Anda di halaman 1dari 15

HUBUNGAN MEKANISME KOPING INDIVIDU DENGAN TINGKAT

KECEMASAN PADA PASIEN GAGAL GINJAL KRONIS DI UNIT


HEMODIALISA RSUP Dr. SOERADJI TIRTONEGORO KLATEN

Ni Ketut Romani1, Sri Hendarsih2, Fajarina Lathu Asmarani3

INTISARI

Latar Belakang: Gagal ginjal tergolong penyakit kronis memerlukan hemodialisa untuk mempertahankan hidup.
Hemodialisa menyebabkan pasien GGK mengalami kecemasaan yang tinggi yang dapat menurunkan sistem
imunitas dan mengurangi tingkat energi pada klien. Maka diperlukan mekanisme koping untuk mengatasi
kecemasan. Koping yang adaptif mengarahkan pasien berperilaku konstruktif, sedangkan koping maladaptif
mengarahkan pasien GGK berperilaku menyimpang.

Tujuan: Untuk mengetahui hubungan mekanisme koping individu dengan tingkat kecemasan pada pasien gagal
ginjal kronis di Unit Hemodialisa RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten.

Metodologi Penelitian: Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analitik dengan studi korelasi serta dengan
rancangan cross-sectional. Subyek penelitian adalah pasien GGK yang menjalani hemodialisa rutin di Unit
Hemodialisa RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten yang diambil dengan menggunakan teknik Accidental
Sampling. Analisa data dilakukan dengan uji Chi Kuadrat.

Hasil Penelitian: Uji korelasi antara mekanisme koping individu dengan tingkat kecemasan pada pasien gagal
ginjal kronis dengan menggunakan uji Chi Kuadrat didapat hasil X2 sebesar 14,9 dengan nilai ρ-value sebesar
0.001. nilai ρ-value lebih kecil dari 0.05 (signifikansi) sehingga Ho ditolak dan Ha diterima yang berarti bahwa ada
hubungan antara mekanisme koping individu dengan tingkat kecemasan pada pasien gagal ginjal kronis di Unit
Hemodialisa RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten.

Kesimpulan: Ada hubungan antara mekanisme koping individu dengan tingkat kecemasan pada pasien gagal ginjal
kronis di Unit Hemodialisa RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten.

Kata Kunci: Mekanisme Koping Individu, Tingkat Kecemasan, Gagal Ginjal Kronis

1Mahasiswa Program Studi S1 Keperawatan, Universitas Respati Yogyakarta


2Dosen Poltekes Kemenkes Yogyakarta
3Dosen Universitas Respati Yogyakarta

1
ASSOCIATION BETWEEN INDIVIDUAL COPING MECHANISM AND
ANXIETY IN PATIENTS OF CHRONIC RENAL FAILURE (CRF) AT UNIT
OF HEMODIALYSIS OF DR. SOERADJI TIRTONEGORO HOSPITAL
KLATEN

Ni Ketut Romani1, Sri Hendarsih2, Fajarina Lathu Asmarani3

ABSTRACT

Background: Renal failure belongs to a chronic disease that requires hemodialysis to sustain life. Hemodialysis can
cause high anxiety that reduces immunity and energy of the patient. Thus coping mechanism is needed to overcome
anxiety. Adaptive coping can direct patients to behave constructively, whereas maladaptive coping can direct
patients to deviant behavior.

Objective: To identify association between individual coping mechanism and anxiety in CRF patients at Unit of
Hemodialysis of Dr. Soeradji Tirtonegoro Hospital Klaten.

Methods: The study was descriptive analytical with correlation and cross sectional study design. Subject of the
study were patients with CRF undergoing routine hemodialysis at Unit of Hemodialysis, Dr. Soeradji Tirtonegoro
Hospital, Klaten. Samples were taken using accidental sampling technique. Data analysis used chi square test.

Results: The result of correlation test showed score of correlation between individual coping mechanism and
anxiety of CRF patients was x2=14.9 with ρ value 0.001 (<0.05) thus Ho was denied and Ha was accepted; which
meant that there was association between individual coping mechanism and anxiety in CRF patients at Unit of
Hemodialysis of Dr. Soeradji Tirtonegoro Hospital Klaten.

Conclusion: There was association between individual coping mechanism and anxiety of CRF patients at Unit of
Hemodialysis of Dr. Soeradji Tirtonegoro Hospital Klaten.

Keywords: coping mechanism, anxiety, chronic renal failure

1.
Student of nursing program, Respati University ,Yogyakarta
2.
Health Polytechnic, Yogyakarta
3.
Respati University, Yogyakarta

2
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Data terbaru dari US NCHS tahun 2007 menunjukkan bahwa penyakit ginjal masih menduduki peringkat
10 besar di Amerika sebagai penyebab kematian terbanyak (Santoso, 2009). Sedangkan di Indonesia, dilaporkan
pada acara Asian Forum of CKD Initiative tahun 2007 di Hamamatsu Jepang bahwa antara tahun 2000-2006
terdapat 973 kasus baru penderita cuci darah regular. Terjadi peningkatan kasus baru dari 176 menjadi 301 kasus
ketika biaya cuci darah ditanggung negara melalui Askeskin (Asuransi Kesehatan Masyarakat Miskin) sejak
tahun 2005. (Santoso, 2009)
Gagal ginjal tergolong penyakit kronis yang tidak bisa disembuhkan dan memerlukan pengobatan dan
rawat jalan dalam jangka waktu yang lama. Kondisi tersebut, tentu saja menimbulkan perubahan seperti, perilaku
penolakan, marah, perasaan takut, rasa tidak berdaya, putus asa, cemas bahkan bunuh diri (Chanafie, 2010).
Klien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa juga akan mengalami tingkat kecemasaan yang tinggi
Kecemasan dapat menimbulkan adanya perubahan secara fisik dimana hal ini mengurangi tingkat energi pada
klien, sehingga dapat merugikan individu itu sendiri (Salsabila, 2009).
Hasil penelitian Hidayat (2007) mengindikasikan bahwa dari 45 pasien GGK yang menjalani terapi
hemodialisis di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten, terdapat 5 orang (14,2%) tidak mengalami kecemasan, 5
orang (14,2%) mengalami kecemasan ringan, 12 pasien (34,2%) mengalami kecemasan sedang, 2 orang (6%)
mengalami kecemasan berat, dan tidak ada pasien yang mengalami panik.
Saat seseorang berada dalam situasi yang terancam, maka respons koping perlu segera di bentuk.
Mekanisme koping yang dapat diterapkan oleh individu yaitu mekanisme koping adaptif dan mekanisme koping
maladaptif. Jika individu mempunyai koping yang efektif maka kecemasan akan diturunkan dan energi
digunakan langsung untuk istirahat dan penyembuhan. Jika koping tidak efektif atau gagal maka keadaan tegang
akan meningkat, terjadi peningkatan kebutuhan energi dan respon pikiran serta tubuh akan meningkat (Hudak
dan Gallo, 1996).
Hasil studi pendahuluan di unit hemodialisa RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten pada tanggal 8
Desember 2011, di unit hemodialisa RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten terdapat 17 unit mesin hemodialisa
dengan pasien rutin yang menjalani hemodialisa bulan September hingga November 2011 sebanyak 98 orang.
Dari 4 pasien yang diwawancara singkat, 3 diantaranya mengatakan cemas terhadap penyakitnya. Cemas yang
dirasakan berasal dari eksternal dan internal.
Dari faktor internal seperti perkembangan penyakitnya, sedangkan faktor eksternal terkait dengan biaya
pengobatan. Pada saat dilakukan wawancara terkadang klien mengerutkan kening, tidak tenang seperti sering
melirik ke samping namun pernafasannya teratur. Hal-hal yang dilakukan untuk mengurangi cemas seperti tidur
dan jalan-jalan.

3
2. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Adakah hubungan mekanisme koping individu dengan
tingkat kecemasan pada pasien gagal ginjal kronis di unit hemodialisa RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten?”

3. Tujuan Penelitian
1) Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan mekanisme koping individu dengan
tingkat kecemasan pada pasien gagal ginjal kronis di unit hemodialisa RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro
Klaten.
2) Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui karakteristik pasien gagal ginjal kronis meliputi:
i. Umur
ii. Jenis kelamin
iii. Agama
iv. Pekerjaan
v. Pendidikan
vi. Status pernikahan
vii. Lamanya sakit
viii. Penyakit penyerta
ix. Suport sistem
b. Untuk mengetahui mekanisme koping individu pada pasien gagal ginjal kronis di unit hemodialisa
RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten.
c. Untuk mengetahui tingkat kecemasan pasien gagal ginjal kronis di unit hemodialisa RSUP Dr.
Soeradji Tirtonegoro Klaten.

4. Manfaat Penelitian
1) Teoritis
Menambah khasanah ilmu pengetahuan dalam bidang ilmu keperawatan medikal bedah terutama perawat
yang memberi asuhan keperawatan pada pasien gagal ginjal kronis
2) Praktis
a. Bagi Rumah Sakit
Sebagai bahan masukan bagi tenaga kesehatan khususnya perawat unit hemodialisa RSUP Dr. Soeradji
Tirtonegoro Klaten tentang mekanisme koping dan tingkat kecemasan pasien gagal ginjal kronis.
b. Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai salah satu sumber bacaan penelitian dan pengembangan selanjutnya dibidang keperawatan
khususnya yang berkaitan dengan keperawatan jiwa.

4
METODE PENELITIAN
1) Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian Cross Sectional. Pada penelitian ini variabel mekanisme
koping dan tingkat kecemasan diteliti pada waktu yang hampir bersamaan. Penelitian ini menggunakan metode
deskriptif analitik dengan studi korelasi yaitu penelitian atau penelahaan hubungan antara dua variabel pada
suatu situasi atau sekelompok subjek (Notoatmodjo, 2010). Penelitian ini meneliti korelasi antara mekanisme
koping individu dengan tingkat kecemasan pada pasien gagal ginjal kronis di unit hemodialisa RSUP Dr.
Soeradji Tirtonegoro Klaten.
2) Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan April 2012 dan bertempat di unit hemodialisa RSUP Dr. Soeradji
Tirtonegoro Klaten.
3) Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini berjumlah 98 orang yang melakukan hemodialisa rutin dengan jadwal
hemodialisa seminggu dua kali, dari bulan September sampai November 2011. Sampel penelitian ini adalah
pasien GGK yang hemodialisa rutin dengan jadwal pada hari Senin-Kamis dan Rabu-Sabtu, sedangkan pasien
pada hari Selasa-Jumat tidak diambil sebagai sampel karena sudah diambil untuk uji validitas. Jumlah sampel
pada penelitian yaitu 56 orang. Sampel diambil dengan teknik Accidental Sampling yaitu teknik penentuan
sampel yang kebetulan ada atau tersedia di suatu tempat sesuai konteks penelitian (Notoatmodjo, 2010).
4) Variabel dan Definisi Operasional
Penelitian ini meneliti dua variabel yaitu mekanisme koping individu dan variabel tingkat kecemasan
pasien gagal ginjal kronis. Mekanisme koping individu diartikan sebagai cara yang dilakukan pasien gagal ginjal
kronis untuk mengatasi rasa cemas yang berhubungan dengan sakit yang diungkapkan melalui 20 butir
pertanyaan dalam kuesioner. Tingkat kecemasan pasien gagal ginjal kronis adalah tingkat kecemasan yang
dialami oleh pasien terkait penyakitnya.
5) Instrumen Penelitian
Instrumen pada penelitian ini adalah kuesioner mekanisme koping yang dibuat sendiri dan dilakukan uji
validitas kepada 20 orang responden dan validitas isi kepada tiga orang ahli dibidang keperawatan jiwa.
Mekanisme koping dikatagorikan menjadi dua yaitu mekanisme koping adaptif dan mekanisme koping
maladaptif. Tingkat kecemasan pasien gagal ginjal kronis ini diukur dengan kuesioner Taylor Manifest Anxiety
Scale (TMAS) dan dikatagorikan menjadi empat yaitu kecemasan ringan, sedang, berat, dan panik.

5
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. HASIL
a) Karakteristik Responden
Tabel 1. Distribusi Frekuensi Umur Responden Unit Hemodialisa RSUP. Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten
April 2012
Karakteristik
No Frekuensi Persentase
Responden
Umur (Tahun)
1 41-50 17 orang 30,4 %
2 51-60 16 orang 28,6 %
3 31-40 21,4 %
12 orang
4 21-30 19,6 %
11 orang

Sumber : Data Primer


Responden penelitian ini didominasi oleh pasien GGK dengan umur 41-50 tahun sebanyak 17 orang
(30,4%).
Tabel 2 Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin Responden Unit Hemodialisa RSUP
Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten April 2012

Karakteristik
No Frekuensi Persentase
Responden
Jenis Kelamin
1 Laki-laki 29 orang 51,8 %
2 Perempuan 27 orang 48,2 %

Sumber : Data Primer


Distribusi frekuensi jenis kelamin pasien GGK tertinggi adalah pasien dengan jenis kelamin laki-laki
sebanyak 29 orang (51,8%) dan tidak berbeda secara signifikan dengan jenis kelamin perempuan.
Tabel 3. Distribusi Frekuensi Agama Responden Unit Hemodialisa RSUP. Dr. Soeradji Tirtonegoro
Klaten April 2012

Karakteristik
No Frekuensi Persentase
Responden
Agama
1 Islam 47 orang 83,9 %
2 Katolik 5 orang 8,9 %
3 4 orang 7,1 %
Kristen

Sumber : Data Primer


Pasien GGK pada penelitian ini didominasi oleh responden dengan agama Islam sebanyak 47 orang
(83,9%).

6
Tabel 4. Distribusi Frekuensi Pekerjaan Responden Unit Hemodialisa RSUP.
Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten April 2012

Karakteristik
No Frekuensi Persentase
Responden
Pekerjaan
1 Petani/Buruh 19 orang 33,9 %
2 PNS/ABRI 15 orang 26,8 %
3 12 orang 21,4 %
Wiraswasta
4 10 orang 17,9 %
Tidak bekerja

Sumber : Data Primer


Tabel diatas menunjukkan bahwa berdasarkan pekerjaan, responden tertinggi dengan pekerjaan sebagai
petani/buruh sebanyak 19 orang (33,9%).
Tabel 5. Distribusi Frekuensi Pendidikan Responden Unit Hemodialisa RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro
Klaten April 2012
Karakteristik
No Frekuensi Persentase
Responden
Pendidikan
1 Dasar 24 orang 42,9%
2 Menengah 23 orang 41,1 %
3 9 orang 16,1 %
Tinggi

Sumber : Data Primer


Responden dengan pendidikan tertinggi adalah Pendidikan Dasar sebanyak 24 orang (42,9%).
Tabel 6. Distribusi Frekuensi Penyakit Penyerta Responden Unit Hemodialisa
RSUP. Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten April 2012
Karakteristik
No Frekuensi Persentase
Responden
Support
1 Ada 56 orang 100%

Sumber : Data Primer


Data Tabel 9 menunjukkan bahwa semua responden (100%) menyatakan ada dukungan baik dari keluarga,
kerabat,tetangga serta tenaga kesehatan.
Tabel 7. Distribusi Frekuensi Status Pernikahan Responden Unit Hemodialisa
RSUP. Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten April 2012

Karakteristik
No Frekuensi Persentase
Responden
Status
1 Menikah 46 orang 82,1 %
2 Belum Menikah 8 orang 14,3 %
3 2 orang 3,6 %
Janda

Sumber : Data Primer

7
Pasien GGK berdasarkan status pernikahan didominasi oleh pasien dengan status menikah sebanyak 46
orang (82,1%).
Tabel 8. Distribusi Frekuensi Lama Sakit Responden Unit Hemodialisa RSUP.
Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten April 2012
Karakteristik
No Frekuensi Persentase
Responden
Lama Sakit
1 1-3th 19 orang 33,9 %
2 6bln-1th 14 orang 25 %
3 14 orang 25 %
>3th
4 9 orang 16,1 %
<6 bln

Sumber : Data Primer


Pasien GGK berdasarkan lama sakit didominasi oleh responden dengan lama sakit 1-3 tahun sejumlah 19
orang (33,9%).
Tabel 9. Distribusi Frekuensi Penyakit Penyerta Responden Unit Hemodialisa RSUP. Dr. Soeradji
Tirtonegoro Klaten April 2012
Karakteristik
No Frekuensi Persentase
Responden
Penyakit Penyerta
1 Ada 43 orang 76,8 %
2 Tidak 13 orang 23,2 %

Sumber : Data Primer


Responden pada penelitian ini berdasarkan penyakit penyerta, jumlah teringgi yaitu pasien GGK disertai
penyakit penyerta sebesar 43 orang (76,8%).
b) Mekanisme Koping Pasien Gagal Ginjal Kronis
Tabel 10. Mekanisme Koping Pasien Gagal Ginjal Kronis di Unit
Hemodialisa RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten April 2012

Mekanisme Koping Frekuensi Persentase

Adaptif 40 71,4 %

Maladaptif 16 28,6%

Total 56 100%

Sumber : Data Primer


Pasien GGK didominasi oleh responden dengan mekanisme koping adaptif sejumlah 40 orang (71,4%).

8
c) Tingkat Kecemasan pasien Gagal Ginjal Kronis
Tabel 12. Tingkat Kecemasan Pasien Gagal Ginjal Kronis di Unit
Hemodialisa RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten April 2012

Tingkat Kecemasan Frekuensi Persentase

Sedang 28 50%

Ringan 21 37,5 %

Berat 7 12,5%

Total 56 100%

Sumber : Data Primer

Kecemasan pasien GGK didominasi oleh responden yang memiliki kecemasan sedang sebanyak 28 orang
(50%).
d) Hubungan Mekanisme Koping Individu dengan Tingkat Kecemasan Pasien Gagal
Ginjal Kronis
Tabel 13. Tabulasi Silang Antara Mekanisme Koping Dengan Tingkat
Kecemasan Pasien Gagal Ginjal Kronis di Unit Hemodialisa RSUP
Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten April 2012

Tingkat Kecemasan
Berat
Mekanisme Jumlah p
Ringan Sedang Berat Sekali/ X2
Koping
Panik
f % f % f % f % f %
Adaptif 19 47,5 20 50 1 2,5 0 0 40 71,43
0.001
Maldaptif 2 12,5 8 50 6 37,5 0 0 16 28,57 14,9
Total 21 37,5 28 50 7 12,5 0 0 56 100
Sumber : Data Primer
Tabel 13 menunjukkan bahwa dari 56 orang responden, sebanyak 40 orang (71,43%) responden dengan
mekanisme koping Adaptif memiliki kecemasan sedang sebanyak 20 orang (50%).

9
B. PEMBAHASAN
a) Mekanisme Koping Individu
Koping merupakan respon individu terhadap situasi yang mengancam dirinya baik fisik maupun
psikologik. Stuart dan Sundeen (1998) mengemukakan bahwa kemampuan koping dipengaruhi oleh antara
lain faktor internal meliputi umur, kepribadian, intelegensi, pendidikan, nilai, kepercayaan, budaya, emosi
dan kognitif dan faktor eksternal, meliputi suport sistem, lingkungan, keadaan finansial penyakit.
Hasil penelitian menunjukkan perempuan cenderung menggunakan koping yang adaptif dibandingkan
laki-laki meskipun tidak signifikan. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Amrulloh (2010)
bahwa perempuan cenderung menggunakan strategi koping PFC (Problem Focused Coping) atau koping
adaptif. Namun hasil penelitian ini tidak sesuai dengan teori yang ada kemungkinan dikarenakan adanya
perbedaan subjek penelitian dan pengalaman terdahulu dari masing-masing individu.
Responden beragama Islam, Katolik dan Kristen cenderung menggunakan mekanisme koping yang
adaptif. Spiritualitas yang tinggi akan menumbuhkan rasa percaya diri dan optimisme yang lebih sehingga
akan mempengaruhi individu dalam menilai masalah dan penggunaan mekanisme koping. King dalam
Family Focus Publication of National Kidney Foundation (2005) menyatakan bahwa salah satu cara koping
yang dapat dilakukan oleh pasien GGK adalah dari segi kerohanian dengan kegiatan seperti berdoa,
meditasi, serta datang ke tempat pemujaan seperti gereja, masjid sesuai dengan kepercayaan yang diyakini.
Stuart (2009) menyatakan bahwa salah satu sumber koping yaitu aset ekonomi dapat membantu
meningkatkan koping individu dalam menghadapi situasi stressful. Semua responden dengan pekerjaan yang
berbeda cenderung menggunakan koping adaptif. Kemungkinan hal ini dikarenakan rata-rata pasien yang
melakukan hemodialisa di Unit Hemodialisa RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten menggunakan
jamkesmas dan askes untuk membiayai cuci darah mereka. Hal ini adalah salah satu sumber koping dari aset
materi yang membantu koping pasien kearah adaptif karena dapat mengatasi stressor dari segi biaya.
Pendidikan yang tinggi dapat memiliki pengetahuan yang luas dan pemikiran yang lebih realistis dalam
pemecahan masalah yaitu salah satunya tentang kesehatan sehingga dapat menerapkan gaya hidup sehat agar
terhindar dari penyakit (Notoatmodjo, 2003). Responden dengan pendidikan dasar dan menengah yang
menggunakan mekanisme koping maladaptif jumlahnya lebih banyak dibandingkan dengan responden yang
berpendidikan tinggi.
Hal ini kemungkinan dikarenakan perbedaan kemampuan individu dalam menilai masalah maupun
pengalaman tentang penyakit yang terdahulu sehingga berdampak pada pola koping yang digunakan.
Responden dengan status menikah paling dominan menggunakan mekanisme koping adaptif. Bentuk
dukungan yang diberikan terlihat saat menjalani cuci darah di Unit Hemodialisa RSUP Dr. Soeradji
Tirtonegoro Klaten, sebagian besar responden yang sudah menikah ditemani saat cuci darah oleh
pasangannya walaupun terkadang ada beberapa responden yang tidak ditemani oleh pasangannya tetapi
ditemani oleh keluarga (anak, saudara). Hal ini dikarenakan dengan adanya pasangan (suami/istri) merupakan
salah satu sumber dukungan sosial dari responden.

10
Mekanisme koping adaptif paling tinggi digunakan pada pasien GGK yang telah lama sakit 1-3 tahun.
Pasien GGK dengan hemodialisa jangka panjang, mereka telah berada pada tahap resolusi sehingga sudah
terbiasa dan mulai dapat menerima kenyataan serta dapat menerapkan koping adaptif. Hudak & Gallo (1996)
mengemukakan teori respons psikologis yang meliputi tahap terkejut atau tidak percaya, tahap
mengembangkan kesadaran, tahap resusitasi dan tahap resolusi.
Pasien GGK yang memiliki penyakit penyerta seperti hipertensi, diabetes mellitus, pielonefritis, batu
ginjal maupun asam urat, cenderung menggunakan koping adaptif. Adanya penyakit merupakan salah satu
faktor eksternal yang mempengaruhi koping. Banyaknya penyakit yang diderita akan menjadi stressor
tersendiri bagi pasien sehingga menambah beban pikiran pasien yang akan mempengaruhi koping yang
digunakan. Stuart dan Sundeen (1998) mengungkapkan adanya penyakit merupakan salah satu faktor
eksternal yang mempengaruhi koping.
Responden dengan suport sistem lebih cenderung yang menggunakan koping adaptif. Dukungan tersebut
tidak hanya diperoleh dari keluarga, kerabat maupun tenaga kesehatan, tetapi juga dari sesama pasien
hemodialisa. Hal ini terlihat saat peneliti melakukan penelitian. Stuart (2009) menyatakan bahwa salah satu
sumber koping yaitu dukungan sosial membantu individu dalam memecahkan masalah melalui pemberian
dukungan.
b) Tingkat Kecemasan Pasien Gagal Ginjal Kronis
Kecemasan dialami secara subjektif dan dikomunikasikan secara intrapersonal. Kecemasan yang dialami
oleh seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain umur, pengalaman pasien menjalani pengobatan,
keadaan fisik, tingkat pendidikan, proses adaptasi.
Gangguan kecemasan dapat terjadi pada semua usia, lebih sering pada usia dewasa (Kaplan dan Sadock,
1997). Pada penelitian ini kecemasan ringan didominasi pada usia 41-50 tahun. Umur tersebut termasuk
dalam umur dewasa yaitu pada usia dewasa seseorang sudah memiliki kematangan baik fisik maupun mental
dan pengalaman yang lebih dalam memecahkan masalah. sehingga mampu menekan kecemasan yang
dirasakan.
Data penelitian memperlihatkan bahwa kecemasan ringan didominasi oleh wanita dibandingkan pria.
Namun untuk kecemasan sedang dan berat didominasi oleh pria. Kaplan dan Sadock (1997) menyatakan
bahwa gangguan kecemasan lebih sering terjadi pada wanita. Hasil penelitian ini bertolak belakang dengan
teori. Kemungkinan dikarenakan perbedaan subjek penelitian dan faktor interpersonal individu sehingga
mempengaruhi penilaian individu terhadap masalah penyakitnya yang akhirnya mampu mengatasi
kecemasan yang dirasakan.
Pada penelitian ini responden dengan agama Islam mendominasi kecemasan sedang sebanyak 28 orang
(50%). Spiritualitas yang tinggi maka akan memberikan ketenangan dan rasa optimisme pada pasien GGK
sehingga dapat mengatasi kecemasan yang dirasakan serta mengembalikan pada keseimbangan.
Keadaan ekonomi yang rendah atau tidak memadai dapat mempengaruhi peningkatan kecemasan pada
klien (Kaplan dan Sadock, 2007). Hampir semua responden berdasarkan pekerjaan cenderung mengalami

11
kecemasan ringan dan sedang dengan jumlah yang tidak signifikan. Hal tersebut kemungkinan dikarenakan
dari penghasilan dapat menjadi stressor dari segi finansial. Dengan adanya stressor dapat menimbulkan
respon kecemasan pada pasien.
Pasien dengan pendidikan tinggi sebagian besar mengalami kecemasan ringan dan sedang dan hanya satu
orang (11,1%) yang mengalami kecemasan berat. Hal ini kemungkinan dikarenakan kemampuan individu
untuk berpikir secara logis dan realistis sehingga mempengaruhi kemampuan individu merespon secara
positif untuk mengatasi kecemasannya terkait perkembangan penyakitnya.
Kaplan dan Sadock (1997) mengungkapkan bahwa orang yang mempunyai pendidikan tinggi akan
memberikan respon yang lebih rasional dibandingkan mereka yang berpendidikan lebih rendah atau mereka
yang tidak berpendidikan.
Pasien yang sudah menikah lebih cenderung mengalami kecemasan ringan. Dengan adanya pasangan
dapat memberikan salah satu bentuk dukungan selain dari keluarga dan teman-teman, sehingga pasien
mampu mengatasi kecemasan yang dirasakan. Hasil penelitian Nadia (2007) bahwa berdasarkan status
pernikahan, subjek yang berstatus janda memiliki kecemasan yang lebih tinggi dibandingkan dengan subjek
yang berstatus belum menikah ataupun sudah menikah.
Pasien GGK yang sakit kurang dari enam bulan cenderung mengalami kecemasan sedang dan berat.
Pasien GGK yang baru menjalani hemodialisa sangat besar kemungkinan mengalami kecemasan dikarenakan
belum mengenal alat dan cara kerja mesin hemodialisa, kurang adekuatnya informasi dari tenaga kesehatan
terkait prosedur hemodialisa maupun kecemasan akan keberhasilan proses hemodialisa saat itu.
Data penelitian juga menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan pada kecemasan yang dialami oleh
pasien GGK dengan penyakit penyerta dan tanpa penyakit penyerta. Terjadinya gejala kecemasan yang
berhubungan dengan kondisi medis sering ditemukan misalnya pada pasien GGK yang merupakan penyakit
terminal disertai penyakit lain kemungkinan menambah beban pikiran secara bermakna bagi setiap pasien.
Hal ini dapat menjadi stressor yang meningkatkan kecemasan pasien GGK. Stuart (2007) mengungkapkan
bahwa penyakit merupakan sumber kecemasan yaitu ancaman terhadap integritas fisik meliputi disabilitas
fisiologis.
Pasien GGK yang mendapat dukungan didominasi oleh kecemasan ringan dan sedang Hal ini terlihat
bahwa pasien dengan dukungan dapat mengatasi kecemasan yang dirasakan sehingga kecemasan yang
dirasakan tidak berat. Gottlieb (1983) dalam Nursalam dan Dian (2007) mengungkapkan bahwa dukungan
sosial memberi bantuan nyata atau tindakan yang diberikan oleh keakraban sosial atau didapat karena
kehadiran mereka dan mempunyai manfaat emosional atau efek perilaku bagi pihak penerima.
c) Hubungan Tingkat Kecemasan Pasien Gagal Ginjal Kronis
Hasil analisa bivariat yaitu dari statistik Chi Square menunjukkan p-value 0,001 < 0,05 yang berarti ada
hubungan mekanisme koping individu dengan tingkat kecemasan pasien gagal ginjal kronis di Unit
Hemodialisa RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten.
Pasien GGK yang menggunakan mekanisme koping adaptif lebih cenderung mengalami kecemasan
ringan. Sebaliknya pasien GGK yang menggunakan mekanisme koping maladaptif lebih cenderung

12
mengalami kecemasan sedang dan berat. Pada penelitian ini tidak ada pasien GGK yang mengalami
kecemasan berat sekali/ panik.
Sumber koping yang dimanfaatkan dengan baik dapat membantu pasien GGK mengembangkan
mekanisme koping yang adaptif, sehingga pasien GGK dapat menanggulangi kecemasannya ditandai dengan
tingkat kecemasan yang ringan dan sedang. Hal ini terlihat pada hasil penelitian yaitu penggunaan sumber
koping seperti dukungan sosial, asset materi dan nilai keyakinan individu membantu individu
mengembangkan koping yang adaptif sehingga kecemasan yang dirasakan oleh individu cenderung ringan
dan sedang, dan demikian juga sebaliknya.

KESIMPULAN DAN SARAN


a. Kesimpulan
1. Karakteristik pasien gagal kronis di Unit Hemodialisa RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten antara lain :
a) Sebanyak 17 orang (30,4%) pasien GGK dari total responden 56 orang adalah responden berumur 41-50
tahun.
b) Sebanyak 29 orang (51,8%) pasien GGK dari total responden 56 orang adalah responden berjenis
kelamin laki-laki.
c) Sebanyak 47 orang (83,9%) pasien GGK dari total 56 orang adalah responden beragama Islam
d) Semua pasien GGK sebanyak 56 orang (100%) adalah bersuku jawa.
e) Sebanyak 19 orang (33,9%) pasien GGK dari total 56 orang adalah responden yang memiliki pekerjaan
sebagai petani/buruh.
f) Sebanyak 24 orang (42,9%) pasien GGK dari total responden 56 orang adalah responden dengan
pendidikan dasar.
g) Sebanyak 19 orang (33,9%) pasien GGK dari total responden 56 orang adalah responden dengan lama
sakit yaitu 1-3 tahun.
h) Sebanyak 43 orang (76,8%) pasien GGK dari total responden 56 orang adalah responden yang
menderita penyakit penyerta selain gagal ginjal kronis.
i) Semua pasien GGK sebanyak 56 orang (100%) memiliki suport sistem.

2. Sebanyak 40 orang (71,4%) pasien GGK dari total responden 56 orang adalah responden yang memiliki
mekanisme koping adaptif.
3. Sebanyak 28 orang (50%) pasien GGK dari total responden 56 orang adalah responden yang merasakan
kecemasan sedang.
4. Ada hubungan mekanisme koping individu dengan tingkat kecemasan pasien gagal ginjal kronis di Unit
Hemodialisa RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten ditunjukkan dengan p-value 0,001 < 0,05.

13
b. Saran
1. Bagi Tempat Penelitian
Perawat Unit Hemodialisa RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten dalam memberikan asuhan
keperawatan agar memperhatikan segi psikologis pasien dengan memberi dukungan secara moril melalui
komunikasi terapeutik seperti teknik mendengarkan, sikap tubuh saat berbicara, sentuhan dan teknik lainnya.
Perawat diharapkan bisa mengenali gejala kecemasan pasien dan mengarahkan pasien pada mekanisme
koping yang adaptif seperti berbicara dengan orang lain, teknik relaksasi serta melakukan kegiatan
konstruktif sehingga membantu pasien mengatasi kecemasannya.
2. Bagi Peneliti Selanjutnya
Menggunakan hasil penelitian ini sebagai data awal untuk penelitian selanjutnya. Peneliti lainnya dapat
mengembangkan faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan pada pasien GGK dan melihat faktor yang
paling mempengaruhi variabel tersebut.
3. Bagi Institusi Pendidikan (Universitas Respati Yogyakarta)
Perpustakaan agar memfasilitasi referensi buku dengan menambah koleksi buku terbaru agar
menunjang referensi peneliti sehingga menjadi salah satu karya tulis yang baik dengan sumber-sumber yang
up to date. Untuk Program Studi Keperawatan bisa memasukkan kecemasan pasien GGK sebagai salah satu
sub-matakuliah dalam perkuliahan.

14
DAFTAR PUSTAKA

Amrulloh, I. (2010) Strategi Koping Pasien Gagal Ginjal Kronik di Instalasi Dialisis RSUP DR. Sardjito Tahun
2010. Karya Tulis Ilmiah. Politeknik Kesehatan Kemenkes Yogyakarta Jurusan Keperawatan. Tidak
Dipublikasikan
Chanafie. (2010). Mengatasi Dampak Psikologis Pasien Gagal Ginjal. Diakses pada 15 November 2011.
www.ikcc.or.id
Hudak, C. M., dan Barbara M. G. (1996). Keperawatan Kritis. Jakarta: EGC
Kaplan J.B., & Sadock T.C. (1997). Sinopsis Psikiatri, Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis, Edisi ke tujuh,
Jakarta: Binarupa Aksara.
King, K. (2005). A Publication of the National Kidney Foundation; Family Focus : Tips to Coping with Chronic
Kidney Disease. Vol 14, No 3 Summer 2005. Diakses pada 28 April 2012. http://www.kidney.org.
Nadia. (2007). Kecemasan pada Penderita Gagal Ginjal Kronis di Laboratorium Dialisis Rumah Sakit Pusat TNI
AU Dr. Esnawan Antariksa. Diakses pada 2 Mei 2012. http://www.gunadarma.ac.id.
Notoatmodjo, S. (2003). Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta
Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta
Nursalam dan Dian N. D. K. 2007. Asuhan Keperawatan pada Pasien Terinfeksi HIV/AIDS. Jakarta: Salemba
Medika
Salsabila. (2009). Kemampuan koping terhadap tingkat kecemasan pada klien gagal ginjal kronik yang menjalani
hemodialisa. Diakses pada 15 November 2011. http://grahacendikia.wordpress.com.
Santoso, D. (2009). 60 Menit Menuju Ginjal Sehat. Surabaya: Jaring Pena
Stuart, G. W. (2007). Buku Saku Keperawatan Jiwa, Edisi 5. Jakarta: EGC
Stuart, G. W. (2009). Principles and Practice of Psychiatric Nursing 9th edition. Canada: Mosby Elsevier
Stuart, G. W., dan Sundeen S. J. (1998). Keperawatan Jiwa Edisi 3. Jakarta: EGC

15

Anda mungkin juga menyukai