Anda di halaman 1dari 5

No.

17

Gangguan bipolar dapat terlihat sangat berbeda pada orang yang berbeda. Gejala bervariasi dalam pola
mereka, keparahan, dan frekuensi. Beberapa orang lebih rentan terhadap baik mania atau depresi,
sementara yang lain bergantian sama antara dua jenis episode. Gangguan suasana hati sering terjadi
pada seseorang, sementara yang lain hanya mengalami sedikit selama seumur hidup.

Ada empat jenis episode suasana hati pada penderita gangguan bipolar, yakni mania, hipomania,
depresi, dan episode campuran. Setiap jenis episode suasana hati gangguan bipolar memiliki gejala yang
unik.

Tanda dan gejala mania

Gejala-gejala dari tahap mania gangguan bipolar adalah sebagai berikut:

Gembira berlebihan.

Mudah tersinggung sehingga mudah marah.

Merasa dirinya sangat penting.

Merasa kaya atau memiliki kemampuan lebih dibanding orang lain.

Penuh ide dan semangat baru.

Cepat berpindah dari satu ide ke ide lainnya.

Mendengar suara yang orang lain tak dapat mendengarnya.

Nafsu seksual meningkat.

Menyusun rencana yang tidak masuk akal.

Sangat aktif dan bergerak sangat cepat.

Berbicara sangat cepat sehingga sukar dimengerti apa yang dibicarakan.

Menghambur-hamburkan uang.

Membuat keputusan aneh dan tiba-tiba, namun cenderung membahayakan.

Merasa sangat mengenal orang lain.

Mudah melempar kritik terhadap orang lain.

Sukar menahan diri dalam perilaku sehari-hari.

Sulit tidur.
Merasa sangat bersemangat, seakan-akan satu hari tidak cukup 24 jam.

Tanda dan gejala hipomania

Hipomania adalah bentuk kurang parah dari mania. Orang-orang dalam keadaan hipomanik merasa
gembira, energik, dan produktif, tetapi mereka mampu meneruskan kehidupan sehari-hari dan tidak
pernah kehilangan kontak dengan realitas. Untuk yang lain, mungkin tampak seolah-olah orang dengan
hipomania hanyalah dalam suasana hati yang luar biasa baik. Namun, hipomania dapat menghasilkan
keputusan yang buruk yang membahayakan hubungan, karier, dan reputasi. Selain itu, hipomania sering
meningkat menjadi mania penuh dan terkadang dapat diikuti oleh episode depresi berat.

Tahap hipomania mirip dengan mania, perbedaannya adalah penderita yang berada pada tahap ini
merasa lebih tenang seakan-akan telah kembali normal serta tidak mengalami halusinasi dan delusi.
Hipomania sulit untuk didiagnosis karena terlihat seperti kebahagiaan biasa, tapi membawa risiko yang
sama dengan mania. Gejala-gejala dari tahap hipomania pada gangguan bipolar adalah sebagai berikut:

Bersemangat dan penuh energi dengan munculnya kreativitas.

Bersikap optimis, selalu tampak gembira, lebih aktif, dan cepat marah.

Penurunan kebutuhan untuk tidur.

Tanda dan gejala depresi bipolar

Gejala-gejala dari tahap depresi gangguan bipolar adalah sebagai berikut:

Suasana hati yang murung dan perasaan sedih yang berkepanjangan.

Sering menangis atau ingin menangis tanpa alasan yang jelas.

Kehilangan minat untuk melakukan sesuatu.

Tidak mampu merasakan kegembiraan.

Mudah letih, tak bergairah, tak bertenaga.

Sulit konsentrasi.

Merasa tak berguna dan putus asa.

Merasa bersalah dan berdosa.

Rendah diri dan kurang percaya diri.

Beranggapan masa depan suram dan pesimistis.


Berpikir untuk bunuh diri.

Hilang nafsu makan atau makan berlebihan.

Penurunan berat badan atau penambahan berat badan.

Sulit tidur, bangun tidur lebih awal, atau tidur berlebihan.

Mual sehingga sulit berbicara karena menahan rasa mual, mulut kering, susah buang air besar, dan
terkadang diare.

Kehilangan gairah seksual.

Menghindari komunikasi dengan orang lain.

Hampir semua penderita gangguan bipolar mempunyai pikiran tentang bunuh diri. dan 30% di antaranya
berusaha untuk merealisasikan niat tersebut dengan berbagai cara.

Tanda dan gejala episode campuran

Episode ini merupakan gangguan bipolar campuran dari kedua fitur gejala mania atau hipomania dan
depresi. Tanda-tanda umum episode campuran termasuk depresi dikombinasikan dengan agitasi,
iritabilitas, kegelisahan, insomnia, distractibility, dan layangan pikiran (flight of idea). Kombinasi energi
tinggi dan rendah membuat suasana hati penderita berisiko tinggi untuk bunuh diri.

Dalam konteks gangguan bipolar, episode campuran (mixed state) adalah suatu kondisi di saat tahap
mania dan depresi terjadi bersamaan. Pada saat tertentu, penderita mungkin bisa merasakan energi
yang berlebihan, tidak bisa tidur, muncul ide-ide yang berlalu-lalang di kepala, agresif, dan panik (mania).
Akan tetapi, beberapa jam kemudian, keadaan itu berubah menjadi sebaliknya. Penderita merasa
kelelahan, putus asa, dan berpikiran negatif terhadap lingkungan sekitarnya. Hal itu terjadi bergantian
dan berulang-ulang dalam waktu yang relatif cepat. Alkohol, narkoba, dan obat-obat antipedresan sering
dikonsumsi oleh penderita saat berada pada epiode ini. Episode campuran bisa menjadi episode yang
paling membahayakan penderita gangguan bipolar. Pada episode ini, penderita paling banyak memiliki
keinginan untuk bunuh diri karena kelelahan, putus asa, delusi, dan halusinasi. Gejala-gejala yang
diperlihatkan jika penderita akan melakukan bunuh diri antara lain sebagai berikut:

Selalu berbicara tentang kematian dan keinginan untuk mati kepada orang-orang di sekitarnya.

Memiliki pandangan pribadi tentang kematian.

Mengkonsumsi obat-obatan secara berlebihan dan alkohol.

Terkadang lupa akan hutang atau tagihan seperti tagihan listrik dan telepon.
Penderita yang mengalami gejala-gejala tersebut atau siapa saja yang mengetahuinya sebaiknya segera
menelepon dokter atau ahli jiwa, jangan meninggalkan penderita sendirian dan jauhkan benda-benda
atau peralatan yang berisiko dapat membahayakan penderita atau orang-orang di sekelilingnya.

Sumber : Direktorat Jenderal Pelayanan Medik. Pedoman penggolongan dan diagnosis gangguan jiwa di
Indonesia III. Jakarta: Departemen Kesehatan; 1993.

Etiologi

Faktor biologiHingga saat ini neurotransmitter monoamine seperti norepinefrin, dopamine,


serotonin,dan histamine menjadi focus teori dan masih diteliti hingga saat ini. Sebagai biogenik
aminnorepinefrin dan serotonin adalah neurotransmitter yang paling berpengaruh dalam patofisiologi
gangguan mood ini.

- Norepinefrin. Teori ini merujuk pada penurunan regulasi dan penurunan sensitivitas dari reseptor β
adrenergik dan dalam klinik hal ini dibuktikan oleh respon pada penggunaan anti depresan yang cukup
baik sehingga mendukung adanya peran langsung dari system noradrenergik pada depresi. Bukti lainnya
melibatkan reseptor β presinaps pada depresikarena aktivasi pada reseptor ini menghasilkan penurunan
dari pelepasan norepinefrin. Reseptor β juga terletak pada neuron serotoninergic dan berperan dalam
regulasi pelepasan serotonin.

- Serotonin. Teori ini didukung oleh respon pengobatan SSRI (selective serotonin reuptakeinhibitor )
dalam mengatasi depress. Rendahnya kadar serotonin dapat menjadi factor resipitat depresi, beberapa
pasien dengan dorongan bunuh diri memiliki konsentrasiserotonin yang rendah dalam cairan
cerebropinalnya dan memiliki kadar konsentrasirendah uptake serotonin pada platelet.

-Dopamine. Selain dari norepinefrin dan serotonin, dopamine juga diduga memiliki peran.Data
memperkirakan bahwa aktivitas dopamine dapat mengurangi depresi dan meningkat pada mania. Dua
teori mengenai dopamine dan depresi adalah bahwa jalur mesolimbicdopamine tidak berfungsi terjadi
pada depresi dan dopamine reseptor D hipoaktif pdakeadaan depresi.

-Kelainan di otak juga dianggap dapat menjadi penyebab penyakit ini. Terdapat perbedaangambaran
otak antara kelompok sehat dengan penderita bipolar. Melalui pencitraan magnetic resonance imaging
(MRI) dan positron-emission tomography (PET),didapatkan jumlah substansia nigra dan aliran darah
yang berkurang pada korteks prefrontal subgenual. Tak hanya itu, Blumberg dkk dalam Arch Gen
Psychiatry 2003 punmenemukan volume yang kecil pada amygdale dan hippocampus. Korteks
prefrontal,amygdale, dan hippocampus merupakan bagian dari otak yang terlibat dalam responemosi
(mood dan afek). Penelitian lain menunjukkan ekspresi oligodendrosit-myelin berkurang pada otak
penderita bipolar. Seperti diketahui, oligodendrosit menghasilkanmembran myelin yang membungkus
akson sehingga mampu mempercepat hantarankonduksi antar saraf. Bila jumlah oligodendrosit
berkurang, maka dapat dipastikankomunikasi antar saraf tidak berjalan lancar.

Faktor genetik
- Studi pada keluarga. Data dari studi ini mengatakan 1 orang tua dengan gangguan mood,anaknya akan
memiliki risiko antara 10-25% untuk menderita gangguan mood. Jikakedua orang tuanya menderita
gangguan mood, maka kemungkinannya menjadi 2 kalilipat. Risiko ini meningkat jika ada anggota
keluarga dari 1 generasi sebelumnya daripadakerabat jauh. Satu riwayat keluarga gangguan bipolar dapat
meningkatkan risiko untuk gangguan mood secara umum, dan lebih spesifik pada kemungkianan
munculnya bipolar.

- Studi pada anak kembar. Studi ini menunjukan bahwa gen hanya menjelaskan 50-70%etiologi dari
gangguan mood. Studi ini menunjukan rentang gangguan mood padamonozigot sekitar 70-90%
dibandingkan dengan kembar dizigot sekitar 16-35%.

Faktor psikososial

- Stress dari lingkungan dan peristiwa dalam hidup seseorang.

Penelitian telahmembuktikan faktor lingkungan memegang peranan penting dalam Gangguan


perkembangan bipolar. Faktor lingkungan yang sangat berperan pada kehidupan psikososial dari pasien
dapat menyebabkan stress yang dipicu oleh faktor lingkungan. Stress yang menyertai episode pertama
dari Gangguan bipolar dapatmenyebabkan perubahan biologik otak yang bertahan lama. Perubahan
bertahanlama tersebut dapat menyebabkan perubahan keadaan fungsional berbagaineurotransmitter
dan sistem pemberian signal intraneuronal. Perubahan mungkintermasuk hilangnya neuron dan
penurunan besar dalam kontak sinaptik. Hasilakhir perubahan tersebut adalah menyebabkan seseorang
berada pada resiko yanglebih tinggi untuk menderita Gangguan mood selanjutnya, bahkan tanpa
adanyastressor eksternal.

-Faktor kepribadian. Tidak ada bukti yang mengindikasikan bahwa gangguan kepribadiantertentu
berhubungan dengan berkembangnya gangguan bipolar I, walaupun pasiendengan gangguan distimik
dan siklotimik berisiko untuk dapat berkembang menjadidepresi mayor atau gangguan bipolar I. Kejadian
tiba-tiba yang memicu stress yang kuatadalah prediktor dari onset episode depres

Bowden, Charles L. Update on Bipolar Disorder: Epidemiology, Etiology, Diagnosis, and Prognosis.
Medscape Psychiatry & Mental Health eJournal 2(3), 1997. © 1997 Medscape Portals, Inc

WHO. Mental Health Journals: Bipolar Disorder. Washington DC: WHO Publications. 2013

Anda mungkin juga menyukai