Anda di halaman 1dari 34

MAKALAH FARMAKOLOGI II

(ENZIM UNTUK PENGOBATAN)

DISUSUN OLEH :
M. ARDI FAJAR (174840113)
MUSPIROH (174840114)
NOVIA ANDINI (174840117)
RETNO AYU NINGSIH (174840119)
SALSA SABILLAH (174840123)

DOSEN PENGAMPU :
MIRNAWATI ZALILI SAILAN, M.Sc., Apt

JURUSAN FARMASI
POLTEKKES KEMENKES PANGKALPINANG
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat,karunia, dan


hidayah-Nya sehingga penulisan makalah farmakologi yang berjudul “ENZIM
UNTUK PENGOBATAN” dapat diselesaikan dengan baik.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah jauh dari kata sempurna. Penulis
menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada teman-teman satu
kelompok yang telah membantu dalam mengerjakan makalah ini.Semoga Allah
SWT senantiasa memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada semua pihak yang
telah membantu dalam pembuatan makalah ini.
Demikian penulisan makalah ini, penulis menyadari banyak keterbatasan
dan kekurangan ada di dalamnya. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik
dan saran yang membangun demi peningkatan wawasan kami dalam memberikan
penulisan makalah selanjutnya. Semoga makalah ini bermanfaat pada semua
pihak.

Pangkalpinang, 14 Febuari 2019

Penyusun,

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL........................................................................................ i
KATA PENGANTAR ..................................................................................... ii
DAFTAR ISI .................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 4
1.2 Tujuan .................................................................................................. 5
1.3 Manfaat ................................................................................................ 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Enzim ................................................................................................... 6
2.2 Cara Kerja Enzim ................................................................................ 6
2.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kerja Enzim ..............................8
2.4 Mekanisme Kerja Obat Pada Enzim ...................................................9
2.5. Tujuan Kerja Enzim ..........................................................................18
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan .......................................................................................... 33
3.2 Saran ..................................................................................................... 33
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 34

3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Obat adalah bahan yang dapat menimbulkan beberapa efek fisiologis
atau biokimia dalam tubuh. Mereka mungkin berupa senyawa tunggal atau
campuran, dan efek mereka mungkin bermanfaat atau berbahaya. Obat dapat
memicu suatu system dan menghasilkan efek, dapat menekan suatu sistem,
atau tidak berinteraksi secara langsung dengan suatu system tetapi dapat
memodulasi efek dari obat lain. Untuk dapat menghasilkan efek, obat harus
melwati serangkaian proses yang menentukan yaitu absorbsi, distribusi,
metabolisme dan eliminasi. Namun yang terpenting adalah bahwa obat harus
dapat mencapai tempat aksinya.
Ada beberapa tempat yang bisa menjadi target aksi obat yaitu kanal
ion, enzim suatu transporter (carrier atau protein pembawa), atau pada
reseptor. Enzim itu sendiri merupakan suatu protein yang berperan sebagai
katalisator berbagai reaksi kimia dan biokimia dalam tubuh. Dalam makalah
ini akan dibahas secara lanjut mengenai enzim sebagai pengobatan.

1.2. Tujuan
1. Dapat mengetahui pengertian enzim.
2. Dapat mengetahui enzim-enzim yang berhubungan dengan pengobatan.
3. Dapat mengetahui obat-obat untuk penyakit enzim.

4
1.3. Manfaat
1. Mahasiswa dapat mengetahui farmakologi yang berhubungan dengan
enzim.
2. Mahasiswa dapat mengetahui obat-obat untuk mengobati penyakit yang
berhubungan dengan enzim beserta pengobatan.
3. Dapat melatih mahasiswa dalam pembuatan karya tulis ilmiah untuk
kedepannya.

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Enzim
Enzim adalah protein yang memiliki aktivitas katalisis, yaitu
mempercepat reaksi kimia pada system biologi. Suatu enzim tidak
mempengaruhi konstanta ekuilibrium reaksi yang dikatalisisnya, tetapi
menurunkan ambang energy yang dibutuhkan sehingga reaksi bisa bekerja
dengan lebih mudah.
Aksi obat pada enzim diperantarai oleh sedikitnya dua mekanisme,
yaitu :
a. Molekul obat bertindak menjadi substrat analog yang beraksi sebagai
inhibitor kompetitif bagi enzim
b. Molekul obat bertindak sebagai sustrat yang salah atau palsu (false
substrate), sehingga molekul obat mengalami transformasi kimia oleh
enzim, tetapi membentuk produk yang abnormal (yang tidak diharapkan).
Hal ini membuat jalur metabolic terganggu atau berubah.

2.2. Cara Kerja Enzim


Substrat harus ada hubungan atau kontak antara enzim dengan substrat
untuk dapat bekerja terhadap suatu zat. Oleh karena itu tidak seluruh bagian
enzim dapat berhubungan dengan substrat. Hubungan antara substrat dengan
enzim hanya terjadi pada bagian atau tempat tertentu saja. Tempat atau
bagian enzim yang mengadakan hubungan atau kontak dengan substrat
dinamai bagian aktif (active site). Hubungan hanya mungkin terjadi apabila
bagian aktif mempunyai ruang yang tepat dapat menampung substrat. Apabila
substrat mempunyai bentuk atau konformasi lain, maka tidak dapat
ditampung pada bagian aktif suatu enzim. Dalam hal ini enzim itu tidak dapat
berfungsi terhadap substrat. Ini adalah penjelasan mengapa tiap enzim
mempunyai kekhasan terhadap substrat tertentu.

6
Hubungan atau kontak antara enzim dengan substrat menyebabkan
terjadinya kompleks enzim-substrat. Kompleks ini merupakan kompleks yang
aktif, yang bersifat sementara dan akan terurai lagi apabila reaksi yang
diinginkan telah terjadi.
Ada 2 teori yang mengungkapkan cara kerja enzim yaitu:
1. Teori kunci dan anak kunci (Lock and key)
Teori ini dikemukakan oleh Emil Fisher yang menyatakan kerja
enzim seperti
kunci dan anak kunci, melalui hidrolisis senyawa gula dengan enzim
invertase, sebagai berikut:
a. Enzim memiliki sisi aktivasi, tempat melekat substrat
b. hubungan antara enzim dan substrat terjadi pada sisi aktivasi
c. Hubungan antara enzim dan substrat membentuk ikatan yang lemah
d. Enzim + substrat -- Kompleks enzim substrat -- Hasil akhir + Enzim
2. Teori kecocokan induksi (induced fit theory)
a. Bukti dari kristalografi sinar x, diketahui bahwa sisi aktif enzim bukan
merupakan bentuk yang kaku, tapi bentuk yang fleksibel
b. Ketika substrat memasuki sisi aktif enzim, bentuk sisi aktif
akan termodifikasi menyesuaikan bentuk substrat, sehingga terbentuk
kompleks enzim substrat
c. Ketika substrat terikat pada enzim, sisi aktif enzim mengalami
beberapa perubahan sehingga ikatan yang terbentuk antara enzim dan
substrat menjadi menjadi lebih kuat.
d. Interaksi antara enzim dan substrat disebut Induced fit

7
2.3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Cara Kerja Enzim
Faktor-faktor yang mempengaruhi kerja enzim :
1. Suhu
Reaksi yang dikatalisis oleh enzim akan meningkat seiring dengan
kenaikan suhu 0 - 35 derajad celcius. Secara umum kenaikan 10 derajad
celcius maka kecepatan reaksi menjadi dua kali lipatnya dalam batas suhu
yang wajar. Suhu ideal kerja enzim adalah 30 – 40oC, dengan suhu
optimum 36 oC. Dibawah atau diatas suhu tersebut kerja enzim lemah
bahkan mengalami kerusakan. Enzim akan menggumpal (denaturasi) dan
hilang kemampuan katalisisnya jika dipanaskan
2. Logam berat
Logam berat seperti Ag, Zn, Cu, Pb dan Cd, menyebabkan enzim menjadi
tidak aktif.
3. Logam
Aktivitas enzim meningkat jika bereaksi dengan ion logam jenis Mg, Mn,
Ca, dan Fe.
4. pH
Enzim bekerja pada pH tertentu, enzim hanya dapat bekerja pada pH

8
yang ideal. Enzim Ptialin hanya dapat bekerja pada pH netral, enzim
pepsin bekerja pada pH asam sedangkan enzim tripsin bekerja pada pH
basa.
5. Konsentrasi
Semakin tinggi konsentrasi enzim maka kerja waktu yang dibutuhkan
untuk suatu reaksi semakin cepat, sedangkan kecepatan reaksi dalam
keadaan konstan. Semakin tinggi konsentrasi substrat, semakin cepat
kerja enzim, tapi jika kerja enzim telah mencapai titik maksimal, maka
kerja enzim berikutnya akan konstans.
6. Faktor Internal (Faktor dalam)
Vitamin dan hormon berpengaruh terhadap aktivitas kerja enzim.
- Hormon tiroksin merupakan hormon yang mempengaruhi proses
metabolisme tubuh. semakin tinggi konsentrasi hormon tiroksi yang
dihasilkan oleh kelenjar tiroid, makan semakin cepat proses
metabolisme dalam tubuh, demikian sebaliknya.
- Vitamin dalam tubuh berfungsi sebagai alat pengaturan seluruh proses
fisiologi dalam tubuh.
7. Keberadaan Aktivator dan Inhibitor
a. Aktivator
Aktivaor merupakan molekul yang mempermudah ikatan enzim antara
enzim dengan dan substrat.
b. Inhibitor
Inhibitor merupakan molekul yang menghambat ikatan antara enzim
dengan substrat.

2.4. MEKANISME KERJA OBAT PADA ENZIM


Obat yang bekerja pada enzim dibagi menjadi 2 berdasarkan mekanisme
aksinya:
1. Inhibitor kompetitif
Inhibitor kompetitif ( obat ) bereaksi secara kompetititf dengan
substrat enzim terhadap enzim pada sisi aktifnya. Interaksi antara obat

9
dengan enzim mengakibatkan penghambatan aktifitas enzim tersebut.
Ringkasnya, inhibitor kompetitif menghambat reaksi normal yang di
perantarai suatu enzim.
Contoh obat ladalah asetasolamid
Zat aktif : Asetazolamid
Nama branded :Acetazolamide, Diamox, Acetazolamide Sandoz,
Glaucon, Glauseta
Farmakodinamik :Acetazolamide merupakan turunan sulfonamida.
Acetazolamide adalah inhibitor karbonik anhydrase
yang baik, mengontrol sekresi cairan yang efektif
sehingga digunakan sebagai terapi diuretik,
antiglaukoma, dan antikonvulsan. Acetazolamide
akan mencegah enzim yang terdapat pada ginjal
untuk mengekresikan ion hidrogen dan mencegah
peningkatan bikarbonat sehingga meningkatkan
volume urin dan urin menjadi alkalosis. Karena
penurunan bikarbonat pada serum, tekanan
intraokular menjadi turun oleh karena penurunan
produksi aqueous humor
Farmakokinetik :Farmakokinetik acetazolamide berupa aspek
absorpsi, distribusi, dan eliminasinya.
a. Absorpsi
Acetazolamide oral akan diabsorpsi oleh organ
pencernaan hingga kemudian mencapai puncak
konsentrasi di dalam plasma 1-4 jam. Kapsul
acetazolamide extended-release akan mencapai
puncak konsentrasi 3-6 jam di dalam plasma.
Acetazolamide oral akan menurunkan tekanan
intraokular selama 8 hingga 12 jam, beberapa 18
hingga 24 jam. Acetazolamide intravena dapat
segera menurunkan tekanan intraokular dalam 2

10
menit setelah pemberian dan durasi obat akan
bertahan 4 hingga 5 jam.[7] Makanan dan minuman
terbukti tidak memperngaruhi proses absorpsi.
Acetazolamide tidak diakumulasi di jaringan.
Acetazolamide tidak dimetabolisasi. Sekitar 70
hingga 90% acetazolamide akan berikatan dengan
protein plasma.
b. Distribusi
Setelah proses absorpsi, acetazolamide yang
sudah berada dalam plasma segera
didistribusikan ke mata (aqueous humor),
korteks pada ginjal dan sel darah merah
(eritrosit). Acetazolamide juga mampu
menembus sawar plasenta.
c. Eliminasi
Produk acetazolamide dibuang melalui urin
tanpa diubah dari bentuk awal oleh proses
sekresi di tubular ginjal.
Mekanisme kerja :Acetazolamide bekerja secara reversibel
menghambat enzim karbonat anhidrase yang
berakibat terjadinya reduksi ion hidrogen pada
tubulus ginjal dan meningkatkan Na, K, bikarbonat
dan air. Hal ini akan menghambat produksi aqueous
humour dan juga menghambat kerja karbonat
anhidrase pada sistem saraf pusat yang mengalami
pelepasan neuron secara tidak normal yang terjadi
pada penderita epilepsi. Tidak hanya pada mata,
obat ini juga dapat membatasi pengeluaran cairan
pada organ lain seperti edema pada kasus gagal
jantung atau masalah kesehatan lainnya

11
Indikasi :Acetazolamide digunakan untuk mengatasi masalah
edema akibat gagal jantung kongestif, edema akibat
obat, glaukoma sudut terbuka kronis, glaukoma
sekunder, glaukoma sudut tertutup akut yang
umumnya diatasi dengan pembedahan digantikan
dengan obat ini agar terjadi penurunan tekanan
intraokular. Juga digunakan untuk mengatasi kejang
pada epilespi centrachepalic. Acetazolamide juga
diindikasikan untuk mencegah atau mengurangi
gejala mountain sickness yang terjadi pada pendaki
yang melakukan pendakian cepat tanpa aklimatisasi.
Kontraindikasi :Tidak semua orang boleh menggunakan obat ini,
penderita yang diketahui memiliki kondisi di bawah
ini tidak boleh menggunakannya:
1. Hipersensitif atau alergi terhadap kandungan
obat ini. Selain itu, karena acetazolamide
merupakan turunan dari sulfonamide, alergi
terhadap turunan senyawa ini juga mungkin
terjadi.
2. Masalah pada ginjal dan hati dimana level
kalium dan sodium dalam darah sangat rendah.
3. Asidosis hiperkloremik.
4. Sirosis hati, karena berisiko terjadi
perkembangan ensefalopatik hati.
Penggunaan jangka panjang untuk penderita
glaukoma sudut tertutup non kongestif kronis juga
tidak dianjurkan. Hal itu karena dimungkinkan
terjadi penutupan sudut ketika glaukoma yang
memburuk hanya ditopang dengan tekanan
intraokular yang rendah akibat penggunaan obat
acetazolamide

12
Efek samping :Beberapa efek samping Acetazolamide berikut
perlu diperhatikan, diantaranya sebagai berikut:
1. Pusing.
2. Kepala terasa ringan.
3. Sering kencing.
4. Penglihatan kabur.
5. Mulut kering.
6. Mengantuk.
7. Hilang nafsu makan.
8. Kelelahan parah.

Dosis :Acetazolamide tersedia dalam bentuk sediaan dan


kekuatan dosis berikut:
Tablet: 125 mg dan 250 mg.
Injeksi: 250mg, 500 mg.
Dosis terbaik adalah yang diresepkan oleh dokter
Anda. Adapun dosis yang lazim digunakan adalah
sebagai berikut:
Glaukoma sudut terbuka, penanganan sebelum
operasi glaukoma sudut tertutup
Dosis dewasa: 250 – 1000 mg per hari (injeksi
intravena atau tablet), 4 kali sehari.
Diuretik
Dosis dewasa: 250 – 375 mg sehari sekali (injeksi
intravena atau tablet). Pemberian secara berselang
hari akan meningkatkan efisiensinya.
Epilepsi
Dosis dewasa: 250 – 1000 mg perhari (injeksi
intravena atau tablet) baik dengan atau tanpa obat
antiepilepsi lainnya.

13
Dosis anak-anak: 8-30 mg/ kg perhari dalam
beberapa dosis. Maksimum 750 mg/ hari.
Edema akibat gagal jantung kongestif dan akibat
pengobatan
Dosis dewasa: 250 – 375 mg perhari.
Pencegahan mountain sickness
Dosis dewasa: 500-1000 mg perhari dan dibagi
menjadi beberapa dosis. Dianjurkan
menggunakannya 24-48 jam sebelum melakukan
pendakian dan melanjutkan pada 48 jam
selanjutnya.

Interaksi obat :Beberapa jenis obat dapat berinteraksi dengan obat


lain yang dikonsumsi bersamaan. Begitu juga
dengan Acetazolamide, efek samping serius
mungkin terjadi. Beberapa obat dan penyakit
berikut diketahui dapat berinteraksi dengan
acetazolamide
1. Topamax, interaksinya dapat menyebabkan
asidosis metabolik yang menyebabkan tingginya
zat asam pada darah.
2. Insulin glargine, Acetazolamide akan
mengurangi efektifitas insulin.
3. Duloxetine, menyebabkan penurunan level
sodium dalam darah.
4. Salmeterol, meningkatkan efek hipokalemia.

2. Substrat Palsu
Obat antikanker fluorourasil merupakan suatu contoh obat yang
beraksi sebagai substrat palsu. Pada proses normal , urasil dalam 2-

14
deoksiuridilat ( DUMP) diubah menjadi 2-deoksitimidilat ( DTMP)
melalui enzim timidilat sintetase.
Nama branded : 5 Fluorouracil EBW
, Fluorouracil DBL, Fluradecyl , Curacil

Farmakodinamik :Menghambat pembentukan thymine yang


diperlukan untuk sintesis DNA.

Farmakokinetik : Metabolisme di hati menjadi bentuk tidak


aktif, ekskresi terutama melalui ginjal

Mekanisme kerja : Antimetabolit pirimidin mempengaruhi


sintesis DNA dengan memblok metilasi
asam deoksiuridisilat; fluorourasil
menghambat timidilate sintetase (TS).
Kofaktor folat yang menurun diperlukan
untuk ikatan kuat antara TS dan 5-FdUMP

Indikasi :Kanker kolon, kanker rektum, kanker


payudara, kanker lambung, kanker pancreas

Kontraindikasi :Hipersensitifitas terhadap fluorourasil atau


komponen lain dalam sediaan, status gizi
yang buruk, penekanan fungsi sumsum
tulang, trombositopenia, potensial serius
infeksi, operasi major beberapa bulan
terakhir, defisiensi enzym dihidropirimid
dehidrogenase (DPD), kehamilan.

Efek samping : Secara umum, setiap obat pasti memiliki


efek samping yang beragam dan tidak bisa

15
ditentukan jenis nya apa saja. Seperti
layaknya obat lainnya, Fluorouracil DBL
memiliki beberapa macam efek samping
yang harus diperhatikan dan diwaspadai
untuk kemungkinan kemunculannya,n
diantaranya:
1. Pengguna dapat mengalami stomatitis
2. Pengguna dimungkinkan mengalami
leukopenia
3. Pengguna cenderung mengalami ulkus
pada saluran pencernaan
4. Pengguna akan mengalami pendarahan
pada saluran pencernaan
5. Pengguna cenderung mengalami diare
hebat
6. Pengguna dapat mengalami gangguan
saluran pencernaan
7. Pengguna akan mengalami anemia
8. Pengguna dimungkinkan mengalami
alopesia
9. Pengguna cenderung mengalami iskemia
miokard
10. Pengguna dapat mengalami neurotoksik
sentral

Dosis : Bervariasi (maksimum 800 mg/hari).

Interaksi obat :Menggunakan obat ini dengan salah satu


obat-obatan berikut ini tidak dianjurkan.
Dokter Anda mungkin memutuskan untuk
tidak memperlakukan Anda dengan obat ini

16
atau mengubah beberapa obat lain yang
Anda ambil.
1. Rotavirus Vaccine, Live
2. Tegafur
Menggunakan obat ini dengan salah satu
obat-obatan berikut biasanya tidak
dianjurkan, tapi mungkin diperlukan dalam
beberapa kasus. Jika kedua obat yang
diresepkan bersamaan, dokter Anda dapat
mengubah dosis atau mengatur seberapa
sering Anda menggunakan salah satu atau
kedua obat.
1. Vaksin Adenovirus Type 4, Live
2. Vaksin Adenovirus Type 7, Live
3. Vaksin Bacillus Calmette dan Guerin,
Live
4. Vaksin Virus Influenza, Live
5. Vaksin Virus Measles, Live
6. Vaksin Virus Mumps, Live
7. Vaksin Virus Rubella, Live
8. Vaksin cacar
9. Tamoxifen
10. Tinidazole
11. Vaksin Typhoid
12. Vaksin Virus Varicella
13. WArfarin
14. Vaksin demam kuning
Menggunakan obat ini dengan salah satu
obat-obatan berikut dapat menyebabkan
peningkatan risiko efek samping tertentu,
tetapi menggunakan kedua obat mungkin

17
merupakan pengobatan terbaik untuk Anda.
Jika kedua obat yang diresepkan bersamaan,
dokter Anda dapat mengubah dosis atau
mengatur seberapa sering Anda
menggunakan salah satu atau kedua obat.
1. Fosphenytoin
2. Leucovorin
3. Levamisole
4. Levoleucovorin
5. Phenytoin
6. Thiamine

2.5. TUJUAN KERJA OBAT PADA ENZIM


a. Mencegah pembentukan produk akhir
- Alopurinol - Enzim Xantin oxidase (XOD)
Enzim Xantin oxidase (XOD) merupakan enzim penting untuk
katabolisme purin. XOD mengkatalisis konversi hypoxanthine menjadi
xanthine, dan xanthine menjadi asam urat. Asam urat terutama
diekskresi via urin. Tidak imbangnya laju ekskresi asam urat via urin

18
dan laju katabolisme purin menyebabkan hiperurikemia (tingginya
kadar asam urat dalam darah) dan menjadi penyakit GOUT.
Alopurinol, suatu obat urikostatik dan metabolit utamanya
(alloxantin) bekerja dengan menghambat XOD. Obat ini digunakan
dalam terapi prevensi pada penyakit gout (gangguan metabolisme purin
dan asam urat). Obat ini dapat menormalkan kadar asam urat dalam
darah dan kemih yang meningkat.

Mekanisme kerjanya berdasarkan pengurangan sintesa asam


urat atas dasar persaingan substrat dengan zat-zat purin berdasarkan
enzim xanthinoxydase (XO). Purin dirombak menjadi hypoxanthin,
Hypoxanthin diubah menjadi xanthin oleh enzim xanthinoxydase
menjadi asam urat. Tetapi dengan adanya alopurinol, xanthinoxydase
melakukan aktivitasnya terhadap alopurinol sebagai pengganti purin. Di
dalam hati obat ini dioksidasi oleh xanthinoxydase oksipurinol
(alloxanthine aktif) yang terutama dieksresikan dengan kemih.
Sehingga perombakan hipoxanthin dikurangi dan sintesa asam urat
menurun kurang lebih 50%. Kadar urat berlangsung turun sehingga

19
kristal natrium urat di sendi tidak terbentuk lagi. Diperkirakan setelah
1-3 minggu kadar asam urat mencapai nilai normal.

ALLUPURINOL
Nama zat aktif : Allopurinol
Nama branded : zyloprim, uricnol, nilapur, licoric, nilapur, rinolic, urica,
puricemia, benoxuric, licoric
Farmakologi : Allopurinol dan metabolitnya oxipurinol (alloxanthine)
dapat menurunkan produksi asam urat dengan menghambat
xanthin-oksidase yaitu enzim yang dapat mengubah
hipoxanthin menjadi xanthin dan mengubah xanthin
menjadi asam urat. Dengan menurunkan konsentrasi asam
urat dalam darah dan urin, allopurinol mencegah atau
menurunkan endapan urat sehingga mencegah terjadinya
gout arthritis dan urate nephropathy.
Farmakodinamik :Kadar asam urat dalam plasma diharapkan akan menurun
setelah pemberian allopurinol melalui mekanisme sebagai
berikut:
Inhibisi Xantin-Oksidase
Allopurinol bekerja menginhibisi xantin-oksidase, enzim
yang mengonversi hipoxantin menjadi xantin, dan
kemudian menjadi asam urat, sehingga kadar asam urat
menurun.
Metabolit Allopurinol
Allopurinol dimetabolit menjadi oxipurinol dengan cepat,
dan umumnya tidak terdeteksi lagi dalam plasma 5 jam
setelah pemberian. Sekitar 12% dari allopurinol akan
terekskresi tanpa termetabolisme, sementara 76% akan
terekskresi dalam bentuk oxipurinol. Oxipurinol ini juga
bekerja sebagai inhibitor dari xantin-oksidase.
Menurunkan Kadar Purin

20
Allopurinol memiliki efek pada katabolisme purin,
mengurangi biosintesis de novo purin secara tidak langsung
dengan meningkatkan konsentrasi ribonukleotida oksipurin
dan allopurinol, sementara menurunkan konsentrasi
fosforibosilpirofosfat.
Peningkatan Inkorporasi Hipoxantin dan Xantin
Allopurinol juga menurunkan kadar asam urat dalam
plasma dengan meningkatkan inkorporasi hipoxantin dan
xantin menjadi DNA dan RNA.

Farmakokinetik :Sebagian besar farmakokinetik allopurinol dimediasi oleh


metabolitnya, yaitu oxipurinol. Dalam tubuh, allopurinol
akan dimetabolisme dengan cepat menjadi oxipurinol. Hal
ini menunjukkan efek terapi allopurinol sebenarnya
sebagian besar dimediasi oleh oxipurinol.
Absorpsi
Sekitar 80-90% diserap dari pencernaan (setelah melalui
jalur oral). Allopurinol tidak diserap dengan baik melalui
jalur rektal (sebagai supositoria dengan basis polietilene
glikol). Konsentrasi plasma baik allopurinol maupun
oxipurinol minimal atau tidak terdeteksi setelah pemberian
melalui jalur rektal.[1,2] Bioavailabilitas allopurinol
sebesar 49-53%.
Sebagai agen anti gout: penurunan asam urat di serum dan
urin dimulai pada 24 hingga 48 jam pertama, dan turun
setelah sekitar 2 – 3 hari; level asam urat di serum yang
normal biasanya antara 1 – 3 minggu. Karena adanya
mobilitas deposit asam urat, penurunan yang signifikan dari
asam urat dapat membutuhkan waktu beberapa bulan.
Pada hiperurisemia akibat kemoterapi, waktu median untuk
mencapai kontrol asam urat pada plasma sekitar 27 jam.

21
Untuk mencapai konsentrasi puncak pada plasma (via jalur
oral), allopurinol membutuhkan 1,5 jam untuk mencapai
konsentrasi puncak pada sekitar 0,5 – 1,4 ug/mL, sementara
oxipurinol membutuhkan sekitar 4,5 jam untuk mencapai
konsentrasi puncak sekitar 2,4 hingga 6,4 ug/mL. Jika
melalui intravena (IV), konsentrasi puncak tercapai setelah
sekitar 30 menit untuk mencapai konsentrasi puncak 2,2
ug/mL pada allopurinol dan 4 jam untuk mencapai
konsentrasi puncak 6,2 ug/mL pada oxipurinol.
Setelah terapi dihentikan, konsentrasi asam urat dalam
plasma akan kembali ke level sebelum pengobatan dimulai
dalam 1-2 minggu.
Pada pasien dalam rentang usia 71 – 93 tahun, konsentrasi
plasma puncak dari oxipurinol setelah dosis oral allopurinol
lebih tinggi 50 – 60% dibandingkan dengan populasi pasien
24-35 tahun. Hal ini dikaitkan oleh penurunan fungsi ginjal
pada populasi geriatri.
Distribusi
Vss (distribusi volume pada keadaan tetap) allopurinol
intravena adalah sebesar 0.84 to 0.87 L/kg.[2,6] Allopurinol
terdistribusi secara merata pada jaringan, kecuali pada otak,
di mana konsentrasinya hanya 50% dari jaringan lain. Baik
allopurinol maupun oxipurinol didistribusikan ke dalam
ASI. Allopurinol maupun oxipurinol tidak terikat pada
protein plasma.
Eliminasi
Allopurinol akan teroksidasi secara cepat menjadi metabolit
aktif, khususnya oxipurinol. Allopurinol kemudian akan
diekskresikan via urin (76% sebagai oxipurinol, 12% tidak
berubah bentuk); feses (sekitar 20%) dalam 48 – 72 jam.

22
Waktu paruh allopurinol sekitar 1-3 jam, oxipurinol sekitar
18-30 jam.
Eliminasi allopurinol akan mengalami perubahan pada
kondisi gagal ginjal kronis, atau xanthinuria (kelainan
genetik yang menyebabkan defisiensi enzim xantin-
oksidase). Pada pasien dengan gagal ginjal kronis, waktu
paruh oxipurinol memanjang secara signifikan. Namun
allopurinol dan oxipurinol dapat dieliminasi melalui
hemodialisis. Pada xanthinuria, allopurinol tidak dapat
dikonversi menjadi oxipurinol sehingga sepenuhnya akan
dieliminasi dalam bentuk allopurinol.

Interaksi Obat :Pasien gout sering kali memiliki komorbid seperti gagal
jantung maupun hipertensi. Furosemide (diuretik loop)
akan mengurangi ekskresi asam urat dan pada saat
bersamaan interaksinya dengan allopurinol meningkatkan
kadar oxipurinol. Hal ini akan menyebabkan adanya
hiperurisemia dan oxipurinol yang tinggi pada waktu yang
bersamaan. Pasien yang mengonsumsi furosemide harus
mendapatkan dosis allopurinol yang lebih besar dari
seharusnya untuk mencapai kadar asam urat <6mg/dL.

Indikasi / Kegunaan : Hiperurisemia primer (penyakit gout / asam urat)


Hiperurisemia sekunder : mencegah pengendapan asam urat
dan kalsium oksalat.
Produksi berlebihan asam urat antara lain pada keganasan,
polisitemia vera, terapi sitostatik.

Kontraindikasi : Penderita yang yang hipersensitif atau alergi terhadap


allopurinol. Penderita yang sedang mengalami gout akut /
asam urat akut.

23
Dosis : Dewasa :
Dosis awal : Allopurinol 100 – 300 mg sehari.
Dosis pemeliharaan : Allopurinol 200 – 600 mg sehari.
Dosis tunggal maksimum 300 mg.
Bila diperlukan dapat diberikan dosis yang lebih tinggi,
maksimal 900 mg sehari.
Dosis harus disesuaikan dengan cara pemantauan kadar
asam urat dalam serum/air seni dengan jarak waktu yang
tepat hingga efek yang dikehendaki tercapai yaitu selama ±
1 – 3 minggu.
Anak-anak :
Dosis Allopurinol 10 – 20 mg/kg BB sehari atau 100 – 400
mg sehari.
Penggunaan pada anak-anak khususnya pada keadaan
malignan terutama leukemia serta kelainan enzim tertentu,
misalnya sindroma Lesch-Nyhan.
Pada penderita gangguan fungsi ginjal dosis Allopurinol
disesuaikan (diturunkan) sesuai dengan pemantauan kadar
asam urat dalam darah.
Sebaiknya allopurinol diminum setelah makan untuk
mengurangi iritasi lambung.
Dianjurkan untuk meningkatkan pemberian cairan (banyak
minum) selama penggunaan allopurinol untuk menghindari
terjadinya batu ginjal.

Efek Samping :Gejala hipersensitifitas atau alergi seperti kulit kemerahan,


gatal-gatal, dan urtikaria. Gangguan saluran pencernaan
seperti : mual, diare.Sakit kepala, vertigo, mengantuk.
Gangguan mata dan rasa. Gangguan darah : leukopenia,
trombositopenia, anemia hemolitik, anemia aplastik.

24
Peringatan : Sebelum penggunaan Allopurinol, informasikan kepada
dokter anda apabila anda menderita penyakit ginjal,
penyakit hati, diabetes, gagal jantung, tekanan darah tinggi,
atau dalam pengobatan kemoterapi.
Hentikan penggunaan obat Allopurinol bila timbul gejala
kemerahan pada kulit atau terjadi gejala alergi.
Hindari penggunaan Allopurinol pada penderita kelainan
fungsi ginjal atau penderita asam urat asimtomatik (tidak
bergejala).
Pada penderita kerusakan fungsi hati, dianjurkan untuk
melakukan tes fungsi hati berkala selama tahap awal
perawatan.
Keuntungan dan risiko penggunaan allopurinol pada ibu
hamil dan menyusui harus dipertimbangkan terhadap janin,
bayi atau ibunya.
Allopurinol dapat menyebabkan kantuk. Hati-hati
penggunaan pada penderita yang harus bekerja dengan
konsentrasi penuh termasuk mengemudi dan menjalankan
mesin.
Bila terjadi gatal – gatal, anoreksia, serta berkurangnya
berat badan, harus dilakukan pemeriksaan fungsi hati.

Interaksi Obat : Allopurinol dapat meningkatkan toksisitas siklofosfamid


dan sitotoksik lain. Allopurinol dapat menghambat
metabolisme obat di hati, misalnya warfarin. Allopurinol
dapat meningkatkan efek dari azathioprin dan
merkaptopurin, sehingga dosis perhari dari obat-obat
tersebut harus dikurangi sebelum dilakukan pengobatan
dengan allopurinol. Allopurinol dapat memperpanjang
waktu paruh klorpropamid dan meningkatkan risiko

25
hipoglikemia, terutama pada penderita dengan gangguan
fungsi ginjal.

26
b. NSAID - Enzim Siklooksigenase
Enzim siklooksigenase disebut juga Prostaglandin H2 synthase
(PGHS). Terdiri dari isoenzim COX-1 dan COX-2. COX adalah enzim
yang mengkatalisis konversi asam arakhidonat menjadi mediator lipid
yang sangat aktif, yaitu prostaglandin (PG) dan tromboksan (TX). PG
dan TX terlibat dalam berbagai proses patofisiologis, meliputi:
• Induksi respon inflamasi vaskuler (yang merupakan respon dari
kerusakan jaringan atau infeksi);
• demam dan persepsi nyeri,
• Haemostatis
• Sitoproteksi mukosa lambung
• Regulasi ginjal

Penghambatan terhadap COX dapat meringankan berbagai gejala


penyakit, terutama penyakit sambungan sendi, seperti artritis rematoid.
Tetapi penghambat COX dapat menyebabkan efek samping yang berkaitan
dengan penghambatan fungsi fisiologis, seperti toksisitas terhadap saluran
cerna. Contoh inhibitor COX non-selektif : NSAID (asetosal, parasetamol,
asam mefenamat, ibuprofen, dan lain-lain). Sedangkan penghambatan
selektif terhadap COX-2 oleh golongan coxib (celexocib, dan lain-lain)
memberikan efek samping terhadap saluran cerna yang lebih ringan.

27
Nama Zat Aktif : Asam Mefenamat
Nama Branded : Asimat, Benostan, Cetalmic, Fargetix, Gitaramin
Farmakodinamik : Asam mefenamat menghambat COX-1 dan COX-2, maka
menghambat pembentukan prostaglandin. Namun, karena
asam mefenamat lebih kuat menghambat COX-1 dibanding
COX-2 sehingga memiliki efek anti nyeri lebih besar
daripada efek antiinflamasi.
Farmakokinetik :Asam mefenamat diabsorbsi pertama kali dari lambung
dan usus selanjutnya obat akan melalui hati diserap darah
dan dibawa oleh darah sampai ke tempat kerjanya. 90%
asam mefenamat terikat pada protein. Konsentrasi puncak
asam mefenamat dalam plasma tercapai dalam 2 sampai 4
jam dengan waktu paruh 2jam. Sekitar 50% dosis asam
mefenamat diekskresikan dalam urin sebagai metabolit 3-
hidroksimetil terkonjugasi. dan 20% obat ini ditemukan
dalam feses sebagai metabolit 3-karboksil yang tidak
terkonjugasi
Mekanisme Kerja : Asam mefenamat mengikat reseptor prostaglandin sintetase
COX-1 dan COX-2 sehingga menghambat sintesis
prostaglandin. Prostaglandin berperan sebagai mediator
utama peradangan, oleh karena dihambat maka nyeri akan
berkurang atau hilang.

28
Indikasi : Asam Mefenamat diindikasikan untuk pengobatan arthritis
rheumatoid, osteoarthritis, dismenore, nyeri, peradangan,
dan demam.
Kontraindikasi :Pasien dengan penyakit ginjal atau hati, penderita asma,
penderita ginjal, penderita hipersensitivitas, hamil dan
menyusui, penderita tukak lambung dan usus, penderita
epilepsy.
Efek Samping : Efek samping dari asam mefenamat terhadap saluran
cerna yang sering timbul adalah diare, diare sampai
berdarah dan gejala iritasi terhadap mukosa lambung, selain
itu dapat juga menyebabkan eritema kulit, memperhebat
gejala asma dan kemungkinan gangguan ginjal.
Dosis : Dewasa: Dosis lazim 500 mg tablet tiga kali sehari. Dosis
tambahan 250 mg setiap 6 jam sekali. Pengunaan tidak
lebih dari seminggu.
Anak-anak > 6 bulan: 25 mg/kg sehari yang dibagi dalam
beberapa dosis. Digunakan tidak lebih dari 7 hari.

c. MAO-bloker (fenelzin dan tranylypropimin)


Obat ini menghambat enzim mono-amin-oksidase (MAO) yang
menguraikan zat-zat monoamin(adrenalin, serotonin, dopamin) tidak
diuraikan lagi dan kadar plasmanya naik. Digunakan sebagai obat
antidepresiva.
Namazataktif : Alprazolam
Nama branded : Xanax, Alganax, Atarax, Calmiet, Feprax, Ziprax
Indikasi :Gangguankecemasan, panic dengan atau tanpa agorafobia
(ketakutandiruangterbuka), kecemasan yang berkaitan
dengan depresi.
Kontra Indikasi : Hipersensitifterhadap alprazolam atau komponen-
komponen lain dalam sediaan, kemungkinan sensitivitas

29
silang dengan benzodiazepine lain, glaucoma suduts empit,
penggunaan bersama ketokenazol dan itrakenazol,
kehamilan.
Efek Samping : Depresi, mengantuk, disartria (gangguanberbicara), lelah,
sakit kepala, hiperresponsif, kepalaterasaringan,
gangguaningatan, sedasi.
Interaksi Obat : Alprazolam dapat meningkatkan efek amfetamin, beta
bloker tertentu, dekstro metorfan, fluoksetin, lidokain,
paroksetin, risperidon, ritonavir, antidepresan trisiklik dan
substrat CYP2D6 lainnya.
MekanismeKerja : Berikatan dengan reseptor benzodiasepin pada saraf post
sinap GABA di beberapa tempat di SSP, termasuk system
limbic dan formattioretikuler. ;Peningkatan efeki nhibisi
GABA menimbulkan peningkatan permiabilitas terhadap
ion klorida yang menyebabkan terjadinya hiperpolarisasi
dan stabilisasi.
Dosis : Ansietas : 0,25 - 0,5 mg 3 kali sehari. Max 4 mg sehari
dalam dosis terbagi. Gangguan panik : 0,5 - 1,0 mg
diberikan pada malam hari atau 0,5 mg 3 kali sehari. Untuk
pasien usia lanjut, debil dan gangguan fungsi hati berat :
0,25 mg 2-3 kali sehari. Jika perlu, dosis dapat ditingkatkan
secara bertahap.
Peringatan : Selama menggunakan obat ini dilarang mengendarai
kendaraan bermotor atau mengoperasikan mesin. Hati-hati
bila diberikan pada wanita hamil dan menyusui, gangguan
fungsi ginjal dan hati, riwayat penyalahgunaan obat dan
atau alkohol, penderita kelainan kepribadian yang nyata.
Keamanan penggunaan pada anak-anak dibawah 18
tahunbelumdiketahuidenganpasti.Gejalakelebihandosis
alprazolam adalah mengantuk, konfusi, gangguan

30
koordinasi, penurunan reflex dan koma.Penanganan saat
terjadi kelebihan dosis :
- Penderita dirangsang untuk muntah dan lakukan
pengosongan lambung.
- Penderita dirawat intensif dengan terapi simtomatis
dan suportif untuk memelihara fungsi kardiovaskular,
pernapasan dan keseimbangan elektrolit.
Farmakodinamik : Alprazolam merupakan derivate triazolobenzodiazepin
dengan efek cepatdan sifat umum yang mirip dengan
diazepam. Alprazolam merupakan anti ansietas dan anti
panik yang efektif. Mekanisme kerjanya yang pasti belum
diketahui.Efek tersebut diduga disebabkan oleh ikatan
Alprazolam dengan reseptor-reseptor spesifik yang terdapat
pada susunan saraf pusat.Secara klinis, semua senyawa
benzodiazepine menyebabkan depresi susunan saraf pusat
yang bervariasi tergantungpadadosis yang diberikan.
Farmakokinetik : Pada pemberian secara oral, alprazolam diabsorpsi dengan
baik dan absorpsinya tidak dipengaruhi oleh makanan
sehingga dapat diminum dengan atau tanpa makanan.
Konsentrasi puncak dalam darah dicapai dalam waktu 1 – 2
jam setelah pemberian oral dengan waktu paruh
eliminasinya adalah 12 – 15 jam. Waktu paruh ini berbeda-
beda untuk pasien usia lanjut (16,3 jam), orang dewasa
sehat (11 jam), pasien dengan gangguan fungsi hati (antara
5,8 – 65,3 jam) serta pada pasien dengan masalah obesitas
(9,9 – 40,4 jam). Sekitar 70 – 80% Alprazolam terikat oleh
protein plasma.Alprazolam mengalami metabolisme di hati
menjadi metabolit aktifnya dan metabolit lainnya yang
tidak aktif. Metabolit aktif ini memiliki kekuatan 1½ kali
dibandingkan dengan Alprazolam, tetapi waktu paruh
metabolit ini hampir sama dengan Alprazolam. Ekskresi

31
alprazolam sebagian besar melalui urin, sebagian melalui
ASI dan dapat melalui sawar plasenta.

32
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
1. Enzim adalah protein yang memiliki aktivitas katalisis, yaitu
mempercepat reaksi kimia pada system biologi.
2. Macam-macam enzim yaitu enzim xanthin oksidase. Enzim
siklooksigenase, MAO-blocker.
3. Obat yang berhubungan dengan enzim yaitu allupurinol, alprazolam,
ibuprofen, asam mefenamat, asetasolamid, fluroacil.
3.2. Saran
Dengan disusunnya makalah ini kami mengharapkan kepada semua
pembaca agar dapat mengetahui dan memahami tentang ENZIM UNTUK
PENGOBATAN serta dapat memeberikan kritik dan sarannya agar makalah
ini dapat menjadi lebih baik dari sebelumnya.

33
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2006, Pharmaceutical Care untuk Penyakit Hipertensi, Departemen
Kesehatan, Jakarta.
Baxter, Karen., 2008, Stockley’s Drug Interactions Eight Edition, Pharmaceutical
Press, Great Britain.
Gitawati, Retno., 2008, Interaksi Obat dan Beberapa Implikasinya, Media Litbang
Kesehatan, Vol. VIII, No. 4.
Katzung, B., Y., 2007, Farmakologi Dan Terapi VII, FKUI, Jakarta
Tjay, Tan Hoan., dan Kirana Rahardja, 2007, Obat-Obat Penting Edisi VI, PT
Elex Media Komputindo, Jakarta.
Kasim., F., 2018, Informasi spesialis obat volume 51, PT-ISFI, Jakarta.

34

Anda mungkin juga menyukai