. Lagi pula eksistensi Bank sebagai lembaga intermendiary, sudah
mengakar dalam kehidupan masyarakat dewasa sekarang, hampir seluruh aspek
kegiatan sehari-hari, tak lagi dapat di pisahkan dari peran Bank yang memberikan
pelayan yang sangat aman dan nyaman. Produk-produk yang ditawarkan , dikemas
dalam paket yang memancing selera masyarakat untuk memanfaatkannya, karena
berdasarkan perhitungan sangat layak untuk di pergunakan sebagai kelengkapan
hidup yang kian memerlukan efisensi, oleh sebab itu lembaga perbankan tak lagi
dapat di pisahkan dari Dunia bisnis yang kian hari tambah semarak, baik yang
berskala kecil, menengah, atau besar juga pada tingkatan lokal maupun
internasional. Dihadapan aktifitas bisnis pada taraf lintas batas yang kian inten,
tentunya berakibat pada makin sentralnya peran lembaga perbankan. Tengerai
seperti ini pernah di kemukakan oleh Jonathan P. Macey dan Geoffrey P Miller
dalam karyanya dengan pernyataan “ The world of banking-comercial banks,
saving and loans, savings banks, and credit unions is a world in upheavel”.
Salah satu usaha bank yang sangat sentral adalah menyalurkan dana
pinjaman yang diperlukan oleh masyarakat untuk memenuhi baik kebutuhan
konsumtif ataupun produktif. Pemberian kredit seperti itu oleh bank tentunya perlu
benteng pengamanan guna mengantisipasi mana kala di kemudian hari pinjaman
yang diberikan itu bermasalah, misalnya sampai mengalami kemacetan. Untuk
menangkal resiko tersebut sedini mungkin hukum jaminan sudah menyediakan
sarananya yakni berupa lembaga jaminan kebendaan, seperti Gadai dan Hipotik
yang tersedia dalam Buregerlijk Wetbock (BW), juga sudah sedasar dengan
berkembangnya di Indonesia, dapat menggunakan lembaga Jaminan Hak
Tanggungan ataupun Fidusia sesuai obyeknya. Dengan meminta benda tertentu
milik debitor untuk diikat secara Khusus demi menjamin sejumlah hutangnya, perlu
dibuat perjanjian jaminan oleh pihak bank setelah ada persetujuan untuk
memberikan dana pinjaman. “Security, peformance of an obligation, in out case
payment.”
Bank sebagai salah satu paraga didunia bisnis, kegiatan-kegiatannya selaku
lembaga intermendiary, yakni waktu berusaha menghimpun dana atau menyalurkan
kembali kepada masyarakat yang membutuhkan, pasti akan dirakit dengan kontrak
atau perjanjian. Media kontrak ini banyak manfaatnya, antara lain hak dan
kewajiban para pihaknya dapat di perinci dengan jelas, juga posisi masing-masing
kontraktan menjadi lebih pasti. “ The nature of the bank’s relationship with its
customers is important as it determines their respective legal rights and obligations
of duties.” Untuk membentengi dana pinjaman yang dirakit melalui Perjanjian
Kredit, perlu juga dibuat Perjanjian Kebendaan sebagai Pendukungnya, agar posisi
bank selaku kreditor akan lebih baik dan aman. Hal ini penting mengingat
Perjanjian Kredit sebagai wadah kesepakatan pinjaman dana, hanya tergolong
Perjanjian Obligatoir yang menelurkan Hak Pribadi dengan andalan jaminan umum
dalam Pasal 113 BW, sehingga posisi bank sebatas pada Kreditor Konkuren, jelas
ini tidak sejalan dengan prudential banking yang wajib ditegakkan oleh bank
sebagaimana diamanatkan oleh undang-undang.