Anda di halaman 1dari 10

PEMETAAN DATA PENYAKIT MENULAR DI KOTA SEMARANG

(Studi Kasus : Penyakit DBD, Diare, Pneumonia,dan TB Paru+)

Nurwinda Latifah H
windageougm@gmail.com

Endang Saraswati
esaraswati@ugm.ac.id

Prima Widayani
primawidayani@ugm.ac.id

Abstract
Semarang city has the number of the communicable diseases case that continuously
increased because environment condition that gets worst while maps using that exploited by
some institutions in analyzing is still limited on maps that have no fulfilled cartographic
standards. The purposes of this research are to present data of communicable diseases in the
form of cartographic map, to identify its pattern distribution, to show correlation between it
and environment condition’s factors, to divide vulnerability level. The results showed there is
variation of the best classification system with data representation using map shows spatial
distribution that more clearly than statistic data representation; Pattern distribution of
communicable diseases have equality which have “dispersec” of pattern distribution and
‘random” of clustered level. A lots of environment factors don’t have significant correlation
with communicable desease beside a level of families that use unprotected water resources
that have relation with distribution of dengue; based on qualitative analysis of vulnerable
deseases, half of regions in Semarang city are vulnerable that is divided into 25% included in
“very vulnerable” and 25% included in “vulnerable” class.

Key word: mapping, SIG, communicable diseases, vulnerability index

Abstrak
Kota Semarang memiliki kasus penyakit menular yang terus meningkat karena
kondisi lingkungan yang semakin buruk sedangkan penggunaan peta oleh instansi dalam
analisis bidang kesehatan masih terbatas pada peta yang belum memenuhi kaidah
kartografis.Tujuan penelitian ini adalah menyajikan data penyakit menular dalam bentuk
peta, mengetahui pola persebaran, mengetahui keterhubungannya dengan faktor kondisi
lingkungan, dan menentukan tingkat kerentanan. Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat
variasi sistem kelas interval terbaik berdasarkan uji klasifikasi dengan penyajian data
menggunakan peta secara visual nampak jelas dibandingkan dengan tabel statistik; Pola
distribusi penyakit menular memiliki kesamaan, berpola menyebar dengan tingkat
pengelompokan random; Sebagian besar parameter penentu kondisi lingkungan tidak
memiliki keterhubungan yang signifikan kecuali parameter tingkat pemanfaatan sumber air
tak terlindungi memiliki keterhubungan signifikan terhadap penyakit DBD; Berdasarkan
analisis kualitatif tingkat kerentanan, sebagian wilayah Kota Semarang rentan terhadap
penyakit menular yang terbagi menjadi kelas “Sangat Rentan” sebesar 25% dan 25%
termasuk kelas “Rentan”.

Kata kunci : pemetaan, SIG, penyakit menular, tingkat kerentanan

162
Data merupakan bahan pokok yang sangat
PENDAHULUAN penting dalam pembuatan peta. Data yang
digunakan juga menentukan kualitas peta yang
Permasalahan yang dihadapi oleh kota- dihasilkan. Data statistik merupakan salah satu
kota besar di Indonesia disebabkan cara analisis dalam studi kesehatan, gejala-
terlampauinya kemampuan kota dalam gejalanya disajikan dan dipelajari dalam angka-
mendukung fungsi kota dimana permasalahan angka. Data angka tersebut kurang dapat
tersebut terus meningkat seiring perubahan yang menggambarkan situasi yang sebenarnya tanpa
cepat. Kota Semarang merupakan salah satu memperhatikan distribusi spasialnya. Bila akan
kota besar di Indonesia yang berkembang pesat. menyajikan data yang menunjukkan distribusi
Perkembangan Kota Semarang mendorong keruangan atau lokasi dan mengenai sifat-sifat
bertambahnya jumlah penduduk. Pertambahan penting, maka informasi tersebut ditunjukkan
jumlah penduduk mengakibatkan keterbatasan dalam bentuk peta (Bintarto dan
akan lahan khususnya lahan permukiman, Surastopo,1987).
penurunan ketersediaan air bersih, kualitas air Menurut Dickinson,1975 beberapa alasan
yang menurun akibat limbah kota, peningkatan mengapa suatu data dipetakan, antara lain:
pencemaran udara akibat pemanfaatan 1. melalui peta dapat menimbulkan daya
transportasi kota, dan meningkatnya angka tarik yang lebih besar terhadap objek yang
kemiskinan. Penurunan kualitas kota tersebut ditampilkan,
dapat mengurangi kemampuan dalam 2. melalui peta dapat memperjelas,
mendukung kehidupan perkotaan, salah satunya menyederhanakan, dan menerangkan suatu
dalam bidang kesehatan. Kesehatan merupakan aspek yang dipentingkan,
indek pembangunan manusia yang menjadi 3. melalui peta dapat menonjolkan pokok-
salah satu indikator pembangunan kesehatan. pokok bahasan dalam tulisan atau
Pembangunan kesehatan harus dapat pembicaraan,
menjangkau kelompok-kelompok penduduk 4. melalui peta dapat dipakai sebagai sumber
yang berisiko tinggi sebagai penyumbang data bagi yang berkepentingan.
kejadian sakit dan kematian. Kelompok- Peta sebagai alat komunikasi antara
kelompok penduduk tersebut lebih rentan pembuat peta dengan pengguna dimana akan
terhadap penyakit dengan kemampuan memudahkan dalam penyampaian informasi.
membiayai kesehatan pribadi jauh lebih sedikit. Oleh karena itu, untuk mendapatkan hasil yang
Angka kesakitan akibat penyakit menular optimal diperlukan pengetahuan tentang
di Indonesia meningkat, khususnya di kota-kota pembuatan dan penggambaran peta. Dalam
besar. Dalam kurun waktu lima tahun terakhir, penelitian ini peta dimanfaatkan untuk
angka kesakitan akibat penyakit menular di Kota menggambarkan data spasial kejadian penyakit
Semarang terus meningkat. Di bawah ini menular terpilih, sebagai media untuk
merupakan data jumlah penderita penyakit melakukan analisis ataupun untuk
menular yang sering kali berjangkit di Kota merepresentasikan hasil analisis sebagai salah
Semarang dengan intensitas yang tinggi dan satu usaha untuk mendukung pemantauan dan
tidak diorientasikan pada interaksi internal evaluasi kesehatan khususnya kejadian penyakit
penderita penyakit. Kategori penyakit menular menular di Kota Semarang.
tersebut, antara lain demam berdarah, TB paru, Pemetaan dalam bidang kesehatan ini
diare, dan pneumonia. dapat menggambarkan distribusi fenomena-
fenomena terkait secara spasial. Kajian
mengenai kesehatan dalam aspek individual
hingga lingkungan telah banyak dilakukan
namun pembuatan model spasial untuk kajian
kesehatan secara geografis diharapkan dapat
menjelaskan tentang where (dimana) , why
(mengapa) , dan what are the implication (apa
Grafik Jumlah Penderita Penyakit Menular implikasinya) mengenai suatu masalah
kesehatan di suatu wilayah. Selanjutnya
penelitian mengenai masalah kesehatan ini dapat
163
digunakan untuk mengidentifikasi penyakit 1. Evaluasi Data
menular, mengetahui penyebab munculnya Evaluasi data dilakukan dikarenakan
masalah penyakit menular secara spasial, dan data yang digunakan merupakan data mentah.
memberikan rekomendasi tindakan meliputi Evaluasi yang dilakukan meliputi kegiatan
pencegahan, pemantauan, dan penanggulangan pemilahan dan penilaian data terkait dengan
berdasarkan fakta-fakta di lapangan. macam, ukuran, tahun pembuatan, dan
Tujuan dari penelitian ini adalah persebaran data. Pemilahan disesuaikan dengan
menyajikan data penyakit menular di Kota tujuan penelitian.
Semarang tahun 2006-2010 dalam bentuk peta 2. Pengolahan Data
secara kartografis, mengetahui pola persebaran Pengolahan data dilakukan dengan
penyakit tersebut, mengetahui keterhubungan menganalisis dan mengklasifikasikan. Data yang
penyakit menular dengan faktor kondisi diperoleh masih data mentah berupa kumpulan
lingkungan, dan menentukan tingkat kerentanan angka-angka dalam tabel. Pengolahan data ini
penyakit menular di Kota Semarang. bertujuan untuk memperkecil kesalahan pada
pemetaan bila banyak terdapat ketidakberaturan
METODE PENELITIAN data dan mempermudah dalam penggambaran
desain simbol.
Klasifikasi Data
Klasifikasi data berkaitan dengan ukuran
data, persepsi, dan variabel visual yang akan
digunakan dalam penggambaran simbol.
Klasifikasi data menggunakan sistem kelas
interval teratur, aritmatik, geometrik, kuantil,
dan dispersal graph.
Uji Klasifikasi Terbaik
Uji klasifikasi terbaik digunakan untuk
menentukan sistem kelas interval terbaik dengan
menggunakan peta administratif. Peta
administratif digunakan sebagai dasar untuk
menentukan jalur profil. Profil berfungsi untuk
menentukan sampel wilayah dengan
mempertimbangkan jangkauan wilayah
terbanyak.

Diagram Alir Penelitian

Penelitian ini menitikberatkan pada aspek


kartografi dengan teknik pembuatan peta yang
dianalisis untuk mengevaluasi objek yang
dipetakan. Objek yang dipetakan adalah data
penyakit menular yang merupakan penyakit
endemis di Kota Semarang. Metode yang
diterapkan dalam penelitian ini antara lain, Peta Profil Klasifikasi Terbaik Kota Semarang
metode pengumpulan data sekunder, klasifikasi
data, uji klasifikasi data, metode pengolahan Desain Peta
data scoring, overlay, analisis pola distribusi, Simbol Peta
analisis statistik, dan analisis peta secara Pemilihan desain simbol dilakukan untuk
kualitatif. Unit analisis yang digunakan dalam dapat menyampaikan informasi yang terkandung
penelitian ini adalah administrasi kecamatan. pada peta secara tepat. Simbol memegang peran
Pemetaan penting dalam pembuatan peta yang berfungsi

164
sebagai media komunikasi. Simbol diartikan Analisis berdasarkan nilai indeks Moran,
sebagai suatu gambar atau tanda yang bila nilai indeks mendekati +1,0 menunjukkan
mempunyai makna atau arti adanya pengelompokan sedangkan nilai indeks
(Sukwardjono,1997). yang mendekati nilai -1,0 menunjukkan adanya
Tabel Desain Simbol Peta IR Penyakit DBD pola yang menyebar. Hipotesis yang digunakan
pada metode ini adalah apabila nilao indeks nol
maka tidak ada pengelompokan spasial pada
feature secara geografis di daerah penelitian.

2. High low clustered.


Desain Layout Peta Penggunaan metode high low clustered ini
Peta dasar atau peta tentatif sangat untuk mengukur tingkat tinggi rendahnya
diperlukan dalam pembuatan peta tematik untuk pengelompokan features.
menunjukkan posisi geografis dari data yang
ditampilkan. Dalam hal ini pemilihan skala peta
untuk peta dasar perlu diperhatikan baik macam
data, jenis data, dan besarnya data.

Analisis Keterhubungan
Teknik statistik digunakan untuk
mengetahui ada tidaknya ketergantungan antar
variabel, yaitu tingkat kejadian penyakit
menular dengan faktor penentu kondisi
lingkungan secara kuantitatif. Dalam teknik
statistik yang dilakukan variabel bebas adalah
parameter penentu kondisi lingkungan, yaitu
lingkungan sosial seperti kepadatan penduduk
Gambar Desain Layout Peta dan tingkat kemiskinan, lingkungan fisik seperti
data kualitas air sungai dan data kualitas udara
Keterangan desain tata letak peta : dan faktor perilaku masyarakat yang diduga
1.Judul peta tematik 5. Inset berpengaruh terhadap kejadian penyakit menular
2.Orientasi 6. Logo Instansi tipe rumah dengan kualitas non permanen,
3.Skala angka dan grafis 7. Sumber Data jumlah rumah tangga miskin berdasarkan
4.Legenda pemanfaatan sumber air minum tak terlindungi,
jumlah rumah tangga miskin berdasarkan
Analisis Pola Distribusi Spatial pemanfaatan jamban atau kakus, dan data
1. Analisis spatial autocorrelation Morans I volume produksi sampah. Variabel terikatnya
Metode analisis pola distribusi spasial adalah incident rate penyakit menular (DBD,
autocorrelation Morans I menitik beratkan pada diare, pneumonia, dan TB Paru+). Data yang
pengukuran autokorelasi spasial atau kesamaan digunakan dalam analisis uji korelasi yaitu data
fitur. Pengambilan keputusan berdasarkan pada hasil olahan yang merupkan data ordinal. Uji
lokasi feature dan nilai feature secara korelasi yang digunakan yaitu teknik crosstab
bersamaan. Dengan menggunakan metode (tabel silang) dengan perhitungan chi-square.
spatial autocorrelation dapat diketahui pola Chi-square merupakan alat statistik yang
feature bergerombol, menyebar, atau acak. digunakan untuk mengukur hubungan antar isi

165
dalam crosstab dengan syarat ukuran data Kelas Skor
nominal dan ordinal. Kelas I : 0,96 – 1,62 Sangat rendah 5
Pada penelitian ini, perhitungan dilakukan Kelas II : 1,62 – 2,28 Rendah 4
dengan menggunakan bantuan program SPSS Kelas III : 2,28 – 2,94 Sedang 3
16. Sebelum perhitungan dilakukan perlu Kelas IV : 2,94 – 3,60 Tinggi 2
diketahui hipotesis asosiatifnya, yaitu: Kelas V : 3,60 – 4,26 Sangat tinggi 1
Ho : Tidak ada hubungan baris dan kolom, atau *Semakin rendah tingkat persebaran penyakit
antara tingkat IR penyakit menular dengan maka semakin tinggi skornya
tingkat kondisi lingkungan
Hi : Ada hubungan antara baris dan kolom, 2. Tahap Pembuatan Peta Tingkat
atau antara tingkat IR penyakit menular dengan Kondisi Lingkungan
tingkat kondisi lingkungan Peta sintesis ini dibuat dari peta-peta
Dasar pengambilan keputusan berdasarkan tematik terkait dengan lingkungan sosial, yaitu
probabilitas (signifikansi): peta kepadatan penduduk, peta tingkat
-Jika probabilitas > 0,05, maka Ho diterima kemiskinan. Peta tematik terkait dengan
-Jika probabilitas < 0,05, maka Hi ditolak lingkungan fisik, yaitu peta kualitas air sungai
Keputusan dapat diambil dengan dan peta kualitas udara ambien. Sedangkan peta
memperhatikan tabel uji chi-square pada kolom tematik terkait dengan pengaruh perilaku
Asymp.Sig. masyarakat dengan tingkat kejadian penyakit
menular, antara lain peta pemanfaatan sumber
Analisis Kerentanan air tidak terlindungi, peta pemanfaatan
Pembuatan Peta Sintesis jamban/kakus umum, peta tingkat produksi
Peta sintesa merupakan peta hasil akhir sampah, dan peta pemanfaatan bangunan
dari penelitian yang diperoleh dari keseluruhan nonpermanent sebagai tempat tinggal.
unsur-unsur yang saling berkaitan dan memiliki Pengharkatan diberikan pada tiap-tiap
sifat kuantitatif. Peta hasil penelitian ini informasi pada unit analisis dengan kelas
diperoleh dari proses skoring, yaitu terendah diberi skor paling tinggi misalnya kelas
pengharkatan pada setiap satuan unit pemetaan I “Sangat Baik” memiliki skor 5 . Asumsi dari
kemudian ditumpangsusunkan. Pengharkatan ini pengharkatan semakin besar nilai total harkat
digunakan untuk menentukan tingkat kerentanan maka semakin baik kualitas lingkungannya.
suatu wilayah terhadap penyakit menular Tabel Skoring Kondisi Lingkungan
berdasarkan kelas data IR penyakit menular dan Kelas Skor
penentuan kualitas lingkungan yang berasal dari Sangat Baik 5
kelas masing-masing data sekunder. Kedua peta Baik 4
sintesa ini digunakan untuk mengetahui Sedang 3
keterkaitan atau faktor pendukung dari kondisi
Buruk 2
lingkungan mana saja yang memicu
Sangat Buruk 1
terjangkitnya penyakit menular terkait dengan
penelitian ini dengan menggunakan analisis
3. Tahap Pembuatan Peta Tingkat
kualitatif.
Kerentanan Penyakit Menular
Peta sintesis ini dibuat dari peta tematik
1. Tahap Pembuatan Peta Tingkat
tingkat kejadian penyakit menular dan tingkat
Kejadian Penyakit Menular
kondisi lingkungan yang dianalisis dengan
Peta tingkat kejadian penyakit menular
menggunakan tabel kombinasi tingkat hubungan
diperoleh dengan menumpang susunkan
antara dua variabel tersebut. Tabel kombinasi
informasi tingkat sebaran penyakit DBD, TB
ditentukan dengan mempertimbangkan hasil
Paru, diare, dan Pneumonia Berikut merupakan
analisis keterhubungan dan uji statistik
contoh pengharkatan untuk peta sebaran
kuantitatif dengan menggunakan pengukur chi-
penyakit DBD, TB Paru +, diare, dan
square. Tabel kombinasi disajikan sebagai
Pneumonia:
berikut:
Tabel Kombinasi Penentu Tingkat Kerentanan
Sumber : Pengolahan Data Sekunder
Tabel Skoring Incident Rate Penyakit Menular
166
menyelesaikan berbagai fenomena. Pola-pola
tersebut diperjelas dengan penggunaan variabel
visual gradasi warna. Variabel visual warna
dalam pemetaan sebaran penyakit menular,
paremeter kondisi lingkungan, dan kerentanan
penyakit menular belum mempunyai acuan.
Oleh karena itu pada pemetaan sebaran penyakit
menular menggunakan gradasi warna cokelat,
HASIL PEMBAHASAN pemetaan parameter penentu kondisi lingkungan
1. Pemetaan Data Penyakit Menular menggunakan gradasi warna hijau, dan
Tahun 2006-2010 pemetaan kerentanan menggunakan gradasi
Data sekunder menjadi sumber data warna cokelat.
utama dalam penelitian ini. Data sekunder
jumlah penderita penyakit menular yang 2. Pola Distribusi Penyakit Menular
digunakan merupakan data tahun 2006 hingga Berdasarkan analisis pola IR ( Incident
2010. Sedangkan data sekunder parameter yang Rate) penyakit menular di Kota Semarang
diduga berpengaruh terhadap kejadian penyakit dengan menggunakan metode Moran’s I dan
menular merupakan data antara tahun 2006 high low clustered, menunjukkan keempat
hingga 2010. Perbedaan tahun pembuatan data penyakit menular terpilih memiliki pola yang
sekunder yang digunakan sebagai sumber data sama, yaitu menyebar dengan tingkat
menjadi kelemahan dalam penelitian ini. pengelompokan yang acak atau random. Berikut
Keterbatasan ketersediaan data sekunder merupakan hasil analisis pola penyakit DBD:
tahunan pada instansi pemerintahan menjadi
hambatan pada penelitian ini oleh karena itu
evaluasi data sangat diperlukan dalam proses
penelitian. Penggunaan data statistik dalam
penelitian ini terbatas pada data statistik
instantional dimana tidak menyertakan beberapa
faktor-faktor penentu kesehatan, yaitu faktor
pembawaan, pelayanan kesehatan, tingkah laku, Hasil Analisis Pola
dan lingkungan. Keakuratan data-data terkait Distribusi Penyakit DBD
dengan lingkungan juga sangat mempengaruhi Berdasarkan grafik hasil analisis spatial
hasil penelitian. Semua data sekunder terpilih autocorrelation dengan Moran’s index 0,12 Pola
akan dipetakan untuk memberikan informasi distribusi ini menunjukkan bahwa penderita
spasialnya. penyakit DBD menyebar di beberapa lokasi di
Peta memiliki kemampuan Kota Semarang. Penyebaran terjadi
menyampaikan informasi dalam proses dimungkinkan penderita memiliki kemampuan
komunikasi dengan menggambarkan persebaran untuk melakukan perpindahan sehingga
keruangannya. Peta yang disajikan sebagai hasil memungkinkan tertular virus dengue oleh
penelitian ini memiliki tingkat sebaran gigitan nyamuk di lokasi yang baru.
keruangan yang berbeda. Perbedaan disebabkan Penyebaran pola penyakit diare
karena adanya proses klasifikasi data. Dari dimungkinkan karena penyebaran kondisi
beberapa uji klasifikasi menunjukkan variasi lingkungan yang mendukung berkembangnya
sistem kelas interval yang digunakan. bakteri maupun virus penyebab penyakit diare.
Klasifikasi IR penyakit DBD menunjukkan Penyebaran diare juga dapat disebabkan oleh
sistem teratur merupakan sistem terbaik, sistem kebiasaan masyarakat di lokasi tersebut, seperti
dispersal graph merupakan sistem terbaik pada pemanfaatan jamban atau kakus umum secara
klasifikasi IR penyakit diare dan TB Paru+, dan bersama yang memudahkan terjadinya
sistem aritmatik merupakan sistem terbaik pada penularan dan pemanfaatan sumber air tak
klasifikasi IR pneumonia. Perbedaan tersebut terlindungi yang kualitas airnya belum terbukti
membentuk suatu pola keruangan yang dapat baik untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
dikaji dan digunakan sebagai panduan dalam Data distribusi penyakit diare dengan tingkat
pengelompokan yang random atau acak
167
berdasarkan analisis high low clustered. Tingkat
pengelompokkan tersebut menunjukkan bahwa Tabel Hasil Uji Keterhubungan DBD dengan
penyakit diare tidak terkonsentrasi pada lokasi tingkat pemanfaatan sumber air tak terlindungi.
tertentu. Hal tersebut dimungkinkan adanya Pada tabel kolom Asymp. Sig dan baris
pengaruh perilaku masyarakat selain adanya pearson chi-square memiliki nilai 0,039 dimana
pengaruh lingkungan yang mendukung probabilitas dibawah 0,05 (0,039 < 0,05)
berkembangnya penyakit diare. sehingga Ho ditolak. Berdasarkan uji tersebut
  Pola penyebaran pada penyakit
pneumonia menunjukkan bahwa penyakit Chi-Square Tests
tersebur menyebar di beberapa lokasi di Kota Asymp. Sig.
Semarang. Hal tersebut dimungkinkan adanya Value df (2-sided)
kualitas udara yang selalu berubah di setiap Pearson Chi-Square 27.200a 16 .039
lokasi. Pneumonia merupakan penyakit sejenis Likelihood Ratio 28.441 16 .028
ISPA yang menyerang balita dan usia lanjut.
Oleh karena itu pengaruh kualitas udara yang Linear-by-Linear
.309 1 .579
dihirup sangat berpengaruh bagi penyebaran Association
penyakit pneumonia. Selain itu mobilitas N of Valid Cases 16
manusia sangat berpengaruh pula karena 25 cells (100.0%) have expected count less
pneumonia menular secara langsung melalui than 5. The minimum expected count is .13
penderita ke orang lain. dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang
Pola penyebaran pada penyakit TB berarti (signifikan) pada Peta IR Penyakit DBD
Paru+ dimungkinkan adanya pengaruh kualitas dengan Peta Tingkat Pemanfaatan Sumber Air
udara yang selalu berubah setiap saat dan agent Tidak Terlindungi. Tingginya IR penyakit DBD
penularan, yaitu manusia yang dapat diikuti dengan tinggi rendahnya jumlah
menularkan secara langsung. Mobilitas manusia pemanfaatan sumber air tak terlindungi. Hal
dan kepadatan penduduk memungkinkan adanya tersebut dapat terjadi dimungkinkan karena air
interaksi antar penderita dengan orang lain yang yang tergenang dalam keadaan yang bersih
menyebabkan penyebaran sehingga tidak sangat disukai nyamuk untuk berkembang biak,
terkonsentrasi pada lokasi tertentu. Analisis pola seperti bak penampungan air hujan yang
ini dapat digunakan untuk mengetahui dimanfaatkan masyarakat setempat.
bagaimana penanganan yang baik dan sesuai
dengan kondisi lingkungan hingga masalah 4. Tingkat Kerentanan Penyakit
kebiasaan masyarakat tersebut. Menular
Peta Tingkat Kejadian Penyakit
3. Tingkat Keterhubungan Menular di Kota Semarang
Sebagian besar parameter penentu Peta tingkat kejadian penyakit menular ini
kondisi lingkungan yang diduga berpengaruh merupakan peta sintesis yang dihasilkan dari
terhadap distribusi penyakit menular seperti proses pengharkatan dan overlay pada keempat
kepadatan penduduk, tingkat kemiskinan, data peta pokok, yaitu peta incident rate penyakit
kualitas air sungai, data kualitas udara, tipe DBD, diare, pneumonia, dan TB Paru. Ukuran
rumah dengan kualitas non permanen, jumlah data yang digunakan adalah interval, persepsi
rumah tangga miskin berdasarkan pemanfaatan yang ditimbulkan bertingkat, dan variabel
sumber air minum tak terlindungi, jumlah rumah visualnya adalah nilai.
tangga miskin berdasarkan pemanfaatan jamban Berdasarkan peta tingkat kejadian
atau kakus, dan data volume produksi sampah penyakit menular, terdapat empat kecamatan di
tidak memiliki keterhubungan yang signifikan Kota Semarang yang termasuk dalam kelas V
terhadap penyakit menular. Parameter tingkat dengan tingkat kejadian penyakit menular sangat
pemanfaatan sumber air tak terlindungi yang tinggi. Kecamatan tersebut,yaitu Kecamatan
memiliki keterhubungan yang signifikan Semarang Timur, Semarang Utara, Genuk, dan
terhadap penyakit DBD. Di bawah ini Candisari. Terdapat empat kecamatan yang
merupakan hasil analisis keterhubungan termasuk dalam kelas IV dengan tingkat
penyakit DBD dengan tingkat pemanfaatan kejadian penyakit menular yang tinggi di Kota
sumber air tak terlindungi.
168
Semarang, yaitu Kecamatan Semarang Barat, antara lain Gayamsari, Candisari, Ngaliyan,
Semarang Tengah, Pedurungan, dan Tembalang. Tugu, Mijen, dan Gadjah Mungkur.
Kecamatan Tugu, Ngaliyan, dan Banyumanik Gambar Peta Tingkat Kondisi Lingkungan
termasuk dalam kelas II dimana termasuk dalam
tingkat kejadian penyakit menular yang rendah. Kecamatan dengan kondisi lingkungan yang
Sedangkan di Kecamatan Gajah Mungkur jarang buruk hingga sangat buruk mengelompok di
terjadi kasus kejadian penyakit menular.
Gambar Peta Tingkat Kejadian Penyakit
Menular
Peta Tingkat Kondisi Lingkungan di
Kota Semarang

sekitar pusat kota dan industri dengan kepadatan


penduduk yang cukup tinggi dengan tingkat
mobilitas yang tinggi pula. Sedangkan
kecamatan yang masih memiliki ruang terbuka
yang cukup luas termasuk dalam kondisi
Komponen utama dalam pembuatan peta lingkungan yang sangat baik hingga sedang
sintesis,yaitu peta kondisi lingkungan adalah seperti di Kecamatan Mijen, Gunung Pati, dan
parameter-paremater terkait dengan kondisi fisik Banyumanik.
sosial, dan perilaku masyarakat di Kota
Semarang. Peta kondisi fisik lingkungan terkait, Peta Kerentanan Tingkat Penyakit
yaitu peta kualitas udara ambien dan peta Menular di Kota Semarang
kualitas air sungai di Kota Semarang. Peta tingkat kerentanan penyakit menular
Sedangkan Kondisi Lingkungan sosial terkait, ini merupakan peta gabungan informasi dari dua
yaitu peta kepadatan penduduk, peta tingkat peta sintesis sebelumnya, yaitu peta tingkat
penduduk miskin sedangkan terkait perilaku kejadian penyakit menular dan peta kondisi
masyarakat peta tingkat pemanfaatan jamban lingkungan di Kota Semarang. Peta tersebut
umum, peta tingkat pemanfaatan sumber air digunakan untuk mempermudah pemahaman
tidak terlindungi, peta pemanfaatan bangunan keterkaitan antara kedua peta tersebut. Ukuran
rumah kualitas nonpermanen, peta tingkat data yang digunakan adalah ordinal.
volume produksi sampah di Kota Semarang. Kondisi lingkungan yang sangat baik di
Masing-masing kelas pada setiap parameter Kecamatan Gajah Mungkur, Tugu, dan Mijen.
memiliki skor dan ditumpangsusunkan. Tiga kecamatan tersebut memiliki tingkat
Berdasarkan peta tingkat kondisi kejadian Penyakit menular yang berbeda
lingkungan, kondisi lingkungan yang sangat sehingga dapat diambil kesimpulan berdasar
buruk terdapat di Kecamatan Semarang Barat. tabel kombinasi bahwa Kecamatan Gajah
Semarang Utara. Kecamatan Pedurungan dan Mungkur yang tingkat kejadiannya sangat
Tembalang termasuk dalam kelas IV yang jarang termasuk dalam kelas sangat tidak rentan
tergolong kondisi lingkungan yang buruk. terhadap kejadian penyakit menular, Kecamatan
Kecamatan Genuk, Semarang Timur, Semarang Tugu memiliki tingkat kejadian penyakit
Tengah, Semarang Selatan, Gunung Pati, dan menular jarang sehingga termasuk dalam kelas
Banyumanik termasuk dalam kelas III yang tidak rentan. Sedangkan Kecamatan Mijen,
tergolong sedang. Sedangkan Kecamatan yang tingkat kejadian penyakit termasuk dalam kelas
termasuk dalam kelas baik dan sangat baik sedang sehingga termasuk dalam kelas sangat
tidak rentan.
169
Kecamatan yang memiliki kondisi Berdasarkan hasil dan pembahasan
lingkungan dalam kelas baik, yaitu Kecamatan sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan,
Gayamsari, Ngaliyan, dan Candisari. Kecamatan antara lain:
Gayamsari termasuk dalam kelas tingkat 1. Terdapat variasi sistem kelas interval terbaik
kejadian penyakit menular yang jarang sehingga berdasarkan uji klasifikasi pada data penyakit
masuk dalam kelas tidak rentan. Kecamatan menular. Sistem klasifikasi tersebut
Ngaliyan termasuk dalam tingkat kerentanan digunakan sebagai dasar pengkelasan pada
yang sedang dimana tingkat kejadian proses pembuatan peta. Penyajian data
penyakitnya sedang . Sedangkan Kecamatan dengan menggunakan peta secara visual
Candisari termasuk kelas rentan penyakit nampak jelas dan terlihat sebaran
menular karena tingkat kejadian termasuk sangat keruangannya dibandingkan dengan tabel
sering. statistik.
Kecamatan yang memiliki tingkat kondisi 2. Pola Distribusi penyakit menular (DBD,
lingkungan sedang antara lain, Banyumanik, diare, pneumonia, dan TB Paru+) memiliki
Pedurungan, Semarang Tengah, dan Genuk. kesamaan. Keempat penyakit tersebut
Banyumanik termasuk dalam tingkat yang memiliki pola distrbusi menyebar dengan
sedang sedangkan tiga kecamatan, yaitu tingkat pengelompokan yang random atau
Kecamatan Semarang Tengah, Kecamatan acak.
Pedurungan, Gunung Pati, dan Kecamatan 3. Sebagian besar parameter penentu kondisi
Genuk termasuk dalam kelas rentan. Pada lingkungan tidak memiliki keterhubungan
kondisi lingkungan yang buruk dan sangat buruk yang signifikan kecuali parameter tingkat
tingkat kejadian penyakit menular berbeda-beda pemanfaatan sumber air tak terlindungi yang
namun kelas kerentanannya masih digolongkan memiliki keterhubungan yang signifikan
pada kelas sangat rentan. Kecamatan yang terhadap penyakit DBD.
termasuk dalam kelas sangat rentan, yaitu 4. Berdasarkan analisis kualitatif tingkat
Tembalang, Semarang Selatan, Semarang Utara, kerentanan penyakit menular, sebagian
dan Semarang Timur. wilayah Kota Semarang termasuk rentan
terhadap penyakit menular yang terbagi
menjadi kelas “Sangat Rentan” sebesar 25%
dan 25% termasuk kelas “Rentan”.
Sementara itu, sebesar 50% terbagi pada
kelas lainnya.

SARAN
1. Penggunaan peta dalam penyajian data
statistik penderita penyakit secara kartografis
oleh Dinas Kesehatan perlu ditingkatkan
karena dapat mendukung analisis fenomena
lanjutan terkait kesehatan.
Gambar Peta Tingkat Kerentanan Penyakit 2. Analisis faktor-faktor penentu kesehatan
Menular perlu ditambahkan pada penelitian lanjutan
Berdasarkan penjabaran di atas tingkat guna untuk analisis yang lebih akurat.
kerentanan penyakit menular, sebesar 50% 3. Penggunaan data sekunder dalam analisis
wilayah Kota Semarang termasuk rentan memiliki kekurangan dimana terdapat
terhadap penyakit menular yang terbagi pada generalisasi data yang terbatas pada batasan
kelas “Sangat Rentan” sebesar 25% dan 25% administrasi. Semakin detail batasan
termasuk kelas “Rentan”. Sementara itu, sebesar administrasi yang digunakan maka
50% terbagi pada kelas lainnya. generalisasi data akan semakin berkurang.

KESIMPULAN DAFTAR PUSTAKA


Badan Pusat Statistik Kota Semarang. 2010.
Kota Semarang Dalam Angka 2010.

170
Semarang : Badan Pusat Statistik Kota Raisz , Erwin. 1948. General Cartography.
Semarang London : Mc.Glaw Hill Book
Bertin, Jacques. 1983. Semiology of Graphics. Company,Inc.
Wisconsin : The University of Wisconsin Saraswati, Endang.1998. Analisis Peta Untuk
Press. Mengkaji Tingkat Kerawanan
China CDC. 2005. Review Research on The Kriminalitas di Daerah Istimewa
Literature of Diarrhea Disease in China Yogyakarta. Dalam:buku SIG “Dari
(1990-2004).National Center for rural Perolehan dan Analisis Citra Hingga
water supply Technical Guidance,China. Pemetaan dan Pemodelan Spasial.
Dinas Kesehatan Kota Semarang. 2010. Profil Yogyakarta : Fakultas Geografi
Kesehatan. Semarang : Dinas Kesehatan Suharyadi. 2001. Penginderaan Jauh Studi
Kota Semarang. Perkotaan. Yogyakarta : PUSPICS-
Depkes RI.1996. .Pedoman Nasional Fakultas Geografi,UGM.
Penanggulangan Tuberkulosis.Jakarta : Sukwardjono dan Mas Sukoco. 1997. Kartografi
Departemen Kesehatan RI. Dasar. Yogyakarta: Fakultas Geografi.
Depkes RI. 2005. Pedoman Nasional Sutanto. 1979. Penginderaan Jauh dan
Penanggulangan Tuberkulosis.Jakarta : Interpretasi Citra. Yogyakarta : Gadjah
Departemen Kesehatan RI. Mada University Press.
Depkes RI. 2007 a. Pedoman Pengobatan Dasar Tim Penyusun Pusat Bahasa. 2001. Kamus
di Puskesmas 2007.Jakarta: Departemen Besar Bahasa Indonesia edisi ketiga.
Kesehatan RI Jakarta: Balai Pustaka.
Effendi, dr.Ilyas.1987.Pencegahan Penyakit Warpani, Suwardjoko. 1984. Analisis Kota dan
Menular. Jakarta : Bhratara Karya Daerah. Institut Teknologi Bandung :
Aksara. Bandung
Haumein, Basilius Funan.2008.Analisis Spasial Widada,Subrata Tri.2010.Analisis Spasial
Kejadian Diare di Kabupaten Timor Kejadian TB Paru Menggunakan Sistem
Tengah Utara Propinsi Nusa Tenggara Informasi Geografis di Kota Yogyakarta.
Timur. Thesis Yogyakarta : Pascasarjana Thesis. Yogyakarta: Fakultas
Kedokteran-UGM. Kedokteran.
Kandun, Dr.I.Nyoman, MPH. 2006. Manual Widayani, Prima. 2013. Bahan Kuliah
Pemberantasan Penyakit menular. Penginderaan Jauh Kesehatan “Masalah
Jakarta : Infomedika. Kesehatan Lingkungan di Indonesia”.
Murdaningsih.2000. Kajian Kartografis Yogyakarta: Fakultas Geografi.
Kerawanan Tindak Kriminal Pencurian WHO . 1996 .TB A Clinical Manual for South
di Kota Yogyakarta.Skripsi. Yogyakarta : east ASIA. Bombay : World Health
Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Organization.
Mada. WHO. 2005. The Treatment of Diarrhoea.
Murti, Prof.Bhisma. 2011. Pengantar Departement of Child and adolescent
Epidemologi. Yogyakarta : Fakultas Health and Development,Geneva.
Kedokteran, Universitas Sebelas Maret
Muehrcke, Philip. 1972. Thematic Cartography.
Assosiation of American
Geographer:Washington
Molina D,Patricia, James, Sherman A,Strogatz,
David S,Savitz, David A. 1994.
Assosiation between maternal education
and infant diarrhea in different
household and community environments
of Cebu, Philippines.Available
from:http://hdl.handle.net/2027.42/31922
(accessed 12 februari 2010)

171

Anda mungkin juga menyukai