Anda di halaman 1dari 6

Forum Diskusi M3 KB 3

1. Mengapa pembelajaran harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan siswa?

2. Jika guru menerapkan teori belajar konstruktivistik dalam pembelajaran, maka apa yang
harus dilakukan siswa?

3. Jika guru menerapkan teori belajar konstruktivistik dalam pembelajaran, maka apa yang
harus dilakukan guru?

4. Bagaimana hubungan teori belajar konstruktivistik dengan kurikulum?

5. Bagaimana penerapan evaluasi belajar antara pandangan behavioristik dan


konstruktivistik

Jawab:
1. Pendidikan merupakan kombinasai dari pertumbuhan dan perkembangan insani dengan
warisan sosial. Anak sebagai penerus generasi bangsa tigapuluh tahun ke depan mulai
perlu dipikirkan mulai dari sekarang. Bekal yang paling utama bagi mereka adalah
pendidikan yang diharapkan nantinya dapat digunakan untuk membangun masa depan
bangsa. Pendidikan yang harus diberikan pada anak usia dini adalah pendidikan yang
akan mengantar mereka untuk menyukai belajar sepanjang masa dalam semua situasi.
Pendidikan yang menyenangkan bagi anak usia dini akan berdampak jauh ke depan, yaitu
memberikan kesenangan pada anak untuk terus belajar. Maka pembelajaran sesuai
tingkat perkembangan kognitif serta psikomotorik agar anak harus siap secara fisik dan
psikis dalam menerima perkembangan tersebut.
2. Menurut pandangan konstruktivistik, belajar merupakan suatu proses pembentukan
pengetahuan. Pembentukan ini harus dilakukan oleh si belajar. Ia harus aktif melakukan
kegiatan, aktif berfikir, menyusun konsep dan memberi makna tentang hal-hal yang
sedang dipelajari. Guru memang dapat dan harus mengambil prakarsa untuk menata
lingkungan yang memberi peluang optimal bagi terjadinya belajar. Namun yang akhirnya
paling menentukan terwujudnya gejala belajar adalah niat belajar siswa sendiri. Dengan
istilah lain, dapat dikatakan bahwa hakekatnya kendali belajar sepenuhnya ada pada
siswa.
Paradigma konstruktivistik memandang siswa sebagai pribadi yang sudah memiliki
kemampuan awal sebelum mempelajari sesuatu. Kemampuan awal tersebut akan menjadi
dasar dalam mengkonstruksi pengetahuan yang baru. Oleh sebab itu meskipun
kemampuan awal tersebut masih sangat sederhana atau tidak sesuai dengan pendapat
guru, sebaiknya diterima dan dijadikan dasar pembelajaran dan pembimbingan.

3. Dalam belajar konstruktivistik guru atau pendidik berperan membantu agar proses
pengkonstruksian pengetahuan oleh siswa berjalan lancar. Guru hanya membantu siswa
untuk membentuk pengetahuannya sendiri. Guru dituntut lebih memahami jalan pikiran
atau cara pandang siswa dalam belaajar. Guru tidak dapat mengklaim bahwa satu-satunya
cara yang tepat adalah yang sama dan sesuai dengan kemauannya.
Peranan kunci guru dalam interaksi pendidikan adalah pengendalian, yang meliputi:

a. Menumbuhkan kemandiriran dengan menyediakan kesempatan untuk mengambil


keputusan dan bertindak.

b. Menumbuhkan kemampuan mengambil keputusan dan bertindak, dengan


meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan siswa.

c. Menyediakan sistem dukungan yang memberikan kemudahan belajar agar siswa


mempunyai peluang optimal untuk berlatih.

4. Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan
pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggara kegiatan
pembalajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Teori konstruktivisme
merupakan salah satu landasan teoritis pendidikan modern yaitu CTL. Konstruktivisme
pada dasarnya menekankan pentingnya siswa membangun sendiri pengetahuan mereka
lewat keterlibatan aktif proses belajar mengajar. Hubungan kurikulum dengan teori
konstruktivime sendiri begitu erat terutama dalam cara-cara yang digunakan (Tanya
jawab, penyelidikan/menemukan, dan komunitas belajar). Semua teori pembelajaran
yang telah dibahas ini san sebulumnya (asosiasi, koneksionisme, gestalt, ilmu jiwa daya)
adalah baik untuk digunakan. Tergantung dengan tujuan dari setiap lembaganya akan
diarahkan kemana peserta didik yang berada di lembaga tersebut.

5. Evaluasinya belajar pandangan behavioristik tradisional lebih diarahkan pada tujuan


belajar. Sedangkan pandangan konstruktivistik menggunakan goal-free evaluation, yaitu
suatu konstruksi untuk mengatasi kelemahan evaluasi pada tujuan spesifik. Evaluasi
akan lebih obyektif jika evaluator tidak diberi informasi tentang tujuan selanjutnya. Jika
tujuan belajar diketahui sebelum proses belajar dimulai, proses belajar dan evaluasinya
akan berat sebelah. Pemberian kriteria pada evaluasi mengakibatkan pengaturan pada
pembelajaran. Tujuan belajar mengarahkan pembelajaran yang juga akan mengontrol
aktifitas belajar siswa.
Forum Diskusi M3 KB 4

1. Teori belajar Humanistik pada dasarnya adalah memanusiakan manusia. Bagaimana


dengan anak yang tidak memanusiakan dirinya?

2. Ciri khas pembelajaran dengan pendekatan teori belajar Humanistik adalah anak diajak
berpikir secara Induktif. Mengapa demikian?

3. Jika guru hendak menerapkan teori belajar Humanistik dalam pembelajaran, apa yang
harus guru lakukan?

4. Jika guru menerapkan teori belajar Humanistik dalam proses pembelajaran, maka apa
yang harus dilakukan siswa?

5. Jelaskan perbedaan teori belajar Humanistik dengan teori belajar Behavioristik!

Jawab

1. Maka peran guru harus ditingkatkan lagi sebagai fasilitator bagi para siswa dengan
memberikan motivasi terkait dengan kesadaran mengenai makna belajar dalam kehidupan
siswa. Guru memberikan fasilitas pengalaman belajar siswa dan mendampingi siswa untuk
memperoleh tujuan pembelajaran. Guru berperan sebagai fasilitator bukan berarti bahwa ia
harus berfikir pasif akan tetapi justru guru harus berperan aktif dalam suatu proses
pembelajaran. Belajar bermakna terjadi jika sesuai dengan kebutuhan peserta didik, disertai
motivasi intrinsik dan kurikulum yang tidak kaku. Kejadian belajar bermakna didorong
oleh hasrat dan intensitas keingintahuan peserta didik mempelajari segalanya tentang
bidang studi tersebut. Guru harus aktif dan paham betul atas keunikan peserta didik

2. Supaya peserta didik mengalami perubahan dan mampu memecahkan permasalahan hidup
dan bisa menyesuaikan diri dengan lingkungannya.Dengan kata lain, si pembelajar dalam
proses belajarnya harus berusaha agar lambat laun ia mampu mencapai aktualisasi diri
dengan sebaik-baiknya.
3. Guru berperan sebagai fasilitator dan guru harus berperan aktif dalam suatu proses
pembelajaran. Belajar bermakna terjadi jika sesuai dengan kebutuhan peserta didik, disertai
motivasi intrinsik dan kurikulum yang tidak kaku. Kejadian belajar bermakna didorong
oleh hasrat dan intensitas keingintahuan peserta didik mempelajari segalanya tentang
bidang studi tersebut. Guru harus aktif dan paham betul atas keunikan peserta didik .
Adapun proses yang umumnya dilalui sebagai berikut.

 Merumuskan tujuan belajar yang jelas.

 Mengusahakan partisipasi siswa melalui kontrak belajar yang bersifat jelas, jujur, dan
positif.

 Mendorong siswa untuk mengembangkan kesanggupan siswa untuk belajar atas


inisiatif sendiri.

 Mendorong siswa untuk peka berpikir kritis, memaknai proses pembelajaran secara
mandiri.

 Siswa didorong untuk bebas mengemukakan pendapat, memilih pilihannya sendiri,


melakukan apa yang diinginkan dan menanggung resiko dari pelaku yang ditunjukan.

 Guru menerima siswa apa adanya, berusaha memahami jalan pikiran siswa, tidak
menilai secara normatif tetapi mendorong siswa untuk bertanggung jawab atas segala
resiko perbuatan atau proses belajarnya.

 Memberikan kesempatan murid untuk maju sesuai dengan kecepatannya.

 Evaluasi diberikan secara individual berdasarkan perolehan prestasi belajar siswa

4. Peran siswa sebagai pelaku utama yang memaknai pengalaman belajarnya, peran
pengalaman sebagai ilmu pengetahuan yang didalamnya terdapat nilai-nilai humanisme
dan peran guru sebagai fasilitator yang memfasilitasi pengalaman belajar.siswa harus
mampu untuk mengarahkan dirinya sendiri dalam kegiatan belajar mengajar, sehingga
siswa mengetahui apa yang dipelajarinya serta tahu seberapa besar siswa tersebut dapat
memahaminya. Siswa juga dapat mengetahui dimana, kapan, dan bagaimana mereka akan
belajar. Dengan demikian maka siswa diharapkan mendapat manfaat dan kegunaan dari
hasil belajar bagi dirinya sendiri. Aliran humanisme memandang belajar sebagai sebuah
proses yang terjadi dalam individu yang meliputi bagian/domain yang ada yaitu dapat
meliputi domain kognitif, afektif, dan psikomotorik. Dengan kata lain, pendekatan
humanisme menekankan pentingnya emosi atau perasaan, komunikasi terbuka, dan nilai-
nilai yang dimiliki oleh setiap siswa. Untuk itu, teknik pembelajaran humanisme mengarah
pada upaya untuk mengasah nilai-nilai kemanusiaan siswa. Sehingga para pendidik/guru
diharapkan dalam pembelajaran lebih menekankan nilai-nilai kerjasama, saling membantu,
dan menguntungkan, kejujuran dan kreativitas untuk diaplikasikan dalam proses
pembelajaran sehingga menghasilkan suatu proses pembelajaran yang diharapkan sesuai
dengan tujuan dan hasil belajar yang dicapai siswa.

5. Perbedaan teori belajar Humanistik dengan teori belajar Behavioristik

a. Behavioristik
1. Menekankan pada stimulus dan respon dalam pembentukan perilaku.
2. Setiap perilaku dapat dipelajari.
3. Tingkah laku lama dapat diganti dengan tingkah laku baru.
4. Menekankan pada perubahan perilaku yang teramati.

b. Humanistik
1. Menekankan pada keunikan sikap individu.
2. Individu adalah orang yang bebas menentukan apa yang dipelajarinya.
3. Belajar dipandang sebagai pemerolehan informasi atau pengalaman dan menemukan
maknanya secara personal atau pribadi.

Anda mungkin juga menyukai