Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN KASUS

* Pendidikan Profesi Dokter / G1A217040 / Maret 2019

MIOPIA ODS

*K M Alkindi, S.Ked

Preseptor :

dr. Nuriyah, M.Biomed

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER

BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT II

PUSKESMAS TAHTUL YAMAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS JAMBI

2019

i
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN KASUS

MIOPIA ODS

Oleh:

K M Alkindi, S.Ked

G1A217040

Sebagai salah satu tugas program pendidikan profesi dokter

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat II Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan


Universitas Jambi

2019

Jambi, Maret 2019

Preseptor,

dr. Nuriyah, M.Biomed

ii
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
laporan kasus yang berjudul “Miopia ODS” sebagai kelengkapan persyaratan
dalam mengikuti Pendidikan Profesi Dokter Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat II
di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Jambi.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Nuriyah, M.Biomed yang


telah meluangkan waktu dan pikirannya sebagai pembimbing sehingga penulis
dapat menyelesaikan laporan ini.

Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak sangat diharapkan.
Selanjutnya, penulis berharap semoga laporan ini dapat bermanfaat dan menambah
ilmu bagi para pembaca.

Jambi, Maret 2019

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ........................................................................... i


LEMBAR PENGESAHAN ................................................................... ii
KATA PENGANTAR ........................................................................... iii
DAFTAR ISI ....................................................................................... iv
BAB I STATUS PASIEN ....................................................................... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................ 8
BAB III ANALISA KASUS ................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ 16

iv
BAB I
STATUS PASIEN

1.1 Identitas Pasien


a. Nama/Jenis Kelamin/Umur : Ny. F/ perempuan / 68 tahun
b. Pekerjaan : Pembuat Inai
c. Alamat : RT 11 Tahtul Yaman

1.2 Latar Belakang Sosio-ekonomi-demografi-lingkungan-keluarga


a. Status Perkawinan : Janda
b. Jumlah anak :-
c. Status ekonomi keluarga : Kurang Mampu
d. Kondisi Rumah Pasien :
Pasien tinggal dirumah panggung beratap seng. Rumah pasien
berukuran 4x10m2 dan terdiri dari 1 ruang tamu, 1 ruang tidur, dapur, dan
kamar mandi di bagian belakang dengan toilet berleher angsa. Sumber air
bersih berasal dari PDAM dan sumber penerangan berasal dari PLN.
Disekitar rumah pasien ditanami tanaman pacar yang dijadikan sebagai
bahan untuk membuat inai.

1
e. Kondisi Lingkungan di Sekitar Rumah :
Rumah pasien berjarak cukup dekat dengan rumah tetangga. Pasien
banyak menanami tanaman didekat rumahnya. Rumah pasien
bersebelahan dengan sepupunya.

1.3 Aspek Perilaku dan Psikologis dalam Keluarga :


a. Pasien tinggal sendiri dikarenakan suami pasien telah meninggal akibat
serangan jantung 5 tahun yang lalu. Pasien juga tidak memiliki anak.
b. Pasien bekerja sebagai pembuat inai dan untuk memenuhi kebutuhan
sehari hari pasien juga mendapat uang pensiunan suaminya sebesar
Rp1,200,000 per bulan.
c. Kurang mengonsumsi sayur mayur.
1.4 Keluhan Utama :
Mata semakin kabur dalam 6 bulan terakhir
1.5 Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang dengan keluhan mata semakin kabur sejak 6 bulan yang
lalu. Keluhan awalnya sudah dirasakan sejak 2 tahun terakhir, namun tidak
seberat sekarang. Keluhan dirasakan pada kedua mata, namun mata kiri
dirasakan lebih kabur. Keluhan dirasakan saat melihat benda di kejauhan dan
pengelihan jarak dekat tidak ada keluhan sehingga terkadang pasien perlu
memicingkan kedua mata saat melihat jarak jauh agar lebih jelas. Adanya
pandangan kabur membaca jarak dekat (-), nyeri pada mata (-), adanya mata
merah (-), adanya riwayat trauma mata (-), adanya pandangan berkabut (-),
adanya penggunaan obat / berobat alternatif (-).

1.6 Riwayat Penyakit Dahulu :


a. Riwayat DM (-)
b. Riwayat hipertensi (-)
c. Riwayat alergi (-)
1.7 Riwayat Penyakit Keluarga :
a. Riwayat keluhan serupa (-)
b. Riwayat DM (-)
c. Riwayat hipertensi (-)

2
1.8 Riwayat makan, alergi, obat-obatan dan perilaku kesehatan.
Pasien mengaku makan rutin 3 kali sehari namun tidak hobi mengkonsumsi
sayur. Pasien biasanya hobi masak ikan atau ayam untuk lauk pauk sehari hari, dan
tidak memakan sayur. Jika pasien memasak sop ayam, pasien tidak menggunakan
wortel, dan hanya menggunakan kentang. Pasien tidak memiliki riwayat alergi
makanan atau obat. Penerangan dirumah pasien juga kurang, dimana lampu pasien
tampak redup saat dihidupkan

1.9 Pemeriksaan Fisik :


Status Generalisata
1. Keadaan Umum : tampak sakit ringan
2. Kesadaran : compos mentis
3. Tekanan darah : 110/70 mmHg
4. Nadi : 82x/menit
5. Pernafasan : 20 x/menit
6. Suhu : 36,5°C
7. Berat Badan : 49 kg
8. Tinggi Badan : 155 cm
9. Kulit : turgor baik

Pemeriksaan Organ
1. Kepala
Bentuk : normocephal, simetris
2. Mata

3
Pemeriksaan OD OS
Visus Dasar 20/40 20/50
Kedudukan bola mata
Ortoforia Ortoforia

Pergerakan bola mata

Duksi : baik Duksi : baik


Versi : baik Versi : baik

Normal Normal

Silia Trichiasis (-) Trichiasis (-)

Palpebra Superior Hiperemis (-), edema (-) Hiperemis (-), edema (-)
Palpebra Inferior Hiperemis (-), edema (-) Hiperemis (-), edema (-)
Konjungtiva tarsus Papil (-), folikel (-), Papil (-), folikel (-),
lythiasis (-). lythiasis (-)

Konjungtiva Bulbi Injeksi (-), hiperemis (-) Injeksi (-), hiperemis (-)

Kornea infiltrat (-) infiltrat (-)

Bilik Mata Depan normal, hifema (-), hipopion normal, hipema (-)
(-) hipopion (-)
Iris Kripta iris normal Kripta iris normal
Pupil Bulat, Isokor Bulat, Isokor
Reflek cahaya + +
Lensa Jernih Jernih
Shadow Test - -

3. Telinga : Sekret (-), serumen (-/-)


4. Hidung : Rhinorhea (-), deviasi septum (-)

4
5. Mulut
Bibir : lembab
Gigi geligi : lengkap, caries (+)
Palatum : deviasi (-)
Gusi : warna merah muda, perdarahan (-)
Lidah : atrofi papil (-), kotor (-), ulkus (-)
Tonsil : T1-T1, hiperemis (-), detritus (-)
6. Leher : pembesaran KGB (-), struma (-)
7. Thoraks

Cor (Jantung)
Inspeksi Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi Ictus cordis teraba di ICS V linea midclavicula kiri
Perkusi Batas-batas jantung normal
Auskultasi BJ I/II regular, murmur (-), gallop (-)

Pulmo (Paru)
Pemeriksaan Kanan Kiri
Inspeksi Statis & dinamis: Statis & dinamis :
simetris simetris
Palpasi Stem fremitus normal Stem fremitus normal
Perkusi Sonor Sonor
Auskultasi Vesikuler, Wheezing (-), Vesikuler, Wheezing (-),
rhonki (-) rhonki (-)

8. Abdomen
Inspeksi Datar , simetris
Palpasi Soepel, hati dan lien tidak teraba
Perkusi Timpani
Auskultasi Bising usus (+) normal

9. Ekstremitas Atas : akral dingin, edema (-), CRT< 2 detik,


ulkus (-)/(-), koilonikia (-)
Ekstremitas bawah : akral dingin, edema (-), CRT< 2 detik,
ulkus (-)/(-), koilonikia (-)

5
1.10 Pemeriksaan Anjuran
 Oftalmoskopi
 Pemeriksaan visus dengan koreksi

1.11 Diagnosis Kerja


Kelainan Refraksi Miopia ODS (H52.13)

1.12 Diagnosis Banding :


1. Presbiopia (H52.4)
2. Astigmatisma (H52.2)

1.13 Manajemen
1. Promotif :
a. Menjelaskan kepada pasien mengenai pengertian, faktor resiko, cara
pengelolaan penyakit anemia pada kehamilan
b. Mengganti lampu rumah yang redup

2. Preventif :
a. Selalu menggunakan kacamata
b. Menggunakan lampu yang terang saat malam

3. Kuratif :
Kacamata dengan dioptri yang disesuaikan dengan pasien
Rujuk RS Bhayangkara atas indikasi low vission both eyes)

Obat Tradisional
Tidak terdapat pengobatan tradisional pada kasus ini

4. Rehabilitatif :
Edukasi mengenai penyakit, penyebab dan tataaksananya
Edukasi mengenai pentingnya penggunaan kacamata
Mengganti lampu yang lebih terang

6
Resep puskesmas Resep ilmiah 1

Dinas Kesehatan Kota Jambi Dinas Kesehatan Kota Jambi


Puskesmas Tahtul Yaman Puskesmas Tahtul Yaman
Jln. H.Tomok Tahtul Yaman, Kota Jln. H.Tomok Tahtul Yaman, Kota
Jambi Jambi
dr. K. M. Alkindi dr. K. M. Alkindi
SIP. G1A217040 SIP. G1A217040

Tanggal : Tanggal :

Resep ilmiah 2 Resep ilmiah 3


Pro : Pro :
Umur : Umur :
BB : BB :
Alamat : Alamat :

Dinas Kesehatan Kota Jambi Dinas Kesehatan Kota Jambi


Puskesmas Tahtul Yaman Puskesmas Tahtul Yaman
Jln. H.Tomok Tahtul Yaman, Kota Jln. H.Tomok Tahtul Yaman, Kota
Jambi Jambi
dr. K. M. Alkindi dr. K. M. Alkindi
SIP. G1A217040 SIP. G1A217040

Tanggal : Tanggal :

Pro : Pro :
Umur : Umur :
BB : BB :
Alamat : Alamat :

7
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Miopia merupakan kelainan refraksi dimana berkas sinar sejajar yang
memasuki mata tanpa akomodasi, jatuh pada fokus yang berada di depan retina.
Dalam keadaan ini objek yang jauh tidak dapat dilihat secara jelas karena sinar yang
datang saling bersilangan pada badan kaca, ketika sinar tersebut sampai di retina
sinar-sinar ini menjadi divergen, membentuk lingkaran yang difus dengan akibat
bayangan yang kabur.1,2

Gambar 2.1 Miopia

Seseorang dengan miopia mempunyai kebiasaan mengernyitkan matanya


untuk mencegah aberasi sferis atau untuk mendapatkan efek pinhole (lubang
kecil).2

2.2 Klasifikasi
Miopia terbagi menjadi beberapa jenis, yaitu:1,2,3
1. Miopia Aksial
Bertambah panjangnya diameter anteroposterior bola mata dari normal.
pada orang dewasa panjang aksial bola mata 22,6 mm. perubahan diameter
anteroposterior bola mata 1 mm akan menimbulkan perubahan refraksi
sebesar 3 dioptri.

8
2. Miopia Refraktif
Bertambahnya indeks bias media penglihatan sepeti yang terjadi pada
katarak intumesen dimana lensa menjadi cembung sehingga pembiasan
lebih kuat.
Menurut derajat beratnya, miopia dibagi dalam:
1. Miopia ringan, dimana miopia kecil daripada 1-3 D
2. Miopia sedang, dimana miopia lebih antara 3-6 D
3. Miopia berat atau tinggi dimana miopia lebih besar dari 6 D

Menurut perjalanannya, miopia dikenal dengan bentuk:


1. Miopia stasioner, miopia yang menetap
2. Miopia progresif, miopia yang bertambah terus pada usia dewasa akibat
bertambah panjangnya bola mata
3. Miopia maligna, miopia yang berjalan progresif, yang dapat mengakibatkan
ablasi retina dan kebutaan. Miopia maligna biasanyan bila miopia lebih dari
6 dioptri disertai kelainan pada fundus okuli dan pada panjangnya bola mata
sampai terbentuk stafiloma postikum yang terletak pada bagian temporal
papil disertai dengan atrofi korioretina.

Berdasarkan gambaran klinisnya, miopia dibagi menjadi:3,4


1. Miopia simpleks
ini lebih sering daripada tipe lainnya dan dicirikan dengan mata yang
terlalu panjang untuk tenaga optiknya (yang ditentukan dengan kornea
dan lensa) atau optik yang terlalu kuat dibandingkan dengan panjang
aksialnya.
2. Miopia nocturnal
Ini merupakan keadaan dimana mata mempunyai kesulitan untuk
melihat pada area dengan cahaya kurang, namun penglihatan pada siang
hari normal.
3. Pseudomiopia
Terganggunya penglihatan jauh yang diakibatkan oleh spasme otot
siliar.

9
4. Miopia yang didapat
Terjadi karena terkena bahan farmasi, peningkatan level pada gula
darah, sklerosis nukleus atau kondisi anomali lainnya.
5. Miopia Kongenital

2.4 Etiologi & Faktor Resiko


Etiologi dari gangguan refraksi miopia beragam berdasarkan jenisnya.
Berikut adalah beberapa etiologi dari miopia:1
 Proses pertumbuhan
 Terjadi penambahan diameter anteroposterior bola mata
 Peningkatan kurvatura akibat kelainan pada kornea dan lensa
 Peningkatan indeks refraksi nukleus
 Dislokasi lensa

Sedangkan faktor resiko seseorang mengalami gangguan refraksi myopia adalah:4


 Ras
Orang Asia memiliki kecenderungan miopia yang lebih besar (70%-90%) dari
pada orang Eropa dan Amerika (30%-40%). Paling kecil adalah Afrika (10%-
20%).
 Herediter
Orang tua yang mempunyai sumbu bolamata yang lebih panjang dari normal
akan melahirkan keturunan yang memiliki sumbu bola mata yang lebih
panjang dari normal pula.
 Perilaku
Kebiasaan melihat jarak dekat secara terus menerus dapat memperbesar
resiko miopia. Demikian juga kebiasaan membaca dengan penerangan yang
kurang memadai.

2.3 Gejala Klinis dan Diagnosis


Pada anamnesis dapat ditemukan gejala subjektif miopia antara lain:1,2
1. Kabur bila melihat jauh
2. Membaca atau melihat benda kecil harus dari jarak dekat

10
3. Lekas lelah bila membaca (karena konvergensi yang tidak sesuai dengan
akomodasi).
Pada pemeriksaan fisik ocular terdapat gejala objektif miopia antara lain:1
1. Miopia Simpleks:
a. Pada segmen anterior ditemukan bilik mata yang dalam dan pupil yang
relatif lebar. Kadang-kadang ditemukan bola mata yang agak menonjol
b. Pada segmen posterior biasanya terdapat gambaran yang normal atau
dapat disertai kresen miopia (myopic cresent) yang ringan di sekitar papil
saraf optik.
2. Miopia patologik:
Gambaran pada segmen anterior serupa dengan miopia simpleks.
Gambaran yang ditemukan pada segmen posterior berupa kelainan-kelainan
pada:
a. Badan kaca: dapat ditemukan kekeruhan berupa pendarahan atau
degenerasi yang terlihat sebagai floaters, atau benda-benda yang
mengapung dalam badan kaca. Kadang-kadang ditemukan ablasi badan
kaca yang dianggap belum jelas hubungannya dengan keadaan miopia
b. Papil saraf optik: terlihat pigmentasi peripapil, kresen miopia, papil
terlihat lebih pucat yang meluas terutama ke bagian temporal. Kresen
miopia dapat ke seleruh lingkaran papil sehingga seluruh papil di
kelilingi oleh daerah koroid yang atrofi dan pigmentasi yang tidak
teratur.

c. Makula: berupa pigmentasi di daerah retina, kadang-kadang ditemukan


perdarahan subretina pada daerah makula.
d. Retina bagian perifer: berupa degenerasi kista retina bagian
e. Seluruh lapisan fundus yang tersebar luas berupa penipisan koroid dan
retina. Akibat penipisan ini maka bayangan koroid tampak lebih jelas dan
disebut sebagai fundus tigroid.2,3
Pemeriksaan Penunjang
Untuk mendiagnosis myopia dapat dilakukan dengan beberapa pemeriksaan
pada mata, pemeriksaan tersebut adalah:2
1. Refraksi Subjektif

11
Diagnosis miopia dapat ditegakkan dengan pemeriksaan refraksi
subjektif, metode yang digunakan adalah dengan metode “trial and
error”. Jarak pemeriksaan 6 meter dengan menggunakan kartu Snellen.
2. Refraksi Objektif
Yaitu menggunakan retinoskopi, dengan lensa kerja sferis +2.00 D
pemeriksa mengamati reflex fundus yang bergerak berlawanan arah
dengan arah pergerakan retinoskop (against movement).
3. Autorefraktometer
Yaitu menentukan miopia atau besarnya kelainan refraksi dengan
menggunakan komputer.
2.4 Tatalaksana
a. Lensa Kacamata
Kacamata masih merupakan yang paling aman untuk memperbaiki
refraksi. Untuk mengurangi aberasi nonkromatik, lensa dibuat dalam bentuk
meniscus (kurva terkoreksi) dan dimiringkan ke depan (pantascopic tilt).1-4
b. Lensa Kontak
Lensa kontak pertama merupakan lensa sklera kaca yang berisi cairan.
Lensi ini sulit dipakai untuk jangka panjang serta menyebabkan edema kornea
dan rasa tidak nyaman pada mata. Lensa kornea keras, yang terbuat dari
polimetilmetakrilat, merupakan lensa kontak pertama yang benar-benar
berhasil dan diterima secara luas sebagai pengganti kacamata. Pengembangan
selanjutnya antara lain adalah lensa kaku yang permeable udara, yang terbuat
dari asetat butirat selulosa, silicon atau berbagai polimer plastic dan silicon,
dan lensa kontak lunak, yang terbuat dari beragam plastic hydrogel, semuanya
memberikan kenyamanan yang lebih baik, tetapi risiko terjadinya komplikasi
serius lebih besar.2-3
Lensa keras dan lensa yang permeabel udara mengoreksi kesalahan
refraksi dengan mengubah kelengkungan permukaan anterior mata. Daya
refraksi total merupakan daya yang ditimbulkan oleh kelengkukan belekang
lensa (kelengkungan dasar) bersama dengan daya lensa sebenarnya yang
disebabkan oleh perbedaan kelengkungan antara depan dan belakang. Hanya
yang kedua yang bergantung pada indeks refraksi bahan lensa kontak. Lensa
keras dan lensa permeabel udara mengatasi astigmatisme korne dengan

12
memodifikasi permukaan anterior mata menjadi bentuk yang benar-benar
sferis.2-4
Lensa kontak lunak, terutama bentuk-bentuk yang lebih lentur,
mengadopsi bentuk kornea pasien. Dengan demikian, daya refraksinya hanya
terdapat pada perbedaan antara kelengkungan depan dan belakang, dan lensa
ini hanya sedikit mengoreksi astigmatisme kornea, kecuali bila disertai
koreksi silindris untuk membuat suatu lensa torus.2-4
c. Bedah keratorefraktif
Bedah keratorefraktif mencakup serangkaian metode untuk mengubah
kelengkungan permukaan anterior mata. Efek refraktif yang diinginkan
secara umum diperoleh dari hasil empiris tindakan-tindakan serupa pada
pasien lain dan bukan didasarkan pada perhitungan optis maternatis.1-4
d. Lensa Intraokular
Penanaman lensa intraocular (IOL) telah menjadi metode pilihan
untuk koreksi kelainan refraksi pada afakia. Tersedia sejumlah rancangan,
termasuk lensa lipat, yang terbuat dari plastik hydrogel, yang dapat disisipkan
ke dalam mata melalui suatu insisi kecil, dan lensa kaku, yang paling sering
terdiri atas suatu optik yang terbuat dari polimetilmetakrilat dan lengkungan
(haptik) yang terbuat dari bahan yang sama atau polipropilen. Posisi paling
aman bagi lensa intraocular adalah di dalam kantung kapsul yang utuh setelah
pembedahan ekstrakapsular.4
e. Ekstraksi Lensa Jernih Untuk Miopia
Ekstraksi lensa non-katarak telah dianjurkan untuk koreksi refraktif
myopia sedang sampai tinggi, hasil tindakan ini tidak kalah memuaskan
dengan yang dicapai oleh bedah keratorefraktif menggunakan laser. Namun,
perlu dipikirkan komplikasi operasi dan pascaoperasi bedah intraokular,
khususnya pada miopia tinggi.4
2.5 Komplikasi
Komplikasi lebih sering terjadi pada miopia tinggi. Komplikasi yang dapat
terjadi berupa:2
1. Dinding mata yang lebih lemah, karena sklera lebih tipis

13
2. Degenerasi miopik pada retina dan koroid. Retina lebih tipis sehingga
terdapat risiko tinggi terjadinya robekan pada retina
3. Ablasi retina
4. Orang dengan myopia mempunyai kemungkinan lebih tinggi terjadi
glaukoma

2.6 Prognosis
Prognosis miopia simpleks adalah sangat baik. Pasien myopia simpleks
yang telah dikoreksi miopianya dapat melihat objek jauh dengan lebih baik.
Prognosis yang di dapat sesuai dengan derajat keparahannya. Penyulit yang dapat
timbul pada pasien dengan miopia adalah terjadinya ablasi retina dan juling. Juling
biasanya esotropia akibat mata berkonvergensi terus-menerus. Bila terdapat juling
keluar mungkin fungsi satu mata telah berkurang atau terdapat ambliopia.1-4

14
BAB III
ANALISIS KASUS

3.1 Hubungan diagnosis dengan keadaan rumah dan lingkungan sekitar:


Lampu yang digunakan dirumah pasien cukup redup dan perlu diganti.
Sehingga terdapat hubungan antara keadaan rumah serta lingkungan dengan
diagnosis
1.2 Hubungan diagnosis dengan keadaan keluarga dan hubungan dalam
keluarga:

Tidak terdapat hubungan keadaan keluarga dengan diagnosis.

3.3 Hubungan diagnosis dengan perilaku kesehatan dalam keluarga dan


lingkungan sekitar:

Pasien tidak mengganti lampu rumah yang sudah redup, sehingga pasien
beresiko mengalami miopia. Jadi terdapat hubungan perilaku kesehatan dengan
diagnosa.

3.4 Analisis kemungkinan berbagai faktor risiko atau etiologi penyakit pada
pasien ini:

Kelainan ini kemungkinan disebabkan oleh beberapa faktor yaitu:

- Pencahayaan rumah yang kurang saat malam


- Pasien tidak berobat saat mata kabur masih ringan
3.5 Analisis untuk mengurangi paparan atau memutus rantai penularan :

 Edukasi mengenai pentingnya penggunaan kacamata


 Mengganti lampu yang redup

3.6 Edukasi yang diberikan pada pasien atau keluarga :


 Mengenai kondisi pasien, penyebab, dan tatalaksananya
 Selalu menggunakan kacamata setelah dirujuk nanti
 Segera mengganti lampu

15
DAFTAR PUSTAKA

1. Goss, DA, et al. Care of the Patient with Myopia. American Optometric
Association. 2010.
2. Paul Riordan-Eva. Optics and Refraction. In Whitcher J P and Eva PR,Vaughan
& Asbury’s General Ophtalmology 19th ed. New York: Mc Graw Hill, 2017.
3. Khurana AK, Errors of Accomodation and Refraction In Comprehensive
Ophatomology 6th edition. New Delhi :The Health Science Publisher. 2015
4. Jogi R, Errors of Refraction In Basic Ophatomology Fourth Edition. New Delhi
: Jaypee Brothers Medical Publishers. 2009

16

Anda mungkin juga menyukai