Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN

Ketuban Pecah Dini (KPD) ialah pecahnya selaput ketuban secara spontan
pada saat belum inpartu, bila diikuti satu jam kemudian tidak timbul tanda-tanda awal
persalinan. Istilah premature rupture of the membrane (PROM) yang dipergunakan
pada beberapa literatur sedikit membingungkan. Istilah ini cukup tepat jika digunakan
pada pasien yang usia kehamilannya diatas 37 minggu atau aterm, datang dengan
ketuban yang pecah spontan, dan tanpa tanda-tanda persalinan. Sedangkan preterm
premature rupture of membranes (PPROM) adalah pecahnya ketuban pada pasien
dengan usia kehamilan kurang dari 37 minggu.1,2
Dari seluruh kehamilan prevalensi KPD berkisar antara 3-18%. Saat aterm, 8-
10 % wanita hamil datang dengan KPD dan 30-40% dari kasus KPD merupakan
kehamilan preterm atau hanya sekitar 1,7% dari seluruh kehamilan.2,3
Pecahnya ketuban terlalu dini dapat berpengaruh terhadap kehamilan dan
persalinan. Jarak antara pecahnya ketuban dan permulaan persalinan disebut periode
laten (lag period = LP). Bila periode laten terlalu panjang dan ketuban sudah pecah,
maka dapat terjadi infeksi yang dapat meningkatkan angka kematian ibu dan anak.5
Komplikasi yang dapat ditimbulkan akibat ketuban pecah dini seperti
misalnya ascending infeksi, prolaps tali pusat, gawat janin intrapartum dan solusio
plasenta. Beberapa penelitian menyebutkan morbiditas neonatal berkurang setelah
usia kehamilan 34 minggu dibandingkan dengan usia kehamilan kurang dari 34
minggu. Insiden distres pernafasan, lamanya perawatan bayi, dan hiperbilirubinemia
berkurang secara signifikan pada bayi yang lahir setelah usia kehamilan 34 minggu.
Penanganan KPD memerlukan pertimbangan usia gestasi, adanya infeksi atau
komplikasi pada ibu dan janin serta adanya tanda-tanda persalinan.3
Dengan pemberian antibiotika pada ketuban pecah dini signifikan
memperbaiki morbiditas neonatal maupun morbiditas maternal, dimana kehamilan
dapat dipertahankan lebih lama, risiko infeksi dapat diturunkan dan penggunaan
terapi oksigen dapat diturunkan. Sedangkan menurut Crowley 2002, pemberian

1
kortikosteroid juga menunjukkan penurunan distres pernafasan pada bayi, perdarahan
intraventrikular dan angka kematian neonatal pada persalinan preterm. Penelitian lain
oleh Harding 2001, menyatakan pemberian kortikosteroid juga bermanfaat pada
ketuban pecah dini preterm.3
Ketuban pecah dini merupakan masalah penting dalam obstetri berkaitan
dengan penyulit kelahiran berupa prematuritas dan terjadinya infeksi korioamnionitis
sampai sepsis, yang meningkatkan morbiditas dan mortalitas perinatal dan
menyebabkan infeksi ibu. Infeksi neonatus setelah pecah ketuban dipengaruhi oleh
kolonisasi kuman Streptokokus Grup Beta, lama ketuban pecah, khorioamnionitis,
jumlah pemeriksaan vagina, pemberian antibiotika dan lain-lain. 3,4
Penanganan ketuban pecah dini memerlukan pertimbangan usia gestasi,
adanya infeksi atau komplikasi pada ibu dan janin serta adanya tanda-tanda
persalinan. Saat aterm, 8-10 % wanita hamil datang dengan ketuban pecah dini yang
akan memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami infeksi intrauterin jika jarak waktu
antara pecahnya ketuban dan persalinan memanjang.3,4

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Ketuban pecah dini (KPD) atau spontaneus/early/premature rupture of
membrans (PROM) adalah pecahnya selaput ketuban secara spontan pada saat belum
menunjukkan tanda-tanda persalinan/inpartu (keadaan inpartu didefinisikan sebagai
kontraksi uterus teratur dan menimbulkan nyeri yang menyebabkan terjadinya
effacement atau dilatasi serviks), atau bila satu jam kemudian tidak timbul tanda-
tanda awal persalinan, atau secara klinis bila ditemukan pembukaan kurang dari 3 cm
pada primigravida dan kurang dari 5 cm pada multigravida.
Pecahnya selaput ketuban dapat terjadi kapan saja baik pada kehamilan aterm
maupun preterm. Saat aterm sering disebut dengan aterm prematur rupture of
membrans atau ketuban pecah dini aterm. Bila terjadi sebelum umur kehamilan 37
minggu disebut ketuban pecah dini preterm / preterm prematur rupture of membran
(PPROM) dan bila terjadi lebih dari 12 jam maka disebut prolonged PROM. 1,4,5
2.2 Epidemiologi
Dari seluruh kehamilan prevalensi KPD berkisar antara 3-18%. Saat aterm, 8-
10 % wanita hamil datang dengan KPD dan 30-40% dari kasus KPD merupakan
kehamilan preterm atau sekitar 1,7% dari seluruh kehamilan.5
KPD diduga dapat berulang pada kehamilan berikutnya, menurut Naeye 1982
memperkirakan 21% rasio berulang, sedangkan penelitian lain yang lebih baru
menduga rasio berulangnya sampai 32%. Hal ini juga berkaitan dengan meningkatnya
risiko morbiditas pada ibu atau pun janin.
Komplikasi seperti korioamnionitis dapat terjadi sampai 30% dari kasus KPD,
sedangkan solusio plasenta berkisar antara 4-7%. Komplikasi pada janin berhubungan
dengan kejadian prematuritas dimana 80% kasus KPD preterm akan bersalin dalam
waktu kurang dari 7 hari. Risiko infeksi meningkat baik pada ibu maupun bayi.
Insiden korioamnionitis 0,5-1,5% dari seluruh kehamilan, 3-15% pada KPD
prolonged, 15-25% pada KPD preterm dan mencapai 40% pada ketuban pecah dini

3
dengan usia kehamilan kurang dari 24 minggu. Sedangkan insiden sepsis neonatus 1
dari 500 bayi dan 2-4% pada KPD lebih daripada 24 jam4,5.
Proporsi KPD di Rumah Sakit Sanglah periode 1 Januari 2005 sampai 31
Oktober 2005 dari 2113 persalinan, proporsi kasus KPD adalah sebanyak 12,92%.
Sedangkan proporsi kasus KPD preterm dari 328 kasus ketuban pecah dini baik yang
melakukan persalinan maupun dirawat secara konservatif sebanyak 16,77%
sedangkan sisanya adalah KPD dengan kehamilan aterm. Kontribusi KPD ini lebih
besar pada sosial ekonomi rendah dibandingkan sosial ekonomi menengah ke atas4.
2.3 Etiologi
Membran fetus yang normal adalah sangat kuat pada awal kehamilan.
Kombinasi akibat peregangan membran dengan pertumbuhan uterus, seringnya
kontraksi uterus dan gerakan janin memegang peranan dalam melemahnya membran
amnion. KPD pada kehamilan aterm merupakan variasi fisiologis, namun pada
kehamilan preterm melemahnya membran merupakan proses yang patologis. KPD
sebelum kehamilan preterm sering diakibatkan oleh adanya infeksi. Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa bakteri yang terikat pada membran melepaskan
substrat seperti protease yang menyebabkan melemahnya membran. Penelitian
terakhir menyebutkan bahwa matriks metaloproteinase merupakan enzim spesifik
yang terlibat dalam pecahnya ketuban oleh karena infeksi2,4,5.
Sampai saat ini penyebab KPD belum diketahui secara pasti, tetapi ditemukan
beberapa faktor predisposisi yang berperan pada terjadinya ketuban pecah dini antara
lain adalah1,3,5:
a. Infeksi
Adanya infeksi pada selaput ketuban (korioamnionitis lokal) sudah cukup
untuk melemahkan selaput ketuban di tempat tersebut. Bila terdapat bakteri
patogen di dalam vagina maka frekuensi amnionitis, endometritis, infeksi
neonatal akan meningkat 10 kali. Ketuban pecah dini sebelum kehamilan
preterm sering diakibatkan oleh adanya infeksi. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa bakteri yang terikat pada membran melepaskan substrat
seperti protease yang menyebabkan melemahnya membran. Penelitian

4
terakhir menyebutkan bahwa matriks metaloproteinase merupakan enzim
spesifik yang terlibat dalam pecahnya ketuban oleh karena infeksi2,4,5.
b. Defisiensi vitamin C
Vitamin C diperlukan untuk pembentukan dan pemeliharaan jaringan kolagen.
Selaput ketuban (yang dibentuk oleh jaringan kolagen) akan mempunyai
elastisitas yang berbeda tergantung kadar vitamin C dalam darah ibu.
c. Faktor selaput ketuban
Pecahnya ketuban dapat terjadi akibat peregangan uterus yang berlebihan atau
terjadi peningkatan tekanan yang mendadak di dalam kavum amnion, di
samping juga ada kelainan selaput ketuban itu sendiri. Hal ini terjadi seperti
pada sindroma Ehlers-Danlos, dimana terjadi gangguan pada jaringan ikat
oleh karena defek pada sintesa dan struktur kolagen dengan gejala berupa
hiperelastisitas pada kulit dan sendi, termasuk pada selaput ketuban yang
komponen utamanya adalah kolagen. 72 % penderita dengan sindroma
Ehlers-Danlos ini akan mengalami persalinan preterm setelah sebelumnya
mengalami ketuban pecah dini preterm.
d. Faktor umur dan paritas
Umur yang paling aman atau bisa dikatakan waktu reproduksi sehat adalah
antara umur 20-30 tahun.Umur kurang dari 20 tahun termasuk umur terlalu
muda dengan keadaan uterus yang kurang matur untuk melahirkan sehingga
rentan mengalami KPD sedangkan umur lebih 35 tahun tergolong umur yang
terlalu tua untuk melahirkan khususnya pada ibu primi (tua) dan berisiko
tinggi mengalami KPD. Semakin tinggi paritas ibu akan makin mudah terjadi
infeksi cairan amnion akibat rusaknya struktur serviks akibat persalinan
sebelumnya.
e. Faktor tingkat sosio-ekonomi
Sosio-ekonomi yang rendah, status gizi yang kurang akan meningkatkan
insiden KPD, lebih-lebih disertai dengan jumlah persalinan yang banyak, serta
jarak kelahiran yang dekat.
f. Faktor-faktor lain

5
 Inkompetensi serviks atau serviks yang terbuka akan menyebabkan
pecahnya selaput ketuban lebih awal karena mendapat tekanan yang
langsung dari kavum uteri.
 Beberapa prosedur pemeriksaan, seperti amniosintesis dapat
meningkatkan risiko terjadinya ketuban pecah dini.
 Pada perokok secara tidak langsung dapat menyebabkan ketuban pecah
dini terutama pada kehamilan prematur. Hal ini terjadi karena kandungan
tar dalam asap rokok yang akan merusak komponen molekul utama dari
sel tubuh dan dapat menggangu integritas sel, berkurangnya elastisitas
membran, termasuk selaput ketuban rentan mengalami rupture. Nikotin
dapat meracuni syaraf tubuh, meningkatkan tekanan darah dan
menyempitkan pembuluh darah. Asap rokok yang dihirup oleh perokok
pasif lebih berbahaya kerana empat kali lebih banyak mengandung
nikotinnya yang merupakan radikal bebas.
 Kelainan letak dan kesempitan panggul lebih sering disertai dengan KPD
namun mekanismenya belum diketahui dengan pasti.
 Faktor-faktor lain seperti hidramnion, gemeli, koitus, perdarahan
antepartum, bakteriuria, pH vagina di atas 4,5; stres psikologis, serta flora
vagina abnormal akan mempermudah terjadinya ketuban pecah dini.
2.4 Patogenesis
Pecahnya selaput ketuban saat persalinan disebabkan oleh melemahnya
selaput ketuban karena kontraksi uterus dan peregangan yang berulang. Daya regang
ini dipengaruhi oleh keseimbangan antara sintesis dan degradasi komponen matriks
ekstraseluler pada selaput ketuban3.
Pada ketuban pecah dini terjadi perubahan-perubahan seperti penurunan
jumlah jaringan kolagen dan terganggunya struktur kolagen, serta peningkatan
aktivitas kolagenolitik. Degradasi kolagen tersebut terutama disebabkan oleh matriks
metaloproteinase (MMP). MMP merupakan suatu grup enzim yang dapat memecah
komponen-komponen matriks ektraseluler. Enzim tersebut diproduksi dalam selaput
ketuban. MMP-1 dan MMP-8 berperan pada pembelahan triple helix dari kolagen

6
fibril (tipe I dan III), dan selanjutnya didegradasi oleh MMP-2 dan MMP-9 yang juga
memecah kolagen tipe IV. Pada selaput ketuban juga diproduksi penghambat
metaloproteinase / tissue inhibitor metalloproteinase (TIMP). TIMP-1 menghambat
aktivitas MMP-1, MMP-8, MMP-9 dan TIMP-2 menghambat aktivitas MMP-2.
TIMP-3 dan TIMP-4 mempunyai aktivitas yang sama dengan TIMP-13.

Gambar 1. Gambar skematis dari struktur selaput ketuban saat aterm3.

Keutuhan dari selaput ketuban tetap terjaga selama masa kehamilan oleh
karena aktivitas MMP yang rendah dan konsentrasi TIMP yang relatif lebih tinggi.
Saat mendekati persalinan keseimbangan tersebut akan bergeser, yaitu didapatkan
kadar MMP yang meningkat dan penurunan yang tajam dari TIMP yang akan
menyebabkan terjadinya degradasi matriks ektraseluler selaput ketuban.
Ketidakseimbangan kedua enzim tersebut dapat menyebabkan degradasi patologis
pada selaput ketuban. Aktivitas kolagenase diketahui meningkat pada kehamilan
aterm dengan ketuban pecah dini. Sedangkan pada preterm didapatkan kadar protease
yang meningkat terutama MMP-9 serta kadar TIMP-1 yang rendah3.

7
Terjadinya gangguan nutrisi merupakan salah satu faktor predisposisi adanya
gangguan pada struktur kolagen yang diduga berperan dalam ketuban pecah dini.
Mikronutrien lain yang diketahui berhubungan dengan kejadian ketuban pecah dini
adalah asam askorbat yang berperan dalam pembentukan struktur triple helix dari
kolagen. Zat tersebut kadarnya didapatkan lebih rendah pada wanita dengan ketuban
pecah dini. Pada wanita perokok ditemukan kadar asam askorbat yang rendah.
a. Infeksi
Infeksi dapat menyebabkan ketuban pecah dini melalui beberapa
mekanisme. Beberapa flora vagina termasuk Streptokokus grup B,
Stafilokokus aureus, dan Trikomonas vaginalis mensekresi protease yang akan
menyebabkan terjadinya degradasi membran dan akhirnya melemahkan
selaput ketuban3.
Respon terhadap infeksi berupa reaksi inflamasi akan merangsang
produksi sitokin, MMP, dan prostaglandin oleh netrofil PMN dan makrofag.
Interleukin-1 dan tumor nekrosis faktor α yang diproduksi oleh monosit akan
meningkatkan aktivitas MMP-1 dan MMP-3 pada sel korion3. Infeksi bakteri
dan respon inflamasi juga merangsang produksi prostalglandin oleh selaput
ketuban yang diduga berhubungan dengan ketuban pecah dini preterm karena
menyebabkan iritabilitas uterus dan degradasi kolagen membran. Beberapa
jenis bakteri tertentu dapat menghasilkan fosfolipase A2 yang melepaskan
prekursor prostalglandin dari membran fosfolipid. Respon imunologis
terhadap infeksi juga menyebabkan produksi prostaglandin E2 oleh sel korion
akibat perangsangan sitokin yang diproduksi oleh monosit. Sitokin juga
terlibat dalam induksi enzim siklooksigenase II yang berfungsi mengubah
asam arakidonat menjadi prostalglandin. Sampai saat ini hubungan langsung
antara produksi prostalglandin dan ketuban pecah dini belum diketahui,
namun prostaglandin terutama E2 dan F2α telah dikenal sebagai mediator
dalam persalinan mamalia dan prostaglandin E2 diketahui mengganggu
sintesis kolagen pada selaput ketuban dan meningkatkan aktivitas dari MMP-1
dan MMP-33.

8
Indikasi terjadi infeksi pada ibu dapat ditelusuri metode skrining
klasik yaitu temperatur rektal ibu dimana dikatakan positif jika temperatur
rektal lebih 38°C, peningkatan denyut jantung ibu lebih dari 100x/menit,
peningkatan leukosit dan cairan vaginal berbau2.
b. Hormon
Progesteron dan estradiol menekan proses remodeling matriks
ekstraseluler pada jaringan reproduktif. Kedua hormon ini didapatkan
menurunkan konsentrasi MMP-1 dan MMP-3 serta meningkatkan konsentrasi
TIMP pada fibroblas serviks dari kelinci percobaan. Tingginya konsentrasi
progesteron akan menyebabkan penurunan produksi kolagenase pada babi
walaupun kadar yang lebih rendah dapat menstimulasi produksi kolagen. Ada
juga protein hormon relaxin yang berfungsi mengatur pembentukan jaringan
ikat diproduksi secara lokal oleh sel desidua dan plasenta. Hormon ini
mempunyai aktivitas yang berlawanan dengan efek inhibisi oleh progesteron
dan estradiol dengan meningkatkan aktivitas MMP-3 dan MMP-9 dalam
membran janin. Aktivitas hormon ini meningkat sebelum persalinan pada
selaput ketuban manusia saat aterm. Peran hormon-hormon tersebut dalam
patogenesis pecahnya selaput ketuban belum dapat sepenuhnya dijelaskan.
c. Kematian Sel Terprogram
Pada ketuban pecah dini aterm ditemukan sel-sel yang mengalami
kematian sel terpogram (apoptosis) di amnion dan korion terutama disekitar
robekan selaput ketuban. Pada korioamnionitis telihat sel yang mengalami
apoptosis melekat dengan granulosit, yang menunjukkan respon imunologis
mempercepat terjadinya kematian sel. Kematian sel yang terprogram ini
terjadi setelah proses degradasi matriks ekstraseluler dimulai, menunjukkan
bahwa apoptosis merupakan akibat dan bukan penyebab degradasi tersebut.
Namun mekanisme regulasi dari apoptosis ini belum diketahui dengan jelas3.
d. Peregangan Selaput Ketuban
Peregangan secara mekanis akan merangsang beberapa faktor di
selaput ketuban seperti prostaglandin E2 dan interleukin-8. Selain itu

9
peregangan juga merangsang aktivitas MMP-1 pada membran. Interleukin-8
yang diproduksi dari sel amnion dan korionik bersifat kemotaktik terhadap
neutrofil dan merangsang aktifitas kolegenase. Hal-hal tersebut akan
menyebabkan terganggunya keseimbangan proses sintesis dan degradasi
matriks ektraseluler yang akhirnya menyebabkan pecahnya selaput ketuban3.

Gambar 2. Diagram mekanisme multifaktorial penyebab ketuban pecah dini 3

2.5 Gejala Klinis


Pasien dengan ketuban pecah dini umumnya datang dengan keluhan keluarnya
cairan dalam jumlah cukup banyak secara mendadak dari vagina. Mungkin juga
merasakan ‘kebocoran’ cairan yang terus menerus atau kesan ‘basah’ di vagina atau
perineum. Pemeriksaan yang terbaik untuk diagnosis pasti adalah melalui observasi
langsung keluarnya cairan amnion dari lubang vagina.
Gejala klinis dan diagnosis dapat juga ditegakkan dari anamnesis dan
pemeriksaan fisik antara lain1,7,8:

10
a. Anamnesis:
 Kapan keluarnya cairan, warna dan baunya.
 Adakah partikel-partikel dalam cairan (lanugo dan verniks).
 Inspeksi: keluar cairan pervaginam.
 Inspekulo: bila fundus uteri ditekan atau bagian terendah digoyangkan,
keluar cairan dari osteum uteri internum (OUI).
b. Pemeriksaan dalam:
 Ada cairan dalam vagina.
 Selaput ketuban sudah pecah.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada ketuban pecah dini adalah saat
ketuban pecah ditentukan berdasarkan anamnesis diketahui pasti kapan ketuban
pecah. Bila anamnesis tidak dapat memastikan kapan ketuban pecah, maka saat
ketuban pecah adalah saat penderita masuk rumah sakit.
Bila berdasarkan anamnesis pasti bahwa ketuban sudah pecah > 12 jam, maka
dikamar bersalin dilakukan observasi selama dua jam. Bila setelah dua jam tidak ada
tanda-tanda inpartu dilakukan terminasi kehamilan7,9
2.6 Diagnosis
Mendiagnosa ketuban pecah dini dapat dengan berbagai cara. Pertama,
dengan melakukan anamnesis yang baik dan teliti kapan mulai keluar air, jumlahnya,
merembes atau tiba-tiba banyak, konsistensinya encer atau kental dan baunya.
Kemudian dengan melakukan pemeriksaan fisik, sebagai berikut2,7:
a.Semua wanita dengan keluhan keluar air pervaginam harus dilakukan
pemeriksaan inspekulo steril. Pemeriksaan serviks mungkin memperlihatkan
keluarnya cairan amnion dari lubang serviks.
b. Jika meragukan apakah cairan berasal dari lubang serviks atau cairan pada
forniks posterior vagina, dilakukan pemeriksaan pH dari cairan tersebut
(cairan amnion akan merubah lakmus menjadi berwarna biru karena bersifat
alkalis). Cairan vagina dalam keadaan normal bersifat asam. Perubahan pH
dapat terjadi akibat adanya cairan amnion, adanya infeksi bahkan setelah
mandi. Tes nitrazine kuning dapat menegaskan diagnosa dimana indikator pH

11
akan berubah berwarna hitam, walaupun urine dan semen dapat memberikan
hasil positif palsu.
c.Melihat cairan yang mengering di bawah mikroskop, cairan amnion akan
menunjukkan fern-like pattern (gambaran daun pakis), walaupun tes ini
sedikit rumit dan tidak dilakukan secara luas.
d. Batasi pemeriksaan dalam untuk mencegah ascending infection. Lakukan
vaginal swab tingkat tinggi. Jika curiga terjadi infeksi, periksa darah lengkap,
cRP, MSU dan kultur darah. Berikan antibiotika spektrum luas.
e.Pemeriksaan lebih lanjut seperti USG digunakan untuk melihat organ interna
dan fungsinya, juga menilai aliran darah uteroplasenta. USG yang
menunjukkan berkurangnya volume likuor pada keadaan ginjal bayi yang
normal, tanpa adanya IUGR sangat mengarah pada terjadinya ketuban pecah
dini, walaupun volume cairan yang normal tidak mengeksklusi diagnosis.
f. Pada masa yang akan datang, tes seperti cairan prolaktin atau alpha-fetoprotein,
dan penghitungan fibronektin bayi mungkin dapat menentukan dengan lebih
tepat adanya ketuban pecah dini.
2.7 Penatalaksanaan
Pertimbangan dalam penatalaksanaan KPD adalaha usia kehamilan, adanya
infeksi, dan komplikasi pada ibu dan janin, adanya tanda-tanda inpartu. Pada pasien
dengan KPD penatalaksanaan dibedakan antara kehamilan aterm dan kehamilan
preterm. Penatalaksanaan KPD berdasarkan prosedur tetap RSUP Sanglah adalah9:
a. KPD dengan kehamilan aterm
 Diberikan antibiotik profilaksis, ampisilin 4x500 mg selama 7 hari
 Dilakukan pemeriksaan admission test, bila hasilnya patologis dilakukan
terminasi kehamilan.
 Observasi temperatur rektal setiap 3 jam, bila ada kecenderungan
meningkat atau sama dengan 37,6 °C dilakukan terminasi segera.
 Bila temperatur rektal tidak meningkat, dilakukan observasi selama 12
jam. setelah 12 jam bila belum ada tanda-tanda inpartu dilakukan
terminasi.

12
 Batasi pemeriksaan dalam, dilakukan berdasarkan indikasi obstetrik.
 Bila dilakukan terminasi, lakukan evaluasi pelvic score (PS):
- Bila PS lebih atau sama dengan 5, dilakukan induksi dengan oksitosin
drip.
- Bila PS kurang dari 5, dilakukan pematangan serviks dengan
Misoprostol 50 ugr setiap 6 jam oral, maksimal 4 kali pemberian.
b. KPD dengan kehamilan preterm
 Penanganan dirawat di RS
 Diberikan antibiotika: Ampisilin 4x500 mg selama 7 hari
 Untuk merangsang maturasi paru diberikan cortikosteroid (untuk UK
dibawah 35 minggu) : deksametason 12 mg/hari
 Observasi di kamar bersalin
- Tirah baring selama 24 jam, selanjutnya dirawat di ruang obstetri
- Dilakukan observasi temperatur rektal tiap 3 jam, bila ada
kecenderungan terjadi peningkatan lebih atau sama dengan 37,6
derajat celcius segera lakukan terminasi
 Di ruang obstetri
- Temperatur rektal diperiksa tiap 6 jam
- Dikerjakan pemeriksaan laboratorium : leukosit dan laju endap darah
(LED) setiap 3 jam
 Tata cara perawatan konservatif
- Dilakukan sampai janin viabel
- Selama perawatan konservatif tidak dianjurkan melakukan
pemeriksaan dalam
- Dalam observasi selama 1 minggu dilakukan pemeriksaan USG untuk
menilai air ketuban :bila air ketubancukup kehamilan diteruskan, bila
air ketuban kurang dipertimbangkan untuk terminasi kehamilan

13
- Pada perawatan konservatif, pasien dipulangkan hari ke 7 dengan
saran sebagai berikut : tidak boleh koitus, tidak boleh manipulasi
vagina, segera kembali ke RS bila ada keluar air lagi
c. Terminasi kehamilan
 Induksi persalinan dengan drip oxytocin
 Seksio cecaria bilan prasyarat drip oxytocin tidak terpenuhi atau bila drip
oxytocin gagal
 Bila score pelvic jelek diberikan pematangan servik dengan misoprostol
50 mcg oral tiap 6 jam maksimal 4x pemberian
2.8 Komplikasi
KPD berpengaruh terhadap kehamilan dan persalinan. jarak antara pecahnya
ketuban dan permulaan persalinan disebut periode laten (lag period = LP). Makin
muda umur kehamilan makin memanjang LP-nya. KPD dapat menimbulkan
komplikasi yang bervariasi sesuai dengan usia kehamilan, baik terhadap janin
maupun terhadap ibu. Kurangnya pemahaman terhadap kontribusi dari komplikasi
yang mungkin timbul dengan peningkatan morbiditas dan mortalitas perinatal
bertanggung jawab terhadap kontroversi dalam penatalaksanaannya. 6:
a. Terhadap janin
Walaupun ibu belum menunjukkan gejala-gejala infeksi, tetapi janin sudah
terkena infeksi, karena infeksi intrauterin lebih dahulu terjadi (amnionitis,
vaskulitis) sebelum gejala pada ibu dirasakan. jadi akan meninggikan
morbiditas dan mortalitas perinatal. Beberapa komplikasi yang berhubungan
dengan KPD antara lain: Infeksi intrauterin, Tali pusat menumbung, Kelahiran
prematur, Amniotic Band Syndrome.
b. Terhadap ibu
Karena jalan telah terbuka, maka dapat terjadi infeksi intrapartal, apalagi bila
terlalu sering diperiksa dalam. Selain itu juga dapat dijumpai infeksi
puerpuralis (nifas), peritonitis, septikemia, dan dry-labor. Ibu akan merasa
lelah karena terbaring di tempat tidur, partus akan menjadi lam, maka suhu

14
badan naik, nadi cepat dan nampaklah gejala-gejala infeksi. hal-hal tersebut
dapat meninggikan angka kematian dan morbiditas pada ibu.

BAB 3
LAPORAN KASUS

3.1 IDENTITAS
Nama : NMR
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 37 tahun
Status : Menikah
Agama : Hindu
Suku/Bangsa : Bali/Indonesia
Pendidikan : Tamat SMA
Alamat : DS Bila
Nama Suami : GS
Pekerjaan Suami : Petani
MRS : 21 November 2017 pkl. 09.00 WITA

3.2 ANAMNESA :
Keluhan Utama
Keluar air pervaginam
Riwayat Penyakit Sekarang
Penderita datang ke VK RSU Kertha Usada dengan keluhan keluar air per
vaginam sejak pukul 20.00 WITA (20 November 2017), tanpa disertai sakit perut
hilang timbul. Gerak anak dirasakan masih baik. Riwayat demam disangkal.
Riwayat Menstruasi
 Menarche : 14 tahun

15
 Siklus teratur setiap 28 hari, lamanya 3-4 hari tiap kali mentruasi.
 Hari pertama haid terakhir : 6 Februari 2017
 Taksiran persalinan : 13 November 2017
Riwayat Perkawinan
Penderita menikah satu kali dengan suami sekarang selama 12 tahun
Riwayat Kehamilan
1. Laki-laki / 12 tahun/ spt B/ bidan
2. Perempuan/ 8 tahun/ spt B/ bidan
3. Hamil ini
Riwayat Antenatal Care (ANC)
Di bidan ~ teratur > 5x
Sp.OG ~ 2x
USG (+) ~ 2x Normal
Riwayat Pemakaian KB
Penderita menggukan KB suntik dan obat namun lupa kapan terakhir
memakai.
Riwayat Penyakit Terdahulu
Penderita menyangkal memiliki riwayat penyakit asma, jantung, diabetes
mellitus, dan tekanan darah tinggi.
Riwayat Penyakit Keluarga
Penderita menyangkal memiliki keluarga dengan riwayat penyakit asma,
jantung, diabetes mellitus, dan tekanan darah tinggi.
Riwayat Alergi
Pasien menyangkal memiliki alergi terhadap obat maupun makanan tertentu.

3.3 PEMERIKSAAN FISIK


STATUS PRESENT
Berat badan : 66 kg
Tinggi badan : 158 cm
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan darah : 120/70mmhg

16
Nadi : 72 x/mnt
Respirasi : 20 x/mnt
Temperatur axilla : 36,5 ºC
STATUS GENERAL
Mata : anemia -/-, ikt -/-
THT : terdapat benjolan di bagian leher anterior ukuran 5x3 cm,
konsistensi padat, batas tegas, bergerak saat menelan, tidak ada nyeri.
THT : Cor : S1S2 tunggal reguler murmur (-)
Pulmo : ves +/+, Rh -/-, wh -/-
Mammae : hiperpigmentasi areola mammae, mammae tampak tegang
Abdomen : sesuai status obstetric
Extremitas : edema (-) hangat (+)

STATUS OBSTETRI
Pemeriksaan luar
Inspeksi
 Tampak hiperpigmentasi pada areola mamae
 Tampak perut membesar tanpa striae gravidarum (livide dan
striae albicantus)
 Tidak tampak bekas luka SC
 Tidak tampak tanda-tanda inflamasi
Palpasi
 Pemeriksaan Leopold
I. Tinggi fundus uteri 2 jari dibawah procesus Xiphoideus (32 cm)
Teraba bagian bulat dan lunak (kesan bokong)
II. Teraba tahanan keras di kanan (kesan punggung) dan bagian kecil
di kiri
III. Teraba bagian bulat, keras (kesan kepala)
IV. Bagian bawah belum masuk pintu atas panggul
 His (-)

17
Auskultasi
 DJJ +, punctum maksimum pada abdomen bawah bagian kanan,
frekuensi 140x/menit

Pemeriksaan dalam
VT : v/v normal
Pembukaan servik 1 jari, eff 25%, lunak, medial, ketuban (-) jernih
Teraba kepala, denominator belum jelas, penurunan Hodge I
Tidak teraba bagian kecil atau tali pusat
Test lakmus (+)
3.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG
3.5 DIAGNOSIS
G3P2002, 38-39 mg, Tunggal/ Hidup + KPD >12 jam + Letak Oblique
3.6 PENATALAKSANAAN
Pdx : AT, DL, BT, CT, urinalisis
Ptx : Sectio Caesaria
Ampicillin 2x1gr i.v.
Mx : Kelola sesuai KPD aterm
Observasi vital sign
Observasi HIS, DJJ dan periksa dalam setiap 4 jam
KIE : Pasien dan keluarga tentang keadaan janin dan rencana tindakan

Laporan Operasi (12.00 Wita)


Langkah awal lakukan disinfeksi bagian abdominal sampai ke paha dengan
iodin, kemudian pasang duk steril. Insisi pfanenstiel petal sampai dengan menembus
peritoneum. Saat uterus sudah diinsisi dan terbuka, lahir kepala dan keseluruhan bayi.
Pukul 12.31 lahir bayi perempuan dengan berat badan lahir 3700 gram dengan Apgar
Score 8-9. Setelah lahir bayi dilanjutkan melahirkan plasenta dengan lengkap.
Evaluasi pendarahan aktif, setelah dirasa tidak ada tutup semua lapisan uterus dengan

18
jahitan jelujur. Lakukan evaluasi terhadap kontraksi uterus dan adanya pendarahan
aktif, jika tidak ada, cuci cavum abdomen dengan NaCl fisiologis dan tutup cavum
abdomen dengan menjahit peritoneal dan fascia dengan jahitan jelujur, dan jahitan
subkutis pada lapisan kulit. Operasi selesai dan dilanjutkan observasi post operasi.
Tabel observasi post operasi
Pukul TD N RR Suhu TFU kontra Penda- Keterangan
ksi rahan
13.30 114/57 74 20 36,5 Setinggi pst + - DC 150cc
13.45 116/67 78 20 Setinggi pst + -
14.00 118/60 82 20 Setinggi pst + -
14.15 116/67 80 20 Setinggi pst + -
14.45 110/60 80 20 37,3 Setinggi pst + - DC 50cc
15.15 110/60 80 20 37,1 Setinggi pst + -

17.00 Laporan Post Operasi


S : Telah dilakukan Operasi SC + MOW
O : abdomen : TFU 2 jr bpst
Vagina : pendarahan aktif (-)
A : P3003 post SC + KPD >12 jam
P : Cek FT4, TSH, UL
IVFD RL fl + 20unit i.v oxytocin 30tpm
Ceftriaxone 2x1gr i.v. dan Puasa 6 jam

Pasien pindah ruangan pk 17.30


Follow Up
Tgl 21 November 2017 (09.00)
S : keluhan nyeri luka jahit (+), ASI (+), BAK (+)
O : Status Present:
T : 110/70 mmHg RR : 20 X/menit
Nadi : 80 x/menit Tax: 36 0 C
DC : 150cc
Status general:
Mata: an-/-

19
Thorax: Cor : S1S2 tunggal, regular, murmur (-)
Pulmo : vesikuler (+)/(+), rhonki (-)/(-), wheezing (-)/(-)
Colostrum (+)/(+)
Abdomen: tinggi fundus uteri 2 jari di bawah pusat, kontraksi baik.
Vagina : lochia rubra (+)
Ass : P3003 post SC hari 0 o/k KPD >12jam + letak Oblique
Terapi : Ampicillin 3 x 1 gr, Paracetamol 3 x 500 mg, Vit C 3 x 1, Tramadol 3 x 1
Mx : keluhan, vital sign, perdarahan, tinggi fundus uteri, kontraksi uterus
KIE : Mobilisasi dini
ASI Eksklusif
Tgl 22 November 2017 (09.00)
S : mengeluh kaki kesemutan
O : Tekanan darah : 110/70 mmHg Respirasi : 20 x/menit
Nadi : 82 x/menit Temp. Aksila : 36,60 C
Status general:
Mata : an-/- ikt -/-
THT : terdapat benjolan di bagian leher anterior ukuran 5x3 cm, konsistensi
padat, batas tegas, bergerak saat menelan, tidak ada nyeri.
Thorax: Cor : S1S2 tunggal, regular, murmur (-)
Pulmo : vesikuler (+)/(+), rhonki (-)/(-), wheezing (-)/(-)
Abdomen: tinggi fundus uteri 2 jari di bawah pusat, kontraksi baik.
Vagina : lochia rubra (+)
Ass : P3003 post SC hari 1 o/k KPD >12jam + Letak Oblique
Terapi : t/h lanjut
Mx : -
KIE : Mobilisasi dini
ASI Eksklusif
KIE kebersihan diri
Tgl 23 November 2017 (09.00)
S : nyeri luka operasi (+) flatus (-) BAB (-) mobilisasi (+) BAK (+)

20
O : St Present
Tekanan darah : 110/70 mmHg Respirasi : 20 x/menit
Nadi : 82 x/menit Temp. Aksila : 36,60 C
Status general:
Mata : an-/- ikt -/-
THT : terdapat benjolan di bagian leher anterior ukuran 5x3 cm, konsistensi
padat, batas tegas, bergerak saat menelan, tidak ada nyeri.
Thorax Cor : S1S2 tunggal, regular, murmur (-)
Pulmo : vesikuler (+)/(+), rhonki (-)/(-), wheezing (-)/(-)
Abdomen: tinggi fundus uteri 2 jari di bawah pusat, kontraksi baik.
Vagina : lochia rubra (+)
Ass : P3003 post SC hari 2 o/k KPD >12jam + Letak Oblique
Planning tx : IVFD RL 20tpm
Paracetamol 3 x 500 mg
Cefadroxil 3 x 500 mg

21
BAB IV
PEMBAHASAN

Masalah yang dibahas pada kasus ini adalah:


1. masalah diagnosis
2. masalah etiologi
3. masalah penatalaksanaan
4. masalah prognosis
4.1 Masalah Diagnosis
Diagnosis ketuban pecah dini ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang. Pasien mengatakan ini adalah kehamilan ketiga dan
tidak terdapat riwayat keguguran. Dari anamnesis didapatkan tanda tidak pasti
kehamilan berupa amenorea dan tanda pasti kehamilan, yakni terasa gerakan janin di
dalam perut (quickening). Pasien mengatakan menstruasi terakhir yakni tanggal 6
Februari 2017. Pada pemeriksaan fisik didapatkan tanda tidak pasti kehamilan berupa
hiperpigmentasi areola mamae, pembesaran payudara, striae gravidarum pada
abdomen, dan pembesaran abdomen, serta ditemukan tanda pasti kehamilan berupa
terabanya bagian-bagian janin melalui palpasi (pemeriksaan leopold) dan pada
auskultasi terdengar denyut jantung janin di regio kanan bawah umbilicus
(140x/menit).
Pada anamnesis didapatkan pasien mengeluh keluar air pervaginam sejak 12
jam sebelum masuk rumah sakit pukul 20.00 (20 November 2017). Pasien
mengatakan keluar cairan yang merembes dari kemaluan yang keluar secara tiba-tiba,
tanpa dapat ditahan pasien, Volume cairan yang keluar sedikit, cairan berwarna jernih
dan tidak berbau. Keluhan nyeri perut hilang timbul dan keluar lendir bercampur

22
darah dari kemaluan disangkal. Hal ini sesuai dengan gejala dari KPD dimana terjadi
perembesan cairan ketuban dari kemaluan tanpa diikuti tanda-tanda persalinan.
Pada pemeriksaan fisik inspeksi didapatkan pengeluaran dari vagina berupa air
ketuban. Dari pemeriksaan palpasi didapatkan tidak terdapat adanya his. Pada
pemeriksaan inspekulo didapatkan tampak keluar cairan dari OUE. Pada pemeriksaan
dalam vaginal toucher didapatkan hasil permbukaan 2 cm dan selaput ketuban sudah
tidak dapat teraba disertai keluar cairan jernih. Hal ini sesuai dengan tanda KPD
dimana selaput ketuban sudah robek dan menyebabkan perembesan cairan dari OUE.
Cairan yang keluar biasanya berwarna jernih dan sering berisi partikel – partikel
vernix caseosa dan terjadi tanpa diikuti adanya tanda persalinan (his (-) dan
pembukaan serviks 2 cm).
Pada pemeriksaan penunjang tes lakmus didapatkan hasil positif dimana lakmus
merah berubah menjadi biru saat direndam dengan cairan yang keluar dari OUE. Hal
ini berarti bahwa cairan tersebut bersifat basa yang sesuai dengan karakteristik cairan
ketuban. Cairan ketuban dapat dibedakan sekret vagina yang produksinya meningkat
menjelang persalinan melalui tes lakmus. Sekret vagina bersifat asam (pH 4,5)
sedangkan cairan ketuban bersifat basa (pHnya sekitar 7,1 - 7,3) sehingga apabila
cairan ketuban diteteskan pada kertas lakmus merah akan terjadi perubahan warna
menjadi biru karena sifat basanya.
Pemeriksaan mikroskopik tidak dikerjakan karena pada kasus ini cukup spesifik
dan data yang diperoleh dari anamnesis maupun pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang tes lakmus telah dapat mendukung diagnosis Ketuban Pecah Dini. Selain
itu pemeriksaan mikroskopik bukan merupakan pemeriksaan yang rutin dilakukan.
Pasien berumur lebih dari 37 tahun, berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,
dan pemeriksaan penunjang tersebut diatas, maka pasien ini didiagnosis dengan
G3P2002, 38-39 mg, tunggal/hidup + KPD >12 jam.
4.2 Masalah Etiologi
Pada pasien ini faktor predisposisi yang mungkin turut berperan terhadap
terjadinya KPD adalah paparan terhadap asap rokok, dan umur serta paritas. Untuk
paparan asap rokok, didapatkan dari suami pasien yang merupakan perokok aktif,

23
dimana hal ini membuat pasien sering terpapar oleh asap rokok. Kandungan tar dalam
asap rokok yang akan merusak komponen molekul utama dari sel tubuh dan dapat
menggangu integritas sel, berkurangnya elastisitas membran, termasuk selaput
ketuban rentan mengalami rupture
Selain paparan asap rokok, faktor resiko lain yang mungkin berperan pada
pasien ini adalah umur pasien diatas 35 tahun dan multiparitas. Dimana semakin
tinggi paritas ibu akan makin mudah terjadi infeksi cairan amnion akibat rusaknya
struktur serviks akibat persalinan sebelumnya.
Pada pasien ini, tidak didapatkan adanya keluhan nyeri kencing ataupun panas
badan, namun pada pasien ini tetap diusulkan pemeriksaan penunjang berupa urine
analisa. Urine analisa akan digunakan untuk mengetahui apakah terdapat bakteriuria
pada pasien, dimana berdasarkan penelitian didapatkan bahwa bakteriuria dapat
meningkatkan resiko terjadinya ketuban pecah dini.
Predisposisi overdistensi uterus juga dapat disingkirkan karena tinggi fundus
uteri pasien ini adalah 31 cm, dimana berdasarkan rumus Johnson-Tausack {(TFU-
11)x155}, didapatkan perkiraan berat bayi adalah 3100 gram. Hal ini tidak sesuai
dengan teori yang menyatakan bahwa berat badan bayi saat lahir lebih dari 4000 gram
dikatakan macrosomia.
Mendekati akhir masa kehamilan terjadi penurunan kadar progesteron dan
esterogen yang berfungsi untuk menjaga ketenangan rahim,selain itu terjadi
peningkatan kadar prostaglandin yang menyebabkan terjadinya kontraksi rahim.
Adanya kontraksi uterus dan peregangan berulang ini akan meningkatkan resiko
pecahnya ketuban.
4.3 Masalah Penatalaksanaan
Pada saat pemeriksaan, pasien didiagnosis dengan G3P2002, 38-39 mg,
Tunggal/ Hidup + KPD >12 jam. Berdasarkan diagnosis tersebut, pasien ini diusulkan
untuk mendapatkan terapi berupa sectio caesaria. Hal ini juga telah sesuai dengan
teori, maupun protap yang digunakan di rumah sakit Sanglah. Dimana pada awal
pengambilan keputusan manajemen, pasien dibedakan usia kehamilannya telah
memasuki cukup bulan atau kurang bulan. Dimana pada kehamilan aterm, pilihan

24
terapi yang diberikan adalah terminasi. Jika pecah ketuban < 12 jam maka pasien
akan diobservasi terlebih dahulu, untuk melihat bagaimana perkembangan kemajuan
persalinannya. Jika pecah ketuban > 12 jam, maka harus dilakukan terminasi segera,
baik per vaginam tanpa induksi, per vaginam dengan induksi, dan per abdominal.
Pada kasus ini pasien termasuk kedalam >12 jam sehingga segera dilakukan terminasi
kehamilan dengan menggunakan persalinan perabdominal.
4.4 Masalah Prognosis
Prognosis pada pasien KPD adalah dubia ad bonam dengan
mempertimbangkan kondisi pasien saat datang, dimana tidak didapatkan adanya
tanda – tanda infeksi seperti demam, peningkatan suhu rectal, dan juga peningkatan
sel darah putih maupun tanda – tanda infeksi lainnya. Kemudian pada pasien ini juga
diberikan penangan segera, yakni sectio caesaria cito. Dimana sectio caesaria cito ini
akan mengurangi kemungkinan komplikasi yang akan terjadi, baik pada ibu maupun
pada janin. Selain itu pada saat perawatan post partum, penting juga untuk memantau
kondisi ibu, dan juga bayi. Untuk memonitoring apakah adanya tanda – tanda infeksi.
Selama monitoring post pasrtum, pada kasus ini tidak didapatkan keluhan – keluhan
yang menunjukkan adanya infeksi.
Pada kasus ini tidak terdapat komplikasi pada bayi. Bayi lahir vigorous
dengan AS 8-9, pada pemeriksaan fisik didapatkan hasil normal dimana N =
120x/menit, RR = 40x/menit, dan Tax = 36oC, dengan BBL = 3700gram.
Setelah ibu melahirkan ibu diberikan penjelasan untuk kontrol poliklinik setelah 7
hari persalinan. Jika ada tanda-tanda infeksi seperti panas, cairan vagina berbau atau
terjadi pendarahan maka ibu diharuskan datang ke UGD RSU Kertha Usada atau
tempat pelayanan kesehatan lain secepatnya.

25
BAB V
RINGKASAN

Pasien NMR, 37 tahun, datang dengan keluhan keluar air pervaginam sejak
dua belas jam sebelum masuk rumah sakit, tanpa disertai sakit perut. Dari anamnesis
didapatkan ini merupakan kehamilan ketiga dengan usia kehamilan 38-39 minggu,
keadaan janin baik, tunggal hidup, aterm. Dari pemeriksaan lakmus test (+). Pasien
didiagnosis dengan G3P2002, 38-39 mg, tunggal/hidup + KPD >12 jam.
Melihat kesejahteraan janin terganggu dan usia ibu mencapai 40 tahun,
pengelolaan dilakukan dengan seksio caesaria cito untuk mengurangi komplikasi
pada ibu dan janin. Pada pukul 12.30 lahir bayi perempuan dengan berat badan lahir
3700 gram.
Faktor predisposisi yang turut berperan terhadap terjadinya KPD pada kasus
ini adalah paparan terhadap asap rokok, dan umur serta paritas pasien. Pada follow up
diketahui keadaan pasien membaik sehingga pasien dipulangkan pada hari kedua post
sectio caesaria. Saat pasien pulang diberikan KIE untuk kontrol poli pada hari ke 7
atau bila ada keluhan berupa pendarahan yang banyak, pusing dan lemas tanpa
aktivitas berlebih. Pasien juga diberikan mengenai pembeian ASI ekslusif dan KB.

26
DAFTAR PUSTAKA

1. Anonim, Ketuban Pecah Dini. In: Prosedur Tetap Bagian/SMF Obstetri dan
Ginekologi FK Unud/RS Sanglah Denpasar. Bagian/SMF Obstetri dan
Ginekologi FK Unud/RS Sanglah. Denpasar. 2004. p:8-10
2. Suwiyoga IK, Budayasa AA, Soetjiningsih. Peranan Faktor Risiko Ketuban Pecah
Dini terhadap Insidens Sepsis Neonatorum Dini pada Kehamilan Aterm. Cermin
Dunia Kedokteran, No 151. 2006. p: 14-17
3. Garite TJ, Prematur Rupture of the Membrans. In: Maternal-Fetal Medicine
Principle and Practice. Fifth edition. Editors: Creasy RK, Resnik R, Iams JD;
W.B. Saunders Company Ltd. USA. 2004. p: 723-37.
4. Goepfert AR, Preterm Delivery. In: Obstetrics and Gynecology Principle for
Practice. Editors: Ling FW, Duff P; McGraw Hill Medical Publishing Division,
USA. 2001. p: 357-67.
5. Svigos JM, Robinson JS, Vigneswaran R; Prematur Rupture of the Membrans. In:
High Risk Pregnancy Management Options. Editors: James DK, Steer PJ, Weiner
CP, Gonik B; W.B. Saunders Company Ltd. London. 1994. p: 163-70.
6. Kovavisarach E, Sermsak P; Risk factors related to prematur rupture of the
membrans in term pregnant women: a case-control study. The Australian and New
Zealand Journal of Obstetrics and Gynecology. Vol 40, no 1, February 2000.
Editor: Brennecke S. The Royal Australian and New Zealand College of
Obstetricians and Gynecologist. 2000. p: 30-32.
7. Steer P, Flint C. ABC of labour care Preterm labour and prematur rupture of
membrans. BMJ volume 318, April 1999. http://www.bmj.com
8. Parry S, F.Strauss III J. Review Article Mechanism of Disease: Prematur rupture
of the fetal membrans. Editor: Epstein FH. The England Journal of Medicine.
Massachusetts Medical Society. March 5 1998. p:1-20. http://www.nejm.org
Yale Medical Group The Physicians of Yale University. Prematur Rupture of
Membrans (PROM) / Preterm Prematur Rupture of Membrans (PPROM).

27

Anda mungkin juga menyukai