Anda di halaman 1dari 12

A.

PENDAHULUAN
Aneurisma Bone Cyst (ABC) adalah tumor pada tulang yang mirip dengan
tumor yang terjadi pada vaskular. Kondisi penyakit ini belum diketahui secara pasti
dapat menimbulkan sekitar 1,5% gangguan dari tulang primer. Penyakit ini bersifat
multilokasi, lesinya luas menyerang tulang. Secara histologis, penyakit ini tampak
pada jaringan mesenkim dengan kista yang berjajar dan mengandung banyak darah.
Lesi pada ABC diyakini dapat menjadi reaktif yang disebabkan oleh berberapa
gangguan hemodinamik pada jaringan yang kaya akan kapiler pada tulang yang utama
dan mengakibatkan proses destruktif yang luas.1

ABC adalah lesi kistik yang bersifat ekspansif yang paling sering mengenai
setiap individu dalam dekade kedua kehidupan dan kemungkinan terjadi pada
setiap tulang pada tubuh. Meskipun jinak, ABC dapat bersifat lokal agresif dan dapat
menyebabkan kelemahan yang luas pada struktur tulang dan mengenai jaringan
sekitar. Jaffe dan Lichtenstein pertama kali menjelaskan ABC sebagai identitas
mereka pada tahun 1942, ketika mereka mencatat kelainan pada darah yang
mengandung kista yang berukuran besar. Dengan tampak lesi yang meluas dan
menunjukkan bukti erosi tulang sekitar dan pertambahan jaringan disekitar. Setelah
dilakukan pembedahan, ditemukan dinding tulang yang tipis yang ternyata
mengandung cairan bercampur darah. Kista aneurismal dapat timbul pada tulang
sebagai proses degeneratif sekunder dari lesi di pembuluh darah.2

Aneurisma Bone Cyst (ABC) adalah tumor jinak, biasanya muncul sebelum
kematangan dari tulang. Penyakit ini tidak pernah menjadi ganas. ABC sering terjadi
melibatkan daerah metafisis tulang panjang atau vertebra. Penyakit ABC bisa tumbuh
secara cepat dan muncul sangat agresif, membedakan ABC dengan penyakit tumor
primer ganas mungkin akan sulit. Dengan pemeriksaan seksama akan
mengungkapkan perjalanan penyakit ini.4
B. EPIDEMIOLOGI
Secara umum ABC merupakan penyakit yang dianggap langka, dari
perhitungan persentase hanya 1-6% kejadian dari semua kasus tumor primer pada
tulang. Kelompok peneliti dari Austria melaporkan kejadian tahunan sebesar 0,14
ABC terjadi per 100.000 orang. Namun kejadian yang sebenarnya sulit untuk dihitung
secara pasti karena adanya regresi spontan dan secara klinis kasus ini jarang
terekspose. Dari bukti biopsi ditemukan insiden studi dari Belanda
menunjukkan bahwa ABC merupakan tumor yang paling umum kedua atau lesi yang
mirip dengan tumor yang ditemukan pada anak-anak. Kebanyakan peneliti juga
menemukan kejadian yang sedikit meningkat pada wanita.

Meskipun ABC dapat muncul pada orang dari segala usia,


umumnya penyakit ini diderita oleh orang yang muda (tapi jarang pada orang yang
sangat muda). Sekitar 50-70% ABC muncul pada dua dekade kehidupan, dengan 70
86% muncul pada pasien lebih muda 20 tahun. Rata-rata umur pasien berkisar antara
13-17 tahun.2,5

C. ANATOMI DAN FISIOLOGI


Tulang membentuk rangka penunjang dan pelindung bagi tubuh dan tempat
untuk melekatnya otot-otot yang menggerakkan kerangka tubuh. Ruang di tengah
tulang-tulang tertentu berisi jaringan hematopoietik, yang membentuk berbagai sel
darah. Tulang juga merupakan tempat primer untuk menyimpan dan mengatur
kalsium dan fosfat. Komponen-komponen nonselular utama dari jaringan tulang
adalah mineral-mineral dan matriks organik (kolagen dan proteoglikan). Kalsium dan
fosfat membentuk suatu garam Kristal yang tertimbun pada matriks kolagen dan
proteoglikan. Mineral-mineral ini memempatkan kekuatan tulang. Matriks organik
tulang juga disebut suatu osteoid. Sekitar 70% dari osteoid adalah kolagen fosfatase,
yang memegang peranan penting dalam mengendapkan kalsium dan fosfat ke dalam
matriks tulang. Sebagian dari alkali fosfatase akan memasuki aliran darah, dengan
demikian maka kadar alkali fosfatase di dalam darah dapat menjadi indicator yang
baik tentang tingkat pembentukan tulang setelah mengalami patah tulang atau
pada kasus metastasis kanker tulang.6
Osteosit dalah sel-sel tulang dewasa yang bertindak sebagai suatu lintasan
untuk pertukaran kimiawi melalui tulang yang padat. Osteoclast adalah sel-sel besar
berinti banyak yang memungkinkan mineral dan matriks tulang dapat
diabsorpsi. Tidak seperti osteoblast dan osteosit, osteoclast mengikis tulang. Sel-sel
ini menghasilkan enzim-enzim proteolitik yang memecahkan matriks dan
beberapa asam yang melarutkan mineral tulang, sehingga kalsium dan fosfat
terlepas ke dalam aliran darah.6
Metabolisme tulang diatur oleh beberapa hormon. Suatu peningkatan kadar
hormon paratiroid (PTH) mempunyai efek langsung dan segera pada mineral tulang,
menyebabkan kalsium dan fosfat diabsorpsi dan bergerak memasuki serum.
Disamping itu, peningkatan kadar PTH secara perlahan-lahan menyebabkan
peningkatan jumlah dan aktivitas osteoclast, sehingga terjadi demineralisasi.
Selain itu vitamin D juga berperan dalam metabolisme tulang. Vitamin D
memepengaruhi deposisi dan absorpsi tulang. Vitamin D dalam jumlah besar dapat
menyebabkan absorpsi tulang seperti yang terlihat pada kadar PTH yang tinggi. Bila
tidak ada vitamin D, PTH tidak akan menyebabkan absorpsi tulang. Vitamin D dalam
jumlah sedikit membantu kalsifikasi tulang, antara lain dengan meningkatkan
absorpsi kalsium dan fosfat oleh usus halus

Gambar 1. Gambar bagian-bagian tulang

Sendi adalah tempat pertemuan dua atau lebih tulang. Tulang-tulang ini
dipadukan dengan berbagai cara, misalnya dengan kapsul sendi, pita fibrosa,
ligament, tendon, fasia, atau otot. Terdapat tiga tipe sendi6 :
1. Sendi fibrosa (siartrodial), merupakan sendi yang tidak dapat bergerak.
 Sendi fibrosa tidak memiliki lapisan tulang rawan, dan tulang yang satu
dengan tulang lainnya dihubungkan loeh jaringan ikat fibrosa.
2. Sendi kartilaginosa (amfiartrodial), merupakan sendi yang dapatsedikit
bergerak.
 Sendi kartilaginosa adalah sendi yang ujung-ujung tulangnya dibungkus oleh
kartilago hialin, disokong oleh ligamen dan hanya dapat sedikit bergerak.
 Sendi sinovial (diartrodial), merupakan sendi yang dapat digerakkan
 Sendi sinovial (diartrodial), merupakan sendi yang dapat digerakkan bebas.
Sendi-sendi ini memiliki rongga sendi dan permukaan sendi dilapisi kartilago
hialin
3. Sendi sinovial (diartrodial), merupakan sendi yang dapat digerakkan
Jaringan yang ditemukan pada sendi dan daerah sekitarnya terutama
adalah jaringan ikat yang tersusun dari sel-sel dan substansi dasar. Dua macam sel
yang ditemukan pada jaringan ikat adalah sel-sel yang tetap atau tidak
berkembang pada jaringan ikat, seperti sel mast, sel plasma, limfosit, monosit, dan
leukosit polimorfonuklear. Sel-sel ini memegang peranan penting pada reaksi- reaksi
imunitas dan peradangan yang terlihat pada penyakit-penyakit reumatik

D. ETIOLOGI
Etiologi yang sebenarnya dari ABC tidak diketahui. Kebanyakan peneliti
percaya bahwa ABC adalah hasil dari suatu kelainan pembuluh darah dalam
tulang, namun, penyebab utama dari kelainan ini menjadi topik kontroversi.
Namun, hampir 1/2 terlihat terjadi sehubungan dengan tumor jinak yang lain dan
mungkin merupakan gangguan dalam reaksi tubuh terhadap tumor lainnya.2,5
Tiga teori umum diusulkan adalah sebagai berikut:2

 ABC mungkin disebabkan oleh reaksi sekunder lain lesi tulang. Teori ini telah
diusulkan karena tingginya insiden yang menyertai tumor pada 23-32% dari
ABC. Tumor giant cell yang paling sering hadir. Namun, banyak tumor jinak
dan ganas lainnya yang ditemukan, termasuk displasia fibrosa, osteoblastoma,
chondromyxoid fibroma, fibroma nonossifying, chondroblastoma,
osteosarcoma, chondrosarcoma, unikameral atau kista tulang soliter,
hemangioendothelioma, dan karsinoma metastasis. ABC dengan adanya
lesi lainnya disebut ABC sekunder. Pengobatan ABC sekunder
berdasarkan apa yang sesuai dengan jenis tumor yang mendasarinya.
 ABC dapat timbul de novo, mereka yang timbul tanpa tanda lesi lain
diklasifikasikan sebagai ABC primer.
 ABC mungkin timbul di daerah trauma sebelumnya

E. PATOMEKANISME
Patofisiologi sebenarnya dari ABC tidak diketahui secaraa pasti. Ada dua teori
yang berbeda mengenai patofisiologi ABC yaitu berkaitan tentang
munculnya malformasi vascular yang berat, ini termasuk dengan fistula
arteriovena dan oklusi vena. Lesi vascular kemudian menyebabkan peningkatan
tekanan, ekspansi, erosi, dan resorpsi pada sekitar tulang. Malformasi ini juga
dipercaya menyebabkan perdarahan lokal yang memulai formasi jaringan reaktif
osteolitik. Temuan dari studi di mana tekanan manometri dalam ABC diukur
mendukung perubahan teori hemodinamik.2
Sifat dan asal dari aneurysma bone cyst tetap tidak diketahui, meskipun semua
studi menunjukkan kondisinya jinak. Menurut Jaffe dan Lichenstein 1950, dan
Donaldson 1962, ABC terjadi karena terbentuknya oklusi vena yang terjadi
mendadak atau terbentuknua suatu shunt atau hubungan dari arteri-vena. Selain itu
teori lain menyebutkan trauma sebagai faktor penyebab yang menimbulkan cedera
yang bisa memicu terjadinya perubahan pada tulang, sehingga dapat juga timbul
proses soliter dysfibroplasia tulang yang akan menunjukkan gejala pada ABC. Teori
lain yang menimbulkan ABC adalah terjadinya kesalahan dalam proses
pengembangan lempeng epifisis dari tulang dan hal ini juga dapat terjadi pada
Unicameral (Simple) Bone Cyst namun berbeda dengan kejadiannya Giant Cell
Tumor.6
ABC muncul dengan keadaan hemoragik dan menetap pada kombinasi
jaringan yang berisi cairan dan tidak terjadinya pembekuan darah. Jaringannya sering
berwarna kecoklatan karena deposisi dari hemosiderin. Secara normal, lesi pada
perifer bentuknya seperti sebuah lapisan “eggshell” dari periosteal tulangdisekitar
lesi. Secara mikroskopik, ada yang timbul menjadi ruang cavernous diisi oleh darah.
Dinding dari ruang tersebut terdiri dari sel-sle fibroblastik, sel-sel giant multinukleat,
dan bagian strands dari tulang.
F. GEJALA KLINIS

Pasien biasanya datang dengan keluhan nyeri, dari inspeksi akan tampak
massa, swelling (tampak bengkak), fraktur patofisologis, atau kombinasi dari gejala
tersebut pada area yang terkena. Gejalanya biasanya datang dalam beberapa minggu
hingga berbulan-bulan sebelum diagnosis ditegakkan, dan pasien kadang juga
mempunyai riwayat benjolannya secara cepat membesar. Gejala neurologis yang
berhubungan dengan ABC mungkin berkembang secara sekunder pada
tekanan atau desakan dari saraf di atas lesi dan biasanya mengenai
tulang belakang.2.10
Gejala yang muncul kadang terbatasnya gerakan dari pasien karena
obstruksi sendi. Bila terjadi lesi tulang belakang dapat menyebabkan
gejala neurologis sekunder. Fraktur patologis yang terjadi pada pasien tergantung
pada lokasi sendi yang terkena.11
Fraktur patologis muncul kira-kira 8% dari kasus ABC, tetapi rasio
akuratnya mungkin setinggi sekitar 21% pada kasus ABC yang mempunyai gejala
pada tulang belakang.2,10
Penemuan klinis secara fisis yang mungkin terlihat yaitu tampak deformitas,
penurunan dari luas gerakan, kelemahan atau kaku. Dapat terjadi reaktif tortikolis.
Kadang-kadang bruit di daerah yang terkena. Dan panas pada derah yang
terkena.2,10

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Dari pemeriksaan radiologi X-ray, akan tampak gambaran balloon


expansion yang mengenai tulang. Mineralisasi matriks tidak tampak pada lesi. Lesi
paling sering muncul dan terlihat di region metafisis dari femur dan tibia serta elemen
posterior dari tulang belakang. Yang sering akan terlihat adanya sebuah pinggiran
sklerotik atau cangkang tulang yang halus di periosteal sekitar lesi serta elemen
posterior dari tulang belakang. Yang sering akan terlihat adanya sebuah pinggiran
sklerotik atau cangkang tulang yang halus di periosteal sekitar lesi
Gambar 1
Aneurisma bone cyst pada os tibia

Gambar 2
Aneurisma bone cyst pada os humerus

Gambar 3
Aneurisma bone cyst pada os tibia
Gambar 4
Aneurisma bone cyst pada os metacarpal

Gambar 5
Aneurisma bone cyst pada os tibia

Gambar 6
Aneurisma bone cyst pada os fibula
Melalui pemeriksaan CT-Scan dapat digunakan untuk menilai lesi di
panggul atau tulang punggung dan lebih akurat dibanding radiografi. Penggunaan CT-
Scan memungkinkan kita untuk menilai secara cermat keberadaan tepi
periosteal tulang disekitar lesi. CT-Scan sering menunjukkan tingkat cairan dalam lesi

Pemeriksaan MRI lebih akurat lagi disbanding penilaian dengan CT-Scan


atau radiologi dari sejauh mana kista tulang aneurisma. MRI dapat
memungkinkan kita mengetahui berapa banyak ekspansi dari jaringan dan
keterlibatan kecil dari lesi yang menekannkan sejauh mana lesinya.

Secara patologis, kista tulang aneurismal biasanya tampak sebagai lesi


destruktif besar yang menyebabkan ekspansi tulang. Kista ini biasanya multikistik dan
hemoragik, dengan batas tipis pada tulang dan permukaan luarnya.
Pemeriksaan mikroskopik patologi menunjukkan adanya ruang hemoragik yang luas,
dibatasi endotel, dikelilingi sel-sel yang mengalami proliferasi yang sangat
menyerupai tumor sel raksasa pada tulang. Terdapat banyak sel-sel raksasa seperti
osteoklas dan sel-sel kumparan yang lebih kecil.13
H. PENATALAKSANAAN

Tindakan secara umum, setelah evaluasi yang tepat dari lesi dengan studi
radiologis, biopsy jarum atau biopsi terbuka dapat dilakukan, diikuti dengan
eksisi, kuretase, dan cangkok tulang. Setelah cacat tulang sembuh, pasien kembali ke
fungsi normal. Lesi dapat kambuh secara lokal, maka pengobatannya adalah
mengulang eksisi bedah. Kebanyakan pasien perlu membatasi aktivitas berat tubuh
pada daerah yang terlibat sementara penyembuhan tulang terjadi. Setelah tulang
telah sembuh, tidak ada batasan pada aktivitas diperlukan.5

Terapi Fisik mungkin diperlukan untuk mendapatkan kembali gerakan sendi


atau untuk membantu dalam pelatihan gaya berjalan setelah operasi.
Pengobatan operasi pada kista tulang aneurismal melibatkan eksisi kuretase,
korteks menggelembung dengan instrumen tangan dan kekuasaan, kauterisasi
kimia dari dinding kista, dan cangkok tulang. Jika kista ini dalam tulang dibuang
(tulang rusuk atau fibula), reseksi lesi dapat dilakukan.5

Terapi radiasi harus digunakan hanya ketika ada pilihan bedah. Embolisasi
mungkin efektif sebagai tambahan untuk mengontrol perdarahan atau mengontrol lesi
di lokasi sulit seperti panggul, sakrum, atau corpus vertebra5.

I. KOMPLIKASI

Komplikasi dari terapi operasi sangat besar, tetapi masalah yang terbesar
setelah terapi yang terencana adalah terjadinya rekurensi dari tumor. Komplikasi yang
lain dari terapi operasi yang biasa terjadi secara umum adalah infeksi, gangguan
neurologis atau trauma vascular, yang bisa muncul juga tidak.5

J. PROGNOSIS
Dengan terapi modern, 95% pasien dapat diperkirakan sembuh dari lesi
tersebut. Sebuah Aneurysma Bone Cyst tidak harus diharapkan untuk tidak
bermetastasis, tetapi juga jarang muncul perubahan jinak ke ganas. Jika pasien telah
mengalami rekurensi lokal, operasi eksisi kembali dapat dilakukan
DAFTAR PUSTAKA

1. Morris CD, Lee FY. Benign Bone Tumors. In: Chapman MW, Szabo RM, Marder
R, Kelly G. Vince ea, editors. Chapman's Orthopaedic Surgery. 3
ed. University of California Davis, Sacramento, California: Lippincott
Williams & Wilkins; 2001. p. 3382-3409.
2. Eastwood B. Aneurysmal Bone Cyst Available at: URL:
www.emedicine.medscape.com. Accessed 16, 2013.
3. Springfield D. Skeletal Growth And Physiology. In: Brunicardi FC,
Andersen DK, Biliar TR, David L. Dunn ea, editors. Schwartz's Manual
Of Surgery. 8 ed. United State Of America: McGraw-Hill; 2006. p. 1155-
1141.
4. Malewer M, Kellar-Graney K. Tumors of The Musculosceletal System. In:
Wiesel SW, Delahay JN, editors. Essentials of Orthopaedic Surgery. 3 ed.
USA: Springer; 2007. p. 106-165.
5. Frassica FJ. Aneurysmal Bone Cyst. In: Frassica FJ, Sponsoller PD,
Wilckens JH, editors. The 5-Minute Orthopaedic Consult. 2 ed. USA:
Lippincott Williams & Wilkins; 2007. p. 14-15.
6. Carter MA. Anatomi dan Fisiologi Tulang dan Sendi. In: Price S, Wilson
LM, editors. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta:
EGC; 2005. p. 1357-1364
7. BBC. Bone Growth, The Skeleton Bones and Joints. Available at: URL:
http://bbc.co.uk. Accessed 22, 2013.
8. Cummings B. Bone Tissue & Anatomy. Available at: URL:
www.personal.psu.edu. Accessed 22, 2013.
9. Clough JR, Price. CHG. ANEURYSMAL BONE CYSTS. Bristol,
England 2010:1-12.
10. McKean J. Aneurysmal Bone Cyst. Available at: URL:
www.orthobullets.com. Accessed 17, 2013.
11. Hosalkar H. Aneurysmal Bone Cyst. Available at: URL:
www.bonetumour.org. Accessed 16, 2013.
12. David A. Yeager BRG. Aneurysmal Bone Cyst Case Study. Journal
American Society Of Pediatric Surgeons 2013:1-6.
13. Chandrasoma P. Penyakit Tulang. In: Chandrasoma P, Taylor CR, editors.
Concise Pathology (Ringkasan Patologi Anatomi). 2 ed. Jakarta: EGC;
2005. p. 877-879.
14. Creager AJ, Madden CR, Bergman S. Aneurysmal Bone Cyst FNA
Findings With Clinical and Radiologic Correlation. American Society for
Clinical Pathology 2007:740-745.
15. Behal SV. Evolution of An Aneurysmal Bone Cyst. Journal of Oral
Science, Panchkula, India 2011:529-532.
16. Skinner HB. Musculoskeletal Oncology. In: Skinner HB, Agudelo JF,
Bednar MS, Nitin N. Bhatia ea, editors. Current Diagnosis and Treatment
in Orthopaedic. 4 ed. USA: McGraw-Hill; 2006. p. 1-27

Anda mungkin juga menyukai