Anda di halaman 1dari 14

A.

Konsep Ansietas
1) Definisi Ansietas
Ansietas adalah perasaan was-was, khawatir, atau tidak nyaman seakan-akan akan
terjadi sesuatu yang dirasakan sebagai ancaman Ansietas berbeda dengan rasa takut. Takut
merupakan penilaian intelektual terhadap sesuatu yang berbahaya, sedangkan ansietas
adalah respon emosional terhadap penilaian tersebut (Keliat, 2012). Ansietas merupakan
pengalaman emosi dan subjektif tanpa ada objek yang spesifik sehingga orang merasakan
suatu perasaan was-was (khawatir) seolah-olah ada sesuatu yang buruk akan terjadi dan
pada umumnya disertai gejala-gejala otonomik yang berlangsung beberapa waktu (Stuart
dan Laraia,1998) dalam buku (Pieter,dkk, 2011).
Sedangkan menurut (Riyadi&Purwanto, 2010) Ansietas adalah suatu perasaan takut
yang tidak menyenangkan dan tidak dapat dibenarkan yang sering disertai gejala fisiologis,
sedangkan pada gangguan ansietas terkandung unsur penderitaan yang bermakna dan
gangguan fungsi yang disebabkan oleh kecemasan tersebut. Kecemasan merupakan suatu
perasaan subjektif mengenai ketegangan mental yang menggelisahkan sebagai reaksi
umum dari ketidak mampuan mengatasi suatu masalah atau tidak adanya rasa aman.
Perasaan yang tidak menentu tersebut pada umumnya tidak menyenangkan yang nantinya
akan menimbulkan atau disertai perubahan fisiologis dan psikologis (Rochman, 2010).
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa ansietas adalah respon seseorang berupa
rasa khawatir, was-was dan tidak nyaman dalam menghadapi suatu hal tanpa objek yang
jelas.
Kecemasan adalah perasaan takut yang tidak jelas dan tidak di dukung oleh situasi.
Gangguan kecemasan adalah sekelompokkondisi yang member gambaran penting
tentangansietas yang berlebihanyang disertai respon perilaku, emosional dan fisiologis
individu yang mengalami gangguan ansietas (Videback, 2008: 307).
Kecemasan adalah suatu perasaan tidak santai yang samar-samar karena
ketidaknyamanan atau rasa takut yang disertai respon (penyebab tidak spesifik atau tidak
diketahui oleh individu). Perasaan takut dan tidak menentu sebagai sinyal yang
menyadarkan bahwa peringatan tentang bahaya akan datang memperkuat individu
mengambil tindakan menghadapi ancaman.
Kejadian dalam hidup seperti menghadapi tuntutan, persaingan, serta bencana dapat
membawa dampak terhadap kesehatan fisik dan psikologis. Salah satu contoh dampak
psikologis adalah timbulnya kecemasan atau ansietas. (AH. Yusuf,2015:89)
2) Rentang Respon Kecemasan

3) Tingkatan Ansietas
a) Ansietas Ringan
Ansietas ringan berhubungan dengan ketegangan peristiwa kehidupan sehari-hari.
Lapang persepsi melebar dan orang akan bersikap hati-hati dan waspada. Orang yang
mengalami ansietas ringan akan terdorong untuk menghasilkan kreativitas. Respons-
respons fisiologis orang yang mengalami ansietas ringan adalah sesekali mengalami
napas pendek, naiknya tekanan darah dan nadi, muka berkerut, bibir bergetar, dan
mengalami gejala pada lambung. Respons kognitif orang yang mengalami ansietas
ringan adalah lapang persepsi yang melebar, dapat menerima rangsangan yang
kompleks, konsentrasi pada masalah dan dapat menjelaskan masalah secara efektif.
Adapun respons perilaku dan emosi dari orang yang mengalami ansietas adalah tidak
dapat duduk tenang, tremor halus pada tangan, suara kadang-kadang meninggi.
b) Ansietas Sedang
Pada ansietas sedang tingkat lapang persepsi pada lingkungan menurun dan
memfokuskan diri pada hal-hal penting saat itu juga dan menyampingkan hal-hal lain.
Respons fisiologis dari orang yang mengalami ansietas sedang adalah sering napas
pendek, nadi dan tekanan darah naik mulut kering, anoreksia, diare, konstipasi dan
gelisah.
Respon kognitif orang yang mengalami ansietas sedang adalah lapang persepsi
yang menyempit, rangsangan luar sulit diterima, berfokus pada apa yang menjadi
perhatian. Adapun respons perilaku dan emosi adalah gerakan yang tersentak-sentak,
meremas tangan, sulit tidur, dan perasaan tidak aman.
c) Ansietas Berat
Pada ansietas berat lapang persepsi menjadi sangat sempit, individu cenderung
memikirkan hal-hal kecil dan mengabaikan hal-hal lain. Individu sulit berpikir realistis
dan membutuhkan banyak pengarahan untuk memusatkan perhatian pada area lain.
Respons-respons fisiologis ansietas berat adalah napas pendek, nadi dan tekanan darah
darah naik, banyak berkeringat, rasa sakit kepala, penglihatan kabur, dan mengalami
ketegangan.
Respon kognitif pada orang yang mengalami ansietas berat adalah lapang persepsi
sangat sempit dan tidak mampu untuk menyelesaikan masalah. Adapun respons
perilaku dan emosinya terlihat dari perasaan tidak aman, verbalisasi yang cepat, dan
blocking.
d) Panik
Pada tingkatan panik lapang persepsi seseorang sudah sangat sempit dan sudah
mengalami gangguan sehingga tidak bisa mengendalikan diri lagi dan sulit melakukan
apapun walaupun dia sudah diberikan pengarahan. Respons-respons fisiologis panik
adalah napas pendek, rasa tercekik, sakit dada, pucat, hipotensi dan koordinasi motorik
yang sangat rendah. Sementara respons-respons kognitif penderita panik adalah lapang
persepsi yang sangat pendek sekali dan tidak mampu berpikir logis. Adapun respons
perilaku dan emosinya terlihat agitasi, mengamuk dan marah-marah, ketakutan dan
berteriak-teriak, blocking, kehilangan kontrol diri dan memiliki persepsi yang kacau
(Herry Zan Pieter, 2011).
4) Etiologi
a) Faktor predisposisi
Stressor predisposisi adalah semua ketegangan dalam kehidupan yang yang dapat
menimbulkan kecemasan (Suliswati, 2005). Ketegangan dalam kehidupan tersebut
dapat berupa:
1. Peristiwa traumatik, yang dapat memicu terjadinya kecemasan berkaitan dengan
krisis yang dialami individu baik krisis perkembangan atau situasional
2. Konflik emosional yang dialami individu dan tidak terselesaikan dengan baik.
Konflik antara id dan superego atau antara keinginan dan kenyataan yang
menimbulkan kecemasan pada individu
3. Konsep diri terganggu akan menimbulkan ketidak mampuan individu berpikir
secara realitas sehingga akan menimbulkan kecemasan
4. Frustasi akan menimbulkan rasa ketidak berdayaan untuk mengambil keputusan
yang berdampak terhadap ego
5. Gangguan fisik akan menimbulkan kecemasan karena merupakan ancaman
terhadap integritas fisik yang dapat mempengaruhi konsep diri individu
6. Pola mekanisme koping keluarga atau pola keluarga menangani stress akan
mempengaruhi individu dalam berespon terhadap konflik yang dialami karena pola
mekanisme koping individu banyak dipelajari dalam keluarga
7. Riwayat gangguan kecemasan dalam keluarga akan mempengaruhi respon individu
dalam berespon terhadap konflik dan mengatasi kecemasan
8. Medikasi yang dapat memicu terjadinya kecemasan adalah pengobatan yang
mengandung benzodizepin, karena benzodizepin dapat menekan neurotransmiter
gama amino butyric acid (GABA) yang mengontrol aktivitas neuron di otak yang
bertanggung jawab menghasilkan kecemasan.
a. Faktor Presipitasi
Stressor presipitasi adalah ketegangan dalam kehidupan yang dapat mencetuskan
tibulnya kecemasan. Stressor presipitasi kecemasan dikelompokkan menjadi 2 yaitu :
a. Ancaman terhadap intregitas fisik.Ketegangan yang mengancam integritas fisik
yang meliputi:
1. Sumber internal, meliputi kegagalan mekanisme fisiologis sistem imun,
regulasi suhu tubuh, perubahan biologis normal (misalnya hamil).
2. Sumber eksternal meliputi paparan terhadap infeksi virus dan bakteri, polutan
lingkungan, kecelakaan, kekurangan nutrisi, tidak adekuatnya tempat tinggal.
b. Ancaman terhadap harga diri meliputi sumber eksternal dan internal
1. Sumber internal, kesulitan dalam berhubungan interpersonal dirumah dan
tempat kerja, penyesuaian terhadap peran baru. Berbagai ancaman terhadap
intergritas fisik juga dapat mengancam harga diri.
2. Sumber eksternal: kehilangan orang yang dicintai, perceraian, perubahan status
pekerjaan, tekanan kelompok, sosial budaya (Eko Prabowo, 2014).
Menurut (Savitri Ramaiah, 2003: 11) ada beberapa faktor ynag menunjukkan reaksi
kecemasan, diantaranya yaitu:
1. Lingkungan atau sekitar tempat tinggal mempengaruhi cara berpikir individu
tentang diri sendiri maupun orang lain. Hal ini di sebabkan karena adanya
pengalaman yang tidak menyenangkan pada individu dengan keluarga, sahabat,
ataupun rekan kerja. Sehingga individu tersebut merasa tidak aman terhadap
lingkungannya.
2. Emosi yang ditekan, kecemasan bisa terjadi jika individu tidak mampu
menemukan jalan keluar untuk perasaannya sendiri dalam hubungan personal
ini, terutama jika dirinya menekan rasa marah atau frustasi dalam jangka waktu
yang sangat lama.
3. Pikiran dan tubuh senantiasa saling berinteraksi dan dapat menyebabkan
timbulnya kecemasan.
5) Tanda dan Gejala
Gejala meliputi (APA, 1994)
a. Palpitasi, jantung berdebar, atau akselerasi frekuensi jantung
b. Berkeringat
c. Gemetar atau menggigil
d. Perasaan sesak napas dan tercekik
e. Perasaan tersedak
f. Nyeri atau ketidak nyamanan dada
g. Mual atau distres abdomen
h. Merasa pusing, limbung, vertigo, atau pingsan
i. Derealisasi (Perasaan tidak realistis) atau depersonalisasi (terpisah dari diri sendiri)
j. Takut kehilangan kendali atau menjadi gila
k. Takut mati
l. Perestesia (kebas atau kesemutan)
m. Bergantian kedinginan atau kepanasan
Gejala lain gangguan ansietas meliputi:
a. Gelisah, perasaan tegang, khawatir berlebihan, mudah letih, sulit berkonsentrasi,
iritabilitas, otot tegang, dan gangguan tidur (gangguan ansietas umum)
b. Ingatan atau mimpi buruk berulang yang mengganggu mengenai peristiwa traumatis,
perasaan menghidupkan kembali trauma ( episode kilas balik ), kesulitan merasakan
emosi ( afek datar ), insomnia dan iritabilitas atau marah yang meledak–ledak
(gangguan stres pasca trauma)
c. Repetitif, pikiran obsesif, perilaku kasar yang berkaitan dengan kekerasan,
kontaminasi, dan keraguan, berulang kali melakukan aktifitas yang tidak bertujuan,
seperti mencuci tangan, menghitung, memeriksa, menyentuh (gangguan obsesif-
kompulsif)
d. Rasa takut yang nyata dan menetap akan objek atau situasi tertentu ( fobia spesifik ),
situasi performa atau sosial (fobia sosial), atau berada dalam satu situasi yang membuat
individu terjebak ( agorafobia) (Eko Prabowo, 2014).
6) Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kecemasan
Mcfarlan dan Wasli (1997 dalam Shives,1998) mengatakan bahwa faktor yang
berkonstribusi pada terjadinya kecemasan meliputi ancaman pada:
a. Konsep diri
b. Personal security system
c. Kepercayaan, lingkungan
d. Fungsi peran, hubungan interpersonal, dan
e. Status kesehatan.
Menurut Direktorat Kesehatan Jiwa Depkes RI (1994), faktor-faktor yang memengaruhi
kecemasan antara lain sebagai berikut:
1. Perkembangan Kepribadian
Perkembangan kepribadian seorang dimulai sejak usia bayi hingga 18 tahun dan
bergantung pada pendidikan orang tua dirumah, pendidikan disekolah dan pengaruh
sosialnya, serta pengalaman dalam kehidupannya.
Seseorang menjadi pencemas terutama akibat prosesdan identifikasi dirinya terhadap
kedua orang tuanya daripada pengaruh keturunannya. Perkembangan kepribadian akan
membentuk tipe kepribadian seseorang dimana tipe kepribadian tersebut akan memengaruhi
seseorang dalam merespons kecemasan. Dengan demikian respon kecemasan yang dialami
seseorang akan berbeda dari orang lain, bergantung pada tipe kepribadian tersebut.

2. Tingkat Maturasi
Tingkat maturasi individu akan memengaruhi tingkat kecemasan. Pada bayi tingkat
kecemasan lebih disebabkan perpisahan dan lingkungan yang tidak dikenal. Kecemasan
pada remaja lebih banyak disebabkan oleh perkembangan seksual. Pada orang dewasa
kecemasan lebih banyak ditimbulkan oleh hal-hal yang berhubungan dengan ancaman
konsep diri, sedangkan pada lansia kecemasan berhubungan dengan kehilangan fungsi,
sebagai contoh adalah wanita yang menjelang menopouse. Mereka akan merasa cemas
akibat akan mengalami penurunan fungsi reproduktif sehingga diperlukan dukungan sosial
untuk mencegah terjadinya kecemasan tersebut.

3. Tingkat Pengetahuan
Individu dengan tingkat pengetahuannya lebih tinggi akan mempunyai koping (
penyelesaian masalah ) yang lebih adaptif terhadap kecemasan daripada individu yang
tingkat pengetahuannya lebih rendah.
4. Karakteristik Stimulus
 Intensitas stressor
Intensitas stimulus yang semakin besar, semakin besar pula kemungkinan respons
cemas akan terjadi. Stimulus hebat akan menimbulkan lebih banyak respons yang nyata
daripada stimulus yang timbul perlahan-lahan. Stimulus ini selalu memberi waktu bagi
seseorang untuk mengembangkan cara penyelesaian masalah
 Lama Stressor
Stressor yang menetap dapat menghabiskan energi dan akhirnya akan melemahkan
sumber-sumber penyelesaian masalah yang ada.
 Jumlah Stressor
Stressor yang besar akan lebih meningkatkan kecemasan pada individu daripada
stimulus yang lebih kecil. (Solehati & Kosasih, 2015)
7) Penatalaksanaan
Menurut Hawari (2008) penatalaksanaan ansietas pada tahap pencegahan dan terapi
memerlukan suatu metode pendekatan yang bersifat holistik, yaitu mencakup fisik (
somatik ), psikologik atau psikiatrik, psikososial dan psikoreligius. Selengkapnya seperti
pada uraian berikut:
1. Upaya meningkatkan kekebalan terhadap stress, dengan cara:
a. Makan makanan yang bergizi dan seimbang
b. Tidur yang cukup
c. Olahraga yang cukup
d. Tidak merokok
e. Tidak meminum minuman keras
2. Terapi psikofarmaka
Terapi psikofarmaka merupakan pengobatan untuk cemas dengan memakai obat-
obatan yang berkhasiat memulihkan fungsi gangguan neurotransmiter ( sinyal
penghantar syaraf ) di susunan saraf pusat otak ( limbic system ). Terapi psikofarmaka
yang sering dipakai adalah obat anti cemas (anxiolitic), yaitu diazepam, clobazam,
bromazepam, lorazepam, buspironeHCl, meprobamate dan alprazolam.
3. Terapi somatik
Gejala atau keluhan fisik ( somatik ) sering dijumpai sebagai gejala ikutan atau akibat
dari kecemasan yang berkepanjangan Untuk menghilangkan keluhan-keluhan somatik
( fisik ) itu dapat diberikan obat-obatan yang ditujukan pada organ tubuh yang
bersangkutan.
4. Psikoterapi
Psikoterapi diberikan tergantung dari kebutuhan individu, antara lain:
a) Psikoterapi suportif, untuk memberikan motivasi semangat atau dorongan agar
pasien yang bersangkutan tidak merasa putus asa dan diberi keyakinan serta
percaya diri
b) Psikoterapi re-edukatif, memberikan pendidikan ulang dan koreksi bila dinilai
bahwa ketidak mampuan mengatasi kecemasan
c) Psikoterapi re-konstruktif, untuk dimaksutkan memperbaiki (re-konstruksi)
kepribadian yang telah mengalami goncangan akibat stressorPsikoterapi kognitif,
untuk memulihkan fungsi kognitif pasien yaitu kemampuan untuk berpikir secara
rasional, konsentrai dan daya ingat.
d) Psikoterapi psikodinamik, untuk menganalisa dan menguraikan proses dinamika
kejiwaan yang dapat menjelaskan mengapa seseorang tidak mampu menghadap
stressor psikososial sehingga mengalami kecemasan.
e) Psikoterapi keluarga untuk memperbaiki hubungan kekeluargaan agar faktor
keluarga tidak lagi menjadi faktor penyebab dan faktor keluarga dapat dijadikan
sebagai faktor pendukung .
5. Terapi psikoreligius
Untuk meningkatkan keimanan seseorang yang erat hubungannya dengan kekebalan
dan daya tahan dalam menghadapi berbagai problem kehidupan yang merupakan
stressor psikososial. (Eko Prabowo, 2014).
6. Napas Dalam
Napas dalam yaitu bentuk latihan napas yang terdiri atas pernapasan abdominal
(diafragma), Prosedur:
a. Atur posisi yang nyaman
b. Fleksikan lutut klien untuk merelaksasi otot abdomen
c. Tempatkan 1 atau 2 tangan pada abdomen, tepat dibawah tulang iga
d. Tarik napas dalam melalui hidung, jaga mulut tetap tertutup. Hitung sampai 3
selama inspirasi
e. Hembuskan udara lewat bibir seperti meniup secara perlahan – lahan
(Asmadi,2008).
8) Pohon Masalah

B. Pengkajian Fokus
1. Pengkajian
a. Nama Klien
b. Umur
c. Pekerjaan
d. Pendidikan
e. Alamat
2. Alasan Masuk
Sesuai diagnosa awal klien
3. Fisik
a. Ukur TTV (TD, Nadi, suhu, RR)
b. Keluhan fisik: insomnia, gelisah
4. Data yang Perlu Dikaji
a. Perilaku
Produktivitas menurun, mengamati dan waspada, kontak mata, jelek, gelisah, melihat
sekilas sesuatu, pergerakan berlebihan (seperti; foot shuffling, pergerakan
lengan/tangan), Ungkapan perhatian berkaitan dengan merubah peristiwa dalam hidup,
insomnia, perasaan gelisah.
b. Afektif
Menyesal, iritabel,kesedihan mendalam, takut, gugup, suka cita berlebihan, nyeri dan
ketidak berdayaan meningkat secara menetap, gemertak, ketidak pastian, kekhawatiran
meningkat, fokus pada diri sendiri, perasaan tidak adekuat, ketakutan, distressed,
khawatir, prihatin dan mencemaskan.
c. Fisiologis
Suara bergetar, gemetar/tremor tangan, bergoyang-goyang, respirasi meningkat,
kesegeraan berkemih ( parasimpatis), nadi meningkat, dilasi pupil, refleks-refleks
meningkat, nyeri abdomen, gangguan tidur, perasaan geli pada ekstrimitas, eksitasi
kardiovaskuler, peluh meningkat, wajah tegang, anoreksia, jantung berdebar-debar ,
diarhea, keragu-raguan berkemih kelelahan, mulut kering, kelemahan, nadi berkurang,
wajah bergejolak, vasokontriksi supervisial, berkedutan, tekanan darah menurun mual,
keseringan berkemih, pingsan, sukar bernafas, tekanan darah meningkat.
d. Kognitif
Hambatan berfikir, bingung, preokupasi, pelupa, perenungan, perhatian, lemah, lapang
persepsi menurun, takut akibat yang tidak khas, cenderung menyalahkan orang lain,
sukar berkonsentrasi, kemampuan berkurang terhadap:( memecahkan masalah dan
belajar) , kewaspadaan terhadap gejala fisiologis.
e. Faktor yang berhubungan
Terpapar toksin, konflik tidak disadari tentang pentingnya nilai-nilai / tujuan hidup,
hubungan kekeluargaan / keturunan, kebutuhan yang tidak terpenuhi, interpersonal-
transmisi/penularan, krisis situasional, maturasi, ancaman terhadap konsep diri, stress,
penyalah gunaan zat,ancaman terhadap atau perubahan dalam : status peran status
kesehatan , pola interaksi, fungsi peran, lingkungan , status ekonomi ( NANDA 2005-
2006:9-11)
2. Masalah Keperawatan
a. Ansietas
b. Harga diri rendah
c. Gangguan citra tubuh
d. Koping individu inefektif
e. Kurangnya pengetahuan
f. Depresi
3. Diagnosa Keperawatan
Pembentukan diagnosa keperawatan mengharuskan perawat menentukan kualitas
(kesesuaian) dari respon pasien, kuantitas (tingkat) dari ansietas pasien dan sifat adaptif atau
maladaptif dari mekanisme koping yang digunakan ( Direja, 2011).
Dengan daftar masalah, faktor yang berhubungan dengan ansietas:
a. Perubahan dalam (status ekonomi, lingkungan, status kesehatan, pola interaksi, fungsi
peran, status peran)
b. Stress
c. Ancaman pada (status ekonomi, lingkungan, status kesehatan, pola interaksi, fungsi
peran, status peran, konsep diri)
d. Kebutuhan yang tidak terpenuhi
e. Konflik yang tidak disadar mengenai tujuan penting hidup

4. Rencana Keperawatan
Diagnosa Perencanaan
Intervensi Rasional
Keperawatan Tujuan Kriteria Hasil
Ansietas TUK 1 Ekspresi Bina hubungan saling Hubungan saling
Sedang Klien dapat wajah percaya dengan percaya merupakan
menjalin dan bersahabat, mengungkapkan prinsip dasar untuk
membina menunjukkan komunikasi terapeutik : kelancaran hubungan
hubungan saling rasa senang, 1. Sapa klien dengan interaksi selanjutnya
percaya ada kontak ramah, baik verbal
mata, mau maupun non verbal
berjabat 2. Perkenalkan diri
tangan, mau dengan sopan
menyebutkan 3. Tanyakan nama
nama, mau lengkap klien dan
menjawab nama panggilan yang
salam, klien disukai klien
mau duduk 4. Jelaskan tujuan
berdampingan pertemuan
dengan 5. Jujur dan menepati
perawat , mau
mengutarakan
masalah yang
dihadapi
TUK 2 1. Bantu klien untuk Untuk mengadopsi
Klien dapat mengidentifikasi dan respons koping yang
menguraikan baru, pasien pertama
mengidenfikasi
perasaannya kali harus menyadari
dan 2. Validasi kesimpulan perasaan dan
dan asumsi terhadap mengatasi
menggambarkan
klien penyangkalan dan
perasaan tentang 3. Gunakan pertanyaan resistens yang
terbuka untuk disadari atau tidak
ansietas
mengalihkan dari disadari
topik yang
mengancam ke hal
yang berkaitan
dengan konflik
4. Gunakan konsultasi

TUK 3 1. Bantu klien Mengenali keadaan


Klien dapat menjelaskan yang dapat
mengidentifikasi situasi dan menyebabkan
penyebab ansietas interaksi yang munculnya ansietas
dapat segera
menimbulkan Memperluas
ansietas kesadaran tentang
2. Bersama klien perkembangan
meninjau ansietas
kembali
penilaian klien
3. Kaitkan
pengalaman
yang baru
terjadi dengan
pengalaman
masa lalu yang
relevan

TUK 4 1. Gali cara klien Respon koping


Klien dapat mengurangi adaptif dapat
menguraikan ansietas di dipelajari melalui
respons koping masa lalu analisa mekanisme
adaptif dan 2. Dorong klien koping yang
maladaptif untuk digunakan di masa
menggunakan lalu
respons koping
adaptif yang Koping yang baru
dimilikinya dapat mengatasi stress
3. Bantu klien dan mengatur distress
untuk emosional yang
menyusun menyertai
kembali tujuan
hidup,
memodifikasi
tujuan,
menggunakan
sumber dan
menggunakan
koping yang
baru
4. Bantu klien
secara aktif
untuk
mengaitkan
hubungan
sebab

TUK 5 1. Dorong pasien Klien dapat mengatasi


Klien dapat melakukan stres dengan
mengimplementas aktivitas fisik mengatur distres
ikan respons untuk emosional yang
adaptif untuk mengeluarkan menyertainya melalui
mengatasi ansietas energinya pengguanaan teknik
2. Libatkan orang pelalsanaan stres.
terdekat sebagi
sumber dan Tekhnik relaksasi
dukungan sosial nafas dalam dapat
dalam membantu menurunkan ansietas
klien
mempelajari Melatih untuk selalu
respons koping mengontrol ansietas
yang baru
3. Ajarkan klien
teknik relaksasi
nafas dalam
untuk
meningkatkan
kontrol dan rasa
percaya diri
4. Dorong klien
untuk
menggunakan
relaksasi nafas
dalam
DAFTAR PUSTAKA

AH.Yusuf (2015). Buku Ajaran Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta Selatan: Jagakarsa.

Kholil Lur Rochman. (2010). Kesehatan Mental. Purworkerto: Fajar Medika.

Mustamir Pedak. (2009). Metode Supernol Menaklukan Stress. Jakarta: Himah Publishing House.

Prabowo Eko. (2014). Asuhan Keperawatan Jiwa. Jogjakarta: Nuha Medika.

Anda mungkin juga menyukai