2. Anatomi Fisiologi
Darah adalah cairan di dalam pembuluh darah yang mempunyai fungsi sangat
penting dalam tubuh yaitu fungsi transportasi dalam tubuh yaitu membawa nutrisi,
oksigen dari usus dan paru-paru untuk kemudian diedarkan ke seluruh tubuh. Darah
mempunyai 2 komponen yaitu komponen padat dan komponen cair. Darah berwarna
merah, warna merah tersebut keadaannya tidak tetap, tergantung kepada banyaknya
O2 dan CO2 di dalamnya. Apabila kandungan O2 lebih banyak maka warnanya akan
menjadi merah muda. Sedangkan. Darah juga pembawa dan penghantar hormon.
Hormon dari kelenjar endokrin ke organ sasarannya. Darah mengangkut enzim,
elektrolit dan berbagai zat kimiawi untuk didistribusikan ke seluruh tubuh.
Peran penting yang dilakukan darah yaitu dalam pengaturan suhu tubuh,
karena dengan cara konduksi darah membawa panas tubuh dari pusat produksi panas
(hepar dan otot) untuk didistribusikan ke seluruh tubuh dan permukaan tubuh yang
ada akhirnya diatur pelepasannya dalam upaya homeostasis suhu (termoregulasi).
Jumlah darah manusia bervariasi tergantung dari berat badan seseorang. Rata-rata
jumlah darah adalah 70 cc/kgBB.
Dalam komponen cair atau plasma ini mempunyai fungsi sebagai media
transport, berwarna kekuningan. Sedangkan pada komponen padat terdiri dari sel-sel
darah eritrosit, leukosit dan trombosit. Pada batas tertentu diatur oleh tekanan osmotik
dalam pembuluh darah dan jaringan. Bagian-bagian padat darah terendam dalam
plasma.
Sel-sel darah :
a. Eritrosit
Eritrosit dibuat di dalam sumsum tulang, di dalam sumsum tulang masih berinti,
inti dilepaskan sesaat sebelum dilepaskan/keluar. Pada proses pembentukannya
diperlukan Fe, Vit. B12, asam folat dan rantai globulin yang merupakan senyawa
protein. Selain itu untuk proses pematangan (maturasi) diperlukan hormon
eritropoetin yang dibuat oleh ginjal, sehingga bila kekurangan salah satu unsur
pembentukan seperti di atas (kurang gizi) atau ginjal mengalami kerusakan, maka
terjadi gangguan eritrosit (anemia). Umur peredaran eritrosit sekitar 105-120 hari.
Pada keadaan penghancuran eritrosit yang berlebihan, misalnya pada hemodialisis
darah, hepar kewalahan kewalahan mengolah bilirubin yang tiba-tiba banyak
jumlahnya. Maka akan timbul juga gejala kuning walaupun hati tidak mengalami
kerusakan. Eritrosit dihancurkan di organ lien terutama pada proses
penghancurannya dilepaskan zat besi dan pigmen bilirubin. Zat besi yang
digunakan untuk proses sintesa sel eritrosit baru, sedangkan pigmen bilirubin di
dalam hati akan mengalami proses konjugasi kimiawi menjadi pigmen empedu
dan keluar bersama cairan empedu ke dalam usus. Jumlah normal eritrosit pada
laki-laki 5,5 juta sel/mm3, pada perempuan 4,8 juta sel/mm3. Di dalam sel
eritrosit didapat hemoglobin suatu senyawa kimiawi yang terdiri dari atas molekul
hem yang mempunyai ion Fe (besi) yang terkait dengan rantai globulin (suatu
senyawa protein). Hemoglobin berperan mengangkut O2 dan CO2, jumlah Hb
pada laki-laki 14-16 gr%, pada perempuan 12-14 gr%.
b. Leukosit
Fungsi utama leukosit adalah sebagai pertahanan tubuh dengan cara
menghancurkan antigen (kuman, virus, toksin) yang masuk. Ada 5 jenis leukosit
yaitu neutrofil, eosinofil, basofil, limfosit, monosit. Jumlah normal leukosit 5.000-
9.000 /mm3. Bila jumlahnya berkurang disebut leukopenia. Jika tubuh tidak
membuat leukosit sama sekali disebut agranulasitosis.
c. Trombosit
Trombosit bukan berupa sel, tetapi berupa/berbentuk keping yang merupakan
bagian-bagian kecil dari sel besar yang membuatnya yaitu megakaryosit, di
sumsum tualng dan lien. Ukurannya sekitar 2-4 mikron, dan umur peredarannya
sekitar 10 hari. Trombosit mempunyai kemampuan untuk melakukan :
daya aglutinasi (membeku dan menggumpal)
daya adhesi (melekat)
daya agregasi (berkelompok)
d. Plasma
Plasma merupakan bagian cair dari darah. Plasma membentuk sekitar 5% dari
berat badan tubuh. Plasma adalah sebagai media sirkulasi elemen-elemen darah
yang berbentuk (sel-sel darah merah, sel-sel darah putih, trombosit). Plasma juga
berfungsi sebagai media transportasi bahan-bahan organik dan anorganik dari satu
organ atau jaringan ke organ atau jaringan lain.
Komposisi dari plasma :
- Air : 91-92%
- Protein plasma :
- Albumin (bagian besar pembentuk plasma protein, dibentuk di hepar).
- Globulin a, b, g (terbentuk di dalam hepar, limfosit dan sel-sel
retikuloendotelial). Immunoglobulin merupakan bentuk globulin.
- Fibrinogen
- Protrombin.
- Unsur-unsur pokok anorganik : Na, K, Cl, Magnesium, zat besi, Iodin
- Unsur-unsur pokok organik : urea, asam urat, kreatinin, glukose, lemak, asam
amino, enzim, hormon.
Fungsi Protein Plasma :
3. Klasifikasi
Menurut derajat ringannya penyakit, Dengue Haemoragic Fever (DHF) dibagi
menjadi 4 tingkat (UPF IKA, 1994 ; 201) yaitu :
1. Derajat I
Panas 2 – 7 hari , gejala umum tidak khas, uji torniquet hasilnya positif
2. Derajat II
Sama dengan derajat I di tambah dengan gejala – gejala pendarahan spontan seperti
petekia, ekimosa, epimosa, epistaksis, haematemesis, melena, perdarahan gusi
telinga dan sebagainya.
3. Derajat III
Penderita syok ditandai oleh gejala kegagalan peredaran darah seperti nadi lemah
dan cepat (> 120 / menit) tekanan nadi sempit (< 20 mmHg) tekanan darah
menurun (120 / 80 mmHg) sampai tekanan sistolik dibawah 80 mmHg.
4. Derajat IV
Nadi tidak teraba,tekanan darah tidak terukur (denyut jantung > - 140 mmHg)
anggota gerak teraba dingin, berkeringat dan kulit tampak biru.
4. Etiologi
Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue,
yang termasuk genus Flavivirus, keluarga Flaviviridae. Flavi merupakan virus
dengan diameter 30 nm terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat
molekul 4x66.
Terdapat 4 serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3,dan DEN-4 yang
semuanya dapat menyebabkan demam dengue atau demam berdarah dengue.
Keempat serotype ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 merupakan serotype
terbanyak. Terdapat reaksi silang antara serotipe dengue dengan Flavivirus lain
seperti Yellow fever, Japanese encehphalitis dan West Nile virus.
1. Virus dengue
Virus dengue yang menjadi penyebab penyakit ini termasuk ke dalam Arbovirus
(Arthropodborn virus) group B, tetapi dari empat tipe yaitu virus dengue tipe 1,2,3
dan 4 keempat tipe virus dengue tersebut terdapat di Indonesia dan dapat
dibedakan satu dari yang lainnya secara serologis virus dengue yang termasuk
dalam genus flavivirus ini berdiameter 40 nonometer dapat berkembang biak
dengan baik pada berbagai macam kultur jaringan baik yang berasal dari sel – sel
mamalia misalnya sel BHK (Babby Homster Kidney) maupun sel – sel Arthropoda
misalnya sel aedes Albopictus. (Soedarto, 1990; 36).
2. Vektor
Virus dengue serotipe 1, 2, 3, dan 4 yang ditularkan melalui vektor yaitu
nyamuk aedes aegypti, nyamuk aedes albopictus, aedes polynesiensis dan
beberapa spesies lain merupakan vektor yang kurang berperan. Infeksi dengan
salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi seumur hidup terhadap serotipe
bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan terhadap serotipe jenis yang lainnya
(Arief Mansjoer & Suprohaita; 2000; 420).
Nyamuk Aedes Aegypti maupun Aedes Albopictus merupakan vektor
penularan virus dengue dari penderita kepada orang lainnya melalui gigitannya
nyamuk Aedes Aegypti merupakan vektor penting di daerah perkotaan (Viban)
sedangkan di daerah pedesaan (rural) kedua nyamuk tersebut berperan dalam
penularan. Nyamuk Aedes berkembang biak pada genangan Air bersih yang
terdapat bejana – bejana yang terdapat di dalam rumah (Aedes Aegypti) maupun
yang terdapat di luar rumah di lubang – lubang pohon di dalam potongan bambu,
dilipatan daun dan genangan air bersih alami lainnya ( Aedes Albopictus). Nyamuk
betina lebih menyukai menghisap darah korbannya pada siang hari terutama pada
waktu pagi hari dan senja hari. (Soedarto, 1990 ; 37).
3. Host
Jika seseorang mendapat infeksi dengue untuk pertama kalinya maka ia akan
mendapatkan imunisasi yang spesifik tetapi tidak sempurna, sehingga ia masih
mungkin untuk terinfeksi virus dengue yang sama tipenya maupun virus dengue
tipe lainnya. Dengue Haemoragic Fever (DHF) akan terjadi jika seseorang yang
pernah mendapatkan infeksi virus dengue tipe tertentu mendapatkan infeksi
ulangan untuk kedua kalinya atau lebih dengan pula terjadi pada bayi yang
mendapat infeksi virus dengue untuk pertama kalinya jika ia telah mendapat
imunitas terhadap dengue dari ibunya melalui plasenta. (Soedarto, 1990 ; 38).
5. Patofisiologi
Hal pertama yang terjadi setelah virus masuk ke dalam tubuh penderita adalah
viremia (masa dimana virus berada di dalam aliran darah sehingga dapat ditularkan
kepada orang lain melalui gigitan nyamuk) yang menyebabkan penderita mengalami
demam, sakit kepala, mual, nyeri otot, pegal – pegal di seluruh tubuh, ruam atau
bintik – bintik merah pada kulit (ptekie), hiperemi tenggorokan, dan hal lain yang
mungkin terjadi, seperti pembesaran kelenjar getah bening, pembesaran hati
(hepatomegali), dan pembesaran limfa (splenomegali).
Peningkatan permeabilitas dinding kapiler mengakibatkan berkurangnya
volume plasma, terjadi hipotensi, hemokonsentrasi, dan hipoproteinemia, serta efusi
dan renjatan (syok).
Jika renjatan atau hipovolemik berlangsung lama, maka akan timbul anoksia
jaringan, metabolik asidosis, dan kematian.
Gangguan hemostasis pada DHF menyangkut tiga faktor, yaitu : perubahan
vaskuler, trombositopenia, dan gangguan koagulasi.
6. Pathway
7. Manifestasi Klinik
8. Pemeriksaan Penunjang
a. Rumple Leed Test
Rumple leed test adalah salah satu cara yang paling mudah dan cepat untuk
menentukan apakah terkena demam berdarah atau tidak. Rumple leed adalah
pemeriksaan bidang hematologi dengan melakukan pembendungan pada bagian
lengan atas selama 10 menit untuk uji diagnostik kerapuhan vaskuler dan fungsi
trombosit. Prosedur pemeriksaan Rumple leed tes yaitu:
- Pasang ikatan sfigmomanometer pada lengan atas dan pump sampai tekanan
100 mmHg (jika tekanan sistolik pesakit < 100 mmHg, pump sampai tekanan
ditengah-tengah nilai sistolik dan diastolik).
- Biarkan tekanan itu selama 10 menit (jika test ini dilakukan sebagai lanjutan
dari test IVY, 5 menit sudah mencukupi).
- Lepas ikatan dan tunggu sampai tanda-tanda statis darah hilang kembali. Statis
darah telah berhenti jika warna kulit pada lengan yang telah diberi tekanan tadi
kembali lagi seperti warna kulit sebelum diikat atau menyerupai warna kulit
pada lengan yang satu lagi (yang tidak diikat).
- Cari dan hitung jumlah petechiae yang timbul dalam lingkaran bergaris tengah
5 cm kira - kira 4 cm distal dari fossa cubiti.
Catatan:
Jika ada > 10 petechiae dalam lingkaran bergaris tengah 5 cm kira-kira 4
cm distal dari fossa cubiti test Rumple Leede dikatakan positif. Seandainya
dalam lingkaran tersebut tidak ada petechiae, tetapi terdapat petechiae
pada distal yang lebih jauh daripada itu, test Rumple Leede juga dikatakan
positif.
Warna merah didekat bekas ikatan tensi mungkin bekas jepitan, tidak ikut
diikut sebagai petechiae
Pasien yg “tek” darahnya tdk diketahui, tensimeter dapat dipakai pada
“tek” 80 mmHg
Pasien tidak boleh diulang pada lengan yang sama dalam waktu 1 minggu
Derajad laporan: (-) = tidak didapatkan petechiae (+1) = timbul beberapa
petechiae dipermukaan pangkal lengan
(+2) = timbul banyak petechiae dipermukaan pangkal lengan
(+3) = timbul banyak petechiae diseluruh permukaan pangkal lengan &
telapak tangan muka & belakang (+4) = banyak sekali petechiae diseluruh
permukaan lengan, telapak tangan & jari, muka & belakang
Ukuran normal: negative atau jumlah petechiae tidak lebih dari 10
b. Laboratorium
Pemeriksaan darah yang rutin dilakukan untuk menapis pasien tersangka
demam dengue adalah melalui pemeriksaan kadar hemoglobin, hematokrit, jumlah
trombosit dan hapusan darah tepi untuk melihat adanya limfosit relative disertai
gambaran limfosit plasma biru.
Diagnosis pasti didapatkan dari hasil isolasi virus dengue (cell culture)
ataupun deteksi antigen virus RNA dengue dengan teknik RTPCR (Reserve
Transcriptase Polimerase Chain Reaction), namun karena teknik yang lebih
rumit, saat ini tes serologis yang mendeteksi adanya antibodi spesifik terhadap
dengue berupa antibody total, IgM maupun IgG.
Parameter Laboratoris yang dapat diperiksa antara lain:
Leukosit: dapat normal ataupun menurun. Mulai hari ke-3 dapat ditemui
limfosit relative (>45 % dari total leukosit) disertai adanya limfosit plasma
biru (LPB) >15% dari jumlah total leukosit yang pada fase syok akan
meningkat
Trombosit: umumnya terdapat trombositopenia pada hari ke 3-8
Hematokrit: kebocoran plasma dibuktikan dengan ditemukannya peningkatan
hematokrit ≥ 20% dari hematokrit awal, umunya dimulai pada hari ke 3
demam
Hemostasis: dilakukan pemeriksaan PT, APTT, fibrinogen, D-Dimer, atau
FDP pada keadaan yang dicurigai terjadi perdarahan atau kelainan pembekuan
darah
Protein/Albumin: dapatterjadi hipoproteinemia akibat kebocoran plasma
SGOT/SGPT (serum alanine aminotransferase): dapat meningkat.
Ureum, kreatinin: bila didapatkan gangguan fungsi ginjal
Elektrolit: sebagai parameter pemantauan pemberian cairan
Golongan darah dan cross match (uji cocok serasi): bila akan diberikan
transfuse darah atau komponen darah
Imuno serologi dilakukan pemeriksaan IgM dan IgG terhadap dengue
IgM: terdeteksi mulai hari ke 3-5, meningkat sampai minggu ke 3,
menghilang setelah 60-90 hari
IgG: pada infeksi primer, IgG mulai terdeteksi pada hari ke 14, pada infeksi
sekunder IgG mulsi terdeteksi hari ke 2
Ns1: Pemeriksaan Non Struktural 1 (NS1) ditujukan untuk mendeteksi virus
dengue lebih awal. Virus dengue memiliki 3 protein structural dan 7 protein
non structural. NS1 adalah glikoprotein non structural yang diperlukan untuk
kelangsungan hidup virus.
Keuntungan mendeteksi antigen NS1 yaitu untuk mengetahui adanya infeksi
dengue pada penderita tersebut pada fase awal demam, tanpa perlu menunggu
terbentuknya antibodi.
Dengan demikian kita dapat segera melakukan terapi suportif dan pemantauan
pasien. Hal ini tentunya akan mengurangi risiko komplikasi seperti demam
berdarah dengue dan dengue shock syndrome yang dapat berakibat kematian.
Pemeriksaan Dengue NS1 Antigen sebaiknya dilakukan pada penderita yang
mengalami demam disertai gejala klinis infeksi virus dengue (pada hari 1-3
mulai demam) untuk mendeteksi infeksi akut disebabkan virus dengue.
Menurut Dr.Aryati,dr, MS, Sp.PK(K), positivitas dan kadar Ag NS1 Dengue
tertinggi pada hari-hari awal demam dan akan menurun dengan bertambahnya
hari demam, sehingga sebaiknya dilakukan sebelum hari keempat demam.
Uji HI: dilakukan pengambilan bahan pada hari pertama serta saat pulang dari
perawatan, uji ini digunakan untuk kepentingan surveilans
e. Pemeriksaan Radiologis
Pada foto dada didapatkan efusi pleura, terutama pada hemithorax kanan tetapi
apabila terjadi pembesaran plasma hebat, efusi pleura dapat dijumpai pada kedua
hemithorax. Pemeriksaan foto rontgen dada sebaiknya dalam posisi lateral
decubitus kanan (pasien tidur pada sisi badan sebelah kanan). Asites dan efusi
pleura dapat pula dideteksi dengan pemeriksaan USG.
9. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pasien dengan DHF adalah sebagai berikut :
- Lakukan tirah baring atau istirahat baring
- Pemberian diet makanan lunak
- Berikan minum banyak (2 – 2,5 liter / hari) dapat berupa : susu, teh manis, sirup,
dan beri penderita oralit.
- Pemberian cairan merupakan hal yang paling penting bagi penderita DHF
- Pemberian cairan intravena (biasanya Ringer Laktat, NaCl faali).
Ringer Laktat merupakan cairan intravena yang paling sering digunakan karena
mengandung Na+ 130 mEq / L, K+ 4 mEq / L, korektor basa 28 mEq / L, Cl- 109
mEq / L, dan Ca2+ 3 mEq / L.
- Monitor tanda – tanda vital tiap 3 jam (suhu, nadi, tekanan darah, dan
pernapasan); jika kondisi pasien memburuk, maka observasi ketat tiap jam.
- Periksa Hb, Ht, dan trombosit setiap hari.
- Pemberian obat antipiretik.
Sebaiknya dari golongan asetaminofen, eukinin atau dipiron (kolaborasi dengan
dokter). Dan juga pemberian kompres dingin atau hangat.
- Monitor tanda – tanda perdarahan lebih lanjut.
- Pemberian antibiotik bila terdapat kekuatiran infeksi sekunder (kolaborasi dengan
dokter).
- Monitor tanda – tanda dini renjatan, meliputi : keadaan umum, perubahan tanda –
tanda vital, hasil – hasil pemeriksaan laboratorium yang memburuk.
- Apabila timbul kejang, dapat diberikan diazepam (kolaborasi dengan dokter).
- Transfusi darah bila penderita mengalami perdarahan yang membahayakan.
8) Data subyektif
Merupakan data yang dikumpulkan berdasarkan keluhan pasien atau keluarga pada
pasien DHF, data subyektif yang sering ditemukan antara lain:
- Panas atau demam
- Sakit kepala
- Anoreksia, mual, haus, sakit saat menelan.
- Lemah
- Nyeri ulu hati,otot dan sendi
- Konstipasi
9) Data obyektif
Merupakan data yang diperoleh berdasarkan pengamatan perawat pada keadaan
pasien. Data obyektif yang sering ditemukan pada penderita DHF antara lain:
a. Suhu tubuh tinggi, menggigil, wajah tampak kemerahan
b. Mukosa mulut kering, perdarahan gusi, lidah kotor
c. Tampak bintik merah pada kulit (petakie), uji torniket (+), epistaksis,
ekimosis,hematoma, hematomesis, melena.
- Petakie adalah adalah bintik merah keunguan kecil dan bulat sempurna
yang tidak menonjol akibat perdarahan intradermal atau submukosa.
- Ekimosis adalah bercak perdarahan yang kecil, lebih lebar dari petekie,
pada kulit atau selaput lendir, membentuk bercak biru atau ungu yang rat,
bulat atau irregular.
- Melena adalah keluarnya feses gelap dan pekat diwarnai oleh pigmen
darah atau darah yang berubah
- Hematoma adalah penumpukan darah tidak normal di luar pembuluh
darah. Kondisi ini terjadi karena ada dinding pembuluh darah yang rusak
sehingga darah bocor ke jaringan lain yang tidak semestinya. Kumpulan
darah ini bisa berukuran setitik kecil, tapi bisa juga berukuran besar dan
menyebabkan pembengkakan.
B. Diagnosa keperawatan
1. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit (verimea/virus)
2. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan peningkatan permeabilitas kapiler,
perdarahan, muntah dan demam.
3. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan anoreksia
4. Resiko tinggi terjadinya perdarahan berhubungan dengan trombositopenia
5. Gangguan aktivitas sehari-hari berhubungan dengan kondisi tubuh yang lemah
6. Resiko tinggi syok hipovolemik berhubungan dengan kurangnya volume cairan tubuh
akibat perdarahan.
7. Kurang pengetahuan tentang proses penyakit, diit, perawatan, dan obat-obatan pasien
berhubungan dengan kurangnya informasi.
Kolaborasi:
Kolaborasi:
1. Berikan obat-obatan
1. Dengan pemberian obat
antasida(anti
tersebut diharapkan intake
emetic)sesuai
nutrisi klien meningkat
program/instruksi dokter
karena mengurangi rasa
mual dan muntah
2. Kolaborasi dengan ahli
2. Membantu proses
gizi dalam pemberian diit
penyembuhan luka
yang tepat.
4 Tujuan: perdarahan 1.Monitor tanda-tanda 1. Penurunan jumlah
tidak terjadi perdarahan dan trombosit trombosit merupakan
Kriteria hasil: yang disertai dengan tanda-tanda adanya
Jumlah trombosit tanda-tanda klinis perforasi pembuluh darah
klien meningkat yang pada tahap tertentu
Tidak terjadi dapat menimbulkan
epitaksis,melena, tanda-tanda klinis berupa
dan hemetomesis perdarahan(peteki,epistak
\ sis, dan melena)
2. Anjurkan klien untuk 2. Aktivitas yang tidak
banyak istirahat terkontrol dapat
menyebabkan terjadinya
perdarahan
3. Berikan penjelasan pada 3. Mendapatkan penanganan
keluarga untuk segera sesegera mungkin
melaporkan jika ada
tanda-tanda perdarahan
5 Tujuan: aktivitas 1. Kaji kebutuhan klien 1. Mengidentifikasi masalah
sehari-hari kembali klien
normal 2. Kaji hal-hal yang mampu 2. Mengetahui tindakan
Kriteria hasil: dilakukan klien keperawtan yang akan
Keadaan umum berhubungan dengan diberikan sesuai dengan
membaik kelemahan fisiknya masalah klien
Kebutuhan sehari- 3. Bantu klien memenuhi 3. Pemberian bantuan sangat
hari terpenuhi kebutuhan aktivitas diperlukan oleh klien pada
seperti: makan, sehari-hari klien sesuai saat kondisinya lemah dan
minum, dan tingkat keterbatasan klien perawat mempunyai
personal hygiene. seperti mandi, makan, tanggung jawab dalam
dan eliminasi. pemenuhan kebutuhan
sehari-hari tanpa
membuat klien
ketergantungan terhadap
perawat.
6 Tujuan : Tidak Mandiri: Mandiri:
terjadi syok 1. Monitor keadaan umum 1. Untuk mengetahui jika
hipovolemik. kilen. terjadi tanda-tanda syok.
2. Observasi tanda-tanda 2. Untuk mengetahui keadaan
Kriteria Hasil:
vital tiap 2-4 jam. umum klien
Tanda-tanda vital 3. Monitor tanda-tanda 3. Perdarahan yang cepat
dalam batas perdarahan. diketahui dapat segera
normal. teratasi.
4. Anjurkan keluarga/klien 4. Untuk membantu tim
Keadaan umum
untuk segera melapor perawat untuk segara
baik.
jika ada tanda-tanda menentukan tindakan yang
Syok hipovolemik perdarahan tepat.
tidak terjadi. 5. Segera puasakan jika 5. Untuk membantu
terjadi perdarahan mengistirahatkan saluran
saluran pencernaan pencernaan
untuksementara selama
perdarahan berasal dari
saluran cerna.
6. Perhatikan keluhan klien 6. mengetahui seberapa jauh
seperti pusing, lemah, pengaruh perdarahan.
ekstremitas dingin,
sesak nafas.
Kolaborasi: Kolaborasi:
7. Berikan therapi cairan 7. Untuk mengetahui
intra vena jika terjadi kehilangan cairan tubuh
perdarahan. yang hebat yaitu untuk
mengatasi syok
hipovolemik.
8. Cek Hb, Ht, Trombosit 8. Untuk mengetahui tingkat
(sito) kebocoran pembuluh darah
yang dialami klien, dan
untuk acuan melakukan
tindakan lebih lanjut.
9. Berikan trasfusi sesuai 9. Untuk menganti volume
instruksi dokt darah serta komponen yang
hilang
7 Tujuan : 1. Kaji tingkat pengetahuan 1. mengetahui sejauh mana
Pengetahuan klien klien/keluarga tentang pengetahuan tentang
bertambah. penyakit DHF. penyakit yang diderita
klien.
Kriteria Hasil:
Pengetahuan 2. Kaji latar belakang 2. Agar perawat dapat
klien/Keliarga pendidikan klien dan memberikan penjelasan
tentang proses keluarga. sesuai dengan tingkat
penyakit, diit, pendidikan sehingga
perawatan dan obat penjelasan dapat dipahami
penderita DHF dan tujuan yang
meningkat dan direncanakan tercapai.
klien/keluarga
3. Jelaskan tentang proses
mampu 3. Agar informasi dapat
penyakit,diit, perawatan,
menjelasakan diterima dengan tepat dan
obat-obatan pada klien
kembali. jelas
dengan bahasa yang
mudah dimengerti.
4. Berikan kesempatan pada
4. Mengurangi kecemasan
klien/keluarga untuk
dan motivasi klien untuk
bertanya sesuai dengan
kooperatif
penyakit yang dialami.
Selama masa
perawatan/penyembuhan
5. Gunakan leaflet atau
5. Dapat membantu
gambar-gambar dalam
mengingat penjelasan yang
bentuk penjelasan.
telah
diberikan karena dapat
dilihat atau dibaca
berulang kali
D. Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah proses keperawatan yang mengikuti rumusan dari
keperawatan. Tujuannya berpusat pada klien, mencatat serta melakukan pertukaran
informasi yang relevan, dengan keperawatan kesehatan berkelanjutan pada klien.
1. Proses atau tahapan
a. Mengkaji ulang klien.
Fase ini merupakan komponen yang memberikan mekanisme bagi perawat yang
menentukan apakah tindakan keperawatan yang diusulkan masih sesuai.
b. Mengklarifikasi rencana yang sudah ada.
c. Mengidentifikasi bidang bantuan berupa tenaga, pengetahuan serta keterampilan.
d. Mengimplementasikan intervensi keperawatan.
e. Dokumentasi
Mencatat semua tindakan yang dilakukan tentang respon pasien, tanggal dan
waktu serta nama dan paraf perawat yang jelas.
E. Evaluasi
1. Definisi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan dengan cara melakukan
identifikasi sejauh mana tujuan dan rencana keperawatan tercapai atau tidak.
2. Jenis evaluasi
a. Evaluasi pormatif
Menyatakan evaluasi yang dilakukan pada saat memberikan intervensi dengan
respon segera (pendokumentasian dan implementasi).
b. Evaluasi sumatif
Merupakan rekapitulasi dari hasil observasi dengan analisis stasus klien pada
waktu tertentu berdasarkan tujuan yang direncanakan pada tahap perencanaan (
dalam bentuk SOAP ).