Anda di halaman 1dari 21

Nama : Dhepita Seto Anjasrani

NIM : 18/423432/EK/21756
Prodi : Ilmu Ekonomi
BAB 1

AQIDAH

A. Pengertian Aqidah
Secara etimologis aqidah berasal dari kata ‘aqada-ya’qidu-‘aqdan-‘aqidatan.
Sedangkan secara terminologis, menurut Hasa Al-Banna “ Aqa’id (bentuk jamak dari
aqidah) adalah beberapa perkara yang wajib diyakini kebenarannya oleh hati(mu),
mendatangkan ketentraman jiwa, menjadi keyakinan yang tidak bercampur sedikit pun
dengan keragu-raguan.” (Al-Banna, tt., hal. 465).
Terdapat beberapa catatan untuk lebih memahami definisi diatas:
 Ilmu terbagi menjadi dua, ilmu dharuri dan ilmu nazhari. Ilmu yang dihasilkan
oleh indera dan tidak memerlukan dalil disebut ilmu dharuri. Sedangkan ilmu
yang memerlukan dalil atau pembuktian disebut ilmu nazhari.
 Keyakinan tidak boleh bercampur sedikit pun dengan keraguan.
 Aqidah harus mendatangkan ketentraman jiwa.
 Tingkat keyakinan (aqidah) seseorang tergantung kepada tingkat pemahaman
terhadap dalil.
B. Beberapa Istilah Lain Tentang Aqidah
1. Iman. Ada yang menyamakan iman dan aqidah, ada pula yang membedakannya.
Bagi yang membedakannya, aqidah hanyalah bagian dalam (aspek hati) dari iman,
sebab iman menyangkut aspek dalam dan aspek luar. Ulama Salaf mengatakan bahwa
iman adalah “Sesuatu yang diyakini di dalam hati, diucapkan dengan lisan dan
diamalkan dengan anggota tubuh.”
2. Tauhid (mengesakan Allah)
3. Ushuluddin (pokok-pokok agama)
4. Ilmu Kalam. Dinamai demikian karena banyak dan luasnya dialog dan perdebatan
yang terjadi antara pemikir masalah-masalah aqidah tentang beberapa hal.
5. Fikih Akbar
C. Ruang Lingkup Pembahasan Aqidah
Pembahasan aqidah menurut sistematika arkanul iman yaitu:
1. Iman Kepada Allah SWT
2. Iman Kepada Malaikat
3. Iman Kepada Kitab- Kitab Allah
4. Iman Kepada Nabi dan Rasul
5. Iman Kepada Hari Akhir
6. Iman Kepada Takdir Allah
D. Sumber Aqidah Islam
Sumber aqidah islam adalah Al-Qur’an dan Sunnah. Artinya apa saja yang
disampaikan oleh Allah dalam Al-qur’an dan Rasulullah dalam sunnahnya wajib diimani
(diyakini dan diamalkan).
E. Beberapa Kaidah Aqidah
1. Apa yang saya dapat dengan indera saya, saya yakini adanya, kecuali bila akal saya
mengatakan “tidak” berdasarkan pengalaman masa lalu.
2. Keyakinan, disamping diperoleh dengan menyaksikan langsung, juga bisa melalui
berita yang diyakini kejujuran si pembawa berita.
3. Anda tidak berhak memungkiri wududnya sesuatu, hanya karena Anda tidak bias
menjangkaunya dengan indera mata.
4. Seseorang hanya bias menghayalkan sesuatu yang sudah pernah dijangkau oleh
inderanya.
5. Akal hanya bisa menjangkau hal- hal yang terikat dengan ruang dan waktu.
6. Iman adalah fitrah setiap manusia.
7. Kepuasan materiel di sunia sangat terbatas.
8. Keyakinan tentang hari akhir adalah konsekuensi logis dari keyakinan tentang adanya
Allah.

F. Fungsi Aqidah
Aqidah merupakan dasar atau fondasi agama. Seseorang yang memiliki aqidah yang
kuat, pasti akan melaksanakan ibadah dengan tertib, berakhlak mulia serta bermuamalat
dengan baik. Ibadah seseorang tidak akan diterima jika tidak berlandaskan aqidah.
BAB 2

ALLAH SUBHANAHU WA TA’ALA

A. Wujud Allah SWT

Wujud Allah adalah sesuatu yang badihiyah, bukti- bukti:

1. Dalil Fithrah : Allah SWT menciptakan manusia dengan fitrah bertuhan dan dilahirkan
sebagai muslim. Jangan sampai fitrah tersebut tertutup factor luar. Meski setelah
menghadapi keputusasaan dan kehilangan daya, fitrahnya spontan kembali (Q.S. Yunus
10 : 22)
2. Dalil Akal : adanya tuhan dapat dibuktikan dengan pikiran dan Akal manusia. Banyak
ayat dalam Al- Quran yang memuatnya yaitu Al Mu’minun 40: 67 tentang penciptaan
manusia, An-Nahl 16: 10-18 yang salah satunya memuat terjadinya siang dan malam.
Untuk membuktikan adanya tuhan dapat dipakai beberapa qanun (teori):
a. Qanun al-‘illah : Sesuatu ada sebabnya.
b. Qanun al-Wujub : Wujub artinya wajib. Maksudnya, wujud segala sesuatu tidak bisa
lepas dari kemungkinan: Wajib, mustahil, atau mungkin pula mustahil.
c. Qanun al-Huduts : Huduts artinya baru. Alam semesta itu baru, maka ada yang
menciptakan yaitu Allah sebagai yang Qadim.
d. Qanun an-Nizham : Nizham artinya teratur. Alam semesta dan isinya adalah sesuatu
yang sangat teratur.
Ada 9 fenomena yang membuktikan Alla ada : Fenomena terjadinya alam, kehendak,
kehidupan, pengabulan doa, hidayah, kreasi, hikmah, inayah, kesatuan.
3. Dalil Naqli : pemahaman bersumber dari Al-Quran dan Sunnah. Hal pokok:
a. Allah adalah Al-Awwal (tidak ada awal wujudnya) dan Al-Akhir(tidak ada akhir
wujudnya) terdapat di Al-Hadid 57: 3, Ar-Rahman 55: 26-27.
b. Tidak satupun yang menyerupai-Nya (As-Syura 42: 11)
c. Allah SWT Maha Esa (Al-Ikhlas 112:1)
d. Mempunyai Al-Asma’ was Shiffaat seperti Ar Rahman, Ar Rahim, Al ‘Aliim, Al-
Aziz, As-Sami,Al Bashiir, dll. Yang dalilnya terdapat di surat Al-A’raf 7 :18.
B. Tauhidullah SWT
Tauhid yaitu meng esakan Allah. Tiga tingkatan tauhid yaitu :
1. Tauhid Rububiyah
2. Tauhid Mulkiyah (mengimani Allah sebagai raja di alam semesta)
3. Tauhid Illahiyah (mengimani Allah sebagai satu- satunya yang disembah)

Dari ketiga dimensi tersebut, berlaku 2 teori yaitu yang pertama Dalil at-Talazum yang
artinya kepastian yaitu saat meyakini tauhid Rububiyah semestinya meyakini tauhid
mulkiyah. Lalu yang kedua adalah Dalil at-Tadhamun yang artinya cakupan, maksudnya
orang sudah sampai pada tingkatan Tauhid Illahiyah.

C. Makna “La Ilaha Illallah”


Mencakup pengertian : tidak ada yang; Maha Mencipta Maha Memberi Rezeki; Maha
Memelihara, Maha Mengelola, Maha Memiliki (Kerajaan), Maha Memimpin, Maha
Menentukan Aturan, Maha Menjadi Tujuan, Maha Disembah- kecuali Allah.
D. Hakikat dan Dampak Dua Kalimat Syahadat
Kata asyhadu bermakna menyaksikan, kesaksian, sumpah. Yang berdampak pada hatinya
dan lahirnya dengan keyakinan benar, akalnya islami, dari jasadnya lahir amal shalih.
Termasuk konsekuen pada kehidupan polotik, ekonomi, huku, Pendidikan, budaya, dsb.
E. Yang Membatalkan Dua Kalimat Syahadah
Menurut Said Al Hawwa dalam buku Al-Islam yang membatalkan disebutkan:
Bertawakal pada selain Allah; tidak mengakui nikmat datangnya dari Allah; beramal
dengan tujuan selain Allah; Memberikan hak menghalalkan mengharamkan, hak
memerintah melarang, hal menentukan syari’at atau hukum pada umumnya selain kepada
Allah SWT; taat secara mutlak kepada selain Allah dan Rasul-Nya; tidak menegakkan
hukum Allah SWT; membenci Islam; cinta kehidupan dunia melebihi akhirat; mengolok-
olok Al-Quran dan Sunnah juga Syiar Islam atau orang yang menegakkannya;
menghalalkan yang dilarang dan mengharamkan yang dihalalkan; tidak beriman dengan
seluruh nash-nash Al-Quran dan Sunnah; mengangkat orang munafik jadi pemimpin dan
tidak cinta orang yang ber aqidah; tidak beradap dalam bergaul dengan Rasulullah SAW;
tidak menyenangi tauhid malah suka kemunkaran ; yang mengkafirkan orang islam ;
beribadah bukan kepada Allah SWT; melakukan syirik kecil. Hal hal tadi hanya sebagai
pengingat bukan untuk menghakimi.
F. Al-Asma’ Was-Shifat
Yang artinya nama dan sifat yang menunjukkan Allah Maha Sempurna. Perlu diingat
jangan memberi nama Allah kecuali yang ada di Al- Quran, jangan menyamakan dan
memiripkan sifat dan perbuatan Allah dengan makhluk manapun, mengimani Al-Asma’
Was-Shifat tanpa bertanya mengapa atau bagaimana, Allah memiliki 99 nama.
G. Ilmu Allah
Ilmu Allah sangat luas dan tidak terbatas. Yang disampaikan lewat wahyu, ayat ayat
Qauliyah dan ayat- ayat Kauniyah dengan nilai kebenaran yang mutlak. Tetapi
pemahaman terhadap wahyu tersebut yang berbeda-beda maka jangan sampai salah
dalam menafsirkan sesuatu. Hikmah mengimani Allah adalah menyadarkan bahwa
manusia tidak sebanding jika dihadapan Allah, dengan sadar kalau ilmu Allah luas maka
diharapkan manusia dapat mengontrol tingkah laku, keyakinan menjadi terapi ampuh
untuk segala penyelewengan dan kemaksiatan.
H. Ma’iyyatullah
Artinya kebersamaan yaitu Al-Ma’iyyah Al-‘Amah (kebersamaan Allah dengan siapa
saja baik yang kafir dan yang taqwa), dan Al-Ma’iyyah Al-‘Khashah (Allah hanya
bersama orang taqwa). Agar menndapatkan Al-Ma’iyyah Al-‘Khashah bisa dengan
menjauhi:
Syirik = mempersekutukan Allah dengan makhluk lainnya.
 Syirik besar : Menjadikan ibadah ke hal lain seperti kepada Allah, contohnya
menyembah berhala, matahari, malaikat, bulan, bintang, berdoa di kuburan.
 Syirik kecil : perkataan dan perbuatan yang membawa seseorang ke
kemusyrikan. Termasuk dosa besar, jika pelaku meninggal sebelum bertaubat
dan Allah tidak berkenan, bisa masuk neraka. Contoh syirik kecil : bersumpah
dengan selain Allah, memakai azimat (dengan alasan tolak bala dan rejeki),
memakai mantra dan sihir, percaya ramalan, bernazar pada selain Allah,
menyembelih binatang atau memberi korban pada selain allah, riya
(melakukan sesuatu karena ingin dilihat dan dipuja bukan berniat karena
Allah)
BAB 3

MALAIKAT

A. Makhluk Gaib
Allah menciptakan dua macam makhluk: pertama, yang ghaib dan kedua, yang nyata.
Yang membedakan keduanya adalah bias atau tidaknya dijangkau oleh pancaindera.
Untuk mengetahui dan mengimani wujud makhluk ghaib tersebut, seseorang dapat
menempuh dua cara. Pertama, melalui verita atau informasi yang diberikan oleh sumber
tertentu (bil-akhbar). Kedua, melalui bukti- bukti nyata yang menunjukkan makhluk
ghaib itu ada (bil-atsar).

B. Siapakah Malaikat Itu?

Secara etimologis kata Malaikah adalah bentuk jamak dari malak, bersal dari mashdar
al-alukah artinya ar-risalah (misi atau pesan). Sedangkan secara terminologis malaikat
adalah makhluk ghaib yang diciptakan oleh Allah SWT dari cahaya dengan wujud dan
sifat- sifat tertentu. Tentang asal usul malaikat sendiri dijelaskan dalam hadist riwayat
Muslim: “ Malaikat itu diciptakan dari cahaya, jin diciptakan dari nyala api, dan Adam
diciptakan dari apa yang telah diterangkan kepadamu semua”.

Sebagai makhluk ghaib wujub malaikan tidak dapat dilihat, didengar, diraba, dicium
dan dirasakan oleh manusia atau dengan kata lain tidak dapat dijangkau dengan
pancaindera. Malaikat tidak dilengkapi dengan hawa nafsu, tidak memiliki keinginan
seperti manusia, tidak berjenis kelamin dan tidak berkeluarga. Namun, dalam beberapa
ayat dalam A-Qur’an dan hadist disebutkan beberapa peristiwa malaikat yang menjelma
menjadi manusia, seperti dalam QS Maryam ayat 16-17 contohnya “Dan ceritakanlah
kisah Maryam di dalam Al-Qur’an, yaitu ketika ia menjauhkan diri kepada keluarganya
ke suatu tempat di sebelah timur, maka ia mengadakan tabir (yang dilindunginya) dari
mereka; lalu Kami mengutus Ruh Kami (Jibril AS) kepadanya, maka ia (Malaikat Jibril
itu) menjelma di hadapannya dalam bentuk manusia yang sempurna.”

Malaikat selalu memperhambakan diri kepada Allah dan patuh akan segala perintah-
Nya, serta tidak pernah berbuat maksiat dan durhaka kepada Allah SWT.
C. Nama dan Tugas Malaikat
Jumlah malaikat sangat banyak, tidak bisa diperkirakan. Dalam surat Fathir ayat 1
disebutkan bahwa ada malaikat yang bersayap dua, tida dan empat. Perbedaan jumlah
sayap tersebut bias saja berarti perbedaan kedudukan, pangkat atau perbedaan
kemampuan dan kecepatan dalam menjalankan tugas
Diantara nama- nama malaikat dan tugasnya adalah sebagai berikut:
1. Malaikat Jibril, bertugas menyampaikan wahyu kepada Nabi- Nabi dan Rasul-
Rasul. Nama lain dari Jibril adalah Ruh Al Qudus (An-Nahl 16:102), Ar-Ruh Al-Amin
(Asy-Syu’ara 26: 193) dan An-Namus (Sebagaimana yang pernah dikatakan olen
Waraqah bin Naufal kepada Rasulullah SAW pada permulaan kalinya menerima
wahyu.
2. Malaikat Mikail, bertugas mengatur hal-hal yang berhubungan dengan alam. Nama
lain Mikail disebut di dalam surat Al-Baqarah ayat 98.
3. Malaikat Israfil, bertugas meniup terompet di hari kiamat dan hari berbangkit nanti.
4. Malaikat Maut, bertugas mencabut nyawa manusia dan makhluk hidup lainnya.
Malaikat Maut dikenal juga dengan nama Izrail.
5. Malaikat Raqib dan ‘Atid, bertugas mencatat amal perbuatan manusia seperti yang
sisebutkan dalan surat Qaf 50:17-18 “Ketika dua orang Malaikat mencatat amal
perbuatannya, seorang duduk di sebelah kanan dan yang lain duduk di sebelah kiri.
Tiada suatu ucapan yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya Malaikat Raqib
‘Atid.”
6. Malaikat Munkar Nakir, bertugas menanyai mayat dalam alam kubur tentang siapa
Tuhannya, apa agamanya dan siapa nabinya.
7. Malaikat Ridwan, bertugas menjaga surga dan memimpin para malaikat pelayan
surga.
8. Malaikat Malik, bertugas menjaga neraka dan memimpin para malaikat menyiksa
penghuni neraka.

D. Manusia Lebih Mulia Daripada Malaikat


Manusia jika beriman dan taat kepada Allah SWT lebih mulia dari Malaikat. Beberapa
alasan yang mendukung pernyataan tersebut:
1. Allah SWT memerintahkan kepada Malaikat untuk bersujud (hormat) kepada Adam
AS (QS Al- Baqarah 2:34).
2. Malaikat tidak bias menjawab pertanyaan Allah tentang Al-Asma’ (nama-nama ilmu
pengetahuan) sedangkan Adam mampu.
3. Kepatuhan malaikatkepada Allah SWT karena sudah tabiat-nya, sedangkan
kepatuhan manusia pada Allah SWT melalui perjuangan yang berat.
4. Manusia ditugaskan menjadi Khalifah di bumi oleh Allah SWT.

E. Hikmah Beriman Kepada Malaikat


Iman kepada malaikat adalah salah satu dari arkanul iman dan termasuk dalam
pengertian “al-birru” (kebajikan). Dengan beriman kepada malaikat seseorang akan:
1. Lebih mengenal kebesaran dan kekuasaan Allah SWT.
2. Lebih bersyukur kepada Allah SWT
3. Berusaha berhubungan dengan malaikat dengan jalan mensucikan jiwa, hati serta
meningkatkan ibadah.
4. Berusaha selalu berbuat kebaikan dan menjauhi segala maksiat, dan lain-lain.

F. Jin, Iblis dan Syaitan


1. Pengertian
Secara etimologis kata Al-Jin berasal dari kata janna artinya bersembunyi.
Dimanai demikian karena tersembunyi dari pandangan manusia. Sedangkan iblis dari
kata ablasa artinya putus asa serta syaitan dari kata syatana artinya menjauh.
Jin adalah makhluk ghaib yang diciptakan oleh Allah dari api, mukallaf seperti
manusia (QS Al-An’am 6:130), diantara meraka ada yang patuh ada yang durhaka
(QS Al-Jin 72:11). Yang durhaka pertama kali adalah Iblis sedangkan anak cucunya
disebut Syaitan.

2. Hizbu As-Syaitan
Hizbu as-syaitan adalah golongan atau partai setan. Maksudnya orang- orang yang
secara sadar atau tidak menjadi pengikut Syaitan. Ada dua cara syaitan menguasai
dan membuat manusia lupa dengan Allah SWT yaitu tadhil (menyesatkan) dan
takhwif ( menakut-nakuti).

Tadhil
Langkah-langkah yang ditempuh syaitan untuk menyesatkan manusia :
a. Waswasah (Bisikan)
b. Nisyan (Lupa)
c. Tamani (Angan-angan)
d. Tazyin (Memandang baik perbuatan maksiat)
e. Wa’dun (Janji palsu)
f. Kaidun (Tipu daya)
g. Shaddun (Hambatan)
h. ‘Adawah (Permusuhan)

Takhwif
Takut yang dijadikan senjata syaitan ini adalah takut menyatakan kebenaran, takut
menegakkan hukum Allah, takut melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar karena
khawatir dengan segala resiko dan konsekuensinya. Semakin kuat iman seseorang,
maka syaitan akan lebih semangat menakut- nakuti mereka.

Tadhil dan takhwif tidak hanya dilakukan oleh syaitan, tapi juga oleh manusia
para pengikut syaitan (Syayathinul insi). Bahkan manusia yang seperti itu lebih
berbahaya dari syaitan yang sebenarnya, karena tidak seperti syaitan, manusia
memiliki sarana dan prasarana untuk mewujudkan keinginan jahat syaitan secara
konkret.

3. Usaha- Usaha Melawan Syaitan


Berikut adalah usaha- usaha melawan syaitan :
a. Masuk islam secara kaffah (utuh) dan menjauhi langkah- langkah syaitan
b. Selalu menyadari bahwa syaitan adalah musuh utama
c. Serta rasulullah mengajarkan untuk membaca al-isti’azah, membaca al-
ma’uzatain, membaca ayat kursi, membaca surat Al-Baqarah lengkap, zikir,
mengingat Allah SWT serta berwudhu tatkala marah.
BAB 4

KITAB-KITAB ALLAH

A. PENGERTIAN KITAB-KITAB ALLAH

Secara etimologis kata kitab adalah bentuk mashdar dari kata ka-ta-ba yang berarti menulis.
Setelah jadi mashar artinya tulisan atau yang ditulis. Dalam bahasa Indonesia, kitab berarti
buku.

Untuk menunjukkan Kitab Suci yang diturunkan Allah SWT kepada para Nabi dan Rasul,
Al-Qur’an memiliki istilah lain yaitu:

1. Shuhuf yang berarti lembaran. Dipakai untuk menunjukkan Kitab Suci yang diturunkan
Allah sebelum Al-Qur’an khususnya kepada Nabi Ibrahim dan Nabi Musa AS
sebagaimana tertera dalam surat Al-A’la ayat 18-19.
2. Zubur , bentuk jama’ dari Zabur yang berarti buku. Dipakai untuk menunjukkan Kitab
Suci yang diturunkan Allah sebelum Al-Qur’an ( Al-Imran ayat 184)
3. Zabur, bentuk mufrad dari Zabur, dipakaikan khusus untuk menunjukkan Kitab Suci
yang diturunkan Allah kepada Nabi Daud As (An-Nisa ayat 163)

B. KITAB-KITAB ALLAH SEBAGAI WAHYU

Kata wahyu secara etimologis adalah bentuk mashdar dari auha. Kata tersebut mempunyai
dua arti, pertama Al-Khafa (tersembunyi, rahasia) dan kedua As-Sur’ah (cepat). Dinamakan
demikian karena wahyu itu adalah semacam informasi yang rahasia, cepat, khusus diketahui
oleh pihak-pihak yang dituju saja. Secara terminologis, wahyu adalah kalam Allah yang
diturunkan kepada para Nabi dan Rasul-Nya ( Mabahits fi’ulum Al-Qur’an Manna’ Al-
Qatthan, 1976, hal. 32-33).

Wahyu dalam pengertian kalam Allah itu diturunkan oleh Allah SWT kepada para Nabi dan
Rasul-Nya melalui 3 cara:

1. Melalui mimpi yang benar ( Ar-ru’ya As-Shadiqah fil manam ) dijelaskan dalam surat
As-Shaffat ayat 100-102)
2. Kalam Ilahi dari balik tabir (Min wara’ Al-hijab) dijelaskan dalam surat Thaha ayat 9-13.
3. Melalui malaikat Jibril ‘Alaihi As-Salam yang dijelaskan dalam surat As-syu’ara 26 :
192-195). Penurunan wahyu melalui Malaikat Jibril ini berlangsung dalam 2 cara,
pertama: Jibril datang membawa wahyu seperti bunyi gemerincing lonceng (Shalshalah
Al-faras) yang amat keras, kedua: Jibril datang membawa wahyu dengan memperlihatkan
dirinya sebagai seorang lelaki.

C. KITAB-KITAB ALLAH SEBELUM AL-QURAN


Sebelum Kitab Suci Al-Qur’an Allah SWT telah menurunkan beberapa Kitab Suci
kepada para Nabi dan Rasul-Nya. Yang disebutkan di dalam Al-Qur’an ada 5; tiga dalam
bentuk kitab yaitu Taurat (Al-Maidah 5 : 44), Zabur (Al-Isra’ 17 : 55), Injil (Al-hadid 57
:27), dan dua dalam bentuk Shuhuf yaitu Shuhuf Ibrahim dan Musa (Al-A’la 87 : 18-19).

D. AL-QUR’AN SEBAGAI KITAB ALLAH YANG TERAKHIR

Keutuhan dan Keaslian Al-Qur’an

Usaha-usaha yang dilakukan manusia swjak zaman Rasulullah SAW untuk menjaga
keutuhan dan keaslian Al-Qur’an :

1. Rasulullah SAW sebagai orang yang ummi, berusaha menghafal ayat-ayat Al-Qur’an
yang diturunkan Allah SWT (Al-Qiyamah 75 : 16-19)
2. Setiap Rasulullah SAW selesai menerimanayat-ayat yang diwahyukan, beliau
membacakannya kepada para sahabat dana memerintahkan mereka untuk
menghafalkannya dan menuliskannya du sarana-sarana yang memungkinkan.
3. Pada masa Abu Bakar As-Shiddiq, atas anjuran Umar bin Khatab, Al-Qur’an
dikumpulkan dalam satu Mushaf berpedoman kepada hafalan dan tulisan para sahabat.
4. Pada masa Utsman bin Affan pembukuan Al-Qur’an disempurnakan dengan menyusun
surat sesuai engan ketentuan Rasulullah SAW dan menuliskannya dalam satu sistem
penulisan yang bisa menampung semua qira’at yang benar.
5. Pada masa-masa berikutnya para Ulama selalu berusaha untuk menyempurnakannya
sehingga lahirlah ilmu pengetahuan yang mendukung pemeliharaan keaslian dan
keutuhan Al-Qur’an yaitu ilmu tajwid.
Fungsi Al-Qur’an terhadap Kitab Sebelumnya

1. Nasikh artinya semua kitab suci terdahulu dinyatakan tidak lagi berlaku, satu-satunya
yang wajib diikuti dan dilaksanakan petunjuknya hanyalah Al-Qur’an. (Al-Maidah 5:48)
2. Muhaimin atau batu ujian terhadap kitab-kitab lainnya. Artinya Al-Qur’an lah yang
menjadi korektor terhadap perubahan-perubahan yang terjadi pada kitab-kitb
sebelumnya. (Al-maidah 5:48)
3. Mushaddiq (menguatkan kebenaran-kebenaran) pada kitab-kitab Allah sebelumnya.

Keistimewaan Al-Qur’an

1. Berlaku umum umtuk seluruh umat manusia dimana dan kapan pun mereka berada
sampai akhir zaman nanti. (Al-Furqan 25:1)
2. Ajaran Al-Qur’an mencakup seluruh aspek kehidupan (As-Syumul). (Al-An’am 6:38)
3. Mendapat jaminan pemeliharaan dari Allah SWT dari segala bentuk penambahan,
pengurangan dan pemalsuan. (Al-Hijr 15:9)
4. Allah SWT menjadikan Al-Qur’an mudah untuk dipahami, dihafal, dandiamalkan. (Al-
Qamar 54:17)
5. Al-Qur’an berfungsi sebagai Nasikh, Muhaimin, dan Mushaddiq terhadap kitab-kitab
suci sebelumnya.
6. Al-Qur’an berfungsi sebagai mukjizat bagi Nabi Muhammad SAW.
BAB 5

NABI DAN RASUL

A. Pengertian Nabi dan Rassul

Secara etimologis nabi berasal daei kata na-ba artinya ditiggikan, atau dari kata na-ba artinya
berita. Jadi nabi adalah seseorang yang ditinggikan derajatnya oleh Allah SWT dengan
memeberinya berita (wahyu). Sedangkan rasul berasal dari kata ar-sa-la artinya mengutus. Jadi
rasul adalah seorang yang diutus oleh Allah SWT untuk menyampaikan misi, pesan (ar-risalah).
Perbedaan antara nabi dan rasul adalah jika nabi itu tidak diiringi kewajiban menyampaikan
kepada umatnya. Sedangkan rasul diikuti dengan kewajiban menyampaikan atau membawa suatu
misi tertentu kepada umatnya.

B. Nama-nama Nabi dan Rasul

Allah SWT tidak menyebutkan berapa jumlah keseluruhan nabi dan rasul sehingga kita tidak
dapat mengetahui berapa jumlah keseluruhannya. Jumlah nabi dan rasul yang diceritakan Allah
SWT di falam Al-Qur'an ada 25 orang; 18 orang disebutkan dalam surat Al-An'am ayat 83-86,
dan 7 orang lainnya disebutkan dalam beberapa ayat secara terpisah. Umumnya para nabi dan
rasul dilahirkan, hidup dan diutus di negeri-negeri Timur. Misalnya Nabi Ibrahim AS diutus di
Iraq, Nabi Ismail AS diutus di Mekkah Al-Mukarramah, Nabi Ishaq AS diutus di Ma'ad, Nabi
Yaqub AS juga diutus di Ma'ad. Nabi Yusuf AS diutus di Mesir begitu juga Nabi Musa AS dan
Harusn AS, Nabi Daud AS dan Sulaiman AS diutus di Al-Quds. Nabi Isa AS diutus di tanah
Syam, kemudian Nabi Muhammaf SAW lahir dan diutus di Mekkah Al-Mukarramah.

C. Sifat-sifat Nabi dan Rasul

Prasyarat kepribadian, keturunan dan kebutuhan masyarakat atau diistilahkan oleh Abu Bakar
Al-Jazairy, yang intinya ada 3 hal sebagai berikut:

1. Al-Mitsaliyah (keteladanan). Artinya seseorang yang akan diangkat menjadi Nabi haruslah
memiliki kemanusiaan yang sempurna; baik fisik, akal pikiran maupun rohani.

2. Syaraf An-Nasab (keturunan yang mulia). Artinya seseorang yang akan diangkat menjadi Nabi
haruslah berasal dari keturunan yang mulia yaitu terjauh dari segala bentuk kerendahan budi dll.
3. 'Amil Az-Zaman (dibutuhkan zaman). Artinya kehadirannya memang sangat dibutuhkan oleh
masyarakat untuk mengisi kekosongan rohani, memperbaiki segala kerusakan masyarakat, dan
mengembalikan umat manusia kepada kehidupan yang sesuai dengan fithrah penciptaannya.

Secara umum setiap Nabi dan Rasul memiliki sifat sifat yang mulia dan terpuji. Keempat sifat
tersebut adalah sebagai berikut:

1. As-Shidqu (benar). Artinya selalu berkata benar, tidak pernah berdusta dalam keadaan
bagaimanapun.

2. Al-Amanah (dapat dipercaya). Artinya seorang Rasul selalu menjaga dan menunaikan amanah
yanh dipikulkan ke pundaknya.

3. At-Tabligh (menyampaikan). Artinya seorang Rasul akan menyampaikan apa saja yang
diperintahkan oleh Allah SWT untuk disampaikam.

4. Al-Fathanah (cerdas). Artinya seorang Rasul memiliki tingkat kecerdasan yang tinggi, pikiran
yang jernih, penuh kearifan dan kebijaksanaan.

D. Tugas dan Mukjizat Para Rasul

Semua rasul uang diutus oleh Allah SWT mempunyai tugas yang sama yaitu menegakkan
kalimat Tauhid La Ilaha Illallah, mengajak umat manusia hanya beribadah kepada Allah SWT
semata, menjauhi segala macam Thaghut dan menegakkan agama (iqamatu ad-din) Islam dalam
seluruh kehidupan. Hal ini dijelaskan dalam firman Allah surat Al-Anbiya' 21:25 dan surat An-
Nahl 16:36.

Untuk membuktikan kerasulan dan kebenaran ajaran yang dibawa mereka, Allah SWT
memberikan mukjizat kepada para rasul. Mukjizat yang diterima para rasul tentu berbeda-beda.
Misalnya Nabi Ibrahim AS tidak hangus terbakar di dalam api besar yang menyala. Nabi Musa
mendapat mukjizat dapat membelah lautan dengam tongkat, lalu terbentang jalan raya
ditengahnya, atau sebelumnya tongkat menjadi ular besar yang melahap habis ular-ular tukang
sihir suruhan Fir'aun. Nabi Isa AS mendapat mukjizat bisa menyembuhkan berbagai macam
penyakit berat yang tidak bisa disembuhkan olej dokter ahli. Nabi Muhammad SAW mendapat
mukjizat seperti keluar air dari sela-sela jari-jarinya untuk keperluan sahabat berwudhu, dan
beliau mendapat mukjizat yang abadi sepanjang zaman yaitu kitab suci Al-Qur'an.

E. Rasul-Rasul Yang Ulul 'Azmi

Rasul yang mendapat gelar Ulul 'Azmi ada 5 orang yaitu: Muhammad, Nuh, Ibrahim, Musa, dan
Isa. Hal ini dijelaskan oleh Allah dalam firmannya di surat Al-Ahqaf 46:35). Ulul 'Azmi
maksudnya teguh hati, tabah, sabar, segala cita-cita dikejar dengan segenap tenaga yang dimiliki.
Rasul-rasul yang ulul 'azmi maksudnya adalah para Rasul yang paling banyak mendapat
tantangan, paling banyak penderitaan, tapi mereka tetap teguh, tabah, sabar dan terus berjuang
hingga mereka berhasil mengemban tugas yang dipikulkan oleh Allah SWT.

F. Muhammad Rasulullah SAW Nabi yang Terakhir

Nabi Muhammad diutus Allah SWT sebagai nabi dan sekaligus rasul yang terakhir dari seluruh
rangkaian nabi dam rasul. Tidak ada lagi nabi sesudah beliau. Hal itu ditegaskan oleh Allah SWT
dalam firman-Nya dalam surat Al-Ahzab 33:40. Sebagai nabi yang terakhir, dengan bangunan
dinullah yang indah dan sempurna, Muhaad Rasulullah SAW diutus oleh Allah SWT untuk
seluruh umat manusia sepanjang zaman sampai hari kiamat nanti. Hal ini ditegaskan oleh Allah
SWT dalam firman-Nya surat Saba' 34:28.
BAB 6
HARI AKHIR
A. Pengertian Hari Akhir
Hari akhir adalah kehidupan yang kekal setelah kehidupan dunia yang fana ini
berakhir yang dimulai dari hancurnya alam semesta dan seluruh isinya aerta
berakhirnya kehidupan (Qiyamah), kebangkitan seluruh manusia dari kubur (Ba’ats),
berkumpulnya seluruh manusia di padang Mahsyar (Hasyr), perhitungan amal
(Hisab), penimbangan amal perbuatan (Wazn), Sampai hari pembalasan (Jaza’).
Berikut proses dan peristiwa hari akhir:
1. Alam kubur
Alam kubur juga dikenal dengan sebutan Alam Barzakh. Alam Barzakh adalah
alam pembatas antara alam dunia dan akhirat. Setelah seseorang memasuki alam
kubur, dia akan ditanya oleh Malaikat Munkar dan Nakir tentang tuhan, agama
dan nabinya. Yang menentukan bisa atau tidaknya seseorang menjawab
pertanyaan tersebut adalah iman dan amal salehnya selama hidup di dunia.
Nash-nash Al-Qur’an yang dijadikan dalil adanya pertanyaan Malaikat
Munkar dan Nakir serta adanya kenikmatan dan siksaan di alam kubur antara lain
adalah QS Ibrahim ayat 27, QS Al-Mukmin ayat 45-46 dan lain-lain.
2. Kiamat
Kiamat pasti terjadi, sebagaimana dijelaskan dalam surat Al-A’raf ayat 187.
Adapun tanda- tanda datangnya hari akhir ada dua yaitu ‘alamat sughra (kecil)
dan ‘alamat kubra (besar). Peristiwa kiamat sendiri terjadi ketika Malaikat Israfil
meniupkan sangkakala, disaat itu bumi bergoncang sehebat- hebatnya, lenyapnya
alam semesta beserta isinya, matinya seluruh makhluk di alam semesta ini dan
yang tetap hidup adalah Allah SWT.
3. Kebangkitan
Seluruh makhluk dihidupkan kembali setelah tiupan sangkakala kedua oleh
Malaikat Israfil. Inilah yang disebut dengan al-ba’ats.
4. Berkumpul di Mahsyar
Manusia yang telah bangkit dikumpulkan di Padang Mahsyar. Dalam banyak
hadits dijelaskan gambaran Padang Mahsyar itu sangat sulit, panas dan manusia-
manusia akan sibuk dengan sendirinya. Semua ingin cepat-cepat di hisab sehingga
terbebas dari Padang Mahsyar. Saat inilah manusia berlomba-lomba meminta
syafa’at kepada Rasulullah SAW.
5. Perhitungan dan Penimbangan
Manusia akan ditimbang sesuai dengan catatan amal perbuatannya di dunia.
Setelah itu dilakukan penimbangan (al-wazn). Penimbangan dilakukan dengan
seadil-adilnya. Lalu mereka akan melewati jembatan (as-shirath) yang terbentang
diatas neraka jahanam. Sulit dan mudahnya seseorang melewati jembatan itu
tergantung pada kualitas amalnya,
6. Pembalasan
Hari dimana semua umat akan merasakan akibat dari perbuatannya di dunia.
Seperti yang diterangkan dalam surat Al-Qari’ah ayat 6-9 yang artinya “Dan
adapun orang-orang yang berat timbangan kebaikannya maka dia berada dalam
kehidupan yang memuaskan (surga). Dan adapun orang-orang yang ringan
timbangan kebaikannya, maka tempat kembalinya adalah neraka hawiyah”.

B. Iman Kepada Hari Akhir


Setiap mukmin wajib beriman kepada hari akhir dengan segala proses, peristiwa
dan keadaan yang terjadi pada hari itu sesuai dengan keadaan yang diberitakan dalam
Al-Qur’an dan sunnah Rasulullah SAW tanpa mengurangi dan menambah-
nambahnya. Dengan beriman pada hari akhir, seseorang akan tergerah untuk
senantiasa melakukan berbagai kebaikan dan menghindari kemaksiatan sebab apa
yang dilakukan di dunia akan menjapat balasan di hari akhir.
BAB 7
TAQDIR
A. Pengertian Taqdir
Taqdir yang dimaksud sebagaimana judul bab ini adalah Qadha (kehendak atau
ketetapan hukum Allah SWT terhadap segala sesuatu) dan Qadar (ukuran atau
ketentuan Allah SWT terhadap segala sesuatu. Maka dapat disimpulkan pengertian
Qadha dan Qadar adalah segala ketentuan, undang- undang, peraturan, dan hukum
yang ditetapkan secara pasti oleh Allah SWT untuk segala yang ada, yang mengikat
antara sebab dan akibat segala sesuatu yang terjadi (Yasin, 1983, hal. 146).
Pengertian ini sesuai dengan firman Allah pada Q.S. Ar Ra’d 13:8 yang berbunyi
“Dan segala sesuatu pada sisi-Nya ada ukurannya”, Q.S. Al-Hijr 15:21, Q.S. Al-
Qamar 54:49, dan At- Thalaq 65:3 yang semuanya mengandung isi bahwa segala
sesuatu ada ukuran dan ketetapannya.
B. Tingkatan Taqdir
Ada 4 tingkatan yang menggambarkan jika segala yang terjadi adalah atas
sepengetahuan, dikehendaki, dan diciptakan oleh Allah SWT.
1. Al-ilmu = Allah SWT mengetahui segala sesuatu, mengetahui yang ada di langit
dan bumi (Q.S. Al Hajj 22:70), mengetahui yang gaib dan yang nyata (Q.S. Al-
Hasyr 59:22), bahkan Allah SWT mengetahui apa yang ada di darat dan lautan,
daun gugur, gelap dan terang, dll yang semuanya termuat dalam kitab (Q.S. Al-
An’am 6:59)
2. Al- Kitabah = Allah SWT telah menuliskan segala sesuatu di Lauh Mamfuzh yang
akan teta pada sampai hari kiamat. Berisi apa yang telah terjadi di masa lalu, dan
yang akan terjadi di masa datang. (Al- Haj 22:70, Al-Hadid 57:22)
3. Al-Masyi’ah = apapun yang dikehendaki Allah pasti terjadi (Al-Insan 76:30, At-
Takwir 81:28-29)
4. Al-Khalq = Allah SWT menciptakan segala sesuatu. Allah adalah pencipta dan
pemelihara segala sesuatu (Az-Zumar 39:62), dengan ukuran yang rapih (Al-
Furqan 25:2).
C. Manusia dan Taqdir
Pengkaitan taqdir dan perilaku seringkali memunculkan pertanyaan- pertanyaan
akibat pemahaman yang parcial terhadap ajaran Islam. Misal jika segalanya sudah
ditentukan Allah, maka manusia tidak punya pilihan?, jika segala sesuatu telah
ditetapkan, untuk apa manusia berusaha?, jika Allah yang menciptakan perbuatan kita
untuk apa Allah mengadili perbuatan jahat kita. Jawabannya :
1. Manusia : Musayyar dan Mukhayyar
Musayyar (tidak memiliki kebebasan untuk menerima atau menolak) misal
dilahirkan sebagai laku- laki atau perempuan, warna kilt, kematian, manusiia
tidak punya hak menolak. Mukhayyar (memiliki kebebasan menerima atau
menolak) misal makan, minum, tidur, yang bisa dilakukan sendiri tanpa dipaksa.
2. Hidayah Allah SWT
Kata Al-Hidayah memiliki 2 pengertian:
- Ad-dilalah wal-irsyad = menunjuk dan membimbing (Q.S. Fushilat : 17)
- Idkhalul iman ilal qalb = memasukkan iman kedalam hati dan menjadikan
seseorang beriman (Al-Qashah : 56)
Jadi, Allah berhak membimbing seseorang atau menyesatkannnya.
Tergantung apakah orang itu mau membuka hatinya, akalnya, dan menerima
manhaj-Nya dengan ikhlas (missal buta, tuli,) orang itulah yang akan ditolong.
Jika orang yang fasik, kelak akan di beri azab oleh Allah dengan alas an telah
dibekali fitrah suci tapi diingkari, diberi indera tetapi tidak digunakan untuk
kebenaran, diberi akal namun tidak digunakan untuk membedakan yang baik dan
yang benar, dan tidak mau dibimbing A- Quran dan Rasul.
3. Perbuatan Baik dan Jahat
Segala perbuatan manusia diciptakan Allah, tetapi semua yang diciptakan Allah
adalah kebaikan. Sedang yang buruk dinisbahkan kepada manusia. Karena
memang manusia diperbolehkan memilih apa yang mereka lakukan. Misal Allah
tidak membuat manusia berjudi, berxina, tetapi karena kehendak manusia itu
sendiri maka bukan Allah juga yang harus mencegahnya. Jadi, disanalah letak
kebijaksanaan dan keadilan Allah SWT dalam menguji manusi yang kelak akan
diberi balasan yang setimpal.
D. Hikmah Iman Kepada Taqdir
Hukumnya wajib. Memahami taqdir haruslah secara benar, karena keslahan akan
melahirkan kekeliruan pemahaman dan sikap. Hikmah keimanan terhadap tawdir
yaitu:
1. Melahirkan kesadaran bagi umat bahwa semua yang terjadi sesuai dengan
ketetapan hukum Allah SWT.
2. Mendorong manusia berusaha dan beramal untuk mencapai kehidupan yang baik
di Dunia dan akhirat.
3. Mendorong untuk semakin dekat kepada Allah SWT agar semakin disayang.
4. Menanamkan sikap tawakal, dan sadar kita hanya dapat berdoa dan berusaha,
sedang hasil pasrahkan kepada Allah SWT.
5. Mendatangkan ketenangan jiwa dan ketentraman hidup karena selalu bersyukur
6. Dll.

Anda mungkin juga menyukai