Anda di halaman 1dari 15

REGENERASI SIRIP IKAN NILEM (Osteochilus vittatus)

Oleh:
Nama : Elly Wulandari
NIM : B1J014018
Kelompok :5
Rombongan :V
Asisten : Nurdiyanti

LAPORAN PRAKTIKUM PERKEMBANGAN HEWAN

KEMENTERIAN RISETTEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI
PURWOKERTO
2015
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Regenerasi yaitu memperbaiki bagian tubuh yang rusak atau lepas agar
kembali seperti semula. Regenerasi berbeda-beda pada berbagai jenis hewan, ada
yang mampu meregenerasi sebagian tubuhnya saja tapi ada pula yang mampu
meregenerasi seluruh bagian tubuhnya (Soeminto, 2000). Hewan avertebrata
mempunyai kemampuan regenerasi yang lebih tinggi daripada hewan vertebrata.
Yang terkenal tinggi dayanya adalah coelenterata, platyhelminthes, annelida,
crustacea, dan urodela. aves dan mammalia paling rendah dayanya (Magdalena et
al., 2010).
Tipe-tipe regenerasi menurut Lijoy et al (2011) antara lain :
1. Morphollaksis
Merupakan tipe regenerasi dimana bagian tubuh yang hilang akan digantikan
kembali dengan jaringan yang baru yang sama persis dengan aslinya. Tipe
regenerasi ini sangat sedikit sekali dan bahkan tidak melibatkan poliferasi selama
proses regenerasinya. Contohnya yaitu Regenerasi pada Hydra sp dipotong
menjadi dua bagian, kedua potongan tersebut akan beregenerasi dan ukurannya
lebih kecil dari induknya. Dalam sekali regenerasi yang lengkap kedua Hydra
tersebut akan tumbuh dan berkembang sesuai ukuran induk.
2. Epimorfik
Epimorfik merupakan tipe regenerasi yang terjadi pada membra/alat gerak.
Contohnya yaitu pada ikan
3. Regenerasi Intermediet
Regenerasi ini sel-sel membelah, tetapi mempertahankan fungsi sel yang telah
terdiferensiasi. Contohnya yaitu regenerasi khas pada hati manusia (Lijoy et al.,
2011).
Praktikum kali ini menggunakan ikan nilem (Osteochilus vittatus) yang
telah dipotong siripnya lalu diamati daya regenerasi yang terjadi pada ikan nilem.
Ikan nilem digunakan karena mudah didapat dan ukuran relatif kecil sehingga
mudah diamati perkembangannya selama proses regenerasi. Selain itu,
pemeliharaan ikan yang lebih mudah hanya dengan pemberian makan dan
pembersihan air (Soeminto, 2000).
Pemotongan pada sirip ikan yang berbeda-beda disebabkan karena daya
regenerasi yang dimiliki oleh setiap individu berbeda-beda. pertumbuhan pada
masing-masing sirip yang berbeda pula sehingga dapat digunakan sebagai
perbandingan antara keempat sirip yaitu sirip caudal, sirip anal, sirip abdomen
dan sirip pectoral dengan waktu pemotongan dan pemeliharaan yang sama.
Perbedaan tersebut dapat berupa kecepatan dalam regenerasi, perubahan panjang
sirip yang teramati dan pertambahan panjang yang dapat dikenali. Pemotongan
sirip ini dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana pengaruh perbedaan
pemotongan sirip terhadap pertumbuhan ikan. Pemotongan sirip secara tidak
langsung akan mempengaruhi tingkah laku dari ikan tersebut. Apabila bagian sirip
yang dipotong tersebut tumbuh lagi maka mudah dikenali (Patriono et al., 2012).

B. Tujuan

Tujuan dari praktikum regenerasi adalah mahasiswa dapat mengetahui


proses regenerasi pada sirip ikan dan mengetahui kemampuan regenerasi pada
berbagai sirip ikan Nilem (Osteochilus vittatus).

.
II. MATERI DAN METODE

A. Materi

Alat yang digunakan dalam praktikum regenerasi adalah akuarium, seser,


gunting, kaca pembesar dan millimeter blok.
Bahan yang digunakan dalam praktikum regenerasi adalah air, ikan nilem
(Osteochilus vittatus) dan pelet.

B. Metode
Metode yang dilakukan pada praktikum regenerasi adalah:
1. Bahan dan alat yang akan digunakan dalam percobaan terlebih dahulu disiapkan.
2. Ikan Nilem (Osteochilus vittatus) diambil dari akuarium menggunakan seser.
3. Panjang tubuh total ikan dan panjang sirip yang akan dipotong diukur
seluruhnya dengan millimeter blok.
4. Bagian abdomen ikan dipotong menggunakan gunting secara hati-hati agar tidak
menimbulkan stress pada ikan.
5. Bagian ekor yang telah terpotong diukur kembali menggunakan millimeter blok
sehingga diketahui panjang sirip yang tersisa kemudian dicatat.
6. Ikan tersebut dimasukkan kembali ke dalam akuarium dan dilkukan
pemeliharaan selama 2 minggu.
7. Pakan ikan berupa pelet diberikan pada ikan setiap hari dan dilakukan sipon atau
penggantian air setiap dua hari sekali.
8. Saat minggu pertama dan minggu kedua diukur kembali panjang sirip ikan untuk
mengetahui adanya pertumbuhan pada sirip.
9. Setiap pengamatan dilakukan, hasil yang telah diperoleh dicatat.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Tabel 1. Data Pengamatan Regenerasi Sirip Ikan Nilem (Osteochilus vittatus)


Rombongan V-VIII

Panjang Panjang Akhir Sirip (mm)


Ulang Awal
Kel/Romb Regenerasi Sirip Hari Hari Hari
an Sirip
ke-0 ke-7 ke-14
(mm)
1/V Sirip caudal atas 25 13 15 19
2/V Sirip caudal bawah 21 8 15 15
3/V Sirip pectoral kanan 15 10 13 15
1 4/V Sirip pectoral kiri 15 7 9 12
Sirip abdominal
5/V 13 6 7 9
kanan
6/V Sirip abdominal kiri 12 5 8 10
1/VI Sirip caudal atas 23 15 18 19
2/VI Sirip caudal bawah 23 13 18 19
3/VI Sirip pectoral kanan 15 5 7 10
2 4/VI Sirip pectoral kiri 10 7 8 10
Sirip abdominal
5/VI 15 7 9 10
kanan
6/VI Sirip abdominal kiri 12 6 8 11
1/VII Sirip caudal atas 23 15 18 23
2/VII Sirip caudal bawah 18 12 13 16
3/VII Sirip pectoral kanan 13 5 8 10
3 4/VII Sirip pectoral kiri 12 6 7 9
Sirip abdominal
5/VII 12 7 10 12
kanan
6/VII Sirip abdominal kiri 14 5 6 9
1/VIII Sirip caudal atas 22 12 18 19
2/VIII Sirip caudal bawah 20,5 14 6 12
3/VIII Sirip pectoral kanan 13 8 10 12
4 4/VIII Sirip pectoral kiri 11 7 8 10
Sirip abdominal
5/VIII 12 6 7 8
kanan
6/VIII Sirip abdominal kiri 10 8 10 10
Gambar 1. Ikan Nilem Sebelum Dipotong Siripnya

Gambar 2. Ikan Nilem Hari ke-0

Gambar 3. Ikan Nilem Hari Ke-7


Gambar 4. Ikan Nilem hari ke-14

B. Pembahasan

Hasil pengamatan dari praktikum “Regenerasi pada Ikan” ini didapatkan


perubahan panjang sirip ekor dari pengamatan hari ke-0 hingga hari ke-14.
Langkah kerja yang dilakukan selama praktikum regenerasi pada sirip ikan yaitu
Ikan nilem yang telah disiapkan sebelumnya diambil menggunakan seser dari
akuarium. Ikan yang sudah diambil lalu diletakkan di atas kertas milimeter blok
untuk dilakukan pengukuran panjang sirip ikan awal sebelum dipotong,
didapatkan panjang sirip ikan awal (Soeminto, 2000).
Panjang sirip caudal atas awal sebelum dipotong pada rombongan V
adalah 25 mm. Hasil praktikum yang dilakukan pada ikan dengan perlakuan
memotong sirip caudal atas terlihat perkembangannya, karena setelah diamati
selama dua minggu pasca pemotongan menunjukkan adanya pertambahan panjang
pada sirip ikan yang dipotong, pada hari ke-0 panjang sirip caudal atas 13 mm,
minggu pertama bagian sirip caudal atas yang telah dipotong mengalami
pertumbuhan menjadi 15 mm, sementara pada minggu kedua pengamatan atau
hari ke-14 panjangnya menjadi 19 mm. Sehingga dapat dikatakan terjadi
penambahan panjang sebesar 6 mm selama 2 minggu pemeliharaan. Hasil yang
didapatkan pada tiga rombongan lainnya menunjukkan tingkat pertumbuhan yang
berbeda selama 2 minggu pemeliharaan. Rombongan VI terjadi penambahan
panjang sebesar 4 mm, rombongan VII penambahan panjang sebesar 8 mm dan
rombongan VIII penambahan panjang sebesar 7 mm (Soeminto, 2002).
Panjang sirip caudal bawah sebelum dipotong pada rombongan V adalah
21 mm, pada hari ke-0 panjang sirip caudal bawah sebesar 8 mm, minggu pertama
bagian sirip caudal bawah yang telah dipotong mengalami pertumbuhan menjadi
15 mm, sementara pada hari ke-14 panjangnya menjadi 15 mm, sehingga dapat
dikatakan terjadi penambahan panjang sebesar 7 mm selama 2 minggu
pemeliharaan. Hasil yang didapatkan pada tiga rombongan lainnya menunjukkan
tingkat pertumbuhan yang berbeda selama 2 minggu pemeliharaan. Hasil yang
didapatkan oleh rombongan VI terjadi penambahan panjang 6 mm, rombongan
VII penambahan panjang sebsar 4 mm dan rombongan VII penambahan panjang
sebesar 2 mm (Soeminto, 2002).
Panjang sirip pectoral kanan pada rombongan V sebelum dipotong adalah
15 mm, pada hari ke-0 panjang sirip pectoral kanan sebesar 10 mm, minggu
pertama bagian sirip pectoral kanan yang telah dipotong mengalami pertumbuhan
menjadi 13 mm, sementara pada hari ke-14 panjangnya menjadi 15 mm, sehingga
dapat dikatakan terjadi penambahan panjang sebesar 5mm selama 2 minggu
pemeliharaan. Hasil yang didapatkan pada tiga rombongan lainnya menunjukkan
tingkat pertumbuhan yang berbeda selama 2 minggu pemeliharaan. Rombongan
VI terjadi penambahan panjang sebesar 5 mm, rombongan VII penambahan
panjang sebesar 5 mm dan rombongan VII penambahan panjang sebesar 4 mm
(Soeminto, 2002).
Panjang sirip pectoral kiri pada rombongan V sebelum dipotong adalah 15
mm, pada hari ke-0 panjang sirip pectoral kiri sebesar 7 mm, minggu pertama
bagian sirip pectoral kiri yang telah dipotong mengalami pertumbuhan menjadi 9
mm, sementara pada hari ke-14 panjangnya menjadi 12 mm, sehingga dapat
dikatakan terjadi penambahan panjang sebesar 5 mm selama 2 minggu
pemeliharaan. Hasil yang didapatkan pada tiga rombongan lainnya menunjukkan
tingkat pertumbuhan yang sama selama 2 minggu pemeliharaan. Rombongan VI,
VI dan VIII terjadi penambahan panjang sebesar 3 mm (Soeminto, 2002).
Panjang sirip abdominal kanan pada rombongan V sebelum dipotong
adalah 13 mm, pada hari ke-0 panjang sirip abdominal kanan sebesar 6 mm,
minggu pertama bagian sirip abdominal kanan yang telah dipotong mengalami
pertumbuhan menjadi 7 mm, sementara pada hari ke-14 panjangnya menjadi 9
mm, sehingga dapat dikatakan terjadi penambahan panjang sebesar 3 mm selama
2 minggu pemeliharaan. Hasil yang didapatkan pada tiga rombongan lainnya
menunjukkan tingkat pertumbuhan yang berbeda selama 2 minggu pemeliharaan.
Rombongan VI terjadi penambahan panjang sebesar 3 mm, rombongan VII
penambahan panjang sebesar 5 mm dan rombongan VII penambahan panjang
sebesar 2 mm (Soeminto, 2002).
Panjang sirip abdominal kiri sebelum dipotong pada rombongan V adalah
12 mm, pada hari ke-0 panjang sirip abdominal kiri sebesar 5 mm, minggu
pertama bagian sirip abdominal kiri yang telah dipotong mengalami pertumbuhan
menjadi 8 mm, sementara pada hari ke-14 panjangnya menjadi 10 mm, sehingga
dapat dikatakan terjadi penambahan panjang sebesar 5 mm selama 2 minggu
pemeliharaan. Hasil yang didapatkan pada tiga rombongan lainnya menunjukkan
tingkat pertumbuhan yang berbeda selama 2 minggu pemeliharaan. Rombongan
VI terjadi penambahan panjang sebesar 5 mm, rombongan VI penambahan
panjang sebesar 4 mm dan rombongan VIII penambahan panjang sebesar 2 mm.
(Soeminto, 2002).
Hasil yang didapatkan sesuai dengan pustaka yang menyebutkan bahwa
pertumbuhan sirip ikan dimulai dari bagian yang memiliki fungsi adaptasi
paling penting terlebih dahulu, yaitu sirip pectoral (Kalthoff, 1996). Hasil
regenerasi dari organ tertentu dalam hal ini sirip ikan tidak harus kembali seperti
semula. Hal itu membuktikan bahwa sel de-diferensiasi bersifat pluripotent, yakni
dapat menimbulkan jaringan yang bukan darimana ia berasal (Yatim, 1990).
Berdasarkan data di atas, ternyata pertumbuhan sirip ikan tidak terlalu signifikan,
hal ini mungkin dikarenakan kurangnya pasokan dalam pemberian makan,
perubahan suhu yang drastis atau suhu tempat ikan tersebut kurang ideal karena
hidup dalam akuarium yang sempit sehingga tidak sebebas habitat alaminya di
luar sehingga ikan menjadi stress yang dapat mempengaruhi kerja proses biologis
di dalam tubuhnya, akuarium juga harus dipantau untuk memastikan bahwa tidak
ada fluktuasi suhu.yang mengakibatkan pertumbuhan sirip lambat. (Anusree et
al.,2011).
Masing-masing kelompok dengan perbedaan pemotongan sirip mengalami
perbedaan pertumbuhan. Perbedaan pertumbuhan kemungkinan dikarenakan
semakin vitalnya organ yang terpotong maka pertumbuhan semakin cepat.
Kegagalan regeneratif muncul setelah kematangan seksual (Nachtrab & Michael,
2011). Amfibi dan ikan beregenerasi melalui proses yang disebut regenerasi
epimorphic, kadang-kadang disebut sebagai regenerasi yang sesungguhnya.
Regenerasi sirip terjadi dalam tiga langkah: (1) penyembuhan luka dan
pembentukan epidermis, (2) pembentukan regenerasi protoplasma, populasi sel
progenitormesenchymal yang diperlukan untuk proliferasi dan pola dari
ekstremitas regenerasi, dan (3) regeneratif perkembangan dan polareformasi (Shao
et al., 2009).
Menurut Khaltoff (1996), regenerasi melalui beberapa tahapan yaitu:
1. Proses perbaikan pertama pada regenerasi adalah penyembuhan luka dengan
penumbuhan kulit diatas luka tersebut, kemudian suatu tunas-tunas sel yang
belum berdiferensiasi terlihat. Tunas ini menyerupai rupa yang mirip dengan
tunas anggota tubuh pada embrio yang sedang berkembang. Penyembuhan
luka. Luka akan tertutup oleh darah yang mengalir lalu membeku
membentuk scab yang bersifat sebagai pelindung. Seiring waktu, sel-sel dari
anggota tubuh yang sedang beregenerasi diatur dan berdiferensiasi sekali lagi
menjadi otot, tulang dan jaringan lanjutnya yang menjadikan ekor dan kaki
fungsional (Shao et al., 2010).
2. Sel epitel bergerak secara amoeboid menyebar di bawah permukaan luka,di
bawah scab. Proses ini membutuhkan waktu selama dua hari dimana pada saat
itu luka telah tertutup oleh kulit (Kalthoff, 1996).
3. Diferensiasi sel-sel jaringan sekitar luka, sehingga menjadi bersifat lebih muda
kembali dan pluripotent untuk membentuk berbagai berbagai jenis jaringan
baru. Matriks tulang dan tulang rawan akan melarut, sel-selnya lepas dan
tersebar di bawah epitel. Serat jaringan ikat juga berdisintegrasi dan semua
sel-selnya mengalami diferensiasi, sehingga dapat dibedakan antara sel tulang,
tulang rawan dan jaringan ikat. Setelah itu sel-sel otot akan berdiferensiasi,
serat miofibril hilang, inti membesar dan sitoplasma menyempit (Kalthoff,
1996).
4. Proliferasi sel-sel berdiferensiasi secara mitosis, yang terjadi secara serentak
dengan proses dediferensiasi (Kalthoff, 1996).
5. Pembentukan blastema (kuncup regenerasi yang belum terdiferensiasi dan
berwarna transparan) pada permukaan bekas luka. Scab mungkin sudah
terlepas. Blastema berasal dari penimbunan sel-sel diferensiasi atau sel-
sel satelit pengembara yang ada dalam jaringan, terutama di dinding kapiler
darah. Proses saatnya nanti, sel-sel pengembara akan berproliferasi
membentuk blastema (Kalthoff, 1996).
6. Rediferensiasi atau pemolaan kembali (Kalthoff, 1996).
Faktor-faktor yang mempengaruhi petumbuhan dan perkembangan hewan
dapat dibagi menjadi dua, yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal
meliputi gen dan hormon. Faktor eksternal meliputi air, makanan, temperatur,
polutan dan cahaya (Kalthoff, 1996).
1. Hormon
Hormon merupakan senyawa organik yang mengatur pertumbuhan dan
perkembangan hewan adalah hormone somatotrof (hormon pertumbuhan).
Bila hewan kekurangan hormone pertumbuhan, maka pertumbuhan akan
terhambat sehingga badannya kerdil. Bila kelebihan hormon pertumbuhan,
maka akan mengalami pertumbuhan raksasa (Kalthoff, 1996).
2. Gen
Gen merupakan faktor keturunan yang diwariskan dari orang tua (induk). Gen
akan mengendalIkan pola pertumbuhan dan perkembangan hewan (Kalthoff,
1996).
3. Makanan
Makanan sangat diperlukan oleh hewan maupun makhluk hidup lainnya.
Makanan digunakan sebagai zat pembangun tubuh dan sumber energy
(Kalthoff, 1996).
4. Air
Air merupakan pelarut dan media untuk terjadinya reaksi metabolisme tubuh.
Reaksi metabolisme ini akan menghasilkan energi, membantu pembentukan
sel-sel yang baru, dan memperbaiki sel-sel yang rusak (Kalthoff, 1996).
1. Polutan
Jika regenerasi terjadi di alam, tentunya ada pengaruh dari pencemaran
polutan yang bisa menghambat proses regenerasi (Kalthoff, 1996).
2. Temperatur
Peningkatan temperatur sampai titik tertentu maka akan meningkatkan
regenerasi (Kalthoff, 1996).
IV. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan di bab sebelumnya, dapat ditarik


kesimpulan sebagai berikut:
1. Tahapan proses regenerasi pada ikan yaitu penyembuhan luka,
pembentukan scab, sel epitel bergerak secara amoeboid di bawah scab,
diferensiasi sel muda yang bersifat pluripoten, proliferasi (pembelahan sel),
pembentukan kuncup regenerasi (blastema), dan rediferensiasi
2. Regenerasi pada ikan dapat diamati pada bagian sirip ikan baik sirip caudal,
sirip anal, sirip abdomen maupun sirip pectoral. Berdasarkan hasil yang
diperoleh, proses regenerasi ikan yang paling cepat adalah sirip pectoral kiri.

B. Saran

Saran yang dapat diberikan terkait praktikum kali ini adalah seharusnya
ikan lebih di jaga baik-baik dan bak ditutup rapat untuk mencegah adanya ikan
yang mati, sehingga didapat hasil yang maksimal. Sebaiknya setiap kelompok
yang dapat jadwal untuk memberi makan ataupun mensipon lebih bertanggung
jawab, selain itu semua anggota dalam kelompok tersebut sebaiknya ikut hadir,
DAFTAR REFERENSI

Anusree. P, Saradamba. A., Tailor. N., Desai. I and Suresh, B. 2011. Caudal Fin
Regenerationis Regulated By Cox-2 Induced PGE In Teleost Fish
Poecillia Latipanna. Journal of Cell and Tissue Research, 11(2), PP.
2795-2801.

Kalthoff, K. 1996. Analysis of Biological Development. New York: McGraw-Hall


Inc.

Lijoy , K Mathew. 2011. Comparative Expression Profiling Reveals an


EssentialRole for Raldh2 in Epimorphic Regeneration. Department of
Environmental andMolecular Toxicology, Environmental Health
Sciences Center, Oregon StateUniversity, Corvallis, OR, 97331. The
Journal of Biological.

M, Magdalena., Propawa, Izabela and Klag, Jerzy. 2010. Differentiation of


Regenerative Cells in the Midgut Epithelium of Epilachna cf. nylanderi
(Mulsant 1850) (Insecta, Coleoptera, Coccinellidae). Folia biologica
(Kraków), 58 (10), PP. 3-4.

Nachtrab, G. and Michael, C. Kenneth D. 2011. Sexually Dimorphic Fin


Regeneration in Zebrafish Controlled by Androgen/GSK3 Signaling.
USA: Department of Cell Biology and Howard Hughes Medical Institute,
Duke University Medical Center.

Patriono, Enggar., Junaidi, Enggar., dan Asri, Setiorini. 2012. Pengaruh


Pemotongan Sirip terhadap Pertumbuhan Panjang Tubuh Ikan Mas
(Cyprinus carpio l.). Jurnal Penelitian Sains, 10(9), PP. 12-13.

Shao, Jinhui., Xiaojing, Qian., Chengxia, Zhang., and Zenglu, Xu. 2010. Fin
Regeneration from Tail Segment with Musculature, Endoskeleton, and
Scales. Journal Of Experimental Zoology, 312(b), PP. 1-8.

Soeminto, 2000. Embriologi Vertebrata. Purwokerto: Fakultas Biologi Unsoed.

Soeminto. 2002. Embriologi Vertebrata. Purwokerto: Fakultas Biologi Unsoe.

Yatim, W. 1990. Reproduksi dan Embriologi. Bandung: Tarsito..

Anda mungkin juga menyukai