Anda di halaman 1dari 17

ASUHAN KEPERAWATAN PADA An.

“R”
DENGAN DIAGNOSA MEDIS INFEKSI SALURAN KEMIH
DI BANGSAL CEMPAKA
RSUD WATES
Disusun untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah Keperawatan Anak II

Oleh Kelompok 15B :

Maizan Rahmatina P07120112064

Putri Pamungkassari P07120112071

Vinda Astri Permatasari P07120112080

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN YOGYAKARTA
JURUSAN KEPERAWATAN
2014
LEMBAR PENGESAHAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA An. “R”


DENGAN DIAGNOSA MEDIS INFEKSI SALURAN KEMIH
DI BANGSAL CEMPAKA
RSUD WATES

Disusun untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah Keperawatan Anak II

Disusun Oleh :
Maizan Rahmatina P07120112064

Putri Pamungkassari P07120112071

Vinda Astri Permatasari P07120112080

Tingkat 3 Reguler B

Telah mendapatkan persetujuan pada tanggal November 2014

Oleh :

Pembimbing Lapangan, Pembimbing Pendidikan,

( ) ( )
BAB I

LAPORAN PENDAHULUAN

A. PENGERTIAN
Infeksi saluran kemih (ISK) adalah istilah umum yang menunjukkan
keberadaan mikroorganisme dalam urin. Bakteriuria menunjukkan
pertumbuhan mikroorganisme (MO) murni lebih dari 105 colony forming units
(cfu/ml) pada biakan urin. Bakteriuria yang tanpa disertai presentasi klinis
ISK dinamakan bakteriuria asimtomatik (covert bacteriuria). Sebaliknnya
bakteriuria yang disertai presentasi klinis ISK dinamakan bakteriuria
bermakna simtomatik (Tessy, 2001).
Infeksi saluran kemih adalah ditemukannya bakteri pada urine di kandung
kemih yang umumnya steril (Mansjoer, 2000).
Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah infeksi yang terjadi sepanjang saluran
kemih, terutama masuk ginjal itu sendiri akibat proliferasi suatu organisme
(Corwin, 2001).

B. KLASIFIKASI
Berdasarkan ada tidaknya komplikasi, ISK dibagi menjadi ISK simpleks
dan kompleks. ISK simpleks atau sederhana atau uncomplicated UTI adalah
terdapat infeksi pada saluran kemih tetapi tanpa penyulit (lesi) anatomis
maupun fungsional saluran kemih (Rusdijas, 2002).
ISK kompleks atau dengan komplikasi atau complicated UTI adalah
terdapat infeksi pada saluran kemih disertai penyulit (lesi) anatomis maupun
fungsional saluran kemih misalnya sumbatan muara uretra, refluks
vesikoureter, urolithiasis, parut ginjal, buli-buli neurogenik, dan sebagainya
(Rusdijas, 2002).
Berdasarkan letaknya, ISK dibagi menjadi ISK atas dan bawah. ISK atas
adalah infeksi pada parenkim ginjal atau ureter, lazimnya disebut sebagai
pielonefritis. ISK bawah adalah infeksi pada vesika urinaria (sistitis) atau
uretra. Batas antara atas dan bawah adalah vesicoureteric junction
(Rusdijas, 2002).
Jenis Infeksi Saluran Kemih, antara lain:
1. Kandung kemih (sistitis)
2. Uretra (uretritis)
3. Prostat (prostatitis)
4. Ginjal (pielonefritis)

C. ETIOLOGI
Sebagian besar infeksi saluran kemih disebabkan oleh bakteri, tetapi
jamur dan virus juga dapat menjadi penyebabnya. Infeksi bakteri tersering
adalah yang disebabkan E.coli, organisme yanag sering ditemukan di daerah
anus. ISK sering terjadi pada wanita. Penyebabnya adalah uretra wanita
yang lebih pendek sehingga bakteri kontaminan lebih mudah memperoleh
akses ke kandung kemih, kecenderungan untuk menahan urin, iritasi kulit
lubang uretra pada wanita sewaktu berhubungan kelamin.
Menurut Smeltzer (2001) jenis-jenis mikroorganisme yang menyebabkan
ISK, antara lain:
1. Escherichia Coli: 90 % penyebab ISK uncomplicated (simple)
2. Pseudomonas, Proteus, Klebsiella : penyebab ISK complicated
3. Enterobacter, staphylococcus epidemidis, enterococci, dan-lain-lain.

D. PATOFISIOLOGI
Infeksi saluran kemih disebabkan oleh adanya mikroorganisme patogenik
dalam traktus urinarius. Mikroorganisme ini masuk melalui : kontak langsung
dari tempat infeksi terdekat, hematogen, limfogen. Ada dua jalur utama
terjadinya ISK, asending dan hematogen.
1. Secara asending yaitu masuknya mikroorganisme dalam kandung kemih,
antara lain: faktor anatomi dimana pada wanita memiliki uretra yang lebih
pendek daripada laki-laki sehingga insiden terjadinya ISK lebih tinggi,
faktor tekanan urine saat miksi, kontaminasi fekal, pemasangan alat ke
dalam traktus urinarius (pemeriksaan sistoskopik, pemakaian kateter),
adanya dekubitus yang terinfeksi. Naiknya bakteri dari kandung kemih ke
ginjal.
2. Secara hematogen yaitu sering terjadi pada pasien yang sistem
imunnya rendah sehingga mempermudah penyebaran infeksi secara
hematogen. Ada beberapa hal yang mempengaruhi struktur dan fungsi
ginjal sehingga mempermudah penyebaran hematogen, yaitu: adanya
bendungan total urine yang mengakibatkan distensi kandung kemih,
bendungan intrarenal akibat jaringan parut, dan lain-lain.
(Price, 2005).

E. TANDA DAN GEJALA


Tanda dan gejala ISK pada bagian bawah :
1. Nyeri yang sering dan rasa panas ketika berkemih
2. Spasme pada area kandung kemih dan suprapubis
3. Hematuria
4. Nyeri punggung dapat terjadi
Tanda dan gejala ISK bagian atas :
1. Demam
2. Menggigil
3. Nyeri panggul dan pinggang
4. Nyeri ketika berkemih
5. Malaise
6. Pusing
7. Mual dan muntah
(Sudoyo, 2006).
F. PATHWAY

(Price, 2005)
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Urinalisis
Leukosuria atau piuria: merupakan salah satu petunjuk penting adanya
ISK. Leukosuria positif bila terdapat lebih dari 5 leukosit/lapang pandang
besar (LPB) sediment air kemih
Hematuria: hematuria positif bila terdapat 5-10 eritrosit/LPB sediment air
kemih. Hematuria disebabkan oleh berbagai keadaan patologis baik
berupa kerusakan glomerulus ataupun urolitiasis.
2. Bakteriologis
Mikroskopis
Biakan bakteri
3. Kultur urine untuk mengidentifikasi adanya organisme spesifik
4. Hitung koloni: hitung koloni sekitar 100.000 koloni per milliliter urin dari
urin tampung aliran tengah atau dari specimen dalam kateter dianggap
sebagai criteria utama adanya infeksi.
5. Metode tes
Tes dipstick multistrip untuk WBC (tes esterase lekosit) dan nitrit (tes
Griess untuk pengurangan nitrat). Tes esterase lekosit positif: maka
pasien mengalami piuria. Tes pengurangan nitrat, Griess positif jika
terdapat bakteri yang mengurangi nitrat urin normal menjadi nitrit.
Tes Penyakit Menular Seksual (PMS)
Uretritia akut akibat organisme menular secara seksual (misal, klamidia
trakomatis, neisseria gonorrhoeae, herpes simplek).
Tes-tes tambahan :
Urogram intravena (IVU), Pielografi (IVP), msistografi, dan ultrasonografi
juga dapat dilakukan untuk menentukan apakah infeksi akibat dari
abnormalitas traktus urinarius, adanya batu, massa renal atau abses,
hodronerosis atau hiperplasie prostate. Urogram IV atau evaluasi
ultrasonic, sistoskopi dan prosedur urodinamik dapat dilakukan untuk
mengidentifikasi penyebab kambuhnya infeksi yang resisten.
(Sudoyo, 2006).
H. PENATALAKSANAAN
Tatalaksana umum : atasi demam, muntah, dehidrasi dan lain-lain.
Pasien dilanjutkan banyak minum dan jangan membiasakan menahan
kencing untuk mengatasi disuria dapat diberikan fenazopiridin (pyriduin) 7-10
mg/kg BB hari. Faktor predisposisi dicari dan dihilangkan.
Tatalaksana khusus ditujukan terhadap 3 hal, yaitu pengobatan infeksi
akut, pengobatan dan pencegahan infeksi berulang serta deteksi dan koreksi
bedah terhadap kelamin anatamis saluran kemih.
1. Pengobatan infeksi akut : pada keadaan berat atau demam tinggi dan
keadaan umum lemah segera berikan antibiotik tanpa menunggu hasil
biakan urin dan uji resistensi kuman. Obat pilihan pertama adalah
ampisilin, katrimoksazol, sulfisoksazol asam nalidiksat, nitrofurantoin dan
sefaleksin. Sebagai pilihan kedua adalah aminoshikosida (gentamisin,
amikasin, dan lain-lain), sefatoksin, karbenisilin, doksisiklin dan lain-lain,
Tx diberikan selama 7 hari.
2. Pengobatan dan penegahan infeksi berulang : 30-50% akan mengalami
infeksi berulang dan sekitar 50% diantaranya tanpa gejala. Maka, perlu
dilakukan biakan ulang pada minggu pertama sesudah selesai
pengobatan fase akut, kemudian 1 bulan, 3 bulan dan seterusnya setiap
3 bulan selama 2 tahun. Setiap infeksi berulang harus diobati seperti
pengobatan ada fase akut. Bila relaps atau infeksi terjadi lebih dari 2 kali,
pengobatan dilanjutkan dengan terapi profiloksis menggunakan obat
antiseptis saluran kemih yaitu nitrofurantorin, kotrimoksazol, sefaleksi
atau asam mandelamin. Umumnya diberikan ¼ dosis normal, satu kali
sehari pada malam hari selama 3 bulan. Bisa ISK disertai dengan
kalainan anatomis, pemberian obat disesuaikan dengan hasil uji
resistensi dan Tx profilaksis dilanjutkan selama 6 bulan, bila perlu
sampai 2 tahun.
3. Koreksi bedah : bila pada pemeriksaan radiologis ditemukan obstruksi,
perlu dilakukan koreksi bedah. Penanganan terhadap refluks tergantung
dari stadium. Refluks stadium I sampai III bisanya akan menghilang
dengan pengobatan terhadap infeksi pada stadium IV dan V perlu
dilakukan koreksi bedah dengan reimplantasi ureter pada kandung kemih
(ureteruneosistostomi). Pada pionefrosis atau pielonefritis atsopik kronik,
nefrektami kadang-kadang perlu dilakukan (Mansjoer, 2000).

I. PENCEGAHAN
Menurut Mansjoer (2000), ada beberapa cara untuk mencegah infeksi
saluran kencing, antara lain :
1. Jaga kebersihan
2. Sering ganti celana dalam
3. Banyak minum air putih
4. Tidak sering menahan kencing
5. Setia pada satu pasangan dalam melakukan hubungan.

J. PENGKAJIAN
1. Pemerikasaan fisik: dilakukan secara head to toe dan sistem tubuh
2. Riwayat atau adanya faktor-faktor risiko:
3. Adakah riwayat infeksi sebelumnya?
4. Adakah obstruksi pada saluran kemih?
5. Adanya faktor yang menjadi predisposisi pasien terhadap infeksi
nosokomial.
6. Bagaimana dengan pemasangan kateter foley?
7. Imobilisasi dalam waktu yang lama.
8. Apakah terjadi inkontinensia urine?
9. Pengkajian dari manifestasi klinik infeksi saluran kemih
10. Bagaimana pola berkemih pasien? untuk mendeteksi faktor
predisposisi terjadinya ISK pasien (dorongan, frekuensi, dan jumlah)
11. Adakah disuria?
12. Adakah urgensi?
13. Adakah hesitancy?
14. Adakah bau urine yang menyengat?
15. Bagaimana haluaran volume orine, warna (keabu-abuan) dan
konsentrasi urine?
16. Adakah nyeri-biasanya suprapubik pada infeksi saluran kemih bagian
bawah ?
17. Adakah nyesi pangggul atau pinggang-biasanya pada infeksi saluran
kemih bagian atas ?
18. Peningkatan suhu tubuh biasanya pada infeksi saluran kemih bagian
atas.
19. Pengkajian psikologi pasien:
Bagaimana perasaan pasien terhadap hasil tindakan dan pengobatan
yang telah dilakukan? Adakakan perasaan malu atau takut
kekambuhan terhadap penyakitnya ?

K. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri berhubungan dengan inflamasi dan infeksi urethra, kandung kemih
dan struktur traktus urinarius lainnya
2. Perubahan pola eliminasi urine berhubungan dengan sering berkemih,
urgency dan hesistancy
3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri dan nokturia
4. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan reaksi inflamasi
5. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia
6. Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan evaporasi
berlebihan dan Muntah
7. Ansietas berhubungan dengan krisis situasi, mekanisme coping tidak
efektif
8. Risiko tinggi terhadap infeksi b.d adanya factor risiko nosocomial
9. Kurangnya pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan
pengobatan berhubungan dengan kurangnya sumber informasi.
(Doenges, 2001).

L. INTEVENSI KEPERAWATAN
1. Nyeri berhubungan dengan inflamasi dan infeksi uretra, kandung kemih
dan sruktur traktus urinarius lain
Tujuan : Nyeri hilang dengan spasme terkontrol
Kriteria Hasil : Nyeri menghilang ditandai dengan klien melaporkan tidak
nyeri waktu berkemih, tidak nyeri pada daerah suprapubik
Intervensi :
a. Pantau perubahan warna urin, pantau pola berkemih, masukan dan
keluaran setiap 8 jam dan pantau hasil urinalisis ulang
Rasional : Untuk mengidentifikasi indikasi kemajuan atau
penyimpangan dari hasil yang diharapkan
b. Catat lokasi, lamanya intensitas skala (1-10) nyeri
Rasional : Membantu mengevaluasi tempat obstruksi dan penyebab
nyeri
c. Berikan tindakan nyaman, seperti pijatan.
Rasional : Meningkatkan relaksasi, menurunkan tegangan otot.
d. Berikan perawatan perineal
Rasional : Untuk mencegah kontaminasi uretra
e. Jika dipasang kateter, perawatan kateter 2 kali per hari.
Rasional : Kateter memberikan jalan bakteri untuk memasuki
kandung kemih dan
naik ke saluran perkemihan.
f. Alihkan perhatian pada hal yang menyenangkan
Rasional : Relaksasi, menghindari terlalu merasakan nyeri
g. Kolaborasi pemberian analgetik
Rasional : untuk mengontrol nyeri
2. Perubahan pola eliminasi urine berhubungan dengan sering berkemih,
urgensi dan hesitansi
Tujuan : Pola eliminasi urine membaik
Kriteria Hasil : Pola eliminasi urine membaik ditandai dengan klien
melaporkan berkurangnya frekuensi ( sering berkemih)
urgensi da hesistensi.
Intervensi :
a. Kaji pola eliminasi klien
Rasional : sebagai dasar dalammenentukan intervensi selanjutnya
b. Dorong pasien untuk minum sebanyak mungkin dan mengurangi
minum pada sore hari
Rasional : Untuk mendukung aliran darah renal dan untuk membilas
bakteri dari traktus urinarius. Cairan yang dapat mengiritasi kandung
kemih ( misalnya: kopi, teh,kola, alcohol) dihindari. Agar tidak terlalu
sering bangun berkemih pada malam hari
c. Dorong pasien untuk berkemih tiap 2-3 jam dan bila tiba- tiba
dirasakan.
Rasional : Karena hal ini secara signifikan menurunkan jumlah bakteri
dalam urin, mengurangi status urin dan mencegah kekambuhan
infeksi
d. Siapkan atau dorongan dilakukan perawatan perineal setiap hari.
Rasional : Mengurangi risiko kontaminasi atau peningkatan infeksi.
3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri dan nokturia
Tujuan : Pola tidur membaik
Kriteria Hasil: Pola tidur membaik ditandai dengan klien melaporkan
dapat tidur, klien nampak segar
Intervensi :
a. Tentukan kebiasaan tidur biasanya dan perubahan yang terjadi
Rasional : Mengkaji dan mengidentifikasi intervensi yang tepat.
b. Berikan tempat tidur yang nyaman
Rasional : Meningkatkan kenyamanan tidur serta dukungan fisiologis
atau psikologis.
c. Tingkatkan regimen kenyamanan waktu tidur misalnya, mandi hangat
dan masase,segelas susu hangat
Rasional : Meningkatkan efek relaksasi.catatan ; susu mempunyai
kualitas sopofik, menigkatkan sintesis serotonin, neutransmitter yang
membantu pasien dan tidur lebih lama.
d. Kurangi kebisingan dan lampu
Rasional : Memberikan situasi kondusif untuk tidur.
e. Instruksikan tindakan relaksasi
Rasional : Membantu mengiduksi tidur
f. Kolaborasi pemberian obat analgetik
Rasional : Untuk mengontrol nyeri sedative, untuk membantu klien
tidur
4. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan reaksi inflamasi
Tujuan : Suhu tubuh kembali normal
Kriteria Hasil : Suhu tubuh kembali normal ditandai dengan klien
melaporkan tidak demam, tidak terba panas, TTV dalam
batas normal
Intervensi :
a. Kaji adanya keluhan atau tanda-tanda perubahan peningkatan suhu
tubuh
Rasional : Peningkatan sh tbh akan meunjukkan berbagai grejala sprt
mt merah dan badan terasa hanat
b. Observasi TTV terutama suhu tubuh sesuai indikasi
Rasional : Untuk menentukan int.selanjutnya
a. Kompres air hangat pada dahi dan kedua aksilla
Rasional : Merangsang hipothalamus ke pusat pengaturan suhu
b. Kolaborasi pemberian obat-obatan antipiretik
Rasional : Mengontrol demam
5. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia
Tujuan : Tidak terjadi perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan
Kriteria Hasil : Kebutuhan nutrisi adekuat ditandai dengan peningkatan
berat badan, menunjukkan peningkatan selera makan,
klien menghabiskan porsi makanan yang diberikan.
Intervensi :
a. Kaji intake makanan klien
Rasional : Sebagai dasar dalam menentukan intervensi selanjutnya
b. Dorong tirah baring atau atau pembatasan aktivitas
Rasional : Mempertahankan simpanan energi yang cukup
c. Berikan kebersihan oral
Rasional : Mulut yang bersih dapat meningkatkan rasa makanan
d. Sediakan makanan dalam ventilasi yang baik, lingkungan
menyenangkan, dengan situasi tidak terburu-buru, temani
Rasional : Lingkungan yang menyenangkan menurunkan stres dan
lebih kondusif untuk makan
e. kolaborasi pemberian obat-obatan antiemetik
Rasional : Menghilangkan gejala mual muntah
6. Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan peningkatan
evaporasi dan muntah
Tujuan : Cairan tubuh tetap seimbang
Kriteria Hasil :Mempertahankan volume cairan yang adekuat dibuktikan
oleh membran mukosa lembab,turgor kulit bagus, keseimbangan intake
dan haluaran dengan urine normal dalam konsentrasi jumlah.
Intervensi :
a. Awasi masukan dan haluaran cairan. Perkirakan kehilangan cairan
melalui keringat
Rasional : Memberikan informasi tentang keseimbangan cairan,
merupakan pedoman untuk penggantian cairan
b. Anjurkan unruk mempertahankan intake peroral
Rasional : mengganti cairan yang hilang
c. Observasi penurunan turgor kulit
Rasional : Menunjukkan kehilangan cairan berlebihan atau dehidrasi
d. Kolaboras bierikan cairan parenteral jika diperlukan
Rasional : Membantu masukan cairan peroral
e. Berikan obat antiemetik
Rasional : mengontrol mual dan muntah
f. Berikan obat antipeuretik
Rasional : Mengontrol panas
7. Ansietas berhubungan dengan koping individu tidak efektif, kurang
pengetahuan tentang penyakitnya
Tujuan :Ansietas berkurang atau hilang
Kriteria Hasil :Tampak rileks dan melaporkan ansietas berkurang pada
tingkat yang dapat diatasi.
Intervensi :
a. Kaji tingkat ansietas. Bantu pasien mengidentifikasi keterampilan
koping yang telah dilakukan dengan berhasil pada masa lalu.
Rasional : Memandukan intervensi terapeutik dan partisipatif dalam
perawatan diri,
b. keterampilan koping pada masa lalu dapat mengurangi ansietas
dorong menyatakan perasaan. Berikan umpan balik
Rasional : Membuat hubungan terapeutik. Membantu orang terdekat
dalam mengidentifikasi masalah yang menyebabkan stres
c. Beri informasi yang akurat dan nyata tentang apa tindakan yang
dilakukan
Rasional : Keterlibatan pasien dalam perencanaan perawatan
memberikan rasa control dan membantu menurunkan ansietas
b. Berikan lingkungan tenang dan istirahat
Rasional : Memindahkan pasien dari stress luar, meningkatkan
relaksasi, membantu menurunkan ansietas
c. Dorong pasien atau orang terdekat untuk menyatakan perhatian,
perilaku perhatian
Rasional : Tindakan dukungan dapat membantu pasien merasa stres
berkurang, memungkinkan energi untuk ditujukan pada
penyembuhan
d. Beri dorongan spiritual
Rasional : Agar klien kembali menyerahkan sepenuhnya kepada
Tuhan YME
e. Berikan informasi tentang proses penyakit dan antisipasi tindakan
Rasional : Mengetahui apa yang diharapkan dapat menurunkan
ansietas
f. Kolaborasi pemberian obat sedatif
Rasional : Dapat digunakan untuk menurunkan ansietas dan
memudahkan istirahat
8. Risiko tinggi terhadap infeksi b.d adanya faktor risiko nosokomial
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan klien dapat berkemih
tanpa khawatir terinfeksi dengan kriteria hasil berkemih dengan
urine jernih tanpa ketidaknyamanan,kultur urine menunjukkan
tidak ada bakteri.
Intervensi :
a. Berikan perawatan perineal.
Rasional : untuk mencegah kontaminasi uretra.
b. Berikan perawatan kateter jika terpasang kateter.
Rasional : kateter memberikan jalan pada bakteri untuk memasuki
kandung kemih dan naik ke saluran perkemihan.
a. Lakukan universal precaution.
Rasional : untuk mencegah kontaminasi.
b. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat-obat untuk
memelihara asam urine.
Rasional : asam urine menghalangi tumbuhnya kuman.
9. Kurangnya pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan
pengobatan berhubungan dengan kurangnya sumber informasi.
Tujuan : Pengetahuan meningkat
KH :Menyatakan mengerti tentang kondisi, pemeriksaan
diagnostik, rencana
pengobatan, dan tindakan perawatan diri preventif.
Intervensi:
a. Berikan waktu kepada pasien untuk menanyakan apa yang tidak di
ketahui tentang penyakitnya.
Rasional : Mengetahui sejauh mana ketidak tahuan pasien tentang
penyakitnya.
b. Kaji ulang proses penyakit dan harapan yang akan dating
Rasional : Memberikan pengetahuan dasar dimana pasien dapat
membuat pilihan beradasarkan informasi.
c. Berikan informasi tentang: sumber infeksi, tindakan untuk mencegah
penyebaran, jelaskan pemberian antibiotik, pemeriksaan diagnostik:
tujuan, gambaran singkat, persiapan ynag dibutuhkan sebelum
pemeriksaan, perawatan sesudah pemeriksaan.
Rasional : Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengurangi
ansietas dan membantu mengembankan kepatuhan klien terhadap
rencan terapetik.
d. Anjurkan pasien untuk menggunakan obat yang diberikan, minum
sebanyak kurang lebih delapan gelas per hari.
Rasional : Pasien sering menghentikan obat mereka, jika tanda-tanda
penyakit mereda. Cairan menolong membilas ginjal.
e. Berikan kesempatan kepada pasien untuk mengekspresikan
perasaan dan masalah tentang rencana pengobatan.
Rasional : Untuk mendeteksi isyarat indikatif kemungkinan
ketidakpatuhan dan membantu mengembangkan penerimaan
rencana terapeutik
DAFTAR PUSTAKA

Corwin, Elizabeth J. 2001. Buku Saku Patofisiologi. EGC.Jakarta

Doenges, Marilyn E. 2001. Rencana Asuhan Keperawatan: pedoman


untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien.
Alih Bahasa: I Made Kariasa, Ni made Sumarwati. Edisi: 3.
Jakarta: EGC

Herdman, T. Heather. 2012. Diagnosis Keperawatan : Definisi dan


Klasifikasi 2012-2014. Jakarta: EGC

Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Ed.3 Cet.1. Jakarta:


Media Aesculapius

Price, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi: konsep klinis proses-proses


penyakit. Alih Bahasa: Peter Anugrah. Edisi: 4. Jakarta: EGC

Rusdijas, Ramayati R. 2002. Infeksi Saluran Kemih. Jakarta: IDAI

Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah


Brunner & Suddart. Alih Bahasa: Agung Waluyo. Edisi: 8. Jakarta:
EGC

Sudoyo, dkk. 2006. Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 3. Jillid 1. FKUI: Jakarta

Tessy, Agus Ardaya. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: Infeksi
Saluran Kemih. Edisi: 3. Jakarta: FKUI.

Anda mungkin juga menyukai