kehidupan sehari-hari.
ABDUL JALAL
HAL-HAL YANG DIMAKRUHKAN KETIKA BERWUDHU
Selain memiliki rukun dan kesunahan, ada beberapa hal yang dimakruhkan ketika berwudhu.
Musthafa Al-Khin dan Musthafa Al-Bugha menjelaskan secara rinci tujuh hal yang
dimakruhkan dalam wudhu dalam karyanya yang berjudul Fiqhul Manhaji ala Madzhabil
Imamis Syafi’i sebagaimana berikut:
Pertama, boros dalam menggunakan air atau terlalu sedikit menggunakan air. Hal tersebut
dimakruhkan karena bertentangan dengan sunah.
Artinya, “Janganlah kalian berperilaku boros karena sungguh Allah tidak menyukai orang-
orang yang boros.”
Kedua, mendahulukan basuhan tangan kiri daripada tangan kanan, atau mendahulukan
membasuh kaki kiri daripada kaki kanan. Hal ini dimakruhkan karena bertentangan dengan
perilaku yang dipraktikkan oleh Nabi Muhammad SAW tentang kesunnahan tayamun
(mendahulukan anggota kanan).
Ketiga, mengusap anggota wudhu dengan handuk kecuali karena ada udzur, misalkan karena
kedinginan sehingga ketika air wudhu dibiarkan saja mengalir di anggota wudhu akan
menjadikan kita menggigil dan sakit.
Sebagaimana ketika diberikan handuk, Rasulullah SAW tidak mau memakainya, (HR Muslim).
Keempat, memukul wajah dengan air, karena hal tersebut dapat menghilangkan kemuliaan
wajah.
Kelima, menambah jumlah basuhan lebih dari tiga kali dengan yakin (yakni bukan karena ragu
telah membasuh sebanyak tiga kali atau tidak), atau sebaliknya, malah mengurangi dengan
yakin.
Karena Rasulullah SAW pernah bersabda setelah berwudhu sebanyak tiga kali-tiga kali:
هكذا الوضوء فمن زاد علي هذا أو نقص فقد أساء وظلم
Artinya, “Beginilah cara berwudhu, barangsiapa yang menambah atau mengurangi (jumlah
tiga kali setiap basuhan) maka dia telah berbuat buruk dan zhalim,” (HR Abu Dawud).
Menguatkan hadits di atas, Imam An-Nawawi dalam Majmu’-nya mengatakan bahwa hadits
tersebut shahih. Ia juga mengatakan bahwa siapa yang melanggar hadits tersebut, berarti ia
telah melanggar sunah.
لنه قد خالف السنة التي سنها النبي صلي ا عليه، فقد أساء وظلم،ومعناه أن من اعتقد أن سنة أكثر من ثلثا أو أقل منها
وسلم
Artinya, “Makna hadits tersebut bahwa barangsiapa yang berkeyakinan bahwa sunah adalah
membasuh atau mengusap lebih dari tiga kali atau lebih sedikit, maka ia telah berbuat buruk
dan zhalim karena ia telah melanggar sunah yang telah diajarkan Nabi Muhammad SAW.”
Keenam, meminta tolong orang lain untuk membasuhkan anggota badan kita tanpa uzur
(misalnya karena sakit dan lain sebagainya), karena hal ini merupakan salah satu bentuk
takabbur (kesombongan) yang dapat menghilangkan kesan peribadatan.
Ketujuh, terlalu banyak atau berlebih dalam berkumur atau menyerap air ke dalam hidung
bagi orang yang berpuasa. Hal ini ditakutkan air masuk kedalam rongga tenggorokan dan
membatalkan puasanya.
Artinya, “Berlebih-lebihlah dalam istinsyaq (menyerap air ke dalam hidung) kecuali ketika
kalian sedang berpuasa.”
Selain tujuh hal di atas, Syekh Abdullah bin Abdurrahman Bafadhl Al-Hadhrami (wafat 918 H)
dalam kitabnya yang berjudul Al-Muqaddimah Al-Hadhramiyyah juga memakruhkan
menyela-nyelati jenggot yang tebal bagi orang yang sedang ihram, karena dikhawatirkan ada
jenggot yang rontok setelah disela-selati.
Namun hal ini dibantah oleh Ibnu Hajar Al-Haitami (wafat 974 H) dalam Al-Minhajul Qawim
yang merupakan syarah dari kitab Al-Muqaddimah Al-Hadhramiyyah.
ويكره ترك تخليل اللحية الكثة لغير المحرم "وتخليل اللحية الكثة للمحرم" لئل يتساقط منها شعر وهذا ضعيف والمعتمد أنه
يسن تخليلها حتى للمحرم لكن برفق
Artinya, “Hukumnya makruh jika tidak menyela-nyelati jenggot yang tebal bagi orang yang
tidak berihram, juga dimakruhkan menyela-nyelati jenggot yang tebal bagi orang yang sedang
ihram agar bulu jenggot tersebut tidak rontok. Tetapi pendapat ini lemah. Pendapat yang
benar adalah tetap disunahkan menyela-nyelati jenggot bahkan bagi orang yang ihram, tetapi
sebaiknya dilakukan dengan pelan-pelan.”
Namun hal ini dibantah oleh Ibnu Hajar Al-Haitami (wafat 974 H) dalam Al-Minhajul Qawim
yang merupakan syarah dari kitab Al-Muqaddimah Al-Hadhramiyyah.
ويكره ترك تخليل اللحية الكثة لغير المحرم "وتخليل اللحية الكثة للمحرم" لئل يتساقط منها شعر
وهذا ضعيف والمعتمد أنه يسن تخليلها حتى للمحرم لكن برفق
Artinya, “Hukumnya makruh jika tidak menyela-nyelati jenggot yang tebal bagi orang yang
tidak berihram, juga dimakruhkan menyela-nyelati jenggot yang tebal bagi orang yang sedang
ihram agar bulu jenggot tersebut tidak rontok. Tetapi pendapat ini lemah. Pendapat yang
benar adalah tetap disunahkan menyela-nyelati jenggot bahkan bagi orang yang ihram, tetapi
sebaiknya dilakukan dengan pelan-pelan.”
Hal-hal di atas memang merupakan hal yang makruh saja, yakni walaupun dikerjakan tidak
membatalkan wudhu kita. Tetapi, akan lebih baik jika hal-hal yang dimakruhkan sebagaimana
yang telah disebutkan di atas dijauhi dan dihindari agar wudhu kita mencapai kesempurnaan.
HAL-HAL YANG DIMAKRUHKAN DALAM SHALAT
TULISAN ARAB
Ketika shalat dimakruhkan memalingkan muka tanpa hajat , ada juga pendapat yang
mengatakan haram, bahkan terpilih (pendapat yang haram ini) berdasarkan hadist shohih,
“Allah selalu menghadap kepada hamba-Nya saat ia sholat, yakni dengan rahmat dan ridho-
Nya selama ia tak berpaling, apabila ia berpaling maka Allah akan berpaling juga dari-Nya.”
Sabda Nabi Muhammad SAW, atas pertanyaan Siti Aisyah R.A tentang hal berpaling ketika
shalat:
TULISAN ARAB
TULISAN ARAB
Tidak makruh menoleh apabila ada hajat, demikian juga melirikan mata. (Sebagaimana waktu
Nabi SAW ketika dalam perjalanan, beliau mengutus seorang prajurit berkuda di sebuah jalan
di bawah bukit untuk menjaga, lalu beliau shalat dan ketika shalat itu beliau menoleh ke arah
jalan. Ali bin Syaibani menceritakan bahwa ia pernah menghadap Nabi SAW, lalu shalat
bersama beliau, tiba-tiba beliau menoleh dengan ujung matanya kepada seorang laki-laki
yang menegakan tulang punggungnya dalam rukuk dan sujudnya, lalu Nabi SAW bersabda;
“Tidak berarti sholat orang yang tidak menegakkan tulang punggungnya” (Riwayat Ibnu
Hibban).
TULISAN ARAB
Makruh melihat ke langit (menengadah) dan melihat setiap perkara yang dapat
membimbangkan shalat, misalnya pakaian yang bercorak, berdasarkan hadist Bukhori,
“Bagaimanakah perbuatan suatu kaum yang matanya memandang ke langit ketika shalat?”
Dalam hal ini Nabi SAW mengeluarkan kata-kata tegas. Beliau bersabda, “Mereka harus
menyudahi perbuatan itu, atau matanya akan disambar”, (Adapun melihat ke atas ketika
berdo’a, diperbolehkan, sebab langit itu adalah kiblatnya do’a, seperti halnya Ka’bah ,
kiblatnya shalat. Demikian syarah Bukhori menjelaskan).
TULISAN ARAB
TULISAN ARAB
Makruh meludah ketika shalat, demikian pula meludah ke depan di luar shalat, walaupun
meludah di luar shalat tidak menghadap kiblat, sebagaimana yang dimutlakan oleh Imam
Nawawi.
TULISAN ARAB
Makruh meludah ke sebelah kanan, tetapi tidak makruh ke sebelah kiri (sekalipun ketika
shalat), Berdasarkan hadist riwayat Syaikhain, “Apabila seseorang di antara kamu shalat,
sesungguhnya ia sedang munajat kepada Rabbnya Azza Wa Jalla. Maka janganlah meludah ke
bagian depan dan kanannya, melainkan (diperbolehkan) meludah ke kiri, ke bawah telapak
kakinya yang kiri atau pada pakaiannya yang sebelah kiri, itu tidak baik.”
TULISAN ARAB
Syaikhuna berkata: “Agar lebih menghormati malaikat yang sebelah kanan daripada yang
sebelah kirinya, maka boleh meludah ke sebelah kanannya. Apabila tidak mungkin,
tundukanlah kepala dan jangan meludah ke sebelah kanan maupun kiri (melainkan ke telapak
kakinya atau sapu tangannya).
TULISAN ARAB
Nyatanya haram meludah di masjid, kalau bentuknya tetap (tidak lekas hancur atau lama
mengeringnya). Sebaliknya, tidak haram kalau langsung hancur, misalnya dalam air bekas
berkumur, sebagiannya memercik ke sebagaian masjid, bukan sekedar udaranya. Apapun
orang yang beranggapan bahwa haram meludah, bukan sekedar udaranya. Adapun orang
yang beranggapan bahwa haram meludah di masjid sekalipun hanya uapnya, sedangkan
ludahnya sedikitpun tidak jatuh, pendapat itu jatuh kurang kuat dan tidak dapat dijadikan
pegangan.
MAKRUH MEROKOK
Dalam bahasa Arab, rokok disebut dukhan ()الدخان, tabagh ()التبغ, tambak ()التمباك, natan ()التتن, sijarah (
)سيجارة. Sedangkan perbuatan merokok itu disebut dengan tadkhin ( )التدخينyang berasal dari fi'il
tsulasi mazid ruba'i dakhkhana yudakhkhinu tadkhinan () دخن يدخن تدخينا. Penghisap rokok atau
perokok disebut dengan mudakhkhin ()المدخن
Pada dasarnya tidak ada pembahasan eksplisit di dalam Al-Quran dan hadits tentang status rokok
dan merokok. Dalil-dalil nash yang dipakai cenderung tidak persis dan eksplisit mengarah pada
rokok. Oleh karena itu, tidak heran kalau ulama klasik dan kontemporer berselisih (ikhtilaf) pendapat
tentang halal dan haramnya. Inti dari pendapat ulama tentang rokok terbagi dua: pertama, haram
secara mutlak. Kedua, mubah (boleh) atau makruh (tidak dianjurkan tapi tidak haram). Tapi bisa
berubah menjadi haram dalam kasus khusus seperti pada orang yang kalau merokok akan
menyebabkan penyakitnya tambah parah.
- Kaidah fiqih ( الصل فى الشياء الباحةsegala sesuatu pada asalnya adalah mubah
Abdur Rahman ibn Muhammad ibn Husain ibn 'Umar Ba'alawiy di dalam Bughyatul Mustarsyidin
(hal.260) menyatakan:
والذي يظهر أنه....... ،لم يرد في التنباك حديثا عنه ول أثر عن أحد من السلف
كما يحرم العسل،إن عرض له ما يحرمه بالنسبة لمن يضره في عقله أو بدنه فحرام
كما، وقد يعرض له ما يبيحه بل يصيره مسنوناا،على المحرور والطين لمن يضره
،إذا استعمل للتداوي بقول ثقة أو تجربة نفسه بأنه دواء للعلة التي شرب لها
، وحيثا خل عن تلك العوارض فهو مكروه،كالتداوي بالنجاسة غير صرف الخمر
إذ الخلف القوي في الحرمة يفيد الكراهة
Artinya: Tidak ada hadits mengenai tembakau dan tidak ada atsar (ucapan dan tindakan) dari
seorang pun di antara para shahabat Nabi SAW. … Jelasnya, jika terdapat unsur-unsur yang
membawa mudarat bagi seseorang pada akal atau badannya, maka hukumnya adalah haram
sebagaimana madu itu haram bagi orang yang sedang sakit demam, dan lumpur itu haram bila
membawa mudarat bagi seseorang. Namun kadangkala terdapat unsur-unsur yang mubah tetapi
berubah menjadi sunnah sebagaimana bila sesuatu yang mubah itu dimaksudkan untuk pengobatan
berdasarkan keterangan terpercaya atau pengalaman dirinya bahwa sesuatu itu dapat menjadi obat
untuk penyakit yang diderita sebagaimana berobat dengan benda najis selain khamr. Sekiranya
terbebas dari unsur-unsur haram dan mubah, maka hukumnya makruh karena bila terdapat unsur-
unsur yang bertolak belakang dengan unsur-unsur haram itu dapat difahami makruh hukumnya.
فحكم بعضهم بحله نظرا إلى أنه ليس مسكرا ول من شأنه أن يسكر..... إن التبغ
والصل في مثله أن يكون حلل ولكن,ونظرا إلى أنه ليس ضارا لكل من يتناوله
وحكم بعض أخر بحرمته.... .تطرأ فيه الحرمة بالنسبة فقط لمن يضره ويتأثر به
أوكراهته نظرا إلى ما عرف عنه من أنه يحدثا ضعفا فى صحة شاربه يفقده شهوة
.الطعام ويعرض أجهزته الحيوية أو أكثرها للخلل والضطراب
Artinya: Tentang tembakau … sebagian ulama menghukumi halal karena memandang bahwasanya
tembakau tidaklah memabukkan, dan hakikatnya bukanlah benda yang memabukkan, disamping itu
juga tidak membawa mudarat bagi setiap orang yang mengkonsumsi. ...Pada dasarnya semisal
tembakau adalah halal, tetapi bisa jadi haram bagi orang yang memungkinkan terkena mudarat dan
dampak negatifnya. Sedangkan sebagian ulama' lainnya menghukumi haram atau makruh karena
memandang tembakau dapat mengurangi kesehatan, nafsu makan, dan menyebabkan organ-organ
penting terjadi infeksi serta kurang stabil.
Prof Dr Wahbah Az-Zuhailiy di dalam Al-Fiqh al-Islamiy wa Adillatuh, hlm. 6/166-167, menyatakan:
للوسائل حكم: فأجاب، سئل صاحب العباب الشافعي عن القهوة:القهوة والدخان
المقاصد فإن قصدت للعانة على قربة كانت قربة أو مباح فمباحة أو مكروه
وقال الشيخ.فمكروهة أو حرام فمحرمة وأيده بعض الحنابلة على هذا التفضيل
ويتجه حل شرب الدخان والقهوة:مرعي بن يوسف الحنبلي صاحب غاية المنتهى
والولى لكل ذي مروءة تركهما
Artinya: Masalah kopi dan rokok; penyusun kitab Al-'Ubab dari madzhab Asy-Syafi'i ditanya
mengenai kopi, lalu ia menjawab: (Kopi itu sarana) hukum, setiap sarana itu sesuai dengan
tujuannnya. Jika sarana itu dimaksudkan untuk ibadah maka menjadi ibadah, untuk yang mubah
maka menjadi mubah, untuk yang makruh maka menjadi makruh, atau haram maka menjadi haram.
Hal ini dikuatkan oleh sebagian ulama' dari madzhab Hanbaliy terkait penetapan tingkatan hukum
ini. Syaikh Mar'i ibn Yusuf dari madzhab Hanbaliy, penyusun kitab Ghayah al-Muntaha mengatakan :
Jawaban tersebut mengarah pada rokok dan kopi itu hukumnya mubah, tetapi bagi orang yang
santun lebih utama meninggalkan keduanya.
- Shaykh Hazim Abu Ghazalah, ulama Yordania, menganggap rokok itu makruh. Berikut fatwanya:
في كتاب ا تعالى او سنة، لم يرد فيه نص قطعي، ان حكم السلم في التدخين
وانما ورد قوله تبارك وتعالى »يحل لهم، محمد صلى ا عليه وسلم، رسوله
وكلمة الخبائثا هنا كلمة عامة ل تشير الى الدخان، الطيبات ويحرم عليهم الخبائثا
، كشرب الخمر والميسر، وانما تشير الى ما ورد في النص من المحرمات، بعينه
. وغير ذلك، والربا، والزنا
Artinya: Hukum Islam dalam soal merokok adalah tidak ada dalil eksplisit (qath'i) dalam Quran atau
Sunnah (hadits) Nabi. Yang ada adalah firman Allah dalam QS Al-A'raf 7:157. Ayat ini sangat umum
dan sama sekali tidak mengarah pada rokok. Ayat ini merujuk pada apa yang terdapat pada perkara-
perkara yang diharamkan seperti minum khamr (minuman keras), judi, zina, riba, dan lain-lain.
Oleh karena itu, saya tidak bisa menetapkan hukum yang pasti untuk mengharamkan rokok, untuk
menghukumi makruh tahrim. Saya hanya bisa menganjurkan saudara-saudara kita yang perokok
agar meninggalkan kebiasaan buruk ini.[1]
- Pada dasarnya tidak ada nash yang shorih (jelas) yang mengatakan bahwa rokok itu haram. Dan
dalam kaidah ushul fiqih Syafi’ هbahwa segala sesuatu pada asalnya adalah mubah ( الصل فى الشياء
)الباحةkecuali jika ada dalil yang mengharamkannya. Nah, karena tidak ditemukan dalil baik dari al-
Qur’an maupun al-Hadits yang mengharamkan rokok, maka pengambilan hukumnya dengan istish-
hab (kembali ke hukum asalnya) yaitu mubah. Jadi hukum rokok pada asalnya adalah mubah.[2]
- Menurut Arwani, para ulama NU dalam bahtsul masail menilai tidak ada dasar yang kuat untuk
mengharamkan rokok. Namun, lanjut Arwani, khusus bagi orang-orang dalam kondisi tertentu,
misalnya memiliki penyakit dan penyakitnya bisa bertambah parah jika merokok, maka rokok
diharamkan. "Misalnya bagi orang yang menderita diabetes dan sakit paru-paru, rokok haram bagi
mereka," katanya.[3]
1. QS Al-A'raf 7:157
َه
جيلللن ل جهَدوونهَه وموكهَتوابا لعنودهَهوم لفي التت ووورالة ووا ل التلذيون ويتتلبهَعوون الترهَسوول التنلبتي المُأمتي التلذي وي ل
ثا حلل ولهَههَم التطمُأيوبا ل
ت ووهَيوحمُأرهَم وعلوويلههَم اولوخوبالئ و ف ووويونوهاهَهوم وعلن اولهَمنوكلر ووهَي ل ويأوهَمهَرهَهم لباولوموعهَرو ل
َصهَروهه ت وعلوويلهوم وفالتلذيون آومهَنووا لبله وووعتزهَروههَ ووون و صورهَهوم ووالووغلول التلتي وكاون و ضهَع وعونهَهوم إل و
وووي و
ي هَأنلزول وموعهَه أ هَ وولولئوك هَههَم اولهَموفللهَحوون
وواتتوبهَعووا اللنوور التلذ و
Artinya: (Yaitu) orang-orang yang mengikut Rasul, Nabi yang ummi yang (namanya) mereka dapati
tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan yang
ma'ruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala
yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk dan membuang dari mereka beban-
beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Maka orang-orang yang beriman kepadanya.
memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al
Quran), mereka itulah orang-orang yang beruntung.
2. QS Al-Isra 17:26-27
ت وذا اولقهَوروبى وحتقهَه وواوللموسلكيون وواوبون التسلبيلل وولو هَتوبمُأذور وتوبلذيراا * إلتن اولهَموبمُأذلريون وكاهَنوا
وووءا ل
إلوخوواون التشويالطيلن وووكاون التشويوطاهَن للورمُأبله وكهَفوراا
Artinya: Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan
orang yang dalam perjalanan dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara
boros.
Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah
sangat ingkar kepada Tuhannya.
Ayat lain yang sering diajukan dalil adalah QS An-Nisa' 4:29 dan Al-Baqarah 2:195.
Artinya: Barangsiapa beriman pada Allah dan hari akhir maka hendaknya tidak menyakiti
tetangganya, menghormati tamunya, dan mengatakan sesuatu yang baik atau diam.
Yusuf Qardhawi, ketua Ikatan Ulama Internasional, berfatwa bahwa merokok adalah haram karena
ia membahayakan kesehatan dan harta. Sebagian isi fatwanya adalah sebagai berikut:
يس للقول بحل التدخين أي وجه في عصرنا بعد أن أفاضت الهيئات العلمية الطبية
. وأيدتها لغة الرقام، وعلم بها الخاص والعام، وسيء آثاره،في بيان أضراره
وقد. لم يبق إل القول بالكراهة أو القول بالتحريم،وإذا سقط القول بالباحة المطلقة
وذلك. وهذا هو رأينا.اتضح لنا مما سبق أن القول بالتحريم أوجه وأقوى حجة
لن كل ما يضر بصحة.لتحقق الضرر البدني والمالي والنفسي باعتياد التدخين
.النسان يجب أن يحرم شرعا
فتناول كل ما يضر، فهناك ضرر بدني ثابت وهناك ضرر مالي ثابت كذلك،
من أجل هذا يجب أن نفتي بحرمة. لقوله تعالى ول تقتلوا أنفسكم،النسان يحرم
هذا التدخين في عصرنا
Artinya: Tidak ada pendapat ulama saat ini yang menghalalkan rokok setelah kalangan medis
menjelaskan bahayanya dan efek negatifnya.
Apabila gugur pendapat yang membolehkan rokok secara mutlak, maka yang tersisa adalah
pendapat makruh atau haram. Pendapat yang mengharamkan menurut kami lebih kuat
argumennya. Dan itulah pendapat saya. Hal itu karena jelasnya bahaya fisik, harta dan diri karena
kebiasaan merokok. Segala sesuatu yang membahayakan kesehatan manusia maka harus
diharamkan secara syariah.
Allah berfirman dalam QS Al Baqarah 2:185 "...dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke
dalam kebinasaan." QS An-Nisa 4:29 "Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah
adalah Maha Penyayang kepadamu." QS Al An'am 6:141 "dan janganlah kamu berlebih-lebihan.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan." QS Al-Isra 17:27 "Sesungguhnya
pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada
Tuhannya." Rokok berbahaya pada kesehatan dan harta, maka memperoleh sesuatu yang
membahayakan manusia itu haram karena firman Allah QS An-Nisa 4:29 "Dan janganlah kamu
membunuh dirimu" Oleh karena itu, kami merasa wajib memfatwakan haramnya rokok pada saat
ini.[6]
---------
[1] http://goo.gl/h8Wah (Hazim Abu Ghazalah)
[2] http://langitan.net/?p=454
[3] http://goo.gl/fFtXL
[4] Lihat fatwanya: http://goo.gl/KbRwb
[5] Lihat fatwanya: http://goo.gl/bnR9q
[6] Selengkapnya lihat: http://www.qaradawi.net/fatawaahkam/30/1490.html