BELL’S PALSY
Oleh :
201510330311043
FAKULTAS KEDOKTERAN
2019
BAB 1
PENDAHULUAN
Bell's Palsy (BP) paralisis fasialis perifer idiopatik, yang merupakan penyebab
tersering paralisis fasialis perifer unilateral. Bell's Palsy muncul mendadak yang
dapat mengalami perbaikan pada 80-90% kasus. Sir Charles Bell (1821) adalah orang
yang pertama meneliti beberapa penderita dengan wajah asimetrik, sejak itu semua
kelumpuhan n. fasialis perifer yang tidak diketahui sebabnya disebut Bell's palsy.
Penyakit ini lebih sering ditemukan pada usia dewasa, jarang pada anak di bawah
umur 2 tahun. Biasanya didahului oleh infeksi saluran napas bagian atas yang erat
Bell’s palsy menempati urutan ketiga penyebab terbanyak dari paralisis fasial
akut. Di dunia, insiden tertinggi ditemukan di Seckori Jepang tahun 1986 dan insiden
terendah ditemukan di Swedia tahun 1997. Di Amerika Serikat, insiden Bell’s palsy
setiap tahun sekitar 23 kasus per 100.000 orang, 63% mengenai wajah sisi kanan.
Data yang dikumpulkan dari 4 buah Rumah sakit di Indonesia didapatkan frekuensi
Bell’s palsy sebesar 19,55 % dari seluruh kasus neuropati dan terbanyak pada usia 21
– 30 tahun. Lebih sering terjadi pada wanita daripada pria. Tidak didapati perbedaan
insiden antara iklim panas maupun dingin, tetapi pada beberapa penderita didapatkan
Tujuan dari penulisan referat ini adalah untuk mengetahui lebih jauh tentang
1.3 Manfaat
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Bell's Palsy (BP) paralisis fasialis perifer idiopatik, yang merupakan penyebab
tersering paralisis fasialis perifer unilateral. Bell's Palsy muncul mendadak yang
dapat mengalami perbaikan pada 80-90% kasus. Sir Charles Bell adalah orang yang
pertama meneliti beberapa penderita dengan wajah asimetrik, sejak itu semua
kelumpuhan n. fasialis perifer yang tidak diketahui sebabnya disebut Bell's palsy.
2.2 Epidemiologi
Bell’s palsy menempati urutan ketiga penyebab terbanyak dari paralisis fasial
akut. Di dunia, insiden tertinggi ditemukan di Seckori Jepang tahun 1986 dan insiden
terendah ditemukan di Swedia tahun 1997. Di Amerika Serikat, insiden Bell’s palsy
setiap tahun sekitar 23 kasus per 100.000 orang, 63% mengenai wajah sisi kanan.
Data yang dikumpulkan dari 4 buah Rumah sakit di Indonesia didapatkan frekuensi
Bell’s palsy sebesar 19,55 % dari seluruh kasus neuropati dan terbanyak pada usia 21
2.3. Etiologi
Penyebab kelumpuhan n. fasialis perifer sampai sekarang belum diketahui secara
o Kongenital.
Anomali kongenital (sindroma Moebius)
Trauma lahir (fraktur tengkorak, perdarahan intrakranial,dll.)
o Didapat
Trauma
Penyakit tulang tengkorak (osteomielitis)
Proses intrakranial (tumor, radang, perdarahan dll.)
Proses di leher yang menekan daerah prosesus stilomastoideus)
Infeksi tempat lain (otitis media, herpes zoster dll.)
Sindroma paralisis n. fasialis familial
bepergian jauh dengan kendaraan, tidur di tempat terbuka, tidur di lantai, hipertensi,
2.4. Patogenesis
Terdapat beberapa teori yang telah dikemukakan, yaitu teori iskemik vaskuler
Teori iskemik vaskuler. Teori ini dikemukakan oleh Mc. Groven pada tahun
respon simpatis yang berlebihan. Hal ini menyebabkan spasme pada arteriol
dan statis pada vena di bagian bawah kanalis spinalis. Vasospasme ini
yang dapat ditemukan pada kasus saraf fasialis adalah otitis media, meningitis
bakteri, penyakit limfe, infeksi HIV, dan lainnya. Pada tahun 1972 Mc
Cromick menyebutkan bahwa pada fase laten HSV tipe 1 pada ganglion
edema saraf fasialis, sehingga saraf terjepit dan terejadi kematian sel saraf
kemungkinan Bell’s palsy disebabkan oleh suatu infeksi atau reaktivitas virus
ipsilateral.
Karena saraf pada bagian wajah memiliki banyak fungsi dan kompleks,
kerusakan atau gangguan fungsi pada saraf tersebut dapat mengakibatkan banyak
masalah. Penyakit ini seringkali menimbulkan gejala-gejala klinis yang beragam akan
tetapi gejala-gejala yang sering terjadi yaitu wajah yang tidak simetris, kelopak mata
tidak bisa menutup dengan sempurna, gangguan pada pengecapan, serta sensasi mati
rasa pada salah satu bagian wajah. Pada kasus yang lain juga terkadang disertai
berdenging, nyeri kepala dan perasaan melayang. Hal tersebut terjadi mendadak dan
mencapai puncaknya dalam dua hari. Keluhan yang terjadi diawali dengan nyeri pada
bagian telinga yang seringkali dianggap sebagai infeksi. Selain itu juga terjadi
kelemahan atau paralisis otot, Kerutan dahi menghilang, Tampak seperti orang letih,
Hidung terasa kaku terus - menerus, sulit berbicara, sulit makan dan minum, sensitive
wajah, berkurang atau hilangnya rasa kecap, air liur sering keluar, air mata berkurang,
alis mata jatuh, kelopak mata bawah jatuh, sensitif terhadap cahaya.
Selain itu masih ada gejala-gejala lain yang ditimbulkan oleh penyakit ini
yaitu, pada awalnya, penderita merasakan ada kelainan di mulut pada saat bangun
tidur, menggosok gigi atau berkumur, minum atau berbicara. Mulut tampak mencong
terlebih saat meringis, kelopak mata tidak dapat dipejamkan (lagoftalmos), waktu
penderita menutup kelopak matanya maka bola mata akan tampak berputar ke atas.
Penderita tidak dapat bersiul atau meniup, apabila berkumur maka air akan keluar ke
sisi melalui sisi mulut yang lumpuh. Selanjutnya gejala dan tanda klinik lainnya
2.6. Diagnosis
2.7. Penatalaksanaan
2) Medikamentosa :
yang secara elektrik menunjukkan denervasi. Tujuannya untuk mengurangi udem dan
mempercepat reinervasi. Dosis yang dianjurkan 3 mg/kg BB/hari sampai ada
3) Fisioterapi
stadium akut. Tujuan fisioterapi untuk mempertahankan tonus otot yang lumpuh.
Cara yang sering digunakan yaitu : mengurut/massage otot wajah selama 5 menit
pagi-sore.
4) Operasi
Tindakan operatif umumnya tidak dianjurkan pada anak anak karena dapat
2.8. Komplikasi
Yaitu keluarnya air mata pada saat penderita makan makanan. Ini timbul
beberapa bulan setelah terjadi paresis dan terjadinya akibat dari regenerasi yang salah
dari serabut otonom yang seharusnya ke kelenjar saliva tetapi menuju ke kelenjar
2. Synkinesis
Dalam hal ini otot-otot tidak dapat digerakkan satu per satu atau tersendiri.
selalu timbul gerakan bersama. Misal bila pasien disuruh memejamkan mata, maka
akan timbul gerakan (involunter) elevasi sudut mulut,kontraksi platisma, atau
berkerutnya dahi. Penyebabnya adalah innervasi yang salah, serabut saraf yang
Timbul “kedutan” pada wajah (otot wajah bergerak secara spontan dan tidak
terkendali) dan juga spasme otot wajah, biasanya ringan. Pada stadium awal hanya
mengenai satu sisi wajah saja, tetapi kemudian dapat mengenai pada sisi lainnya.
Kelelahan dan kelainan psikis dapat memperberat spasme ini. Komplikasi ini terjadi
bila penyembuhan tidak sempurna, yang timbul dalam beberapa bulan atau 1-2 tahun
kemudian.
2.9. Prognosis
Penderita Bell’s Palsy dapat sembuh total atau meninggalkan gejala sisa.
Pada umumnya prognosis Bell’s palsy baik yaitu sekitar 80-90% penderita
sembuh dalam waktu 6 minggu sampai tiga bulan tiga bulan tanpa ada kecacatan.
Penderita yang berumur 60 tahun atau lebih, mempunyai peluang 40% sembuh
berusia 30 tahun atau kurang, hanya punya perbedaan peluang 10-15% antara
sembuh total dengan meninggalkan gejala sisa. Jika tidak sembuh dalam waktu 4
bulan, maka penderita cenderung meninggalkan gejala sisa, yaitu sinkinesis,
BAB III
KESIMPULAN
Bell's Palsy (BP) ialah suatu kelumpuhan akut n. fasialis perifer yang tidak
diketahui secara pasti. Umumnya dapat dibagi menjadi Kongenital, Didapat. Faktor-
faktor yang diduga berperan menyebabkan BP antara lain : sesudah bepergian jauh
faktor genetik.
tetapi gejala-gejala yang sering terjadi yaitu wajah yang tidak simetris, kelopak mata
tidak bisa menutup dengan sempurna, gangguan pada pengecapan, serta sensasi mati
rasa pada salah satu bagian wajah. Pada kasus yang lain juga terkadang disertai
4. Weiner HL, Levitt LP. Ataksia. Wita JS, editor. Buku Saku Neurologi. Ed 5.