Anda di halaman 1dari 14

BAB II

METODOLOGI PERANCANGAN PABRIK

II.1 DASAR TEORI


Langkah pembuatan dimetil eter (DME) dari batubara dapat dibagi dalam dua
langkah proses yaitu :
1. Proses gasifikasi batubara menjadi gas sintesa ( CO dan H2 )
2. Sintesa dimetil eter (DME)
II.1.1 Proses gasifikasi batubara menjadi gas sintesa (CO dan H2)
Gasifikasi batubara dilakukan dengan oksidasi parsial dan
hydrogasification. Proses gasifikasi batubara menjadi gas sintesa terbagi
menjadi beberapa cara tergantung pada metode kontak yang digunakan, yaitu:
1. Moving Bed

Dalam fixed bed serbuk batubara yang berukuran 6 – 50 mm


diumpankan dari atas reaktor dan akan menumpuk karena gaya beratnya.
Steam dan udara (O2) dihembuskan dari bawah reaktor berlawanan arah
dengan arah masukan batubara dan akan bereaksi membentuk syngas. ( Kirk
Othmer )

Gasifier model ini beroperasi pada suhu relatif rendah yaitu maksimal
sekitar 6000C, maka batubara yang akan digasifikasi harus memiliki suhu leleh
abu (ash fusion temperature) yang tinggi. Hal ini dimaksudkan agar abu tidak
meleleh yang akhirnya mengumpul di bagian bawah alat sehingga dapat
menyumbat bagian tersebut. Contohnya : Lurgi Process Gasifier

Gambar II.1 Gasifier Tipe Moving Bed

Keunggulan : Mudah dalam hal desain dan pengoperasiannya, sangat cocok


untuk skala kecil.
Kekurangannya :

a. Sangat sulit untuk menjaga kondisi temperatur dan kurang memadai dalam
hal gas mixing untuk keperluan reaksi gasifikasi.
b. Tidak cocok digunakan dalam skala besar karena hasil syngas yang
diharapkan sulit diprediksi hasilnya.
2. Fluidized Bed

Dalam fluidized bed serbuk batubara yang digunakan lebih halus


ukurannya, yaitu 6 – 10 mm. Pada fluidized bed gaya gravitasi dari serbuk
batubara akan seimbang dengan gaya dorong ke atas steam dan udara (O 2)
sehingga partikel batubara ada dalam kondisi mengambang saat gasifikasi
terjadi. (Kirk Othmer)

Pada gasifier ini memasukkan bahan bakarnya dari samping (side


feeding) dan oksidan dari bagian bawah. Oksidan disini selain sebagai reaktan
pada proses, juga berfungsi sebagai media lapisan mengambang dari batubara
yang digasifikasi. Dengan kondisi penggunaan oksidan yang demikian maka
salah satu fungsi tidak akan dapat maksimal karena harus melengkapi fungsi
lainnya, atau bersifat komplementer. Hal ini mengakibatkan tingkat konversi
karbon pada tipe ini maksimal hanya sekitar 97% saja, tidak setinggi pada tipe
moving bed dan entrained flow yang dapat mencapai 99% atau lebih.
(Higman, van der Burgt, 2003)

Karena beroperasi pada suhu sekitar 600-1000 oC, maka batubara yang
akan diproses harus memiliki temperatur melunak abu (softening temperature)
di atas suhu operasional tersebut. Hal ini bertujuan agar abu yang dihasilkan
selama proses tidak meleleh, yang dapat mengakibatkan terganggunya kondisi
lapisan mengambang. Dengan suhu operasi yang relatif rendah, gasifier ini
banyak digunakan untuk memproses batubara peringkat rendah seperti lignit
atau peat yang memiliki sifat lebih reaktif dibanding jenis batubara yang lain.
Pengembangan lebih lanjut teknologi penggas jenis ini sangat diharapkan
untuk dapat mengakomodasi secara lebih luas penggunaan batubara peringkat
rendah, biomassa, dan limbah seperti MSW (Municipal Solid Waste).
Contohnya : Winkler gasifier, Kellog Rust Westinghouse, gasifier HTW (High
Temperature Winkler).

Gambar II.2 Gasifier Tipe Fluidized Bed

Kelebihannya :
a. Proses mixing yang baik membuat kondisi temperatur yang uniform
sehingga kontrol (pengendalian) lebih mudah dilakukan.
b. Cocok digunakan dalam skala industri
c. Heat transfer dan mass transfer antara gas dan partikel solid lebih
sempurna
Kekurangannya :
a. Resiko abrasi dan erosi partikel solid pada reaktor dan perpipaan lebih
besar
b. Pada temperatur tinggi cenderung membentuk agglomerate dari partikel
solid, pembentukan agglomerate dapat diturunkan dengan menurunkan
temperatur tapi akibat turunnya temperatur rate reaksi juga akan menurun.
3. Entrained Bed

Dalam entrained bed kontak antara serbuk batubara dengan steam dan
udara (O2) dibuat sangat cepat sekali. Umpan yang digunakan untuk batubara
bisa berupa slurry feed maupun dry feed. Ukuran batubara yang masuk sangat
halus, kurang dari 100 µm. Batubara serbuk ini disemburkan ke penggas
bersama dengan aliran oksidan, dapat berupa oksigen, udara, atau uap air.
Proses gasifikasi berlangsung pada suhu antara 1200 – 1800 oC, dengan waktu
tinggal batubara kurang dari 1 detik. Pada gasifier ini menggunakan batubara
sub-bituminus sampai dengan antrasit lebih disukai sedangkan lignit atau
brown coal pada prinsipnya dapat digasifikasi, hanya saja kurang ekonomis
karena kandungan airnya yang tinggi yang menyebabkan konsumsi energi
yang besar. Gasifikasi suhu tinggi pada penggas ini menyebabkan kandungan
metana dalam gas sintetik sangat sedikit, sehingga gas sintetik berkualitas
tinggi dapat diperoleh.

Contohnya : Kopper Totzek, Shell, Texaco .( Kirk Othmer )

Gambar II.3 Gasifier Tipe Entrained Bed

Kelebihannya:

a. Waktu kontak sangat cepat sehingga proses pembentukan agglomerat


dapat diminimalkan.
b. Gas yang dihasilkan bebas tar.
c. Bisa digunakan untuk jenis batubara apa saja (grade rendah sampai grade
tinggi)
Tabel II.1 Perbandingan antara proses gasifikasi antara serbuk batubara
dengan udara (oksigen)
Moving Bed Fluidized Bed Entrained Flow
Ukuran Partikel 6 – 50 mm 6 – 10 mm < 100 µm
Metode Kontak Countercurrent dan Co-current dan Co-current dan
Batubara menumpuk Batubara terfluidisasi down-flow
dalam Gasifier
Tidak bisa digunakan
Dapat
untuk caking coal
Dapat Menggasifikasi Menggasifikasi
Tipe Batubara (memiliki kerapatan
semua tipe batubara semua tipe
yg besar / sangat
batubara
padat)
Gas Keluaran Mengandung tar, Kandungan ash-dust Gas bebas tar,
phenol, naphta, trace, sangat tinggi phenol serta
amonia, ash-dust sedikit ash
Kapasitas / Skala Kecil Cocok untuk skala Skala Besar
Skala industri
Dari perbandingan ketiga metode di atas maka dipilih gasifier tipe
entrained bed.

Kemudian untuk memisahkan kandungan sulfur dan CO2 dalam syngas


ada beberapa metode yang dapat digunakan, antara lain :

 Absorbsi dengan menggunakan pelarut liquid


 Adsorbsi menggunakan partikel solid
 Difusi dengan menggunakan membran permeabel atau semi permeabel
Perbandingan antara ketiga metode diatas dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel II.2 Perbandingan metode pemurnian syngas dari senyawa sulfur dan
CO2

Absorbsi Adsorbsi Difusi


 Mengkontakkan syngas  Adsorbsi  Melewatkan
dengan solvent yang selektif impurities pada solid syngas pada semacam
memisahkan H2S dan CO2. carrier bed. membran polymer.
 Terjadi di dalam kolom  Beberapa  Rate transpot dari
yang dilengkapi tray.
adsorbant dapat komponen yang
 Karakteristik absorbsi
diregenerasi, beberapa melewati membran
tergantung property fisik
memerlukan dipengaruhi
solvent. ( Σ solvent >
penggantian secara perbedaaan partial
→ loading capacity >)
berkala. pressure antara 2 sisi
 Solvent dapat
membran.
dipergunakan kembali
 Loading capacity  Kurang cocok
dengan diregenerasi terlebih
tergantung dari untuk pemisahan CO2.
dahulu.
karakteristik komponen
dan adsorbant,
temperatur dan
tekanan.
Dengan memperhatikan faktor ekonomi serta efisiensi proses,
pemisahan senyawa sulfur dan CO2 ini dilakukan dengan metode
absorbsi dengan solvent MDEA (Methyl Dietanol Amine) yang selektif
memisahkan H2S dan juga CO2 dari syngas. Pemilihan solvent ini
didasarkan pada kenyataan bahwasanya CO2 terdapat sangat banyak di dalam
aliran syngas. (Higman, van der Burgt, 2003)

II.1.2 Sintesa dimetil eter (DME)


Proses sintesa DME dapat dilakukan dengan metode secara langsung
maupun tidak langsung, keduanya dapat diuraikan sebagai berikut :

 Sintesa DME secara tidak langsung


Untuk metode ini reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :
CO + 2H2 → CH3OH +90,7
kJ/mol
katalis (seperti, CuO/ZnO/Al2O3)
2CH3OH ↔ CH3OCH3 + H2O +23,4
kJ/mol
katalis γ – alumina

 Sintesa DME secara langsung


Metode ini merupakan metode yang baik dan efisien karena pembentukan
metanol dan DME terjadi dalam satu reaktor. Reaksi yang terjadi pada
metode konversi langsung adalah sebagai berikut :

Sintesa metanol CO + 2H2 ↔ CH3OH -90,7


kJ/mol
Dehidrasi metanol 2CH3OH ↔ CH3OCH3 + H2O -23,4
kJ/mol
Shift reaction CO + H2O ↔ CO2 + H2 -40,9
kJ/mol
Reaksi overall 3CO + 3H2 ↔ CH3OCH3 + CO2 -246
kJ/mol

Pada konversi langsung, proses yang terjadi adalah kombinasi


pembentukan metanol dan DME. Metode ini menggunakan dua jenis
katalis yaitu katalis untuk dehidrasi methanol dan katalis sintesa methanol.
Katalis methanol atau DME multifungsi dalam slurry bubble reactor
adiabatik dengan intercooler. Make up gas sintetis dicampur dengan gas
recycle dan dipanaskan dalam feed effluent exchanger sebelum masuk
reaktor. Reaksi yang berlangsung bersifat eksotermis dan panas reaksi
dihilangkan oleh intercooler. Produk keluaran reaktor didinginkan dengan
umpan masuk dalam feed effluent exchanger dan selanjutnya didinginkan
dengan air pendingin. Gas sintetik yang tidak terkonversi dipisahkan
dalam liquid-gas separator, kemudian gas direcycle ke dalam reaktor
sedangkan liquid masuk ke dalam kolom destilasi. Kolom untuk
memisahkan gas CO2 yang di recycle dalam reformer dan kolom untuk
memisahkan DME dan metanol. ( Eric D .Larson )

Reaktor yang digunakan untuk sintesis DME terdiri dari :

1. Reaktor fase gas (Fixed Bed)


Pada reaktor ini aliran syngas melewati fixed bed katalis,
pertukaran panas yang terjadi adalah pertukaran panas langsung sehingga
koefisien perpindahan panas gas cenderung rendah yang mengakibatkan
sulit mempertahankan kondisi isothermal. Jumlah CO yang terkonversi
dalam single pass untuk tiga tahap adalah sekitar 16-34 %. Utnuk
mempertahankan kenaikan suhu ada beberapa hal yang dilakukan
diantaranya adalah meningkatkan reaksi dengan pendinginan antar stage
reaktor dan membatasi konsentrasi awal CO masuk dalam reaktor. ( Eric D
.Larson )

2. Reaktor fase liquid (reaktor slurry)


Pada reaktor ini syngas melewati inert mineral oil yang bercampur
bubuk katalis yang menyebabkan tranfer panas ke boiler tube lebih efektif
dalam fluida sehingga lebih mudah mempertahakan suhu. Hal ini
merupakan pengaturan suhu yang baik untuk syngas yang kaya akan CO.
Konversi CO yang terjadi relatif tinggi dalam single pass sehingga reaktor
yang diperlukan pun relatif kecil. ( Eric D .Larson )

Dari kedua reaktor tersebut, karena feed yang digunakan adalah


berupa liquid (slurry) dan dibutuhkan konversi CO yang relatif tinggi
dalam single pass maka dipilih reaktor fase liquid.
Tabel II.3 Perbandingan sintesa DME secara tidak langsung dan secara
langsung
Sintesa DME Secara Tidak Langsung Sintesa DME Secara Langsung
- Membutuhkan dua jenis reaktor - Hanya butuh satu jenis reaktor
- Waktu reaksi lebih lama - Waktu reaksi lebih singkat
- Proses lebih panjang - Desain dan
pengendalian lebih efisien
Dari perbandingan kedua metode di atas maka dipilih metode
sintesa DME secara langsung.

II.2 METODOLOGI
Proses pembuatan DME dapat diuraikan menjadi lima bagian utama yaitu Unit
Preparasi Batubara, Unit Gasifikasi Batubara, Unit Pembersihan Syngas, Unit Sintesa
DME, dan Unit Pemisahan Produk, dengan blok diagram proses seperti pada gambar
berikut.

1. Unit Preparasi Batubara


Sebelum masuk ke proses gasifikasi, batubara mengalami proses penanganan
awal meliputi grinding dan slurrying. Mula-mula batubara dari open yard batubara
diangkut menggunakan scraper dan belt conveyor menuju Ball Mill. Disini terjadi
proses size reduction ukuran batubara dari ukuran 5 cm sampai ukuran 105 μm.
Setelah itu batubara yang telah dihaluskan akan diayak dalam Screen untuk
memisahkan antara ukuran yang sudah sesuai (140 mesh) dan yang belum (>105
μm). Selanjutnya, batubara yang lebih besar dari 105 µm akan di recycle kembali
menggunakan Bucket Elevator menuju Ball Mill. Sedangkan partikel yang
ukurannya 140 mesh diangkut oleh Screw Conveyor untuk dialirkan menuju Bin
Pulverized Coal. Kemudian partikel halus batubara itu dimasukkan dalam tangki
Slurry Batubara dengan menggunakan Screw Conveyor, dimana nantinya akan
ditambahkan air sampai membentuk slurry dengan kadar 70 % berat solid. Setelah
itu slurry tersebut akan dipompakan ke dalam gasifier menggunakan Pompa Slurry
Batubara dengan tekanan keluar 7500 kPa.

Pemilihan bentuk slurry ini memiliki keuntungan yaitu akan menambah fraksi
hidrogen dalam syngas karena air pada temperatur dan tekanan tinggi dapat bereaksi
dengan gas CO menghasilkan hydrogen dan karbondioksida. Selain itu dalam hal
penanganan (transportasi) lebih mudah, dan dapat ditangani secara bersih dan aman
karena terjadi pengungkungan/penjebakan partikel batubara di dalam cairan
sehingga bahaya emisi debu dan penyalaan spontan dapat diabaikan. (Lar &
Larson)

2. Unit Gasifikasi Batubara


Pada unit gasifikasi batubara digunakan reacktor fase liquid (slurry) seperti
yang telah disebutkan sebelumnya. Gasifikasi batubara adalah proses mengkonversi
batubara yang mengandung Ash, C, H, N, Cl, S, dan O menjadi synthesis gas
(syngas) yang dilakukan dalam Gasifier, dimana kandungan utama yang diinginkan
adalah H2 dan CO. Di dalam gasifier terjadi oksidasi batubara dengan oksigen dan
uap air (dari water slurry).

Reaksi yang terjadi pada Gasifier :

a. Coal devolatilization → CH4 + CO + CO2 + C(Char) + H2 + H2S + COS


H = 16724 kJ /mol (endothermic)
b. C + O2 → CO2 H = -393 kJ/mol (exothermic)
c. C + ½ O2 → CO ∆H = -111 kJ/mol (exothermic)
d. C + H2O ↔ CO + H2 H = 131 kJ /mol (endothermic)
e. C + CO2 ↔ 2CO H = 172 kJ/mol (endothermic)
f. C + 2H2 ↔ CH4 H = -75 kJ/mol (exothermic)
g. CO + H2O ↔ CO2 + H2 H = -41 kJ/mol (exothermic)
h. CO + 3H2 ↔ CH4 + H2O H = -205 kJ/mol (exothermic)
(gasification technologies: A primer for Engineers and Scientists)
Pada proses awalnya slurry mengalami devolatilization. Kemudian char hasil
devolatilisasi mengalami reaksi pembakaran dengan O2 yang berasal dari tangki
penyimpanan O2. Sebelum masuk reaktor, O2 dengan kadar 99,5 % dikompressi
dengan kompressor sampai tekanan 7514 kPa, kemudian suhunya dinaikkan dalam
Heat Exchanger sampai suhu 93 oC ketika masuk gasifier. Gasifier beroperasi pada
suhu 1390oC pada tekanan operasi 7500 kPa.

Sebagian besar O2 yang diinjeksikan dalam gasifier akan digunakan pada


reaksi combustion b dan c. Panas yang dihasilkan dari reaksi ini digunakan untuk
menyediakan panas untuk reaksi a (devolatilization) serta menjaga suhu reaktor dan
mengendalikan reaksi d - h. Reaksi d adalah reaksi water-gas yang merupakan
reaksi yang utama pada reaksi gasifikasi karena pada reaksi ini akan dihasilkan H 2
dan CO. Selanjutnya reaksi e adalah reaksi Boudouard yang merupakan reaksi
endotermis dan lebih lambat jika dibandingkan pada reaksi pembakaran pada reaksi
b pada temperatur yang sama. Reaksi f adalah reaksi Hydrogasification yang sangat
lambat kecuali pada tekanan tinggi sehingga dapat diabaikan. Reaksi g adalah reaksi
water-gas shift dimana reaksi ini sangat penting karena dari reaksi ini dapat
meningkatkan perbandingan antara H2 dengan CO menjadi 1 – 1,2. Reaksi h adalah
reaksi metanasi.

Sisa-sisa gasifikasi dan sebagian particulate matter akan turun sebagai slag di
bagian bottom sedangkan syngas yang keluar dari gasifier didinginkan terlebih
dahulu pada Heat Exchanger sehingga suhunya turun menjadi 350 oC dengan media
pendingin air.(Higman, van der Burgt, 2003)

3. Unit Pembersihan syngas


A. Absorbsi

Unit pembersihan syngas terdiri dari sour WGS (Water Gas Sift
reactor) dan CO Shift hidrolisis. Water Gas Shift Reactor adalah reakto yang
mereaksikan karbon monoksida dan uap air untuk membentuk karbon
dioksida dan hidrogen (campuran karbon monoksida dan hidrogen (bukan
air) dikenal sebagai gas air, sedangkan CO Shift hidrolisi membuat bagian
penting dari kandungan CO dalam gas yang retak digunakan untuk
pembentukan hidrogen tambahan, yang mengikuti reaksi kimia

CO + H2O <=> H2 + CO2

Proses ini eksotermik dan dibatasi oleh keseimbangan kimia. Setelah


didinginkan dalam Heat Exchanger sampai suhu 350 oC, selanjutnya syngas
akan dibypass, 25 % total syngas masuk ke dalam sour WGS reactor dan 75
% syngas akan menjadi feed masuk (bersama-sama keluaran WGS) ke COS
hydrolisis reactor. Sour WGS reactor beroperasi pada suhu 350 oC dan
tekanan 7500 kPa, berfungsi untuk meningkatkatkan ratio H 2/CO agar sesuai
dengan komposisi yang diinginkan (dimana optimal untuk sintesa DME
perbandingan H2/CO = 1), dengan mengkonversi CO sesuai reaksi berikut :

CO + H2O ↔ CO2 + H2

Setelah keluar dari Sour WGS reactor, syngas dicampur dengan syngas
dari bypass yang kemudian akan diumpankan kedalam COS hydrolysis
reactor. Sebelum masuk kedalam COS hidrolisis reaktor syngas masuk
kedalam expander untuk diturunkan tekanannya dari 7500 kPa menjadi
3010 kPa. Tujuan menurunkan tekanan syngas adalah agar terjadi reaksi
yang optimum antara COS dan H2O, selain itu secara ekonomi
menguntungkan dalam konstruksi dibandingkan dengan pemakaian tekanan
tinggi, karena power expander dapat digunakan untuk power kompressor
syngas setelah keluar molekular sieve. Syngas dari ekspander kemudian
diturunkan suhunya dalam Heat Exchanger hingga 220 oC sebelum masuk
COS hidrolisis reactor dan penghilangan asam gas. Dalam COS hydrolisis
reactor yang beroperasi pada suhu 220oC dan tekanan 3000 kPa, seluruh
COS yang terbentuk akan dikonversi menjadi H2S karena solvent dalam
kolom absorbsi untuk memisahkan senyawa sulfur lebih selektif terhadap
senyawa dalam bentuk H2S daripada COS. Reaksi yang terjadi dalam COS
hydrolisis reactor :

COS + H2O ↔ H2S + CO

Syngas kemudian didinginkan pada Heat Exchanger sampai suhu 40


o
C sehingga H2O berubah fase dari gas menjadi liquid untuk kemudian
dipisahkan dari syngas pada Separator yang beroperasi pada suhu 40 oC dan
tekanan 3000 kPa.

B. Pembersihan

Syngas keluar dari Separator mengandung H2S dan CO2, sehingga


harus dilakukan proses pemisahan terhadap gas ini dengan menggunakan
kolom absorbsi. Tujuan dari pemisahan CO2 ini agar tidak menggangu reaksi
kesetimbangan yang berlangsung dalam reaktor, sedangkan H 2S dihilangkan
dengan tujuan untuk mencegah keracunan katalis dalam reaktor sehingga
syngas benar-benar bebas dari komponen yang tidak diinginkan. Di dalam
kolom absorbsi H2S dan CO2 diserap dengan pelarut MDEA dengan
konsentrasi ± 40% berat, sehingga kadar H 2S turun sampai 88 ppm dan
kadar CO2 menjadi 30 % berat.

Syngas yang keluar dari bagian atas kolom absorbsi masuk ke dalam
molekular sieve. Alat ini berisi komponen senyawa alumina silikat dari
logam alkali dan alkali tanah dengan rumus molekul
NA86[(AlO2)86(SiO2)106].276H2O untuk menyerap CO2, dan H2O yang tidak
terabsorb pada kolom absorbsi. Gas dengan kadar CO2 0,05 % berat yang
keluar pada bagian atas unit ini dinamakan clean synthetis gas. Sedangkan
solvent MDEA perlu dilakukan regenerasi untuk dipisahkan kandungan
CO2 dan H2S-nya sehingga dapat disirkulasi kembali untuk absorbsi. Untuk
melakukan regenerasi ini, solvent kaya CO2 dan H2S yang keluar dari
kolom absorbsi diturunkan tekanannya menjadi 200 kPa dengan
menggunakan valve sehingga sebagian CO2 dan H2S akan menjadi fase gas
sehingga dapat dipisahkan pada Separator yang beroperasi pada suhu 45 oC
dan tekanan 200 kPa. Solvent yang keluar dari Separator masih
mengandung CO2 dan H2S, oleh karena itu aliran solvent ini diumpankan
kedalam kolom steam stipper untuk meregenerasi solvent MDEA agar
benar-benar bersih dari gas-gas yang diabsorb. Produk atas kolom steam
stripper mengandung H2, CO, CO2, H2O dan N2 kemudian ditampung dalam
Tangki Penampung CO2 bersama-sama dengan produk atas Separator dan
produk bawah molekular sieve. Sedangkan produk bawah kolom steam
stripper merupakan solvent yang sudah di regenerasi, kemudian di pompa
menggunakan pompa ke dalam Heat Exchanger untuk dikondisikan
suhunya menjadi sekitar 45oC sebelum disirkulasi kembali dalam kolom
absorbsi.

4. Unit Sintesa DME


Syngas yang sudah kering, bebas senyawa sulfur dan hanya mengandung
0,05 % berat CO2 dari Acid Gas Removal Unit tersebut kemudian dikompressi
dengan kompressor sampai tekanan 5010 kPa, kemudian didinginkan dalam Heat
Exchanger sampai suhu 260oC. Syngas ini bersama dengan unconverted syngas
recycle dari Separation Unit kemudian diumpankan kedalam reaktor sintesa DME.
Campuran kedua aliran tersebut akan masuk ke dalam reaktor sintesa DME.

Reaksi yang terjadi dalam reaktor sintesa DME :


Sintesa metanol CO + 2H2 ↔ CH3OH -90,7 kJ/mol
Dehidrasi metanol 2CH3OH ↔ CH3OCH3 + H2O -23,4 kJ/mol
Shift reaction CO + H2O ↔ CO2 + H2 -40,9 kJ/mol
Reaksi overall 3CO + 3H2 ↔ CH3OCH3 + CO2 -246 kJ/mol
Produk keluaran reaktor didinginkan dalam Heat Exchanger sampai suhu
-30oC agar sebagian fraksinya berubah menjadi liquid dan memasuki Separation
Unit (Higman,2003).

5. Unit Pemisahan Produk


Pada unit ini dilakukan proses pemisahan produk dari komponen-komponen
yang tidak diinginkan. Produk keluar dari Heat Exchanger pada suhu -30oC
kemudian masuk Separator 1 untuk dipisahkan dari unreacted syngas. Produk atas
separator berupa unreacted syngas suhu -30oC lalu dipanaskan dalam Heat
Exchanger sampai suhu 260oC menggunakan media pertukaran panas produk
keluaran reaktor sintesa, dan dikompressi dengan kompressor sampai tekanan 5000
kPa kemudian direcycle kedalam reaktor sintesa DME. Sedangkan produk bawah
Separator ini diturunkan tekanannya dengan valve sampai tekanan 101,3 kPa agar
sebagian fraksinya berubah menjadi liquid untuk diumpankan kedalam Separator 2.
Produk bawah Separator 2 kemudian dinaikkan suhunya dengan Heat Exchanger
sampai 60oC agar berubah fase menjadi liquid. Karena tekanannya vacum, maka
perlu dikompressi dengan kompressor sampai tekanan 2014 kPa dan diturunkan
kembali suhunya dalam Heat Exchanger sampai 60oC sebelum diumpankan
kedalam molekular sieve untuk dipisahkan dari gas CO 2 dan H2O. Produk atas
Separator 2 yang berupa CO2 dikompressi sampai tekanan 2000 kPa sebelum
ditampung dalam Tangki Penampung CO2. Produk atas molekular sieve merupakan
produk akhir DME dengan kadar 99 % berat. Sedangkan produk bawahnya adalah
purge gas.

Anda mungkin juga menyukai