Aliran Teori Budaya
Aliran Teori Budaya
1181903078
Kelas A
Teori Evolusi
Teori Evolusi dapat dikatakan sebagai induk sebagai induk dari semua teori
dalam antropologi. Secara tidak disadari baik emplisit maupun eksplisit
pemikiran evolusionisme mempengarihi cara berfikir banyak ahli. Ada dua
situasi penting yang melatarbelakangi tulisan – tulisan para evolusionis pada
abad ke-19 yaitu pergulatan kamum evolusionis untuk menegakkan suatu
telaah naturalistik mengenai fenomena kultural, yang oleh Tylor disenut
sebagai ilmu budaya. Cara utama yang diharapkan evolusionis yaitu untuk
menegakkan suatu ilmu yang menunjukkan dengan sejelas – jelasnya
bahwa budaya telah berkembang setapak demi setapak dalam langkah-
langkah alami
Dalam bidang ilmu sosial paham evolusionisme diawali oelh pemikiran E.B
Taylor (1832-1917), yang menjelaskan persamaan yang terjadi pada
berbagai bangsa yang berbeda, Tylor berpendapat bahwa manusia memiliki
kesatuan jiwa yang sama diantara semua umat manusia sehingga
menemukan pemecahan yang sama terhadap persoalan yang sama
sehingga mengalami pekembangan sejarah evolusi yang sama.
2. Teori Difusi
Pada awalnya teori difusi ditujukan untuk memahami difusi dari teknik -teknik
pertanian, tetapi pada perkembangan selanjutnya teori difusi digunakan pada
bidang-bidang lainnya secara lebih universal. Teori difusi inovasi dari Everret
M. Rogers kemudian diformulasikan dalam sebuah buku pada tahun 1962
berjudl “Diffusion of Innovations”, dimana dalam perkembangan selanjutnya
menjadi landasan pemahaman tentang inovasi, karakteristik inovasi,
mengapa orang-orang mengadopsi inovasi, faktor- faktor sosial apa yang
mendukung adopsi inovasi, dan bagaimana inovasi tersebut berproses
diantara masyarakat. Difusi menekankan pada adanya persebaran (material
dan non material) dari satu kebudayaan ke kebudayaan yang lain, dari satu
orang ke orang yang lain, serta dari satu tempat ke tempat yang lain,
sehingga kebudayaan itu sumbernya dari satu tempat yang kemudian
berkembang dan menyebar ke tempat yang lain.
3. Teori Fungsionalisme
Fungsionalisme adalah penekanan dominan pada antropologi khususnya
penelitian etnografis. Dalam fungsionalisme , kita harus mengeksplorasi ciri
sistematik budaya yang artinya kita harus mengetahui bagaimana perkaitan
antara institusi- institusi atau struktur -struktur suatu masyarakat sehingga
membentuk suatu sistem yang bukat.Para fungsionalisme menyatakan
bahwa fungsionalisme merupakan teori tetang proses kultural.
Fungsionalisme sebagai perspektif teoritik dalam antropologi yang bertumpu
pada analogi dengan organisme , artinya ia membawa kita memikirkan
sistem sosial -budaya sebagai semacam organisme, yang bagian-bagiannya
tidak saling berhubungan melainkan juga memberikan andil bagi
pemeliharaan, stabilitas, dan kelestarian hidup”organisme”. Dengan
demikian dasar penjelasan fungsionalisme ialah asumsi bahwa semua
sistem budaya memiliki syarat – syarat fungsional tertentu untuk
memungkinkan eksitensinya atau sistem buday memiliki kebutuhan
(kebutuhan sosial ala Radcliffe Brown atau bilogis individual ala Malinowski)
yang semuanya harus dipenuhi agar sistem itu dapat bertahan hidup.
Apabila kebutuhan ssitem fungsionalis itu tidak dipenuhi maka sistem itu
akan mengalami disintegrasi dan “mati” atau akan berubah mejadi sisitem
lain yang berbeda jenis. Fungsionalisme didasarkan pada pandangan yang
melebihkan aspek sosial dan melihat bahwa perilaku manusia merupakan
hasil dari sosialisasi yang menentukan seperti apa tindakan sosialnya.
Dalam tradisi fenomenologi ini terbagi lagi ke dalam tiga bagian yaitu: 1)
fenomenologi klasik; 2) fenomenologi persepsi; dan 3) fenomenologi
hermenetik
Ada tiga hal pemikiran tradisi fenomenologis yang secara umum dikaji oleh
para ilmuan dan peneliti komunikasi; Pertama, fenomenologi yang selalu
dikaitkan dengan tokoh Edmund Husserl salah satu pendiri fenomenologi
modern. Husserl yang menulis selama pertengahan abad ke-20, berusaha
mengembangkan metode yang meyakinkan kebenaran melalui kesadaran
yang terfokus. Baginya, kebenaran dapat diyakinkan melalui pengalaman
langsung dengan catatan harus disiplin dalam mengalami segala sesuatu.
Pendapat ini menunjukkan dengan pengalaman dan perhatian sadar yang
dialami oleh manusia kebenaran dan pengetahuan dapat diperoleh
seseorang. Akan tetapi syarat untuk dapat melakukan perhatian sadar
(conscious attention) seseorang harus menyingkirkan bias yang ada pada
dirinya. Kita harus meninggalkan barbagai kategori berpikir dan kebiasaan
kita melihat sesuatu agar dapat merasakan pengalaman sebagaimana apa
adanya. Melalui cara ini, berbagai objek di dunia dapat hadir ke dalam
kesadaran kita. Pandangan Husserl ini dinilai sebagai sangat objektif karena
the world can be experienced without the knower bringing his or her own
categories to bear on the process. Pandangan ini menyatakan bahwa dunia
dapat dirasakan atau dialami tanpa harus membawa serta berbagai kategori
yang dimiliki orang yang ingin mengetahui pengalaman itu (knower), karena
hal itu dapat memengaruhi proses merasakan pengalaman itu.
Kedua, Para ahli fenomenologi saat ini menganut ide bahwa pengalaman itu
subjektif bukan objektif dan percaya bahwa subjektivitas merupakan bentuk
penting sebuah pengetahuan,tkoh yang berbeda pendapat dengan Husserl
ini adalah Maurice Merleau Ponty yang memiliki hubungan dengan tradisi
fenomenologi persepsi. Kedua, fenomenologi persepsi adalah sebuah reaksi
yang menentang objektivitas sempit milik Husserl. Baginya, manusia
merupakan sosok gabungan antara fisik dan mental yang menciptakan
makna di dunia.Dewasa ini para pendukung tradisi fenomenologis menolak
pandangan Hussells. Mereka justru mendukung gagasan bahwa
pengalaman adalah subjektif, tidak objektif sebagaimana pandangan
Husserls. Para pendukung tradisi fenomenologis ini percaya bahwa
subjektivitas justru sebagai pengetahuan yang penting. Tokoh penting dalam
tradisi ini adalah Maurice Merleau-Pontry yang pandangannya dianggap
mewakili gagasan mengenai fenomenologi persepsi (Phenomenology of
perception) yang dinilai sebagai penolakan terhadap pandangan objektif
namun sempit dar Husserl. Menurut Ponty, manusia ialah mahkluk yang
memiliki kesatuan fisik dan mental yang menciptakan makna terhadap
dunianya.Menurut pandangan ini bahwa manusia itu saling mengisi dan
mempengaruhi dengan lingkungannya. Dengan kata lain, suatu objek atau
peristiwa yang terjadi itu ada dalam suatu proses yang timbal balik (take and
give).
bahwa terdapat enam konsp dasar dalam teorinya ini yaitu konsep diri,
motivasi, Reaksi toleransi dan empati, kategori social orang asing, proses
situasional, koneksi dengan orang asing.
Menurut Ernest Brooman kata lain untuk proses konvergensi simbolik adalah
tema fantasi. Tema fantasi adalah pesan yang didramatisi seperti permainan
kata-kata, cerita,analogi, dan pidato yang menghidupkan interaksi dalam
kelompok. Setiap individu akan saling berbagi fantasi karena kesamaan
pengalaman atau karena orang yang mendramatisi pesan memiliki
kemampuan retoris yang baik. Sekumpulan individu ini dapat berasal dari
orang-orang yang sudah lama saling mengenal dan berinteraksi ataupun
bisa juga dari orang-orang yang baru saling kenal, lalu saling berinteraksi
dan bertukar pengalaman yang sama sehingga menimbulkan proses
konvergensi simbolik.
Symbolic Convergence Theory (SCT), menjelaskan bahwa makna,
emosi, nilai, dan motif untuk tindakan di retorika yang dibuat bersama oleh
orang yang mencoba untuk memahami dari pengalaman yang umum, seperti
keragaman kehidupan.