Anda di halaman 1dari 51

OPTIMASI EKSTRAKSI DAN KARAKTERISASI

KOLAGEN DARI GELEMBUNG RENANG


IKAN CUNANG (Congresox talabon)

FERNANDY M. DJAILANI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
PERNYATAAN MENGENAI THESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Optimasi Ekstraksi dan
Karakterisasi Kolagen dari Gelembung Renang Ikan Cunang (Congresox talabon)
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Desember 2016

Fernandy M. Djailani
NRP C351130301
RINGKASAN
FERNANDY M. DJAILANI. Optimasi Ekstraksi dan Karakterisasi Kolagen dari
Gelembung Renang Ikan Cunang (Congresox talabon). Dibimbing oleh WINI
TRILAKSANI dan TATI NURHAYATI.

Kolagen umumnya diproduksi dari kulit dan tulang hewan darat antara lain
sapi, babi dan unggas yang pada sejarahnya dapat terkena wabah sapi gila, penyakit
mulut dan kuku, dan flu burung. Konsumsi sapi dan babi juga bertentangan dengan
pemeluk agama tertentu. Hal ini membuka kesempatan untuk mencari alternatif
bahan baku kolagen dari hewan perairan. Ekstraksi kolagen dari hasil samping
industri perairan diantaranya kulit, sisik, dan tulang ikan telah banyak dilakukan.
Salah satu hasil samping pengolahan ikan yang belum banyak diteliti adalah
gelembung renang termasuk yang dari ikan cunang (Congresox talabon). Ekstraksi
kolagen dari gelembung renang beberapa jenis ikan menghasilkan rendemen yang
berbeda-beda disebabkan oleh metode ektraksi dan jenis ikan yang digunakan.
Tujuan penelitian ini adalah mendapatkan kondisi optimal pre-treatment NaOH,
ekstraksi optimal dengan metode ASC dan hidro-ekstraksi, serta informasi
karakteristik kolagen hasil ASC dan hidro-ekstraksi gelembung renang ikan
cunang.
Penelitian ini dilakukan dalam 3 tahap yaitu preparasi dan karakterisasi
gelembung renang ikan cunang, optimasi pre-treatment NAOH dan optimasi
ektraksi serta karakterisasi kolagen metode ASC pada 9ºC dan hidro-ekstraksi 40ºC.
Rancangan percobaan yang digunakan pada tahap pre-treatment NaOH Rancangan
Acak Lengkap Faktorial (RALF) dan rancangan percobaan yang digunakan pada
tahap optimasi ekstraksi adalah rancangan Box-Behnken metode respon permukaan
(RSM).
Proporsi gelembung renang ikan cunang yakni 0.59% dari berat total ikan.
Gelembung renang memiliki kadar air 58.28%, protein 40.12%, karbohidrat 0.70%,
Abu 0.47%, dan lemak 0.43%. Tahap pre-treatment NaOH terpilih kombinasi
perlakuan konsentrasi 0.15 M NaOH dan lama waktu perendaman 10 jam mampu
mereduksi protein non kolagen sebesar 0.27 mg/mL. Ekstraksi kolagen dari
gelembung renang ikan cunang menggunakan metode ASC yang terpilih adalah
kombinasi perlakuan konsentrasi asam asetat 0.64 M, volume asam asetat 40.03 mL
dan waktu perendaman 71.57 jam yang optimal menghasilkan rendemen 59.26%
(bk). Ekstraksi kolagen dari gelembung renang ikan cunang menggunakan metode
hidro-ekstraksi yang terpilih adalah kombinasi perlakuan konsentrasi asam asetat
0.1 M, waktu perendaman asam asetat 1.68 jam dan waktu ekstraksi akuabides 1
jam yang optimal menghasilkan rendemen 63.84% (bk). Kolagen ASC dan hidro-
ekstraksi memiliki karakteristik asam amino masing-masing didominasi oleh glisin
266 dan 275 (/1000 total residu), arginin 126 dan 192 (/1000 total residu), alanin
113 dan 134 (/1000 total residu), dan prolin 109 dan 134 (/1000 total residu). Gugus
fungsi FTIR menunjukkan adanya amida a, amida b, amida I, amida II, dan amida
III. Kolagen ASC dan hidro-ekstraksi merupakan kolagen tipe I dicirikan adanya
rantai α1 dan α2. Suhu termal atau transisi gelasi kolagen ASC 63.88ºC dan hidro-
ekstraksi 67.26ºC.

Kata kunci: ASC, gelembung-renang, hidro-ekstraksi, kolagen, RSM


SUMMARY
FERNANDY M. DJAILANI. Extraction Optimization and Characterization of
Collagen form Swim bladder of Cunang (Congresox talabon). Supervised by WINI
TRILAKSANI and TATI NURHAYATI.

Collagen is commonly produced from skins and animal bones of cow, pig,
and poultry which historycally could be exposed by bovine spongiform
encephalophaty, foot and mouth disease, and the avian influenza. In addition, the
utilization of cow and pig conflict with certain faiths. This conditions provide an
opportunity to search an alternative raw materials collagen from aquatic animals.
Collagen extraction from industrial aquatic by product such as skin, scales, and
bones of fish had already been conducted. However there is one of the fish
processing by product that have not been developed to other product namely cunang
swimbladders (Congresox talabon). Collagen extraction from swimbladders of
various fish produced different yield caused by the extraction methods and types
of fishes. The purposes of this study were to get the optimal condition of NaOH
pre-treatment, optimal extraction condition using ASC and hydro-extraction
methods, and to obtain the characteristics information of cunang swimbladders and
collagen extracted by both ASC and hydro-extraction.
This research was carried out in three stages i.e. preparation and
characterization of cunang swimbladders, optimize pre-treatment using NaOH,
extraction optimization and characterization collagen using ASC at 9ºC and hydro-
extraction methods at 40ºC. The experimental design on NaOH pretreatment was
random complete factorials design (RALF) meanwhile experimental design in the
extraction optimization was Box-Behnken design on response surface method.
Proportion of cunang swimbladders was about 0.59% from the total weight
of fish. Swimbladder contained moisture 58.28%, protein 40.12%, carbohydrate
0.70%, ash 0.47%, and fat 0.43%. The best result from NaOH pre-treatment was
combination treatment using 0.15 M NaOH during 10 hours of soaking which
reduced 0.27 mg/ml non collagen of protein. The best collagen extraction from
cunang swimbladders using ASC was combination treatment 0.64 M acetic acid,
40.03 mL volume of acetic acid, and 71.57 hours of soaking which produced yield
59.26% (db). The best collagen extraction from cunang swimbladders using hydro-
extraction were combination treatment by 0.1 M acetic acid, 1.68 hours of soaking
and 1 hours extraction using aquabides which produced yield 63.84% (db). The
amino acid characteristics of collagen extracted by ASC and hydro-extraction was
dominated by glisin 266 and 275 (/1000 total residues), arginin 126 and 192 (/1000
total residues), alanin 113 and 134 (/1000 total residues), and prolin 109 and 134
(/1000 total residues) respectively. The result of FTIR showed that collagen
contained amida a, amida b, amida I, amida II, and amida III. ASC and hydro-
extraction collagen result showed that this collagen was collagen type 1 that
contained α1 and α2 sequence. The thermal temperature and gelation transition of
collagen extracted by both ASC and hydro-extraction were 63.88 ºC and 67.26 ºC
respectively.

Keyword : ASC, collagen, hydro-extraction, swimbladders, RSM


© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
OPTIMASI EKSTRAKSI DAN KARAKTERISASI
KOLAGEN DARI DARI GELEMBUNG RENANG
IKAN CUNANG (Congrenesox talabon)

FERNANDY M. DJAILANI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Teknologi Hasil Perairan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Eng Uju, SPi MSi
Judul Tesis : Optimasi Ekstraksi dan Karakterisasi Kolagen dari Gelembung
Renang Ikan Cunang (Congrenesox talabon)
Nama : Fernandy M. Djailani
NIM : C351130301

Disetujui oleh

Komisi Pembimbing

Dr Ir Wini Trilaksani, MSc Dr Tati Nurhayati, SPi MSi


Ketua Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana


Teknologi Hasil Perairan

Dr Ir Wini Trilaksani, MSc Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: Tanggal Lulus:


PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga tesis ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih
dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2015 ini adalah Optimasi
Ekstraksi dan Karakterisasi Kolagen dari Gelembung Renang Ikan Cunang
(Congresox talabon).
Kesuksesan Penulis melaksanakan penelitian tidak lepas dari dukungan
berbagai pihak. Penulis menyampaikan banyak terima kasih yang setulusnya
kepada:
1. Ibu Dr Ir Wini Trilaksani MSc dan Ibu Dr Tati Nurhayati SPi MSi selaku tim
komisi pembimbing atas kesediaan waktu untuk membimbing, memberikan
arahan dan saran selama penyusunan tesis.
2. Bapak Prof Dr Ir Joko Santoso MSc selaku gugus kendali mutu (GKM) atas
kesediaan waktu untuk mengoreksi penulisan naskah tesis ini.
3. Bapak Dr Eng Uju SPi MSi atas kesediaan waktu selaku penguji pada sidang
akhir tesis.
4. Bapak dan Ibu staf pengajar, staf administrasi dan laboran Program Studi
Teknologi Hasil Perairan yang telah membantu dan bekerjasama selama penulis
menempuh studi
5. Keluarga besar penulis teruntuk ayahanda Muhiddin Djailani SPi, ibunda
Nelvitha Kantue, adik Julia Djailani SPi, dan adik Mohammad Ridho Djailani
atas doa, motivasi, dan dukungan moril maupun materil selama penulis
menempuh studi
6. Teman-teman S2 THP IPB yang telah membantu dan mendukung proses
penelitian sampai penyusunan tesis selesai

Penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dalam penyusunan tesis


ini. Jika terdapat kesalahan, penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya.
Semoga karya ilmiah ini membawa manfaat bagi seluruh masyarakat.

Bogor, Desember 2016

Fernandy M. Djailani
DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ix
DAFTAR GAMBAR ix
DAFTAR LAMPIRAN ix
1 PENDAHULUAN 1
Perumusan Masalah 2
Tujuan Penelitian 3
Hipotesis Penelitian 3
2 METODE 3
Waktu dan Tempat 3
Bahan 4
Alat 4
Prosedur Penelitian 4
Karakterisasi dan preparasi bahan baku gelembung renang ikan cunang 4
Pre-treatment NaOH 4
Optimasi ekstraksi dan karakterisasi kolagen ASC dan hidro-ekstraksi 6
Prosedur Analisis 6
Rendemen 6
Analisis kadar air 6
Analisis kadar abu 7
Analisis kadar protein 7
Analisis kadar lemak 8
Pengukuran Konsentrasi Protein 8
Analisis berat molekul dengan SDS-PAGE 9
Analisis gugus fungsi dengan FTIR 9
Analisis asam amino 9
Analisis termal differential scanning calorimetry (DSC) 10
Rancangan percobaan dan analisis data 11
3 HASIL DAN PEMBAHASAN 11
Karakterisasi Gelembung Renang 11
Proporsi gelembung renang ikan cunang 12
Karakteristik kimia gelembung renang ikan cunang 12
Pre-treatment ekstraksi kolagen 13
Ekstraksi Kolagen Optimal 15
Acid Soluble Collagen (ASC) 15
Hidroekstraksi 16
Karakteristik Kolagen 17
Berat Molekul SDS-PAGE 19
Gugus Fungsi FTIR 18
Asam Amino 19
Suhu Termal (DSC) 21
4 SIMPULAN DAN SARAN 23
Simpulan 23
Saran 23
DAFTAR PUSTAKA 24
LAMPIRAN 28
RIWAYAT HIDUP 39

DAFTAR TABEL
1 Pembuatan larutan standar konsentrasi 0,01-0,13 mg/mL 9
2 Komposisi kimia gelembung renang ikan cunang 12
3 Karakteristik gugus fungsi kolagen hewan perairan 18
4 Komposisi asam amino kolagen dari gelembung renang ikan cunang
dibandingkan penelitian terdahulu (residu/1000 residu) 20

DAFTAR GAMBAR
1 Diagram alir tahapan penelitian 5
2 Proporsi bagian tubuh ikan cunang 12
3 Pengaruh konsentrasi NaOH 0.05, 0.10 dan 0.15 M terhadap kadar
protein non-kolagen 14
4 Pengaruh lama waktu perendaman NaOH 2, 4, 6, 8, 10 dan 12 jam
terhadap kadar protein non-kolagen 14
5 Pengaruh konsentrasi, volume, dan waktu perendaman asam asetat
terhadap rendemen ASC 15
6 Pengaruh kombinasi perlakuan konsentrasi asam asetat, waktu
perendaman asam asetat, dan waktu hidroekstraksi akuabides terhadap
rendemen kolagen 16
7 Pola elektroforesis kolagen metode ASC (A) dan Hidro-ekstraksi (H)
dari gelembung renang ikan cunang 17
8 Spektra FTIR kolagen ASC dan hidroekstraksi 19
9 Kurva termogram DSC kolagen metode hidroekstraksi 22
10 Kurva termogram DSC kolagen metode ASC 22

DAFTAR LAMPIRAN
1 Rata-rata nilai absorbansi standar Bovine Serum Albumin (BSA) dan
kurva regresi linier standar BSA 29
2 Data proporsi (%) bagian tubuh ikan cunang 30
3 Data proksimat gelembung renang ikan cunang 30
4 Hasil uji ANOVA dan uji lanjut Duncan pengaruh konsentrasi dan
waktu perendaman NaOH terhadap kandungan protein non-kolagen 31
5 Analisis respone surface method kolagen ASC 32
6 Analisis respone surface method kolagen Hidroekstraksi 34
7 Kromatogram asam amino standar, ASC dan hidroekstraksi 36
8 Gambar penelitian 38
1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kolagen adalah protein struktural utama dalam jaringan ikat vertebrata dan
jumlahnya sekitar 30% dari total protein hewani (Muyonga et al. 2004;
Sinthusamran et al. 2013). Zat ini merupakan komponen utama dari jaringan ikat,
otot, gigi, tulang dan kulit (Potaros et al. 2009). Kolagen terdiri dari tiga rantai
polipeptida triplehelix berukuran hampir sama dan setiap rantai mengandung
sekitar 1000 asam amino dengan panjang rata-rata 300 nm dan diameter 1.4 nm.
Urutan primer asam amino berulang yaitu posisi ketiga selalu ditempati glisin
dengan urutan rantai polipeptidanya adalah Gly-X-Y, X dan Y merupakan prolin
dan hidroksiprolin (Whitford 2005). Kolagen dimanfaatkan secara luas baik di
bidang farmasi, pangan dan kosmetik (Liu et al. 2009). Kebutuhan kolagen di pasar
global pada tahun 2014 dilaporkan oleh transparencymarketsearch.com mencapai
57.4 ton, 30 ton bersumber dari kolagen sapi dan 27.4 ton dari kolagen babi.
Kolagen pada umumnya diproduksi dari kulit dan tulang hewan darat
misalnya sapi, babi dan unggas (Santos et al. 2013). Bahan baku tersebut terkadang
menimbulkan reaksi negatif karena hewan-hewan tersebut ada yang terkena wabah
penyakit sapi gila, penyakit mulut dan kuku (PMK), dan flu burung
(Liu et al. 2015). Kolagen dari babi ditolak oleh pemeluk agama islam karena tidak
halal (Rengenstein et al. 2003) dan kolagen yang bersumber dari sapi juga menjadi
permasalahan tersendiri bagi pemeluk agama hindu (Kasankala et al. 2007).
Alternatif sumber kolagen diperlukan untuk mengatasi masalah tersebut. Menurut
Zhang et al. (2007) ikan dan hewan perairan lain dapat dijadikan alternatif sumber
kolagen. Kolagen dari hewan perairan umumnya di ekstrak dari hasil samping
pengolahan ikan seperti kulit, sisik, dan sirip. Salah satu hasil samping pengolahan
ikan yang berpotensi dijadikan kolagen adalah gelembung renang.
Gelembung renang biasa dikenal sebagai gelembung udara, gelembung suara
atau fish maw yang pada kenyataanya menjadi buangan yang kurang termanfaatkan
dengan baik dan cenderung mencemari lingkungan (Trilaksani et al. 2007).
Menurut Fernandez et al.(2008) kolagen yang berasal dari gelembung renang (hasil
samping pengolahan ikan) dapat dijadikan alternatif karena aman digunakan dan
bisa diterima oleh semua golongan. Ikan cunang (Congresox talabon) termasuk
ikan yang memiliki gelembung renang cukup besar dan beratnya 0.6% dari berat
total ikan. Potensi produksi ikan cunang tahun 2010 di jawa barat digolongkan ke
dalam potensi produksi ikan layur yakni 3792.19 ton (KKP 2013). Hasil
komunikasi ringkas dengan Dinas Kelautan dan Perikanan Propinsi Jawa Barat
bahwa ikan cunang memiliki potensi produksi 1334.5 Ton pada tahun 2010. Ikan
ini dimanfaatkan sebagai bahan baku kerupuk dan ikan kaleng (KKP 2015).
Ekstraksi kolagen dari gelembung renang ikan cunang (Congresox talabon)
perlu dieksplorasi. Menurut Leach (1966) kemurnian kolagen pada gelembung
renang ikan mencapai 98% sehingga memudahkan dalam proses ekstraksi, lebih
ekonomis dan ramah lingkungan karena dapat menggunakan pelarut dengan
konsentrasi rendah. Penelitian mengenai ekstraksi kolagen dari gelembung renang
masih terbatas pada beberapa jenis ikan dengan hasil rendemen yang berbeda-beda.
Ekstraksi kolagen dengan asam asetat 2% dari gelembung renang ikan patin
2

(Pangasius hypophthalmus) yang dilakukan oleh Trilaksani et al. (2006) dihasilkan


kolagen yakni 76.75% (bk), ketebalam 10-36 µm, kuat tarik 1173.33-2311.11
kgf/cm2. Ekstraksi kolagen dengan asam asetat 0.5 M volume 40 mL dari ikan
herbivora big head carp (Aristichtus nobilis) yang dilakukan Liu et al. (2012)
dihasilkan kolagen tipe I dengan rendemen 59% (bk), larut pada pH 1-6 dan NaCl
kurang dari 30 g/L serta memiliki suhu termal 37.3 ºC. Ekstraksi kolagen dengan
asam asetat 0.5 M volume 50 mL selama 48 jam dari ikan kakap putih oleh
Sinthusamran et al. (2013) dihasilkan kolagen tipe I dengan rendemen 85.3% (bk)
dan suhu termal 35.02 ºC. Asam asetat 0.5 M, pepsin 0.2%, volume 40 mL selama
72 jam digunakan pada ektraksi kolagen dari tuna sirip kuning oleh Kaewdang et
al. (2014) dihasilkan kolagen tipe I dengan rendemen 1.07% (bk), dan memiliki
suhu termal 32.97 ºC. Asam asetat 0.5 M, pepsin 0,1%, volume 40 mL selama 72
jam digunakan pada ekstraksi kolagen dari ikan grass carp oleh Liu et al. (2015)
dihasilkan kolagen tipe I dan suhu termal 38.3 ºC. Hasil rendemen yang berbeda
dipengaruhi oleh metode dan kondisi ekstraksi yang digunakan (Wang et al. 2008),
sehingga optimasi ekstraksi diperlukan untuk menghasilkan kolagen dengan
rendemen terbanyak.
Ekstraksi kolagen umumnya dilakukan dengan metode acid soluble collagen
(ASC) dan pepsin soluble colagen (PSC). Penelitian ini dilakukan menggunakan
metode ASC dan hidroekstraksi. Tahapan ekstraksi metode ASC yakni pre-
treatmetnt NaOH untuk menghilangan protein nonkolagen, hidrolisis dengan asam,
presipitasi dengan garam dan buffer, sentrifugasi, dialisis dan pengeringan beku
(Astiana et al. 2016; Liu et al. 2015; Kaewdang et al.2014; Sinthusamran et al.
2013; Veeruraj et al.2013; Naro et al. 2013; Huang et al. 2011; Matmaroh et al.
2011; Sadowska et al. 2011 dan Zhang et al. 2011). Metode ASC memiliki
keuntungan yakni dapat melarutkan tidak hanya monomer kolagen tetapi juga
agregat kolagen yang memiliki beberapa ikatan silang (Liu et al. 2015). Tahapan
metode hidro-ekstraksi yakni pre-treatmetnt NaOH untuk menghilangkan protein
nonkolagen, hidrolisis dengan asam dengan waktu singkat yakni 1 sampai 3 jam
dan ekstraksi dalam akuabides pada suhu 20 sampai 40 ºC menggunakan waterbath
selama 1 sampai 2 jam (Huang et al. 2016; Alhana et al. 2015; Wulandari et al.
2015). Metode hidro-ekstraksi memiliki beberapa keuntungan antara lain waktu
lebih singkat, sedikit memerlukan peralatan laboratorium, dapat diproduksi secara
kontinu, rendemen tinggi, limbah sedikit dan biaya produksi lebih rendah (Huang
et al. 2016).

Perumusan Masalah

Kebutuhan kolagen dunia termasuk untuk bahan kosmetik terus meningkat


sementara kolagen yang beredar di pasaran umumnya diproduksi dari kulit dan
tulang hewan terestrial misalnya sapi, babi dan unggas yang dalam sejarahnya
pernah terjadi kejadian luar biasa (KLB) penyakit berbahaya, sehingga diragukan
keamanannya serta menimbulkan masalah dengan golongan agama tertentu.
Alternatif sumber kolagen dari hasil laut perlu dieksplorasi, dan melimpahnya
gelembung renang ikan cunang berpotensi menjadi sumber kolagen baru. Metode
ekstraksi kolagen pada penelitian terdahulu menghasilkan rendemen yang berbeda
disebabkan variasi jenis ikan, konsentrasi pelarut, waktu ekstraksi, dan volume
3

perbandingan pelarut dengan sampel yang digunakan. Belum optimalnya metode


ekstraksi dan belum tereksplorasinya gelembung renang ikan cunang sebagai
sumber kolagen menjadikan penelitian tentang optimasi ekstraksi dan karakterisasi
kolagen gelembung renang ikan cunang sangat penting untuk dilakukan.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan rendemen kolagen yang optimal


dan mendapatkan karakteristik fisikokimia kolagen yang diekstrak menggunakan
metode ASC (acid soluble collagen) dan hidroekstraksi.

Hipotesis Penelitian

Pre-treatment NaOH
H0: Konsentrasi NaOH dan waktu perendaman tidak berpengaruh terhadap
kandungan protein nonkolagen
H1: Konsentrasi NaOH dan waktu perendaman berpengaruh terhadap kandungan
protein non kolagen

Ekstraksi metode ASC


H0: Konsentrasi, volume perbandingan dan waktu perendaman asam asetat tidak
berpengaruh terhadap rendemen kolagen
H1: Konsentrasi, volume perbandingan dan waktu perendaman asam asetat
berpengaruh terhadap rendemen kolagen

Ekstraksi metode hidroekstraksi


H0: Konsentrasi asam asetat, waktu perendaman asam asetat dan waktu ekstraksi
akuabides tidak berpengaruh terhadap rendemen kolagen
H1: Konsentrasi asam asetat, waktu perendaman asam asetat dan waktu ekstraksi
akuabides berpengaruh terhadap rendemen kolagen.

2 METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dimulai pada bulan April sampai dengan Desember 2015.
Preparasi bahan baku gelembung renang dan ekstraksi kolagen masing-masing
dilakukan di laboratorium preparasi bahan baku dan Laboratorium Biokimia Hasil
Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan IPB; analisis proksimat di
Laboratorium Terpadu Peternakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan
IPB; analisis asam amino di Laboratorium Saraswanti Indo Genetech; analisis
gugus fungsi dengan Fourier Transform Infrared Spectroscopy (FTIR) di
Laboratorium Pusat Studi Biofarmaka; analisis berat molekul dengan SDS-PAGE
di Laboratorium Terpadu Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB; analisis
4

kestabilan termal dengan Differential Scanning Calorimetry (DSC) di


Laboratorium Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan IPB.

Bahan

Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah gelembung renang
ikan cunang (Congresox talabon) yang diperoleh dari daerah Indramayu Jawa
Barat, ukuran ikan 107 ± 0.03 cm dan berat 1729 ± 0.21 gram. Bahan-bahan kimia
yang digunakan adalah akuades, akuabides steril pro injection PT Ikapharmaindo
Putramas, NaOH merek Merck, asam asetat (CH3COOH) merek Emsure, metanol
merek Emsure dan garam NaCl merek Merck. Bahan-bahan lain meliputi bahan
untuk analisis karakteristik kolagen.

Alat

Peralatan yang digunakan untuk ekstraksi kolagen adalah spektrofotometer


UV-VIS (U-2800, Hitachi, Japan), sentrifugasi (Himac CR 21G, Hitachi, Japan)
stirring hotplate (HS0707V2, Favorit, Malaysia), magnetic stirrer 5 cm, waterbath
incubator shaker (BT 25, Yamato, Japan) dan freeze dryer (EW03333620,
Labconco, Amerika). Alat-alat yang digunakan untuk analisis kolagen diantaranya,
High Performance Liquid Chromatography (LC4000, JASCO, Japan), Fourier
Transform Infrared Spectrophotometer (Tensor 37, Bruker, Germany), Differential
Scanning Calorimetry (DSC-60, Shimadzu, Japan).

Prosedur Penelitian

Penelitian dilakukan dalam tiga tahap, yaitu 1) Karakterisasi dan preparasi


bahan baku gelembung renang ikan cunang; 2) Pre-treatment NaOH (deproteinasi);
3) Optimasi ekstraksi dan karakterisasi kolagen metode ASC dan Hidroekstraksi.
Diagram alir tahapan penelitian disajikan pada Gambar 1.

Karakterisasi dan preparasi bahan baku gelembung renang ikan cunang


(Modifikasi Sintusharman et al. 2013)
Gelembung renang ikan cunang yang akan digunakan dikarakterisasi terlebih
dahulu dengan menghitung proporsi gelembung renang dan melakukan analisis
komposisi kimia meliputi kadar air, abu, lemak, dan protein. Gelembung renang
yang akan digunakan dalam ekstraksi kolagen terlebih dahulu dicuci dengan air
dingin mengalir untuk menghilangkan kotoran yang menempel kemudian dipotong
kecil-kecil dengan dimensi 0.5 x 0.5 cm2.

Pre-treatment NaOH (Modifikasi Sintusharman et al. 2013).


Proses deproteinasi bertujuan untuk menghilangkan protein nonkolagen
dengan menggunakan NaOH. Gelembung renang ikan cunang direndam dalam
larutan NaOH 0.05; 0.1; 0.15 M dengan perbandingan 1:10 (b/v) pada waktu
perendaman yang berbeda yaitu 2, 4, 6, 8, 10, dan 12 jam. Larutan alkali diganti
5

setiap 2 jam. Sampel kemudian dicuci dengan air dingin hingga pH netral. Sisa
perendaman gelembung renang ikan diuji kandungan protein nonkolagen dengan
metode bradford untuk menentukan konsentrasi dan waktu perendaman terbaik.

Gelembung renang Karakterisasi:


Proporsi, Proksimat

Pencucian dengan air dingin mengalir selama 30 menit

Pengecilan ukuran, dimensi 0.5 x 0.5 cm2

Sampel
Tahap I

Perendaman dalam larutan 0.05; 0.1; 0.15 M NaOH rasio 1: 10 (b/v) Pengukuran konsentrasi
selama 2; 4; 6; 8; 10 dan 12 jam, Suhu 9 ºC * protein metode Bradford

Serat kolagen kasar


Tahap II

Pencucian dengan air dingin sampai pH netral Tahap III

Perendaman dalam larutan 0.1; 0.5; 0.9 M CH3COOH rasio 1:10; Perendaman dalam larutan 0.1; 0.3;
1:30; 1:50 (b/v) selama 24;48;72 jam, 0.5 M CH3COOH rasio 1:10 (b/v)
Suhu 9 ºC * selama 1;2;3 jam, Suhu 9 ºC **

Penyaringan (20 mesh)


Penyaringan
(20 mesh)
Pengendapan filtrat dengan NaCl sampai konsentrasi larutan mencapai 2.6
M pada 0.05 M buffer tris HCl pH 7.5
Pencucian dengan air dingin
sampai pH netral
Sentrifugasi pada 10.000g selama 1 jam
Ekstraksi dengan akuabides rasio
Pelarutan pelet dalam 0.5 M CH3COOH rasio 1: 2 (b/v) 1:2 (b/v) selama
1;2;3 jam, Suhu 40 ºC **

Dialisis dengan kantong 12 kDa terhadap CH3COOH rasio 1: 10


(b/v) konsentrasi 0.1M selama 12 jam Pengeringan beku (freeze
drying)

Dialisis kembali terhadap air destilat rasio 1:10 (b/v)


sampai pH mendekati netral Kolagen Hidro-
ekstraksi

Pengeringan beku (freeze drying)

Kolagen ASC Analisis rendemen, asam amino, berat molekul,


gugus fungsi dan suhu termal

*Modifikasi Sinthusamran et al. (2013), **modifikasi Huang et al. (2016)

Gambar 1 Diagram alir tahapan penelitian.


6

Optimasi ekstraksi dan Karakterisasi kolagen ASC dan hidro-ekstraksi


(Modifikasi Sintusharman et al. 2013).
Optimasi dilakukan pada dua metode ekstraksi kolagen yakni metode Acid
Soluble Collagen (ASC) dan hidro-ekstraksi. Karakteristik kolagen yang diamati
antara lain asam amino dengan HPLC, berat molekul dengan SDS-PAGE, gugus
fungsi dengan FTIR dan kestabilan termal dengan DSC.
ASC diawali dengan sampel yang telah dideproteinasi kemudian dilakukan
optimasi ekstraksi pada konsentrasi 0.1; 0.5; 0.9 M asam asetat (CH3COOH)
perbandingan 1:10; 1:30 dan 1: 50 (b/v) selama 24, 48, 72 jam. Campuran disaring
menggunakan dua lapis kain tipis. Kolagen dalam supernatan perlakuan terbaik
diendapkan dengan menambahkan NaCl sampai konsentrasi akhir 2.6 M pada 0.05
M buffer tris HCl pH 7.5. Hasil presipitasi dipisahkan dengan sentrifugasi
kecepatan 10.000 g selama 1 jam. Pelet hasil sentifugasi dilarutkan kembali dalam
konsentrasi 0.5 M asam asetat dengan perbandingan 1:2 (b/v) kemudian diidialisis
menggunakan kantong dialysis 12 kDa terhadap asam asetat dengan konsentrasi 0.1
M perbandingan 1:10 (b/v) selama 12 jam, selanjutnya didialisis terhadap air
destilat 1:10 (b/v) sampai pH mendekati netral. Pellet hasil dialisis dikeringkan
dengan freeze dryer untuk memperoleh kolagen dalam bentuk serbuk kemudian
dihitung rendemen.
Hidro-ekstraksi diawali dengan sampel yang telah dideproteinasi kemudian
dilakukan optimasi ekstraksi dengan cara direndam dalam asam asetat (CH3COOH)
konsentrasi 0.1; 0.3 dan 0.5 M, waktu perendaman asam asetat (1, 2, dan 3 jam)
dengan perbandingan sampel dan asam asetat 1:10 1:2 (b/v). Hasil perndaman asam
asetat kemudian dinetralkan dengan akuades sampai pH mendekati netral. Pelet
diekstrak kolagen dengan cara direndam dalam akuabides suhu 40ºC selama 1, 2
dan 3 jam dengan perbandingan sampel dan akuabides 1:2 (b/v). Filtrat hasil
perendaman disaring dengan dua lapis kain tipis. Filtrat hasil dikeringkan
menggunakan freeze dryer dan rendemen pada setiap perlakuan dihitung.

Prosedur Analisis

Rendemen
Rendemen kolagen diperoleh dari perbandingan berat kering kolagen yang
dihasilkan dengan berat bahan baku gelembung renang (yang telah dibersihkan dari
sisa daging dan lapisan lemak). Rendemen dapat diperoleh dengan rumus:

Berat Kering Kolagen


Rendemen Kolagen (%) = × 100%
Berat Kering Gelembung Renang

Analisis kadar air (AOAC 2005)


Prinsip analisis kadar air yakni pengeringan sampel dalam oven vakum pada
suhu 25-100 ºC sehingga air dapat menguap pada suhu lebih rendah dari 100 ºC.
Cawan porselin dikeringkan dalam oven dengan suhu 105 ºC selama satu jam.
Cawan porselin yang sudah dikeringkan dalam oven dimasukkan dalam desikator
(30 menit) kemudian ditimbang (A). Sampel ditimbang sebanyak 5 g dan
dimasukkan ke dalam cawan porselin yang sudah kering serta diketahui beratnya.
Cawan berisi sampel dimasukkan dalam oven dengan suhu 105 ºC selama 5-6 jam
7

atau sampai beratnya konstan. Cawan dimasukkan dalam desikator (30 menit)
kemudian ditimbang (C).
Kadar air dihitung dengan rumus:

B−C
Kadar Air (%) = × 100%
B−A

Keterangan: A = Berat cawan kosong (g)


B = Berat cawan yang diisi dengan sampel (g)
C = Berat cawan dengan sampel yang sudah dikeringkan (g)

Analisis kadar abu (AOAC 2005)


Prinsip analisis kadar abu yakni dengan mengoksidasi semua zat organik pada
suhu tinggi, yaitu sekitar 500 – 600 ºC dan kemudian melakukan penimbangan zat
yang tertinggal setelah proses pembakaran. Cawan abu porselen dibersihkan
kemudian dikeringkan dalam oven dengan suhu 105 ºC selama 30 menit. Cawan
abu porselen yang telah dikeringkan dalam oven dimasukkan dalam desikator (30
menit) dan kemudian ditimbang (A). Sampel sebanyak 5 g (C) ditimbang kemudian
dimasukkan ke dalam cawan abu porselen. Cawan abu berisi sampel dibakar di atas
kompor listrik sampai tidak berasap dan dimasukkan ke dalam tanur pengabuan
dengan suhu 600 ºC selama 7 jam. Cawan abu berisi sampel hasil pengabuan
dimasukkan dalam desikator (30 menit) kemudian ditimbang (B) diulang hingga
memperoleh berat konstan. Kadar abu dihitung dengan rumus:

B−A
Kadar Abu (%) = × 100%
C

Keterangan: A = Berat cawan abu porselen kosong (g)


B = Berat cawan abu porselen + sampel setelah dikeringkan (g)
C = berat sampel (g)

Analisis kadar protein (AOAC 2005)


Prinsip analisis kadar protein adalah protein dan komponen organik dalam
sampel didestruksi dengan menggunakan asam sulfat dan katalis. Hasil destruksi
dinetralkan dengan menggunakan larutan alkali dan melalui destilasi. Destilat
ditampung dalam larutan asam borat. Selanjutnya ion- ion borat yang terbentuk
dititrasi dengan menggunakan larutan HCl. Sebanyak 0.5 g sampel dimasukkan ke
dalam labu Kjeldahl, kemudian ditambahkan sebutir kjeltab dan 10 mL H2SO4.
Labu yang berisi larutan tersebut dimasukkan ke dalam alat pemanas dengan suhu
410 ºC dan ditambahkan air sebanyak 10 mL. Proses ini dilakukan sampai larutan
menjadi jernih. Larutan yang telah jernih didinginkan, kemudian ditambahkan
50 mL akuades dan 20 mL NaOH 40% dan didestilasi. Hasil destilasi ditampung
dalam Erlenmeyer 125 mL berisi 25 mL asam borat (H3BO3) 2% yang mengandung
indikator campuran dari bromocresol green 0.1% dan methyl red 0.1% dengan
perbandingan 2:1. Destilasi dilakukan dengan menambahkan 50 mL larutan NaOH-
Na2S2O3 ke dalam alat destilasi hingga tertampung 40 mL, destilat di dalam
Erlenmeyer dengan hasil destilat berwarna hijau kebiruan. Destilat yang dihasilkan
dititrasi dengan HCl 0.1 N sampai warna larutan berubah warna menjadi merah
8

muda. Volume titran dibaca dan dicatat. Perhitungan kadar protein adalah sebagai
berikut:

(mL HCl − mL HCl Blanko) × N HCl


Nitrogen (%) = × 14 × 100%
mg Sampel

Protein (%) = Nitrogen (%) × Faktor Konversi (6,25)

Analisis kadar lemak (AOAC 2005)


Prinsip analisis kadar lemak yakni mengeluarkan lemak dan zat yang terlarut
dalam lemak tersebut dari sampel yang telah kering dengan menggunakan pelarut.
Labu lemak yang akan digunakan dikeringkan dalam oven dengan suhu 105 ºC,
dimasukkan dalam desikator (30 menit) dan ditimbang (W1). Sampel ditimbang
sebanyak 5 g (W2), dibungkus dengan kertas saring dan dimasukkan ke dalam alat
ekstraksi (soxhlet) yang telah berisi pelarut heksan. Proses reflux dilakukan sampai
larutan jernih dan pelarut yang ada di dalam labu lemak berwarna jernih. Pelarut
didestilasi sampai habis selanjutnya labu lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi
dipanaskan dalam oven pada suhu 105 ºC hingga beratnya konstan, dimasukkan
dalam desikator dan ditimbang (W3). Kadar lemak dihitung dengan rumus:

W3 − W1
Kadar Lemak (%) = × 100%
W2

Keterangan: W1 = Berat labu lemak kosong (g)


W2 = Berat sampel (g)
W3 = Berat labu lemak dengan lemak (g)

Pengukuran konsentrasi protein (Bradford 1976)


Konsentrasi protein ditentukan menggunakan metode Bradford dengan
bovine serum albumin sebagai standar. Persiapan peraksi Bradford dilakukan
dengan cara melarutkan 5 mg coomasive briliant blue G-250 dalam 2.5 mL etanol
95% (v/v). Jika telah larut dengan sempurna lalu ditambah 5 mL asam fosfat 85%
(v/v). Jika telah larut dengan sempurna ditambah akuades hingga 250 mL dan
disaring dengan kertas saring Whatman no.1 serta diencerkan 5 kali sesaat sebelum
digunakan.
Konsentrasi protein ditentukan menggunakan metode Bradford dengan cara
0.1 mL larutan perendaman sampel dimasukkan ke dalam tabung reaksi, kemudian
ditambah 5 mL peraksi Bradford, dan diinkubasi selama 5 menit serta diukur
dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 595 nm. Demikian pula untuk
larutan standar dilakukan sama seperti larutan sampel dengan konsentrasi antara
0.01-0.15 mg/mL. Tahap berikutnya adalah membuat kurva standar (Lampiran 1)
dengan absorbansi sebagai ordinat (sumbu y) dan konsentrasi protein sebagai absis
(sumbu x). Bedasarkan kurva tersebut dapat ditentukan konsentrasi protein dalam
sampel. Komposisi volume larutan dengan pembuatan larutan standar dengan
konsentrasi 0.01 – 0.13 mg/mL larutan BSA dapat dilihat pada Tabel 1.
9

Tabel 1 Pembuatan larutan standar konsentrasi 0.01-0.15 mg/mL.

Konsentrasi BSA (mg/mL) Volume BSA (mL) Volume akuades (mL)


0.01 0.01 1.99
0.03 0.03 1.97
0.05 0.05 1.95
0.07 0.07 1.93
0.09 0.09 1.91
0.11 0.11 1.09
0.13 0.13 1.07
0.15 0.15 1.05

Analisis berat molekul dengan SDS-PAGE (Laemmli 1970)


Sampel dilarutkan dalam 5% SDS dan campuran diinkubasi pada suhu 85 ºC
selama 1 jam dalam water bath yang suhunya terkontrol. Campuran disentrifugasi
pada 4000g selama 5 menit pada suhu kamar. Supernatan yang diperoleh dicampur
dengan bufer (Tris HCl 60 mM, pH 6,8, mengandung 2% SDS dan 25% gliserol)
dengan rasio 1:1 (v/v) dan mengandung 10% β-merkaptoetanol (β-ME). Campuran
dipanaskan dalam air mendidih selama 2 menit. Sebanyak 5 μL sampel dimasukkan
ke dalam gel polyacrylamide yang terdiri dari 7.5% running gel dan 3% stacking
gel dan dielektroforesis pada arus konstan 15 mA/gel selama 3 jam. Setelah
elektroforesis selesai, gel diwarnai dengan 0,05% (b/v) coomassie blue R-250
dalam 15% (v/v) metanol dan 5% (v/v) asam asetat selama 3 jam, kemudian sampel
destaining dengan campuran 30% (v/v) metanol dan 10% (v/v) asam asetat selama
2 jam. Berat molekul protein sampel diperkirakan berdasarkan berat molekul
marker. Marker yang digunakan adalah Pre-stained Protein Markers (Broad
Range) for SDS-PAGE dari Nacalai Tesque dengan berat molekul 8.8 sampai 192
kDa.

Analisis gugus fungsi dengan FTIR (modifikasi Yan et al. 2008)


Analisis FTIR digunakan untuk mengetahui gugus-gugus fungsi khas dari
kolagen yang dihasilkan. Sampel uji terlebih dahulu dibentuk pelet dengan
campuran KBr. Sebanyak 100 mg KBr dan 2 mg sampel uji dicampurkan,
kemudian ditumbuk sampai halus dan tercampur rata dalam mortaragate.
Pengukuran sampel uji dilakukan pada gelombang antara 4 000 - 5 000 cm-1.
Spektra FTIR yang dihasilkan menunjukkan puncak-puncak serapan bilangan
gelombang dari sampel uji. Gugus-gugus fungsi sampel uji ditentukan berdasarkan
puncak serapan bilangan gelombang yang terdeteksi dengan wilayah serapan untuk
gugus fungsi protein.

Analisis asam amino (AOAC 2012)


Komposisi asam amino ditentukan dengan High Performance Liquid
Chromatography (HPLC). Perangkat HPLC dibilas dahulu dengan eluen yang akan
digunakan selama 2-3 jam. Syringe yang akan digunakan juga harus dibilas dengan
akuades. Analisis asam amino menggunakan HPLC terdiri atas 4 tahap,yaitu (1)
pembuatan hidrolisat protein; (2) pengeringan; (3) derivatisasi; dan (4) injeksi serta
10

analisis asam amino. Khusus untuk pengujian asam amino bebas, tidak dilakukan
proses hidrolisis dengan asam dan pemanasan.
a. Tahap pembuatan hidrolisat protein
Sampel ditimbang sebanyak 0.2 g dan dihancurkan. Sampel yang telah hancur
ditambahkan dengan HCl 6 N sebanyak 5-10 mL, kemudian dipanaskan dalam oven
pada suhu 100 ºC selama 24 jam. Proses pemanasan dilakukan untuk
menghilangkan gas atau udara yang ada pada sampel agar tidak mengganggu
kromatogram yang dihasilkan dan untuk mempercepat reaksi hidrolisis. Hidrolisat
protein yang diperoleh disaring dengan milipore berukuran 0.45 mikron.
b. Tahap pengeringan
Hidrolisat protein ditambah dengan 30 μL larutan pengering. Larutan
pengering dibuat dari campuran antara metanol, natrium asetat, dan trietilamim
dengan perbandingan 2:2:1. Proses pengeringan dibantu menggunakan gas nitrogen
untuk mempercepat pengeringan dan mencegah oksidasi.
c. Tahap derivatisasi
Sebanyak 30 μL larutan derivatisasi ditambahkan pada hasil pengeringan.
Larutan derivatisasi dibuat dari campuran antara larutan metanol, pikoiotisianat,
dan trietilamin dengan perbandingan 3:3:4. Proses derivatisasi dilakukan agar
detektor mudah untuk mendeteksi senyawa yang ada pada sampel, kemudian
dilakukan pengenceran dengan cara menambahkan 10 mL asetonitil 60% atau
buffer fosfat 0.1 M lalu dibiarkan selama 20 menit. Hasil pengenceran disaring
kembali menggunakan milipor berukuran 0.45 mikron.
d. Injeksi ke HPLC
Hasil saringan diambil sebanyak 20 μL untuk diinjeksikan ke dalam HPLC.
Penghitungan konsentrasi asam amino dilakukan dengan cara membandingkan
kromatogram sampel dengan standar. Pembuatan kromatogram standar
menggunakan asam amino yang mengalami perlakuan yang sama dengan sampel.
Kandungan masing-masing asam amino pada bahan dapat dihitung dengan rumus:

Luas area contoh C × FP × BM × 100


Konsentrasi Asam Amino = ×
Luas area standar Berat contoh (g)

Keterangan:
C = Konsentrasi standar asam amino
FP = Faktor pengenceran
BM = Bobot molekul dari masing-masing asam amino

Analisis termal differential scanning calorimetry (DSC) (Liu et al. 2015)


DSC digunakan untuk mempelajari transisi fase, seperti melting, suhu transisi
gelas (Tg), atau dekomposisi eksotermik, serta untuk menganalisa kestabilan
terhadap oksidasi dan kapasitas panas suatu bahan. Acid Soluble Collagen (ASC)
telah direhidrasi dalam 40 volume 0.05 M asam asetat selama 48 jam pada 4 ºC.
Sampel terhidrasi ditimbang 10 mg kemudian discan dari 20 sampai 50 ºC pada
kecepatan 1 ºC / menit. Suhu transisi maksimum tercatat sebagai suhu puncak setiap
puncak endotermik.
11

Rancangan Percobaan dan Analisis Data

Rancangan yang digunakan untuk tahap perendaman dalam larutan NaOH


adalah Rancangan Acak Lengkap Faktorial (RALF). Perlakuan merupakan
konsentrasi dan waktu perendaman dalam NaOH. Semua perlakuan dilakukan
sebanyak tiga kali ulangan. Data yang didapat kemudian dianalisa keragaman
ANOVA dan uji lanjut duncan pada taraf 5% menggunakan software SPSS versi
16. Model rancagan ini adalah:

Yijk = µ + αi + βj + (µβ)ij + εijk

Keterangan:
Yijk = respon pengaruh konsentrasi NaOH ke-i, waktu ke-j dan ulangan ke-k
µ = nilai tengah umum
αi = pengaruh konsentrasi NaOH ke-i
βj = pengaruh waktu perendaman ke-j
(µβ)ij = interaksi konsentrasi NaOH ke-i dan waktu perendaman ke-j
εijk = pengaruh acak pada konsentrasi NaOH ke-i, waktu ke-j dan ulangan ke-k

Rancangan yang digunakan untuk tahapan optimasi ekstraksi metode ASC


dan metode hidroekstraksi menggunakan desain Box-Behnken Respone Surface
Method (RSM). RSM merupakan suatu metode yang digunakan untuk membuat
model dan menganalisa suatu respon yang dipengaruhi oleh beberapa variabel
bebas atau faktor, untuk mengoptimalkan respon tersebut. Terdapat tiga variabel
independen yang diperhatikan sebagai variabel respon yang mempengaruhi
rendemen kolagen ASC dan hidroekstraksi. Variabel independen ASC yaitu
konsentrasi asam asetat (X1), volume (X2), waktu ekstraksi (X3) sedangkan variabel
independen hidroekstraksi yaitu konsentrasi asam asetat (X1), waktu hidrolisis (X2)
dan waktu ekstraksi (X3). Rumus dan pengkodean level disajikan pada lampiran 5.
Data yang didapat kemudian dianalisis keragaman ANOVA menggunakan sofware
Design Expert 7.0 versi trial. Model observasi RSM berdasarkan hubungan antara
respon (Y) dan variabel bebas (X) yang disajikan dalam persamaan berikut ini:

Y = f(X1,X2,...,Xk) + ε
Keterangan:
Y = variabel respon
Xi = variabel bebas/ faktor ( i = 1, 2, 3,. . . . , k )
ε = galat

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Gelembung Renang

Karakterisasi gelembung-renang ikan cunang meliputi perhitungan proporsi


gelembung renang dari berat total ikan dan komposisi air, protein, lemak,
karbohidrat, dan abu.
12

Proporsi gelembung renang ikan cunang


Proporsi digunakan untuk memperkirakan presentase bagian dari bobot tubuh
yang dapat dimanfaatkan. Proporsi ini merupakan parameter penting untuk
mengetahui nilai ekonomis dan efektivitas suatu produk sebagai bahan baku.
Perhitungan proporsi didapatkan dengan membandingkan berat masing-masing
bagian tubuh dengan bobot totalnya. Proporsi tubuh ikan cunang disajikan pada
Gambar 2 dan Lampiran 2. Proporsi tubuh ikan didominasi oleh daging (55.55 ±
0.42%), dan terdapat 0.59± 0.03% gelembung renang dari berat total ikan. Riyanto
(2005) melaporkan bahwa gelembung renang setelah dikeringkan mempunyai
komposisi protein hingga 76.75%, yang sebagian besar didominasi oleh protein
kolagen. Kandungan kolagen dari gelembung renang dalam basis kering mencapai
98% (Leach 1966).

Gelembung Renang
Jeroan
Kepala
Kulit 55.55% ± 0.42

Tulang
Daging
0.59% ± 0.03

1.01% ± 0.06
32.94% ± 0.35
4.88% ± 0.22
5.02% ± 0.01

Gambar 2 Proporsi bagian tubuh ikan cunang.

Karakteristik kimia gelembung renang ikan cunang


Gelembung renang dikarakterisasi terlebih dahulu dengan melakukan analisis
komposisi kimia meliputi kadar air, abu, protein dan lemak. Komposisi kimia
gelembung renang ikan cunang disajikan pada Tabel 2 komposisi kimia bahan baku
kolagen dari hasil samping ikan dan Lampiran 3.

Tabel 2 Komposisi kimia bahan baku kolagen dari hasil samping ikan.

Gelembung renang Kulit ikan bigeye Tulang ikan bigeye


Proksimat
ikan cunang (bb%) snapper (bb%)1 snapper (bb%)1
Air 58.28 ± 1.21 64.08 ± 0.05 62.27 ± 0.29
Protein 40.12 ± 1.25 32.00 ± 0.19 13.30 ± 0.43
Karbohidrat 0.70 ± 0.06 1.68 ± 0.11 1.26
Abu 0.47 ± 0.06 3.23 ± 1.41 14.40 ± 0.68
Lemak 0.43 ± 0.05 0.98 ± 0.23 8.77 ± 0.46
1
Kittiphattanabawon et al. (2005)
13

Tabel 4 menunjukan komposisi protein gelembung renang ikan lebih tinggi


jika dibandingkan dengan kulit dan tulang, oleh sebab itu, gelembung renang ikan
berpotensi dijadikan sebagai sumber bahan baku kolagen. Komposisi gelembung
renang ikan cunang didominasi oleh kadar air. Kandungan air pada gelembung
renang dilaporkan juga oleh Kaewdang et al. (2014) yakni 83.33% ikan yellowfin
tuna dan Liu et al. (2012) yakni 75.2% ikan Bighead carp. Kandungan air dalam
bahan ikut menentukan acceptability, kesegaran, dan daya tahan bahan itu (Astiana
et al. 2016).
Protein pada gelembung renang ikan merupakan komponen terbesar setelah
air. Protein gelembung renang ikan cunang lebih besar dibandingkan dengan
kandungan protein pada gelembung renang ikan tuna sirip kuning yakni 12.09%
(Kaewdang et al. 2014). Kandungan protein yang tinggi pada gelembung renang
ikan cunang menunjukkan potensi untuk dijadikan sebagai alternatif sumber
kolagen. Menurut Riyanto (2005) bahwa gelembung renang mempunyai komposisi
protein yang sebagian besar didomminasi oleh protein kolagen. Gelembung renang
mengandung 83% protein kolagen (Hickman et al. 2000).
Gelembung renang ikan cunang memiliki kadar karbohidrat dan lemak lebih
rendah, sedangkan kadar abu lebih tinggi dibandingkan dengan gelembung renang
ikan tuna sirip kuning penelitian Kaewdang et al. (2014). Shon et al. (2011)
menyatakan bahwa keberadaan lemak dan mineral lainnya akan mengganggu
efektivitas kolagen dalam aplikasinya pada berbagai produk.

Pre-treatment ekstraksi kolagen

Pre-treatment kolagen dilakukan sebelum melakukan ekstraksi kolagen


bertujuan untuk menghilangkan material yang tidak diinginkan seperti protein
nonkolagen dan pigmen (Yang et al. 2007). NaOH biasa digunakan dalam proses
pre-treatment ekstraksi kolagen karena mampu meminimalkan kehilangan kolagen
serta secara signifikan menyebabkan pembengkakan pada kulit apabila
dibandingkan dengan larutan alkali lain (Liu et al. 2015). Selama perendaman
dalam NaOH memungkinkan masuknya air dan menyebabkan protein nonkolagen
yang terjebak dalam matrik kolagen menjadi lebih mudah dilepaskan (Jaswir et al.
2011).
Hasil analisis ragam menunjukan bahwa interaksi perlakuan konsentrasi
NaOH dengan lama waktu perendaman tidak berbeda nyata (P>0.05) tetapi masing-
masing perlakuan yakni konsentrasi NaOH dan lama perendaman NaOH
berpengaruh (p<0.05) terhadap kadar protein nonkolagen gelembung renang ikan
cunang yang disajikan pada Gambar 3, Gambar 4 dan Lampiran 4.
Hasil uji lanjut DMRT perlakuan konsentrasi larutan NaOH 0.05 dan 0.1 M
tidak berbeda nyata, sedangkan konsentrasi 0.15 M berbeda nyata. Semakin tinggi
konsentrasi NaOH maka semakin tinggi protein nonkolagen yang dihasilkan, hal
ini disebabkan karena konsentrasi NaOH yang tinggi menyebabkan kelebihan ion
OHˉ yang akan bereaksi dengan gugus karboksil protein. Menurut Winarno (2004)
dalam larutan basa gugus karboksil protein akan bereaksi dengan OHˉ
menyebabkan protein bermuatan negatif. Kelarutan protein dalam basa disebabkan
adanya ikatan ionik antara gugus bermuatan positif dan negatif.
14

0.40 b
0.35 a
Kadar Protein (mg/mL)

0.30 a 2 Jam
0.25 4 Jam
0.20 6 Jam
0.15 8 Jam
0.10 10 Jam
0.05
12 Jam
0.00
0.05 0.1 0.15
Konsentrasi NaOH (M)

Gambar 3 Pengaruh konsentrasi NaOH (0.05, 0.1 dan 0.15 M) terhadap kandungan
protein nonkolagen.

0.40 e
de
0.35
d
Kadar Protein (mg/mL)

0.30
0.25 c
0.20 b NaOH 0.05 M
0.15 a NaOH 0.10 M
0.10 NaOH 0.15 M
0.05
0.00
2 4 6 8 10 12
Lama Perendaman (Jam)

Gambar 4 Pengaruh lama perendaman (2, 4, 6, 8, 10 dan 12 jam) terhadap


kandungan protein nonkolagen.

Hasil uji lanjut DMRT perlakuan lama perendaman jam ke-2; ke-4; ke-6 dan
ke-8 berbeda nyata, sedangkan perendaman jam ke-10 tidak berbeda nyata dengan
jam ke-8 dan ke-12. Perlakuan terpilih untuk lama waktu perendaman adalah jam
ke 10, diduga pada jam tersebut terjadi kesetimbangan antara ion OHˉ dengan gugus
karboksil protein sehingga antara jam ke 10 dan ke 12 tidak berbeda nyata kelarutan
protein nonkolagen. Menurut Kusnandar (2010) bahwa pada saat terjadi
kesetimbangan, total muatan protein sama dengan nol sehingga interaksi antar
molekul protein menjadi maksimum menyebabkan protein mencapai titik
isoelektriknya dan memiliki kelarutan yang minimum.
Efisiensi pre-treatment dalam larutan NaOH dipengaruhi oleh waktu dan
konsentrasi NaOH serta bahan baku yang digunakan (Liu et al. 2015). Semakin
tinggi konsentrasi NaOH dan lama perendaman maka semakin besar konsentrasi
protein nonkolagen.
15

Ekstrak Kolagen Optimal

Optimasi ekstraksi dilakukan untuk menghasilkan rendemen kolagen yang


optimal. Ekstraksi kolagen dilakukan dengan metode acid soluble collagen (ASC)
dan metode hidro-ekstraksi.

Acid Soluble Collagen (ASC)


Asam asetat adalah pelarut organik yang paling umum digunakan untuk
ekstraksi kolagen karena memiliki kemampuan ekstrak yang baik
(Wang et al. 2008). Asam asetat mampu melarutkan kolagen yang tidak berikatan
silang maupun yang berikatan silang (Liu et al. 2015). Pengaruh konsentrasi,
volume, dan waktu perendaman asam asetat terhadap rendemen ASC disajikan pada
Gambar 5.
Rendemen (%)

Gambar 5 Pengaruh konsentrasi, volume, dan waktu perendaman asam


asetat terhadap rendemen ASC.

Hasil analisis ragam (Lampiran 5) menunjukkan bahwa volume yang


digunakan tidak memberikan pengaruh terhadap rendemen (p>0.05). Konsentrasi
dan waktu perendaman asam asetat memberikan pengaruh terhadap rendemen
(p<0.05). Semakin tinggi konsentrasi dan waktu perendaman asam asetat maka
semakin tinggi rendemen ASC yang dihasilkan. Hasil prediksi program untuk
kondisi optimal terdapat pada kombinasi perlakuan asam asetat (konsentrasi 0.64
M, volume 40.03 mL dan waktu perendaman 71.57 jam) menghasilkan rendemen
59.26% basis kering. Wang et al. (2008) menyatakan bahwa faktor penting yang
mempengaruhi hasil akhir kolagen adalah konsentrasi dan waktu perendaman
dalam larutan asam asetat. Konsentrasi asam asetat dapat mengubah pH yang
mengatur kerapatan muatan protein yang memodifikasi interaksi elektrostatik dan
struktur protein (Vehrul et al. 1998). Proses ekstraksi dipengaruhi juga oleh waktu
karena waktu sangat menentukan perpindahan molekul suatu zat selama proses
difusi (Wang et al. 2008). Jaswir et al. (2011) menyatakan bahwa asam akan
menyebabkan masuknya air ke dalam serat kolagen, hal ini terjadi karena gaya
16

elektrostatik antara gugus polar pada serat kolagen dengan H+ dari asam atau
terbentuknya ikatan hidrogen antara gugus nonpolar pada serat kolagen dengan H+
dari asam.

Hidroekstraksi
Metode hidro-ekstraksi merupakan metode ekstraksi kolagen yang
menggunakan high temperature short time (HTST) dengan akuades sebagai media
pindah panas. Pengaruh kombinasi perlakuan konsentrasi asam asetat, waktu
perendaman asam asetat dan waktu hidroekstraksi akuabides terhadap rendemen
kolagen disajikan pada Gambar 6.
Rendemen (%)

Gambar 6 Pengaruh kombinasi perlakuan konsentrasi asam asetat,


waktu perendaman asam asetat, dan waktu hidroekstraksi
akuabides terhadap rendemen kolagen.

Hasil analisis ragam (Lampiran 6) menunjukkan bahwa konsentrasi asam saja


yang berpengaruh terhadap rendemen (p<0.05) dibandingkan dengan waktu
perendaman asam asetat dan waktu ekstraksi dengan akuabides (p>0.05). Semakin
tinggi konsentrasi asam asetat maka semakin rendah rendemen kolagen metode
hidro-ekstraksi yang dihasilkan. Konsentrasi asam asetat menentukan nilai pH
larutan sehingga mengatur tingkat kerapatan muatan kolagen yang mempengaruhi
interaksi elekstrostatik dan struktur kolagen, dan menetukan tingkat kelarutan serta
kemampuan ekstraksi kolagen dari jaringan kulit. Jaswir et al. (2011) menyatakan
bahwa asam akan menyebakan masuknya air ke dalam serat kolagen, hal ini terjadi
karena gaya elektrostatik antara gugus polar pada serat kolagen dengan H + dari
asam atau terbentuknya ikatan hidrogen antara gugus nonpolar pada serat kolagen
dengan H+ dari asam. Hasil prediksi program untuk kondisi optimal terdapat pada
kombinasi perlakuan konsentrasi asam asetat 0.1 M; waktu perendaman asam asetat
1.68 jam; dan waktu ekstraksi akuabides 1 jam menghasilkan rendemen 63.84%
basis kering. Hasil penelitian Wulandari et al. (2015) perlakuan terpilih pada
perendaman asam asetat sebelum hidroekstraksi adalah perlakuan konsentrasi 0.1
M dan lama waktu perendaman selama 2 jam.
17

Karakteristik Kolagen

Karakteristik kolagen yang diamati antara lain asam amino dengan HPLC,
berat molekul dengan SDS-PAGE, gugus fungsi dengan FTIR dan kestabilan termal
dengan DSC

Berat Molekul SDS-PAGE


Sodium deodecyl sulfate polycrilamide gel electroforesis (SDS-PAGE)
merupakan salah satu teknik pemisahan protein berdasar kemampuannya untuk
bergerak terhadap muatan listrik. Protein terpisah berdasarkan ukuran molekul dan
interaksinya terhadap muatan listrik. Metode ini digunakan untuk menganalisis
protein secara kualitatif. Roy et al. (2012) menyatakan bahwa gel poliakrilamida
terbentuk dari polimerisasi akrilamida dengan agen pembentuk ikatan silang bis-
akrilamida dan ikatan silang dari polimer akrilamida menghasilkan pori-pori
dengan ukuran yang berbeda-beda. SDS-PAGE memiliki matriks berpori pada gel
poliakrilamid yang akan memisahkan kompleks SDS-protein berdasarkan berat
molekulnya. Protein berukuran kecil akan bergerak lebih cepat melintasi gel
dibandingkan protein berukuran besar sehingga protein dengan berat molekul
rendah memiliki jarak tempuh (Rf) yang lebih panjang dibandingkan protein
dengan berat molekul tinggi. Bollag dan Edelstein (1991) menyatakan bahwa Berat
molekul protein dapat ditentukan dengan menggunakan protein baku yang telah
diketahui berat molekulnya dan membandingkan dengan nilai mobilitas relatif (Rf )
yang diperoleh. Pola elektroforesis kolagen metode ASC dan hidro-ekstraksi dari
gelembung renang ikan cunang disajikan pada Gambar 7.

192 kDa -β
112 kDa -α1
-α2
85 kDa
60 kDa

47 kDa

35 kDa

28 kDa

M A H

Gambar 7 Pola elektroforesis kolagen metode ASC (A) dan Hidro-ekstraksi (H)
dari gelembung renang ikan cunang.
Kolagen metode ASC dan hidro-ekstraksi memiliki pola elektroforesis yang
sama yakni pita utama rantai α1 (114 kDa), α2 (103 kDa) dan β (150 kDa).
Keberadaan rantai α menunjukkan bahwa kolagen tersebut merupakan kolagen tipe
I (Ogawa et al. 2004). Komponen β menunjukkan adanya molekul kolagen yang
18

mengalami cross linking. Ketebalan intensitas pita protein struktur β menunjukkan


tingginya jumlah kolagen yang mengalami cross linking (Singh et al. 2011).
Perbedaan tipe kolagen ditandai dengan kompleksitas yang cukup besar dan
keseragaman struktur, varian sambungan (slice), non heliks domain, perakitan
(assembly) dan fungsinya (Birk et al. 1988). Hasil ini sesuai dengan penelitian
kolagen gelembung renang dari ikan grass cap (Liu et al. 2015), yellowfin tuna
(Kaewdang et al. 2014), seabass (Sinthusamran et al. 2103) dan bighead carp
(Liu et al. 2012). Pita protein di bawah rantai α terdeteksi pada kisaran berat
molekul 28 kDa sampai 85 kDa. Menurut Huang et al. (2016) pita protein dibawah
rantai α menunjukkan adanya protein lain dari degradasi kolagen yang memiliki
fungsi sebagai antioksidan, pengkelat mineral dan aktivitas ACE Inhibitor.

Gugus Fungsi FTIR


Penentuan gugus fungsi kolagen dan nanokolagen dilakukan dengan
spektrometer Fourier-Transform Infrared (FTIR) melalui pendeteksian sinar infra
merah sebagai sumber radiasi elektromagnetik. Radiasi elektromagnetik ini
menyebabkan terjadinya vibrasi molekul senyawa organik ketika menyerap sinar
tersebut. Karakteristik kolagen hewan perairan yang diteliti oleh beberapa ahli
disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3 Karakteristik gugus fungsi kolagen hewan perairan.

Amida Wilayah Keterangan Referensi


Serapan (cm-1)
Amida A 3400-3440 Gugus NH Muyonga et al.(2004)
Amida B 2925-2935 Gugus CH2 Muyonga et al.(2004)
Amida I 1600-1700 Gugus karbonil Muyonga et al.(2004)
(ikatan C=O)
Amida II 1550-1600 CN Streching, Ahmad dan Benjakul
NH bending (2010), Duan et al.
(2009)
Amida III 1220-1320 CN Streching, Benjakul et al. (2010),
NH bending Heu et al. (2010)

Spektra FTIR kolagen ASC dan hidroeksteaksi dari gelembung renang ikan
cunang disajikan pada Gambar 8 menunjukkan puncak serapan amida A, amida B,
amida I, amida II dan amida III yang mengidentifikasikan struktur pada protein
kolagen. Kolagen dengan metode ASC memiliki puncak serapan Amida A yakni
3430.26 cm-1, amida B yakni 2927.04 cm-1, amida I yakni 1634.43 cm-1, amida II
yakni 1546.24 cm-1 dan amida III yakni 1238.50 cm-1. Kolagen dengan metode
hidroekstraksi memiliki puncak serapan amida A yakni 3431.95 cm-1, amida B
yakni 2925.55 cm-1, amida I yakni 1633.09 cm-1, amida II yakni 1546.97 cm-1 dan
amida III yakni 1239.57 cm-1. Puncak amida I kolagen ASC dan hidro-ekstraksi
mengalami penurunan amplitudo sampai pada puncak serapan amida III ketika
dipanaskan pada suhu yang lebih tinggi. Hal ini menurut Kaewdang et al. (2014)
kolagen tersebut tidak terdenaturasi menjadi gelatin selama proses ekstraksi.
Gelatin memiliki wilayah serapan nilai bilangan gelombang pada kisaran 1235 cm-
1
(Nikoo et al. 2011).
19

Amida I
Amida II
Amida III

Amida B
Amida A

Gambar 8 Spektra FTIR kolagen ASC dan hidroekstraksi.


Muyonga et al. (2004) menyatakan bahwa amida I memiliki empat komponen
struktur sekunder protein yaitu α-helix, β-sheet, β-turn, dan random coil. Liu et al.
(2007) menyatakan bahwa puncak serapan diantara 1236 dan 1452 cm-1
menunjukkan keberadaan struktur heliks. Struktur triple helix pada kolagen juga
dapat ditunjukkan berdasarkan intensitas rasio antara puncak wilayah serapan
amida III dan puncak wilayah 1450 cm-1. Nilai rasio antara puncak wilayah serapan
amida III ASC dan hidroektraksi dengan puncak wilayah 1450 cm-1 masing-masing
adalah 1.170 dan 1.169. Matmaroh et al. (2011) menyatakan bahwa nilai rasio yang
mendekati 1.0 menandakan bahwa kolagen masih memiliki struktur triple helix

Asam Amino
Asam amino berkontribusi terhadap kestabilan struktur helix kolagen
(Ikoma et al. 2003). Komposisi asam amino kolagen yang diekstrak menggunakan
metode ASC dan hidro-ekstraksi disajikan pada Tabel 4 sedangkan kromatogram
asam amino standar, kolagen ASC dan kolagen hidroekstraksi disajikan pada
Lampiran 7.
20

Tabel 4 Komposisi asam amino kolagen dari gelembung renang ikan cunang
dibandingkan penelitian terdahulu (residu/1000 residu).

Asam Amino ASC Hidroekstraksi A** B** C** D***


Triptofan * * 0 2 * 1.1
Hidroksilisin * * 3 7 8 5.5
Sistein 0 0 0 0 1 2.8
Hidroksiprolin * * 73 48 83 60.8
Tirosin 8.17 0.00 3 15 5 1.4
Isoleusin 9.33 12.88 12 25 9 16.6
Histidin 18.16 0.00 6 12 5 6.9
Metionin 19.96 0.00 15 18 14 8.4
Leusin 21.57 27.21 20 47 23 17.6
Fenilalanin 22.68 14.36 16 22 13 12.7
Valin 24.25 43.43 21 38 22 16.8
Treonin 34.08 51.82 29 42 24 19.1
Lisin 37.91 44.86 31 44 25 29.9
Serin 40.78 0.00 34 50 27 20.9
Asparagin 53.82 34.01 49 69 46 37.1
Glutamin 95.51 32.38 84 97 71 63.2
Prolin 108.96 133.84 88 80 111 108.7
Alanin 112.92 138.05 129 102 134 129.2
Ariginin 125.84 192.20 55 56 53 51
Glisin 266.06 274.96 334 225 326 390.2
A= penelitian Liu et al. (2015), B= penelitian Kaewdang et al. (2014), C= penelitian Sinthusamran
et al. (2013), D= penelitian Huang et al. (2016), *tidak dilakukan pengujian, **metode ASC,
***metode hidroekstraksi.

Kolagen mengandung tiga rantai peptida yang tersusun membentuk struktur


triple helix. Sekuens dari peptida tersebut adalah Gly-X-Y, dimana X dan Y lebih
sering terdeteksi sebagai prolin dan hidroksiprolin (Daboor et al. 2010). Kolagen
(ASC dan hidroekstraksi) menunjukkan profil kadar asam amino yang serupa yakni
didominasi asam amino glisin.
Glisin merupakan asam amino utama pada kolagen dan kadarnya paling
tinggi jika dibandingkan dengan asam amino lainnya. Hema et al. (2013)
menyatakan bahwa komposisi asam amino dari kolagen cenderung didominasi oleh
glisin, prolin, hidroksiprolin, dan alanin. Hasil ini sesuai dengan penelitian ASC
dari gelembung renang ikan grass carp (Liu et al. 2015), ASC dari gelembung
renang ikan yellowfin tuna (Kaewdang et al. 2014), ASC gelembung renang ikan
seabass (Sinthusamran et al. 2013) memiliki kandungan asam amino glisin yang
dominan. Fungsi glisin pada kolagen yaitu membentuk tiga rantai alfa heliks
menjadi struktur super heliks (Rengenstein dan Zhou 2007). Selain glisin,
kandungan asam amino alanin, prolin dan hidroksiprolin merupakan komponen
utama pada kolagen.
Alanin merupakan asam amino nonpolar dengan gugus R alifatik sama seperti
pada asam amino glisin. Fungsi alanin juga sama seperti glisin yakni membentuk
tiga rantai alfa heliks. Kusnandar (2010) menyatkan bahwa dalam stuktur alfa
21

heliks, energi yang dibutuhkan untuk mempertahankan struktur primer lebih rendah
sehingga protein akan lebih stabil.
Prolin dan hidroksiprolin merupakan asam amino yang unik dan sering
disebut imino acid. Asam amino prolin dan hidroksiprolin memiliki cincin
pirolidina yang berfungsi menahan struktur superheliks pada kolagen (Nagai et al.
2008). Kandungan asam imino (prolin dan hidroksiprolin) akan meningkatkan
stabilitas termal dari kolagen (Benjakul et al. 2010).
Kandungan asam amino arginin terdeteksi dan menjadi ciri khas tersendiri
pada kolagen ASC dan hidroekstraksi gelembung renang ikan cunang. Arginin
merupakan asam amino semi esensial yang memiliki banyak fungsi seperti telibat
dalam produksi berbagai enzim, hormon dan protein struktural yang mendukung
pelepasan hormon pertumbuhan, insulin, glukagin dan prolaktin yang merupakan
komponen dari hormon vesopressin yang diproduksi oleh kelenjar hipofisis serta
merupakan perkursor fisiologis senyawa nitrat, poliamina, prolin, glutamat, kreatin,
agmatin dan urea. Arginin sebagai penguat imunitas, merangsang timus dan
mendorong produksi limfosit sehingga dapat diaplikasikan pada penyembuhan luka
bakar dan luka lainnya. Hal ini menunjukkan manfaat dari asam amino arginin
sebagai agen farmasi yang dapat diaplikasikan sebagai anti-aging (Gad 2010).
Susunan asam amino yang teridentifikasi antara kolagen ASC dan
Hidroekstraksi terdapat perbedaan yang cukup menonjol yakni pada kolagen
hidroekstraksi susunan asam amino esensial lebih tinggi dibanding kolagen ASC
diantaranya arginin, lisin, treonin, valin, leusin dan isoleusin. Hal ini diduga karena
kolagen yang dihasilkan pada metode hidroekstraksi masih belum murni atau masih
terdapat protein non-kolagen yang ikut terdeteksi alat HPLC. Metode
hidroekstraksi yang digunakan merupakan modifikasi dari metode Huang et al.
(2016) dan tidak dilakukan tahapan pemurnian seperti pada metode ASC. Protein
non-kolagen yang terdeteksi diduga adalah hasil deproteinasi tidak sempurna pada
tahap pre-treatment NaOH sehingga protein non-kolagen seperti protein
sarkoplasma dan miofibril masih ada. Protein ikan umumnya terdiri dari 30%
protein sarkoplasma, 40 sampai 60% protein miofibril, dan sisanya adalah protein
stroma termasuk kolagen dan elastin. Kualitas protein ikan ditentukan oleh jumlah
asam amino esensial yang dihitung berdasarkan rumus protein efficiency ratios
(PER). PER yang tinggi pada daging ikan cod mengindikasikan tingginya
kandungan asam amino esensial (Shahidi 1994).
Komposisi asam amino glisin dan prolin kolagen metode ASC dan
hidroekstraksi dari gelembung renang ikan cunang berbeda dengan kolagen metode
ASC dari gelembung renang ikan grass carp (Liu et al. 2015), yellowfin tuna
(Kaewdang et al.2014) dan seabass (Sinthusamran et al. 2013). Hal ini diduga
karena perbedaan jenis dan habitat ikan. Ikan pelagis memiliki daging yang
berwarna merah lebih banyak dibadingkan ikan demersal dan ikan air tawar.
Daging ikan yang berwarna putih akan memiliki kandungan protein lebih banyak
dibanding daging ikan yang berwarna merah. Menurut Shahidi (1994) ikan pelagis
memiliki kandungan protein sarkoplasma yang lebih tinggi dibanding ikan
demersal.

Suhu Termal (DSC)


Differential Scanning Colorimetry (DSC) dilakukan dengan mengukur
perbedaan panas pada sampel dan standar (referensi). Teknik ini biasa digunakan
22

untuk mengukur fase-fase transisi, salah satunya adalah transisi gelasi (Tg). Suhu
transisi gelasi merupakan suhu terputusnya ikatan hidrogen yang mengarah pada
pembentukan polimer amorf yaitu gelatin. Pemanasan dengan suhu diatas 40 ºC
menyebabkan hancurnya ikatan hidrogen dan terpotongnya sejumlah ikatan
kovalen yang menstabilkan struktur triple heliks menghasilkan konversi kolagen
menjadi gelatin yang larut (Karim dan Bhat 2009). Kurva termogram kolagen ASC
dan hidroekstraksi disajikan pada Gambar 9 dan Gambar 10.

Gambar 9 Kurva termogram DSC kolagen metode hidro-ekstraksi.

Gambar 10 Kurva termogram DSC kolagen metode ASC.


23

Kolagen dengan metode hidro-ekstraksi memiliki suhu transisi gelasi (Tg)


67.26 ºC, sedangkan kolagen metode ASC memiliki Tg lebih rendah yakni 63.88
ºC. Perbedaan Tg berkorelasi dengan kandungan asam amino yang terkandung
didalamnya (prolin dan hidroksiprolin) (Kittiphattanabawon et al. 2005).
kandungan asam imino yang tinggi akan meningkatkan stabilitas termal dari
kolagen (Benjakul et al. 2010).
Tg kolagen ASC dan hidro-ekstraksi dari gelembung renang ikan cunang
lebih tinggi dibanding Tg kolagen gelembung renang metode ASC: grass carp
38.30 ºC (Liu et al. 2015), yellowfin tuna 32.97 ºC (Kaewdang et al. 2014), seabass
35.02 ºC (Sinthusamran et al. 2013), bighead carp 37.3 ºC (Liu et al. 2012).
Perbedaan suhu ini dipengaruhi oleh kondisi sampel saat dilakukan pengujian. ASC
dan kolagen hidro-ekstraksi dari gelembung-renang ikan cunang saat dilakukan
analisis termal tidak dilarutkan dalam asam asetat 0.5 M. Huang et al. (2016)
menyatakan bahwa melarutkan kolagen dalam asam asetat saat sebelum dilakukan
analisis termal akan menyebabkan perbedaan puncak endotermal dan entalpi
kolagen. Kolagen yang dilarutkan dalam asam memiliki puncak endotermal yang
normal yakni 41 ºC (Matmaroh et al. 2011), tetapi kolagen yang tidak dilarutkan
dalam asam (padat) saat analisis suhu termal memiliki puncak endotermal 77 dan
121 ºC (Safandowska dan Pietrucha 2013). Asam asetat akan menyebakan
masuknya air ke dalam serat kolagen, hal ini terjadi karena gaya elektrostatik antara
gugus polar pada serat kolagen dengan H+ dari asam atau terbentuknya ikatan
hidrogen antara gugus nonpolar pada serat kolagen dengan H+ dari asam.
Rengenstein dan Zhou (2007) menyatakan bahwa kolagen yang berasal dari ikan
yang hidup perairan panas atau hangat akan memiliki kestabilan termal lebih tinggi
dibanding ikan yang hidup diperairan dingin dan beku.

4 SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Kondisi optimal ekstraksi kolagen ASC pada suhu 9ºC yaitu kombinasi
konsentrasi 0.64 M, volume 40.03 mL dan Waktu perendaman 71.57 jam. Kondisi
optimal ekstraksi kolagen hidroekstraksi pada suhu 40ºC yaitu kombinasi
konsentrasi asam asetat 0,1 M, waktu hidrolisis asam asetat 1 jam dan waktu
ekstraksi dalam akuabides 1. Kolagen ASC dan hidroekstraksi merupakan kolagen
tipe I dan memiliki ciri khas sebagai agen farmasi untuk anti aging serta tahan
terhadap suhu denaturasi kolagen.

Saran

Saran yang dapat disampaikan dari hasil penelitian ini yaitu perlu dilakukan
perlakuan optimasi perendaman NaOH jam ke 12 sampai 24 untuk melihat apakah
masih ada protein nonkolagen yang terlarut.
24

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad M, Benjakul S. 2010. Extraction and characterization of pepsin soluble


collagen from the skin of unicorn leatherjacket (Aluterus monocerous). Food
Chemistry, 120:817-824.
Alhana, Suptijah P, Tarman K. 2015. Ekstraksi dan karakterisasi kolagen dari
daging teripang gamma. Jurnal Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia,
18(2): 150-161.
Astiana I, Nurjanah N, Nurhayati T. 2016. Karakteristik kolagen larut asam dari
kulit ikan ekor kuning. Jurnal Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia,
19(1):79–93.
[AOAC] Association of Official Analytical Chemist. 2012. Official Methods of
Analysis. Washington DC (US): Association of Official Analytical Chemist
Inc.
[AOAC] Association of Official Analytical Chemist. 2005. Official Methods of
Analysis (18 Edn). Maryland (US): Association of Official Analytical
Chemist Inc.
Benjakul S, Thiansilakul Y, Visessanguan W, Roytrakul S, Kishimura H,
Prodprand T. 2010. Extraction and characterisation of pepsin soluble
collagens from the skin of big eye snapper (Priacanthus tayenus and
Priacanthus macracanthus). Journal Science of Food and Agriculture,
90:132-138
Bollag DM, Edelstein SJ. 1991. Protein Methods. New York (US): Wiley-Liss.
Bradford MM. 1976. A rapid and sensitive method for the quantitation of
microgram quantities of protein utilizing the principle of protein-dye bending.
Analytical Biochemistry, 72:248-254.
Daboor MS, Budge MS, Ghaly EA, Brooks S, Dave D. 2010. Extraction and
purification of collagenase enzymes: A Critical review. American Journal of
Biochemistry and Biotechnology, 6 (4): 239-263.
Duan R, Zhang JJ, Du XQ, Yao XC, Konno K. 2009. Properties of collagen from
skin, scale and bone of carp (Cyprinus carpio). Food Chemistry, 112:702–
706.
Fernandes RMT, Couto N, R G, Paschoal CWA, Rohling JH, Bezerra CWB. 2008.
Collagen films from swim bladders: Preparation method and properties.
Colloids and Surfaces B: Biointerfaces, 62(1):17–21.
Gad ZM. 2010. Anti-aging effects of l-arginine. Journal of Advanced Research,
1:16-177
Hema GS, Shyni K, Mathew S, Anandan R, Ninan G, Lakshmanan PT. 2013. A
simple method for isolation of fish skin collagen-biochemical
characterization of skin collgagen extracted from albacore tuna (Thunnus
alalunga), dog shark (Scoliodon sorrakowah), and rohu (Labeo rohita).
Scholars Research Library Annals of Biological Research, 4(1):271–278.
Heu MS, Lee JH, Kim HJ, Jee SJ, Lee JS, Jeon YJ. 2010. Characterization of acid-
and pepsin-soluble collagens from flatfish skin. Food Science and
Biotechnology, 10:27–33.
Hickman D, Sim TJ, Miles CA, Bailey AJ, Mari MD. 2000. Isinglass/collagen
denaturation and functionality. Journal of Biotechnology, 79: 245-257.
25

Huang YR, Shiau CY, Chen HH, Huang BC. 2011. Isolation and characterization
of acid and pepsin-solubilized collagens from the skin of balloon fish (Diodon
holocanthus). Food Hydrocolloids, 25(6):1507–1513.
Huang CY, Kuo JM, Wu SJ, Tsai HT. 2016. Isolation and characterization of fish
scale collagen from tilapia (Oreochromis sp.) by a novel extrusion–hydro
extraction process. Food Chemistry, 190:997-1006.
Ikoma T, Kobayashi H, Tanaka J, Walsh D, Mann S. 2003. Physical properties of
type I collagen extracted from fish scales of Pagrus major and Oreochromis
niloticas. International Journal Biology macromolecullar, 32(3-5):199-204.
Jaswir I, Monsur HA, Salleh HM. 2011. Nano-structural analysis of fish collagen
extracts for new process development. African Journal of Biotechnology,
10(81):18847-18854.
Kaewdang O, Benjakul S, Kaewmanee T, Kishimura H. 2014. Characteristic of
collagens from the swim bladders of yellowfin tuna (Thunnus albacares).
Food Chemistry, 155: 264-270.
Kasankala LM, Xue Y, Weilong Y, Hong SD, and He Q. 2007. Optimization of
gelatine extraction from grass carp (Catenopharyngodon idella) fish skin by
response surface methodology. Bioresource Technology, 98(17): 3338–3343.
Karim AA, Bhat R. 2009. Fish gelatin:properties, challenges, and prospects as an
alternative to mammalian gelatins. Food Hydrocolloid, 23:563-576.
Kittiphattanabawon P, Benjakul S, Visessanguan W, Nagai T, Tanaka M. 2005.
Characterization of acid-soluble collagen from skin and bone of big eye
snapper (Priacanthus tayenus). Food Chemistry, 89:363-372.
[KKP] Kementrian Kelautan dan Perikanan. 2015. KKP soroti tiga UPI di sorong.
http://kkp.go.id/index.php/berita/kkp-soroti-tiga-upi-di-sorong/. Diakses
pada tanggal 10 mei 2015.
[KKP] Kementrian Kelautan dan Perikanan. 2012. Profil Kelautan dan Perikanan
Provinsi Jawa Barat untuk Mendukung Industrialisasi Kelautan dan
Perikanan. Jakarta (ID): Pusat Data Statistik dan Informasi Kementrian
Kelautan dan Perikanan. Hal.57
Kusnandar F. 2010. Kimia Pangan Komponen Makro. Jakarta (ID): Dian Rakyat.
Hal (239)
Leach AA. 1966. Collagen chemistry in relation to isinglass and isinglass finings a
review. Journal of the Institute of Brewing, 73:8-16.
Laemmli UK. 1970. Cleavage of structural protein during the assembly of head of
bacteriophage T4. Nature, 277: 680-685.
Liu WT, Li GY, Miao YQ, Wu XH. 2009. Preparation and characterization of
pepsin-solubilized type I collagen from the scales of snakehead
(Ophiocephalus argus). Journal of Food Biochemistry, 33:20–37.
Liu D, Liang L, Regenstein MJ, Zhou P. 2012. Extraction and characterization of
pepsin solubilised collagen from fins, scales, skin, bones and swim bladders
of bighead carp (Hypophthalmichthys nobilis). Food Chemistry, 133: 1441-
1448.
Liu D, Zhang X, Li T, Yang H, Zhang H, Regenstein MJ, Zhou P. 2015. Extraction
and characterization of acid and pepsin soluble collagen from the scales, skin,
and swim bladders of gras carp (Ctenopharyngodon idella). Food Bioscience,
9: 68-74.
26

Liu D, Wei G, Li T, Hu J, Lu N, Rengenstein Jm, Zhou P. 2015. Effect of alkaline


pretreatments and acid extraction conditions on the acid soluble collagen from
grass carp (Ctenopharyngodon idella) skin. Food Chemistry, 172: 836-843.
Matmaroh K, Benjakul S, Prodpran T, Encarnacion AB, Kishimura H. 2011.
Characteristics of acid soluble collagen and pepsin soluble collagen from
scale of spotted golden goatfish (Parupeneus heptacanthus). Food Chemistry,
129(3):1179–1186.
Muyonga JH, Cole CGB, Duodu KG. 2004. Characterization of acid soluble
collagen from skins of young and adult Nile perch (Lates niloticus). Food
Chemistry, 85:81–89.
Nagai T, Suzuki N. 2000. Isolation of collagen from fish waste material skin bone
and fins. Food Chemistry, 68:277-281
Nikoo M, Xu X, Benjakul S, Xu G, Ramires-Suarez JC, Ehsani A, Kasankala LM,
Duan X, Abass S. 2011. Characterization of gelatin from the skin of farmed
Amur sturgeon Acipenser schrencki. International Aquatic Research, 3: 135-
145
Ogawa M, Portier RJ, Moody MW, Bell J, Schexnayder MA, Losso JN. 2004.
Biochemical properties of bone and scale collagens isolated from the
subtropical fish black drum (Pogonis cromis) and sheepshead seabream
(Archosargus probatocephalus). Food Chemistry, 88: 495-501.
Putra N, Sahubawa L, Ekantari N. 2013. Ekstraksi dan karakterisasi kolagen dari
kulit ikan nila hitam (Oreochromis niloticus). Jurnal Pascapanen dan
Bioteknologi Kelautan Perikanan, 8(2):171-180
Potaros T, Raksakulthai N, Runglerdkreangkrai J, Worawattanamateekul W. 2009.
Characteristics of collagen from nile tilapia (Oreochromis niloticus) skin
isolated by two different methods. Natural Science, 43(3):584-593.
Regenstein JM, Chaudry MM, Regenstein CE. 2003. The kosher and halal food
laws. Comprehensive Reviews in Food Science and Food Safety, 2:111–117.
Rengenstein JM, Zhou P. 2007. Collagen and gelatin from marine by-product. In
Shahidi F, Editor. Maximisisng the value of marine by-product. Boca Raton
Florida (US): CRC Press. Hal.279-303
Riyanto B. 2005. Pengembangan pelapis edible dari isinglass dan aplikasinya untuk
mempertahankan mutu udang masak [tesis]. Bogor (ID). Pascasarjana Institut
Pertanian Bogor.
Roy VK, Kumar NS, Gurusubramanian G. 2012. Proteins-structure, properties and
their separation by SDS-polyacrilamide gel electrophoresis. Science Vision,
12(4):170-181.
Sadowska M, Kołodziejska I, Niecikowska C. 2003. Isolation of collagen from the
skins of baltic cod (Gadus morhua). Food Chemistry, 81(2):257–262.
Safandowska M, Pietrucha K. 2013. Effect of fish collagen modification on its
thermal and rheological properties. International Journal of Biological
Macromolecule’s 53:32-37.
Sai S, Jongjareonrak A, Rawdkuen S. 2012. Reextraction recovery and
characteristics of skin gelatin from farmed giant fish catfish. Food Bioprocess
Technology, 5:1197-1205
Santos MH, Silva RM, Dumont VC, Neves JS, Mansur HS, Heneine LGD. 2013.
Extraction and characterization of highly purified collagen from bovine
27

pericardium for potential bioengineering applications. Journal of Materials


Science and Enginering, 33: 790–800.
Shahidi F. 1994. Seafood Proteins and Preparation of Protein Concentrates.
Shahidi F dan Botta JR, editor. Bury St Edmunds (UK): Chapman & Hall.
Hal 3-9 Dalam: Seafood Chemistry, Processing Technology and Quality.
Shon J, Ji-Hyun E, Hwang SJ, Jong-Bang E. 2011. Effect of processing conditions
on functional properties of collagen powder from skate (Raja kenojei) skins.
Food Science Biotechnology, 20(1):99-106.
Sintusamran S, Benjakul S, Kishimura H. 2013. Comparative study on molecular
characteristics of acid soluble collagens from skin and swim bladder of
seabass (Lates calcarifer). Food Chemistry, 138:2435-2441.
Tamilmozhi S, Veeruraj A, Arumugam M. 2013. Isolation and characterization of
acid and pepsin solubilized collagen from the skin of sailfish (Istiophorus
platypterus). Food Research International, 54:1499-1505.
Trilaksani W, Nurjanah, Utama WH. 2006. Pemanfaatan gelembung renang ikan
patin (Pangasius hypothalmus) sebagai bahan baku isinglass. Jurnal
Teknologi Hasil Perikanan IPB, 9(1):12-25.
Trilaksani W, Riyanto B, Suminto. 2007. Edible film berbahan dasar protein
gelembung renang ikan patin (Pangasius sp). Prosiding Konfrensi Sains
Kelautan dan Perikanan IPB Dramaga. Hal.141-150.
Vehrul M, Roefs M, Kruif G. 1998. Kinetics of heat-induced aggregation of ß-
lactoglobulin. Journal of Agricultural and Food Chemistry, 46:896-903.
Veeruraj A, Arumugam M, Balasubramanian T. 2013. Isolation and
characterization of thermostable collagen from the marine eel-fish
(Evenchelys macrura). Process Biochemistry, 48(10):1592–1602.
Wang L, Yang B, Du X, Yang Y, Liu J. 2008. Optimization of conditions for
extraction of acid-soluble collagen from grass carp (Ctenopharyngodon
idella) by respon surfacce methodology. Innovative Food Science and
Emerging Technologies Journal, 9:604-607.
Whithford D. 2005. Protein Structure and Function. Chichester (UK): John Willey
& Sons Ltd. Hal (528).
Winarno FG. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta (ID): PT Gramedia Pustaka
Utama. Hal (65)
Wulandari, Suptijah P, Tarman K. 2015. Efektivitas pretreatment alkali dan
hidrolisis asam asetat terhadap karakteristik kolagen dari kulit ikan gabus.
Jurnal Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia, 18(3): 287-302.
Yang HS, Wang YF, Jiang MK, Oh JH, Herrinh J, Zhou P. 2007. 2 step optimization
of the extraction and subsequent physical properties of channel catfish
(Ictalurus punctatus) skin gelatin. Journal of Food Science, 72:188-195.
Yan M, Li B, Zhao X, RenG, Zhuang Y, Hou H, Zhang X, Chen L, Fan Y. 2008.
Characterization of acid soluble collagen from the skin of walleye Pollock
(Theragra chalcogramma). Food Chemistry, 107:1581-1586.
Zhang Y, Liu WT, Li GY, Shi B, Miao YQ, Wu XH. 2007. Isolation and
characterization of pepsin soluble collagen from the skin of grass carp
(Ctenopharyngodon idella). Food Chemistry, 103:906–912.
Zhang F, Wang A, Li Z, He S, Shao L. 2011. Preparation and characterisation of
collagen from freshwater fish scales. Food and Nutrition Sciences, 2:818-823.
28

LAMPIRAN
29

Lampiran 1 Rata-rata nilai absorbansi standar Bovine Serum Albumin (BSA) dan
kurva regresi linier standar BSA.

Konsentrasi BSA (mg/mL) Rata-rata nilai absorbansi


0.01 0.014
0.03 0.049
0.05 0.085
0.07 0.119
0.09 0.163
0.11 0.201
0.13 0.242
0.15 0.291

Kurva Standar
0.35

0.3
y = 1.8875x - 0.0086
R² = 0.9884
0.25
Absorbansi

0.2

0.15

0.1

0.05

0
0 0.05 0.1 0.15 0.2
Konsentrasi
30

Lampiran 2 Data proporsi (%) bagian tubuh ikan cunang.

Rataan
Bagian Ikan
(%)
Kepala 4.88
Jeroan 1.01
Gelembung 0.59
Daging 55.55
Kulit 5.02
Tulang 32.94

Lampiran 3 Data proksimat gelembung renang ikan cunang.

Proksimat Rataan (%)

Air 58.28
Protein 40.12
Karbohidrat (by-difference) 0.70
Abu 0.47
Lemak 0.43
31

Lampiran 4 Hasil uji ANOVA dan uji lanjut Duncan pengaruh konsentrasi dan
waktu perendaman NaOH terhadap kandungan protein non-kolagen.

Anova
Sumber keragaman JK db KT F hit P-value
Konsentrasi 0.036 2 0.018 7.963 0.001
Waktu 0.315 5 0.063 28.031 0.000
Interaksi 0.013 10 0.001 0.592 0.810
Galat 0.081 36 0.002
Total 0.445 53

Duncan Konsentrasi
Konsentrasi NaOH α = 0.05
N
(M) a b
0.05 18 0.1698
0.10 18 0.1913
0.15 18 0.2319
Signifikansi 0.182 1.000

Duncan Waktu
α = 0.05
Waktu (Jam) N
a b c d e
2 0.0735
9
4 9 0.1338
6 9 0.1851
8 9 0.2315
10 9 0.2674 0.2674
12 9 0.2944
Signifikansi 1.000 1.000 1.000 .117 .234
32

Lampiran 5. Analisis Respone Surface Method Kolagen ASC

Pengkodean level menggunakan persamaan:

μ − 0.5 M μ − 30 mL μ − 48 Jam
= , = , =
0.4 M 20 mL 24 Jam

Tabel Kode level vs nilai level

Kode Level -1 0 1
x1 0.1 0.5 0.9
x2 10 30 50
x3 24 48 72

Tabel Desain eksperimen setelah dikodekan

x1 x2 x3 y
-1 0 -1 ?
-1 1 0 ?
-1 0 1 ?
-1 -1 0 ?
0 1 -1 ?
0 0 0 ?
0 1 1 ?
0 0 0 ?
0 0 0 ?
0 0 0 ?
0 -1 -1 ?
0 0 0 ?
0 -1 1 ?
1 1 0 ?
1 0 1 ?
1 0 -1 ?
1 -1 0 ?
33

Tabel Anova

Sumber keragaman JK db KT Fhit P-Value


Model 1739.52 6 289.92 2388.28 0.0001
x1 650.84 1 650.84 5361.47 0.0001
x2 0.24 1 0.24 2.00 0.1881
x3 676.20 1 676.20 5570.34 0.0001
x12 387.55 1 387.55 3192.57 0.0001
2
x2 0.000226 1 0.000226 0.019 0.8940
2
x3 13.97 1 13.97 115.06 0.0001
Residual 1.21 10 0.12
Lack of fit 0.63 6 0.11 0.73 0.6553
Pure error 0.58 4 0.15
Cor total 1740.73 16

Saran desain expert

No X1 X2 X2 Rendemen
1 0.56 42.81 68.76 57.79
2 0.66 33.64 68.78 58.61
3 0.60 42.43 71.52 58.93
4 0.68 15.19 65.65 57.67
5 0.60 21.08 66.93 57.62
6 0.76 48.35 66.10 57.79
7 0.81 48.71 67.89 57.62
8 0.80 47.27 69.68 58.19
9 0.71 20.96 68.98 58.59
10 0.69 19.44 67.59 58.24
11 0.65 21.97 69.38 58.63
12 0.63 30.34 67.87 58.19
13 0.67 15.02 70.83 58.97
14 0.66 39.08 70.57 59.12
15 0.68 44.69 66.92 58.27
16 0.60 42.34 67.91 58.03
17 0.75 46.40 69.25 58.62
18 0.66 25.55 67.18 58.15
19 0.64 40.03 71.57 59.26
20 0.63 22.80 70.15 58.73
21 0.58 42.46 67.85 57.86
22 0.82 26.00 71.27 58.10
23 0.59 48.53 71.34 58.83
24 0.58 23.45 69.38 57.98
34

Lampiran 6 Analisis Respone Surface method kolagen Hidro-ekstraksi.

Pengkodean level menggunakan persamaan:

μ − 0.3 M μ − 2 Jam μ − 2 Jam


= , = , =
0.2 M 1 Jam 1 Jam

Tabel Kode level vs nilai level

Kode Level -1 0 1
x1 0.1 0.3 0.5
x2 1 2 3
x3 1 2 3

Tabel Desain eksperimen setelah dikodekan

x1 x2 x3 y
-1 0 -1 ?
-1 1 0 ?
-1 0 1 ?
-1 -1 0 ?
0 1 -1 ?
0 0 0 ?
0 1 1 ?
0 0 0 ?
0 0 0 ?
0 0 0 ?
0 -1 -1 ?
0 0 0 ?
0 -1 1 ?
1 1 0 ?
1 0 1 ?
1 0 -1 ?
1 -1 0 ?
35

Tabel anova

Sumber keragaman JK db KT Fhit P-Value


Model 3845.956 6 640.99 40.35 0.0001
X1 3707.281 1 3707.28 233.38 0.0001
X2 2.93 1 2.93 0.18 0.6766
X3 5.42 1 5.42 0.34 0.5722
2
X1 122.95 1 122.95 7.74 0.0194
2
X2 3.87 1 3.87 0.24 0.6321
2
X3 2.66 1 2.66 0.17 0.6908
Residual 158.85 10 15.89
Lack of fit 109.33 6 18.22 1.47 0.3691
Pure error 49.53 4 12.38
Cor total 4004.802

Saran desain expert

No X1 X2 X2 Rendemen
1 0.10 1.68 1.00 63.846
2 0.10 1.70 1.00 63.845
3 0.10 1.59 1.00 63.837
4 0.10 1.79 1.00 63.835
5 0.10 1.49 1.00 63.809
6 0.10 1.61 1.02 63.796
7 0.10 1.40 1.00 63.767
8 0.10 2.04 1.00 63.721
9 0.10 1.31 1.00 63.714
10 0.10 2.10 1.00 63.680
11 0.10 1.16 1.00 63.582
12 0.10 2.24 1.00 63.553
13 0.10 1.00 1.00 63.350
14 0.10 2.57 1.00 63.098
15 0.10 1.38 1.70 62.448
16 0.10 1.68 3.00 62.200
17 0.10 1.47 3.00 62.156
18 0.10 1.48 2.98 62.142
19 0.10 1.67 2.79 62.072
20 0.10 1.61 2.33 62.037
21 0.10 1.61 2.40 62.021
22 0.11 1.73 3.00 61.884
23 0.10 1.09 3.00 61.860
24 0.10 2.60 3.00 61.397
36

Lampiran 7 Kromatogram Asam Amino Standar, Kolagen ASC dan


Hidro-ekstraksi.

Gambar 12 Kromatogram asam amino standar.

Gambar 13 Kromatogram asam amino kolagen ASC


37

Gambar 14 Kromatogram asam amino kolagen hidroekstraksi


38

Lampiran 8. Foto Penelitian

Pengecilan ukuran Penimbangan sampel Pre-treatment NaOH

Penyaringan Uji Bradford Ekstraksi

NaCl Sentrifugasi Pelet sentrifugasi

Kolagen
39

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Gorontalo pada tanggal 01 Juli 1989


sebagai anak pertama dari bapak Muhiddin Djailani SPi dan
Ibu Nelvitha Kantue. Pendidikan taman kanak-kanak hingga
menengah atas ditempuh di Gorontalo. Pendidikan sekolah
menengah atas ditempuh di MAN Insan Cendekia Gorontalo
sejak 2004-2007. Penulis melanjutkan pendidikan sarjana di
Program Studi Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas perikanan
dan Ilmu Kelautan, Universitas Brawijaya Malang Tahun 2007
dan lulus pada bulan Desember 2012.
Penulis meneruskan pendidikan strata 2 (S2) di Institut Pertanian Bogor (IPB)
dengan Program Studi Teknologi Hasil Perairan Tahun 2013. Penulis melakukan
penelitian dengan judul “Optimasi Ekstraksi dan Karakterisasi Kolagen dari
Gelembung-renang Ikan Cunang (Congresox talabon)”

Anda mungkin juga menyukai