Univ Pertamina Fungsi additives: 1. Break the fluid (mengencerkan setelah selesai treatment) 2. Control fluid loss 3. Minimize formation damage 4. Adjust pH 5. Control bacteria 6. Improve high-temperature stability Harus diperhatikan agar penambahan fluida tertentu tidak mempengaruhi fungsi dari additive lainnya. Cross Linkers • Crosslink adalah proses penggabungan rantai polymer dengan covalent bonds. Cross- linking dapat terjadi pada pembentukan polymer synthesis atau setelahnya dengan penambahan atom/ molekul yang akan membagi elektron dengan bagian dari rantai polimer. • Untuk melakukan cross link pada Polymer dapat menggunakan metal ion, misal: Borate, Ti (IV), Zr(IV), Al(III). Borate akan bereaksi dengan guar dan HPG untuk membentuk molekul kompleks. • Cross link menghasilkan polimer dengan berat molekul besar→ viskositas besar. • Naiknya temperature akan mengurangi pH → konsentrasi crosslink berkurang → viskositas turun. • Untuk dapat menghasilkan larutan yg stabil pada temperature tinggi maka pH dan konsentrasi borate harus ditingkatkan • Perlu juga dijaga agar tidak terjadi syneresis (overcrosslinking). • Titanium dan zirconium complex juga dapat digunakan sebagai crosslinker karena stabil pada temperature tinggi. • Pada umumnya semua frac fluid/gel akan menurun viskositasnya dengan adanya shear dan heat, namun terdapat beberapa jenis gel yang akan kembali ke kondisi semula (original state) ketika shear/heat tersebut dihilangkan. • Apabila proses crosslinking yang cepat terjadi pada high shear region (misalnya dalam tubing) maka terjadi penurunan viskositas yang tidak akan kembali ke kondisi semula, sehingga biasanya didesain agar laju crosslinking yang cepat akan terjadi pada area mendekati target zone. • Disamping itu delayed crosslinking akan menurunkan friksi → menurunkan hydraulic horsepower • Beberapa hal dapat dilakukan untuk mengatur laju proses crosslinking, di antaranya: fluid temperature, pH, kondisi shear, jenis crosslinker dan jenis senyawa organic yg bereaksi dengan crosslinker. Breaker • High viscosity fluid setelah digunakan untuk menghantarkan proppant ke dalam fracture harus dapat diencerkan karena dapat mengakibatkan penurunan efektifitas dari fracturing treatment. • Breaker digunakan untuk menurunkan viskositas fluida dengan memecah polymer menjadi molekul-molekul yang lebih kecil sehingga mudah dibersihkan dalam proses clean up. • Fluid loss yang terjadi selama dan setelah treatment menaikkan konsentrasi yang berakibat pada naiknya viskositas (sampai 5-20 x nya). • Breaker umumnya ditambahkan pada akhir pemompaan, • Jenis breaker yang umum digunakan adalah Oxidixer dan enzyme. • Encapsulated breaker dikembangkan untuk memungkinkan penggunaan high concentration breaker tanpa menyebabkan kenaikan viscosity selama pemompaan dimana active breaker diselimuti dengan lapisan tipis (film) yang berfungsi sebagai penghalang/ barrier antara breaker dan fracturing fluid. Active breaker tersebut dapat dilepaskan (dan kemudian mengalami reaksi) sebagai akibat pengancuran/ crushing (Nolte, 1985), osmotic rupture (Walles et al., 1988) atau proses difusi dari breaker chemical (Gupta and Cooney, 1992). Semua jenis breaker, termasuk enzymes dan acids, dapat di encapsulated. Encapsulation lebih mahal sehingga biasanya dikombinasikan antara breaker dengan dissolved dan encapsulated untuk dapat menghemat cost. Fluid loss control • Terdapat berbagai macam fluid loss namun penggunaannya harus disesuaikan dengan permeabilitas formasi: low- or high-permeability matrix ataukah microfractures. • filter cake pada umumnya memiliki permeabilitas lebih kecil daripada formasi. Apabila frac fluid memilikia particulates dengan ukuran yang tepat, particulates tersebut cencedrung untuk menyumbat pori sehingga filter cake akan terbentuk dengan baik. • Fluida yang hilang / loss sebelum effective cake terbentuk disebut dengan spurt loss. Pore-size distribution for the rock matrix varies from formation to formation. • Ukuran pori batuan formasi bisa memiliki rentang yang lebar sehingga sebaiknya fluid-loss additives memiliki particulate dengan ukuran yang bervariasi dengan rentang yang lebar sehingga mampu menyumbat pori dengan ukuran yang bermacam2. Jenis fluid loss additives: • Silica flour has been shown to be an effective fluid-loss additive for helping establish a filter cake. penurunan sput loss sampai 10-x pada batuan 5- to 100-mD rock when silica flour was used. • Deformable particles seperti tepung (starches) yaitu rantai panjang dari molekul glucose. Diekstrak dalam bentuk butiran dari sel tumbuhan seperti kentang, jagung, gandum dan tapioka. Starches merupakan partikel halus yang mengalami deformasi apabila diberi tekanan/ stress sehingga cocok digunakan utnuk memperoduksi low- permeability filter cakes karena dapat mengalami deformasi dan menyumbat pori atau mengisi ruang kosong sehingga mengurangi porositas cake. • Di sisi lain sifat deformability yang dimiliki akan memberi dampak merugikan ketika ukuran pore throats terlalu besar dimana starch dapat mempenetrasi ke dalam formasi tanpa menyumbat / mengurangi spurt loss. • Kombinasi antara starch dengan particulates dapat menurunkan spurt loss dengan membentuk low-permeability filter cake. Starch lebih less damaging daripada partikel inorganic karena dapat mengalami degradasi secara alamiah atau dengan penambahan amylase enzyme dan oxidizers. • Oil-soluble resins juga dapat digunakan untuk mengontrol control fluid loss. Material tersebut mempunyai keuntungan dibandingkan silica flour atau starches karena dapat larut dalam minyak (oil-soluble). Mengapa disebut keuntungan ?? • Cara lain untuk mengontrol fluid loss adalah menggunakan dispersed fluids (oil-in-water dispersions) yaitu water yang mengandung sedikit konsentrasi minyak. Untuk batuan low permeability, droplet (tetesan) minyak ini efektif menyumbat pore throat karena sifatnya yang deformable. Bactericides
• Untuk mencegah penurunan viskositas akibat polymer degradation
akibat bakteri. • Polysaccharides (sugar polymer) merupakan sumber makanan bagi bakteri. • Glutardehyde, chloropentes, isothiazoline Stabilizer • Mencegah degradasi polimer pada temperature > 200 F. • Stabilizer berfungsi sebagai oxygen scavengers dan mencegah degradasi dari gel yang disebabkan oleh oksigen terlarut. • pH fluida harus juga diperhatikan karena guar dan turunannya , mengalami hydrolyze pada pH rendah, terutama pada suhu tinggi (>200°F). Karena itu sebaiknya menggunkan fluida dengan pH tinggi (9–11). • Surfactant • Surfactant (surface-active agent) adalah zat yang pada konsentrasi rendah akan mengalami adsorbsi pada interface di antara dua zat yang immiscible (liquid-liquid, liquid-gas atau liquid-solid). • Digunakan untuk membentuk gelembung yang stabil dan menstabilkan emulsi oil-in-water. • Berfungsi sebagai formation conditioning untuk membantu proses clean up fracturing fluid setelah treatment. Clay Stabilizer • Clay adalah partikel berbentuk layer yang terdiri dari silicon dan aluminium oxide dengan ukuran rata-rata 2 um. Stabilisasi perlu dilakukan agar Clay tidak mengalami swelling • Jenis clay stabilizer: ✓ KCl (1 - 3%) ✓ organic cation jenis tetramethyl ammonium chloride. ✓ quaternary amines/ inorganic polynuclear cations. Proppant • Dalam penempatan proppant harus mempertimbangkan: konsentrasi dan jenisnya. • Faktor yang mempengaruhi: komposisi, sifat fisik proppant, permeabilitas proppant pack, efek dari postclosure polymer concentration, formation fine movement dalam fracture dan long term degradation dari proppant. Sifat Fisik Proppant • Proppant strength. Closure stress dapat menghancurkan proppant, sehingga memproduksi fines. • Grain size and distribution. Ukuran butir yang lebih besar akan menghasilkan permeabilitas yang besar namun perlu diperhatikan bahwa formasi yang mengandung fines migration tidak cocok digunakan ukuran proppant yang besar karena mudah mengalami plugging. • Karena strength berkurang dengan semakin besarnya ukuran butir, maka juga tidak cocok pada formasi dalam karena closure stress yang besar. • Jumlah fines dan impurities • Roundness dan sphericity • Proppant density • Pemilihan jenis dan ukuran dari proppant haruslah berdasarkan pertimbangan ekonomis. • Proppants berukuran besar umumnya lebih sulit dalam penempatannya, karena (1) dibutuhkan lebar fracture yang lebih besar, dan (2) settling rate ……………… dengan semakin besarnya ukuran partikel. • Distribusi dari ukuran butir apabila lebih banyak merupakan butir berukuran kecil maka permeabilitas dan konduktifitas dari proppant- pack akan mengalami penurunan. Kebulatan (roundness) serta sphericity dari butir proppant memiliki efek yang signifikan pada fracture conductivity • Roundness merupakan ukuran relative sharpness dari sudut2 butiran. Particle sphericity merupakan ukuran seberapa bulat butir. Jika butiran proppant berbentuk bulat dan berukuran serupa, stresses yang dialami oleh proppant akan terdistribusi secara merata, yang mengakibatkan butiran akan lebih kuat menahan beban sebelum terjadi failure. • Butiran yang berbentuk angular akan mengalami failure pada closure stress yang lebih kecil, sehingga menghasilkan fines yang akan menurunkan fracture conductivity. • Desnitas proppant mempengaruhi proppant transport karena settling rate akan meningkat dengan naiknya densitas. Penempatan (placement) dari proppant dapat dioptimasi dengan dua cara: ……………………….. Execution
• Kondisi lapangan terkadang berbeda dengan pengujian di lab. Beberapa hal
yang perlu diperhatikan: • Mixing 1. batch mixed. Untuk oil-base fluids, all ingredients (except fluid-loss additive, breaker and proppant) dicampur dalam fracture tanks (umumnya, kapasitas 500-bbl) sebelum dilakukan pemompaan. Mixing dilakukan sehari sebelumnya untuk memberikan waktu pembentukan gel. fluid-loss additive dan breaker ditambahkan on the fly saat gel dipompakan ke dalam sumur. Untuk mencegah fluid-loss additive mengendap di fracture tanks atau bereaker bereaksi secara premature dan mengurangi viskositas gel sebelum dipompakan. Sedangkan, pada water-base fluids, bactericide, polymer, salt dan clay stabilizer dicampurkan sebelum dipompakan. • pH dari gel disesuaikan untuk proses crosslinking yang optimal. • Crosslinker ditambahkan on the fly apabila yang digunakan adalah jenis transition metal (Ti and Zr) crosslinkers. • Sedangkan apabila digunakan crosslinker jenis borate, boric acid dapat ditambahkan pada polymer di tanki karena hanya bias mengalami crosslinking pada pH tinggi dan basa misalnya NaOH dapat ditambahkan on the fly untuk menaikkan pH dan memulia proses crosslinking. • Batch mixing lebih baik dalam hal quality assurance, tapi akan menghasilkan banyak wasted materials, karena fluida yang berada di dasar tanki tidak bisa dimanfaatkan (biasanya 7% dari volume total tanki yang berarti harus dibuang/didispose dengan mahal. 2. continuously mixed. • Dari sisi cost, mixing secara continuous lebih disukai karena semua material ditambahkan on the fly sehingga tidak ada yang terbuang. Untuk operasi jenis ini diperlukan metering yang akurat dari semua material sehingga quality assurance lebih sulit dilakukan. • Saat ini terdapat teknologi untuk mengukur dan memonitor on-site rheology measurement have been developed so that the linear (precrosslinked) gel viscosity can be closely monitored. Dikarenakan pertimbangan lingkungan dan disposal costs, saat ini fluida berbahan dasar water menggunakan mixing secara continuously.