ABSTRAK
S alah satu standar kompetensi lulusan mata pelajaran
matematika adalah mewujudkan kemampuan ber-
pikir logis, kritis, dan kreatif (Depdiknas, 2006). Berpikir
logis, kritis, dan kreatif tidak akan terbentuk begitu saja.
Bilangan pecahan selalu men- Untuk mencapai hal tersebut harus ada kerjasama dari
jadi topik yang menarik untuk dibi-
berbagai pihak. Pihak-pihak yang memiliki akses
carakan. Mulai cara mengenalkan-
nya sampai cara menyelesaikan langsung terhadap terciptanya kemampuan berpikir lo-
masalah-masalah yang berhu- gis, kritis, dan kreatif adalah guru. Guru harus mampu
bungan dengan pecahan. Menge- menciptakan suasana pembelajaran yang mendorong
nalkan bilangan pecahan tidak siswa untuk selalu aktif, baik fisik maupun mental.
semudah mengenalkan bilangan
bulat. Mengenalkan bilangan pe- Sejak kurikulum 2004 yang dikenal dengan istilah
cahan kepada siswa dapat diawali Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) disosialisa-
dengan menggunakan benda sikan, yang ditindaklanjuti dengan berbagai pelatihan
konkrit, kemudian dengan gambar tentang inovasi pembelajaran, banyak guru yang ber-
(semi konkrit), dan akhirnya me-
usaha mengubah langkah-langkah pembelajaran di kelas
ngenalkan simbol pecahan. De-
ngan menggunakan media terse- dari pembelajaran yang berpusat pada guru (teacher
but, diharapkan siswa lebih mudah center) menjadi berpusat pada siswa (student center).
memahami konsep bilangan pe- Hal ini cukup menggembirakan bagi dunia pendidikan,
cahan. karena dengan pembelajaran yang berpusat pada siswa,
Artikel ini akan membahas be-
berapa langkah untuk melatih pe- kemampuan berpikir logis, kritis, dan kreatif perlahan-
nalaran siswa Sekolah Dasar (SD) lahan akan tercapai.
dalam memahami konsep bilang- Matematika merupakan salah satu mata pelajaran
an pecahan dan menyelesaikan yang diajarkan mulai dari Taman Kanak Kanak sampai
masalah penjumlahan dan pengu-
Perguruan Tinggi. Proses pembelajaran matematika di
rangan bilangan pecahan.
jenjang yang satu tentu berbeda dengan di jenjang lain-
nya. Hal ini dilakukan karena siswa pada setiap jenjang
20
Iis Holisin - Melatih Penalaran Siswa Sekolah Dasar ....
memiliki tingkat perkembangan intelektual materi ini. Namun tidak sedikit guru yang
yang berbeda. Piaget (dalam Dahar, 1988: telaten membimbing para siswa sesuai
183) mengelompokkan tingkat perkembang- dengan perkembangan mental yang dimiliki
an intelektual siswa menjadi empat kelompok, siswa-siswanya. Mereka menggunakan ber-
yaitu: sensori motor (0-2 tahun), pra opera- bagai media, baik benda nyata maupun hanya
sional (2-7 tahun), operasional konkrit (7-11 berupa gambar.
tahun), dan operasi formal (11 tahun -ke Hasil wawancara penulis dengan bebe-
atas). Karena siswa pada setiap jenjang me- rapa siswa kelas III SD dari beberapa seko-
miliki tingkat perkembangan intelektual yang lah tentang penjumlahan dan pengurangan
berbeda, maka penalaran mereka dalam me- pecahan, ternyata masih ada siswa yang ke-
nerima dan memahami materi juga akan ber- sulitan menyelesaikan masalah tersebut, ter-
beda-beda. utama apabila penyebut kedua pecahan tidak
Pecahan merupakan salah satu materi sama. Masih ada siswa yang menjumlahkan
yang dikenalkan mulai kelas II SD. Siswa penyebut dengan penyebut dan pembilang
SD rata-rata berusia antara 7 – 12 tahun. dengan pembilang. Setelah ditanya lebih jauh
Berdasarkan teori perkembangan intelektual tentang bagaimana cara guru menjelaskan
yang dikemukakan Piaget, siswa SD terma- materi penjumlahan dan pengurangan, ter-
suk dalam kelompok operasional konkrit. Oleh nyata rata-rata guru langsung memberikan
karena itu proses pembelajaran di SD seba- rumus penjumlahan dan pengurangan pe-
iknya banyak melibatkan benda-benda kon- cahan. Guru tidak membimbing siswa untuk
krit, begitu juga dalam pembelajaran pecah- menemukan darimana rumus itu diperoleh.
an. Mengenalkan bilangan pecahan tidak se- Padahal kalau guru membimbing siswa untuk
mudah mengenalkan bilangan bulat. menemukan darimana rumus itu diperoleh,
Mengenalkan bilangan pecahan kepada maka pemahaman siswa tentang rumus ter-
siswa dapat diawali dengan menggunakan sebut akan lebih bermakna.
benda konkrit, misalnya: coklat batangan, po- Berdasarkan kenyataan di atas, penulis
tongan-potongan kertas berbentuk persegi ingin menganalisis bagaimana melatih
panjang, lingkaran, dan sebagainya. Kemu- penalaran siswa SD dalam memahami
dian dengan gambar (semi konkrit), dan akhir- konsep bilangan pecahan dan menyelesaikan
nya mengenalkan simbol pecahan. Dengan penjumlahan dan pengurangan bilangan
menggunakan media tersebut, diharapkan sis- pecahan.
wa lebih mudah memahami konsep bilangan
pecahan. B. RUMUSAN MASALAH
Operasi pecahan mulai dikenalkan di ke- Berdasarkan latar belakang masalah di
las III SD. Operasi yang pertama kali dipe- atas, maka penulis merumuskan masalah
lajari adalah operasi penjumlahan. Sebelum sebagai berikut : Bagaimana melatih pena-
siswa mempelajari operasi penjumlahan, ter- laran siswa SD dalam memahami konsep bi-
lebih dahulu mereka harus memahami langan pecahan dan menyelesaikan penjum-
pecahan senilai. Banyak guru yang meng- lahan dan pengurangan bilangan pecahan?
ambil jalan pintas untuk menyampaikan
21
Didaktis, Vol. 8, No. 3, Hal 1 -67, Oktober 2009, ISSN 1412-5889
22
Iis Holisin - Melatih Penalaran Siswa Sekolah Dasar ....
pulan atau membuat suatu pernyataan baru pern, 1966; Soekadijo, 1989, dalam Suharnan,
berdasar pada beberapa pernyataan yang di- 2005:161). Penalaran induktif adalah pena-
ketahui benar ataupun yang dianggap benar. laran yang menghasilkan kesimpulan yang
Pernyataan yang diketahui benar atau diang- lebih luas daripada premis-premisnya. Se-
gap benar disebut premis. dangkan penalaran deduktif adalah penalaran
yang menghasilkan kesimpulan yang tidak le-
2. Jenis-Jenis Penalaran bih luas dari pada premis-premisnya.
Penalaran dapat dikelompokkan menjadi Untuk menjelaskan perbedaan antara
dua bagian besar, yaitu penalaran deduktif penalaran induktif dan deduktif, perhatikan
dan penalaran induktif (Fearnside 1980; Hal- contoh berikut.
dengan a 0 dan b 0
Simpulan Simpulan
, dengan a 0 dan b 0
Contoh-contoh di atas menunjukkan bah- yang menerapkan hal-hal yang umum terlebih
wa penalaran induktif merupakan aktivitas dahulu untuk seterusnya dihubungkan dalam
berpikir untuk menarik kesimpulan berdasar- bagian-bagiannya yang khusus (spesifik).
kan pada beberapa pernyataan khusus yang Matematika dikenal sebagai ilmu deduktif.
diketahui benar. Metode berpikir induktif ada- Ini berarti proses pengerjaaan matematika
lah metode yang digunakan dalam berpikir harus bersifat deduktif. Tetapi dalam mate-
dengan bertolak dari hal-hal khusus ke umum. matika, mencari kebenaran itu bisa dimulai
Hukum yang disimpulkan difenomena yang dengan cara induktif, selanjutnya generalisasi
diselidiki berlaku bagi fenomena sejenis yang yang benar untuk sebuah keadaan harus da-
belum diteliti. Generalisasi adalah bentuk dari pat dibuktikan secara deduktif. Soedjadi (da-
metode berpikir induktif. lam Rochmad, 2009:7) mengatakan “Mes-
Sedangkan penalaran deduktif merupakan kipun pola pikir deduktif itu sangat penting,
aktivitas berpikir untuk menarik kesimpulan namun dalam pembelajaran matematika ter-
berdasarkan definisi yang telah ada. Metode utama di jenjang SD dan SMP, masih sangat
berpikir deduktif merupakan metode berpikir diperlukan penggunaan pola pikir induktif”
23
Didaktis, Vol. 8, No. 3, Hal 1 -67, Oktober 2009, ISSN 1412-5889
Dengan cara yang sama seperti pada langkah 1 sampai 9, guru meminta siswa untuk
menunjukkan bagian dari kertas yang menunjukkan bilangan
25
Didaktis, Vol. 8, No. 3, Hal 1 -67, Oktober 2009, ISSN 1412-5889
26
Iis Holisin - Melatih Penalaran Siswa Sekolah Dasar ....
27
Didaktis, Vol. 8, No. 3, Hal 1 -67, Oktober 2009, ISSN 1412-5889
28
Iis Holisin - Melatih Penalaran Siswa Sekolah Dasar ....
(i)
(iii)
(iv). Banyak gambar yang diberi arsir jika dibandingkan
dengan banyak gambar seluruhnya menunjukkan
bilangan pecahan berapa? Mengapa?
(iv)
29
Didaktis, Vol. 8, No. 3, Hal 1 -67, Oktober 2009, ISSN 1412-5889
30
Iis Holisin - Melatih Penalaran Siswa Sekolah Dasar ....
½
1/3
Guru : setelah itu apa yang akan kalian lakukan?
Siswa memotong masing-masing potongan kertas,
kemudian menempelkan potongan-potongan tersebut
pada kertas yang ketiga.
31
Didaktis, Vol. 8, No. 3, Hal 1 -67, Oktober 2009, ISSN 1412-5889
1 1
Karena siswa sudah memahami representasi bilangan pecahan, maka guru
meminta siswa untuk menunjukkan daerah yang menunjukkan , dan
½ 1-
1/3
Setelah siswa mampu menunjukkan bilangan , dan , guru bertanya bagaimana
menyelesaikan dengan menggunakan potongan –potongan kertas
tersebut?
Jawaban yang diharapkan sebagai berikut.
Siswa menutup potongan kertas berukuran satu dengan potongan berukuran ½
dan 1/3, kemudian memotong/menandai kertas yang tersisa.
Guru : apa yang dapat kalian lakukan dengan kertas sisa tersebut?
Jawaban yang diharapkan: kertas sisa ini merupakan penyelesaiannya.
Guru : berapa besarnya?
Siswa : siswa membagi kertas berukuran satu dengan potongan kertas yang
tersisa tadi. Ternyata kertas yang berukuran satu terbagi menjadi 6 bagian yang
sama.
Guru : Apa yang dapat kamu simpulkan?
Siswa : penyelesaian dari masalah di atas adalah .
1-
Dengan langkah ini diharapkan siswa Pembelajaran seperti itu dapat melibatkan
dapat berpikir dan bernalar bahwa siswa secara mental. Siswa merasa terlibat
dalam perolehan konsep dan akhirnya konsep
=1– - = - - = . Langkah-langkah yang mereka peroleh lebih tahan lama.
ini sesuai dengan teori konstruktivis yang Pembelajaran seperti ini yang dianjurkan oleh
dikemukakan Piaget. kaum konstruktivis, yaitu melibatkan siswa
Setelah siswa memahami proses penye- dalam membangun konsep. Pada akhir pem-
lesaian di atas, guru memberikan masalah la- belajaran, siswa diharapkan dapat mene-
in yang melibatkan bilangan pecahan yang mukan rumus penjumlahan dan pengurangan
lebih bervariasi dengan penyebut yang ber- pecahan secara umum. Proses pembelajaran
beda, sampai siswa menemukan rumus pen- seperti ini akan melatih penalaran induktif
jumlahan dan pengurangan bilangan pecahan. siswa.
32
Iis Holisin - Melatih Penalaran Siswa Sekolah Dasar ....
33