Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang hanya memiliki dua musim yaitu
musim hujan dan musim kemarau. Secara umum, musim hujan di Indonesia terjadi saat muson
barat sedangkan musim kemarau terjadi saat musin timur. Meskipun musim terjadi secara
periodik, namun musim dapat mengalami pergeseran seperti semakin lamanya musim penghujan
dan semakin mundurnya musim kemarau. Memanasnya suhu muka laut dan tidak terjadinya
musim kemarau pada tahun ini merupakan kondisi penyimpangan yang tergolong paling ekstrem
pada data pemantauan cuaca yang pernah dilakukan di Indonesia. Pemantauan kondisi kelautan
dan cuaca di Indonesia yang dilakukan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG)
menunjukkan memanasnya suhu muka laut yang luas di wilayah perairan Indonesia telah terlihat
sejak Juli tahun 2009 dan bertahan hingga kini.
Menghangatnya suhu muka laut di perairan Indonesia mulai terpantau pertengahan
tahun lalu, meski ketika itu terjadi El Nino dalam skala moderat. ”Ketika anomali cuaca ini
muncul, suhu muka laut di timur Indonesia biasanya mendingin. Namun yang terjadi sebaliknya,”
ujar Edvin, yang sebelumnya adalah peneliti cuaca di Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi
(BPPT). Suhu permukaan laut di atas normal ini berlangsung hingga masuk periode musim
kemarau tahun ini. Suhu laut yang hangat pada Mei lalu ditunjang oleh munculnya fenomena La
Nina di Samudra Pasifik yang diikuti terjadinya Dipole Mode di Samudra Hindia. Kedua fenomena
ini mengakibatkan suplai massa udara dari dua samudra itu ke wilayah Indonesia.
Menghangatnya perairan Indonesia akan menyebabkan terbentuknya uap air, lalu
menjadi awan dan guyuran hujan di wilayah Nusantara. Apabila berlangsung lama, fenomena ini
akan berpengaruh pada kawasan sekitar Indonesia hingga ke lingkup global. Tingginya suhu
muka laut yang mengakibatkan musim hujan berkepanjangan tanpa kemarau di Indonesia
diperkirakan merupakan dampak dari pemanasan global yaitu fenomena meningkatnya suhu
bumi disebabkan akumulasi gas rumah kaca di atmosfer yang bersifat menahan energi panas
matahari di permukaan bumi. Berbagai dampak negatif pun muncul, seperti melelehnya es di
kutub, merebaknya penyakit parasit, dan meningkatkan keasaman air laut. Perubahan iklim ini
ditandai dengan perubahan pola curah hujan, terjadinya cuaca ekstrem berupa munculnya
gelombang udara panas, peningkatan frekuensi hujan lebat hingga menimbulkan banjir di satu
tempat dan kekeringan di tempat lain. Pola turunnya hujan juga tidak merata di seluruh daerah.
B. Rumusan Masalah
Masalah yang diangkat dalam makalah ini adalah:
1. Apa yang dimaksud dengan anomali cuaca?
2. Apa faktor yang mempengaruhi anomali cuaca?
3. Bagaimana dampak serta cara mengantisipasi anomali cuaca di Indonesia?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah tersebut, penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut:

1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan anomali cuaca.


2. Mengetahui faktor yang mempengaruhi anomali cuaca.
3. Mengetahui dampak yang ditimbulkan serta cara mengantisipasi anomali cuaca di Indonesia.

D. Manfaat Penelitian

Dengan diadakannya penelitian ini diharapkan dapat memberikan beberapa manfaat,


diantaranya adalah:
1. Secara teoritis, untuk menambah wawasan dan pengetahuan mahasiswa tentang fenoma
anomali cuaca.
2. Secara praktis, untuk memenuhi tugas mata kuliah IPA Dasar.

BAB II
PEMBAHASAN

1. Anomali Cuaca

Cuaca adalah kondisi atau keadaan udara yang terjadi di suatu daerah atau wilayah dalam
periode waktu tertentu. Cuaca dapat berubah-ubah dalam waktu singkat yaitu hanya beberapa
jam saja dan ditandai dengan perbedaan siang dan malam. Cuaca terjadi karena perbedaan suhu
dan kelembaban udara yang terjadi antara suatu tempat dengan tempat lainnya.

Ilmu yang digunakan untuk mempelajari tentang cuaca adalah meteorologi. Di Indonesia
terdapat lembaga yang khusus mengamati cuaca yaitu Badan Meteorologi, Klimatologi dan
Geofisika (BMKG) yang berpusat di Jakarta. BMKG bertugas untu mencatat dan mengamati
aktifitas udara, meliputi suhu dan tekanan udara, curah hujan, angin serta aktifitas awan. Selain
berpusat di Jakarta, BMKG juga memiliki stasiun-stasiun pemantau cuaca yang tersebar di
seluruh wilayah Indonesia.

Iklim adalah kondisi atau keadaan rata-rata cuaca pada suatu daerah yang luas. Iklim sendiri
ditentukan berdasarkan perhitungan waktu yang biasanya mencapai 11 tahun hingga 30 tahun.
Iklim pada suatu daerah dipengaruhi oleh letak geografis dan topografi wilayah tersebut, yang
artinya perbedaan iklim pada suatu daerah dipengaruhi oleh posisi relatif matahari terhadap
daerah tersebut di planet bumi. Ilmu yang mempelajari tentang iklim adalah klimatologi.

Cuaca merupakan bagian dari sebuah iklim, anomali cuaca yang terjadi di Indonesia
merupakan bagian dari anomali iklim yang terjadi. Secara harafiah, anomali iklim adalah
pergeseran musim dari rata-rata normalnya. Musim hujan di Indonesia untuk wilayah dengan
pola monsunal biasanya terjadi antara bulan Oktober-Maret dan musim kemarau terjadi pada
April-September. Pada saat anomali iklim, musim hujan ataupun kemarau bisa maju ataupun
mundur dari biasanya.

2. Faktor yang mempengaruhi anomali cuaca

Indonesia terletak di antara dua benua (Asia dan Australia) dan dua samudera (Pasifik dan
Hindia). Hal itu sangat mempengaruhi kondisi iklim Indonesia. Sistem cuaca dan iklim Indonesia
dipengaruhi oleh kondisi lokal (seperti interaksi antarpulau), regional (seperti sistem monsoon)
dan global (seperti El-Nino). Karena letaknya di antara dua samudera, maka terdapat interaksi
yang kuat antara atmosfer dan lautan. Interaksi atmosfer-laut terjadi melalui inti-inti kondensasi
awan yang diinjeksikan oleh percikan gelombang laut ke udara, dan melalui pelepasan panas
laten kondensasi uap air ketika menjadi tetes-tetes awan (Tjasyono 2003). Interaksi antara
atmosfer dengan lautan merupakan interaksi yang kompleks. Atmosfer dan laut keduanya
beredar dalam tiga dimensi dan saling mempengaruhi satu dengan yang lain. Interaksi antara
atmosfer dan lautan melibatkan hal-hal berikut yang terkait juga dengan terjadinya anomali
iklim, seperti:

1. Suhu lautan (di permukaan dan di pedalaman)


2. Tinggi permukaan laut
3. Sirkulasi dari lautan (arus dan upwelling)
4. Suhu atmosfer (permukaan dan lapisan atas)
5. Tekanan udara di atmosfer (lapisan atas dan lapisan bawah) dan
6. Sirkulasi dari atmosfer (angin, sirkulasi Walter, dan Sirkulasi Hadley) (Partridge dan
Ma’shum, 2003)
3. Dampak serta cara mengantisipasi anomali cuaca di Indonesia

 Dampak anomali cuaca di Indonesia

Anomali iklim mempunyai sifat yang agak sulit diprediksi karena variabilitasnya tinggi
sehingga hanya dapat diprediksi berdasarkan trend, terutama dari kondisi curah hujan
menyangkut total, intensitas dan polanya. Anomali iklim di Indonesia selalu dikaitkan dengan
curah hujan, karena curah hujan mempunyai pengaruh yang sangat besar, yaitu dengan
terjadinya peningkatan dan penurunan curah hujan pada tahun-tahun tertentu dibanding dengan
kondisi normal atau rata-rata.

Dalam kaitannya dengan kehidupan sehari-hari, salah satunya berdampak pada sektor
pertanian. Kondisi curah hujan berpengaruh terhadap waktu dan luas areal tanam maupun luas
panen. Produksi beras di Indonesia, sangat dipengaruhi oleh pola hujan monsoon, yang
mempunyai kaitan sangat erat dengan performance pada musim hujan dan musim kemarau.
Musim hujan Normal dari Oktober hingga Maret, musim kemarau mulaiApril hingga September.

Dampak anomali iklim terhadap produksi dan luas areal tanam memperlihatkan fluktuasi
luas areal tanam dan yang mengalami puso akibat banjir dan kekeringan. Dampak anomali iklim
tidak saja dirasakan pada pertanian tanaman pangan saja. Terjadinya hujan yang berkepanjangan
dengan intensitas yang tinggi juga dapat menyebabkan bencana seperti banjir yang sangat besar.
Disisi lain jika terjadi kemarau berkepanjangan juga dapat mengakibatkan kebakaran hutan ,ini
merupakan salah satu dampak anomali iklim (El-Nino) dalam sektor kehutanan.

 Antisipasi anomali cuaca di Indonesia

Anomali cuaca adalah kondisi alam yang tidak dapat dihindari, maka untuk mengatasi
kondisi tersebut salah satu cara yang paling efektif adalah dengan melakukan mitigasi bencana.
Mitigasi bencana adalah serangkaian upaya untuk mengurangi resiko bencana, baik melalui
pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman
bencana. (P2MB,UPI 2010)

Dalam antisipasi penyimpangan iklim yang terjadi diperlukan langkah-langkah mitigasi


secara strategis sebagai berikut (Balitklimat 2006):

Mengefektifkan informasi prakiraan iklim yang dilakukan oleh beberapa lembaga


internasional dan nasional sebagai langkah awal menentukan kemungkinan terjadinya
kekeringan ataupun sebaliknya dan pilihan teknologi yang akan diterapkan. Memanfaatkan peta
wilayah rawan kekeringan sebagai informasi awal dalam memantau kekeringan dalam kondisi
iklim normal. Melakukan analisis pergeseran musim yang ditetapkan maju atau mundur satu atau
lebih dasarian dari normalnya.

Memanfaatkan analisis neraca air wilayah dan analisis indeks kecukupan air (ETR/ETM)
untuk mengetahui periode defisit dan surplus air. Melakukan penampungan air hujan di
saluran/sungai mati, dam, reservoir maupun embung untuk mengisi cadangan air tanah (water
rechanging). Optimalisasi pemanfaatan air melalui sistem gogorancah,melakukan upaya-upaya
penanggulangan potensi kekeringan melalui pengembangan pompanisasi pada daerah-daerah
yang masih memiliki cadangan air tanah permukaan dan dalam. Memperbaiki saluran-saluran
irigasi dan embung/bendungan agar efektivitas penggunaannya meningkat.

Meningkatkan daya dukung DAS (daerah aliran sungai) di hulu guna menerima,
menyimpan selama mungkin, dan menyalurkan air hujan ke daerah hilir, melalui penghutanan
kembali lahan-lahan gundul, memonitor dan mengevaluasi daya tampung waduk, terutama yang
berkaitan dengan proses sedimentasi dan lain-lain. Memanfaatkan teknologi mulsa insitu dalam
menekan kehilangan air akibat tinggi yang dapat memicu terjadinya evaporasi serta pompanisasi
dengan memanfaatkan air tanah, air permukaan, air bendung.

Antisipasi banyak dipersiapkan untuk menghadapi pergeseran musim akibat El-Nino,


mengingat bencana yang ditimbulkan akibat bencana El-Nino lebih serius. (Boer 1999b)

BAB III

PENUTUP

Secara harafiah, anomali iklim adalah pergeseran musim dari rata-rata normalnya. Empat
faktor dominan penyebab anomali iklim adalah SST NINO, arah angin, beda tekanan udara
permukaan di Darwin dan Tahiti, serta Indian Ocean Dipole. Ada tiga pola hujan di Indonesia,
yaitu pola monsunal, pola ekuatorial, dan pola lokal. Wilayah dengan pola monsunal paling
terpengaruh anomali iklim dan sebagian besar sentra padi di Indonesia berada di wilayah ini.
Dengan demikian, kejadian ini perlu diprediksi untuk menekan kerugian.

Dalam antisipasi anomali iklim, diperlukan mitigasi bencana dengan langkah-langkah


strategis seperti: mengefektifkan informasi prakiraan iklim dan teknik menghadapinya,
memanfaatkan peta wilayah rawan kekeringan dan banjir, menganalisis pergeseran musim,
menganalisis neraca air wilayah dan indeks kecukupan air dan saat tanam yang tepat,
menampung air hujan untuk mengisi cadangan air tanah,pompanisasi di daerah-daerah dengan
cadangan air tanah, memperbaiki efektivitas saluran irigasi dan embung/bendungan,
meningkatkan daya dukung daerah hulu aliran sungai, memantau dan mengevaluasi daya
tampung waduk, memanfaatkan mulsa insitu untuk menekan evaporasi.

Antisipasi lebih diperlukan untuk menghadapi El-Nino karena bencana yang ditimbulkannya
lebih serius daripada La-Nina. Penurunan hujan akibat El-Nino dapat mencapai 80 mm/bulan;
sementara peningkatan hujan akibat La-Nina tidak lebih dari 40 mm/bulan, itu pun dapat untuk
perluasan areal tanam. Langkah-langkah operasional kelembagaan yang dapat dilakukan antara
lain:

1. Kebijakan pembagian tugas lintas instansi yang terkait dengan efektivitas organisasi,
pendanaan, prioritas penanggulangan, perbaikan, dan pemilihan teknologi penanggulangan,

2. Intensifikasi koordinasi dan meningkatkan kemampuan tim penanggulangan di beberapa


propinsi yang rawan kekeringan,

3. Penyebarluasan informasi prakiraan iklim dalam periode tertentu, dan

4. Perluasan kawasan konservasi air di tiap kecamatan berkoordinasi dengan pemerintah


kabupaten/kota.

DAFTAR PUSTAKA

Hadi, T.W, Z.L. Dupe, andA. Lubis. 2003. Evolusi El-Nino/La-Nina di Pasifik dan
dampaknya di Indonesia. Prosiding Temu Ilmiah Prediksi Cuaca dan Iklim
Nasional 2002. LAPAN, Bandung.

Irianto, Gatot. dan Suciantini.2006. Anomali Iklim: Faktor Penyebab, Karakteristik, dan
Antisipasinya. Bogor: Badan Litbang Pertanian.

Mujayatno, Arief. 2016. Waspadai Dampak Anomali Cuaca. Antara News. Jakarta.

Rahayu, N.D. Sasmito, B. dan N. Bashit. 2018. Analisis Pengaruh Fenomena Indian Ocean
Dipole (IOD) Terhadap Curah Hujan di Pulau Jawa. Volume 7, Nomor 1 , Tahun
2018

Tim, jawapost.com. 2018. Indonesia Dilanda Hujan Petir Sekaligus Kekeringan. Liputan
6. Jakarta.
ANOMALI CUACA DI INDONESIA DAN DAMPAKNYA ILMU GEOGRAFI FISIK DAN GEOGRAFI
MANUSIA

MAKALAH

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah IPA Dasar

Oleh :

Nama/NIM : 1. Muhammad Azfar Amrulloh/3211414023

2. Erniana Sulistiyani/3211418039

Program Studi : Geografi

JURUSAN GEOGRAFI

FAKULTAS ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

2017

Anda mungkin juga menyukai