Banyak orang yang suka membersihkan telinga sembarangan
hanya untuk bisa merasa nyaman. Padahal kalau sampai terluka, bisa menyebabkan infeksi, bahkan berlanjut dengan tuli. Tulisan berikut ini perlu dicermati agar alat pendengaran kita tetap sehat.
Pada liang telinga, tepatnya di 1/3 bagian luar telinga yang
berbulu, terdapat kelenjar minyak atau serumen. Ini berfungsi untuk mencegah masuknya kotoran, serangga, serta bakteri.
Dalam keadaan normal kelenjar ini akan mengeluarkan
minyak sedikit demi sedikit, meleleh keluar ke daun telinga. Limbahnya menyerupai kotoran yang liat atau lembek, namun akan mengering dengan sendirinya. Setelah kering, kelenjar tadi akan memproduksi minyak kembali. Demikian mekanisme kerjanya dalam membersihkan telinga terlalu sering dirangsang, kelenjar ini akan mengeluarkan minyak berlebihan yang justru kurang baik untuk kesehatan telinga.
Perlu diperhatikan, bila telinga dibersihkan dengan cotton
bud jangan sampai ke liang telinga. Kalau sampai ke liang telinga, sebagian besar kotoran akan terdorong masuk ke bagian dalam yakni gendang telinga yang kemudian menumpuk dan membatu. Apalagi bila jenis kotorannya kering dan keras. “Di sinilah seseorang akan mendapat masalah karena bagian dalam telinga terasa gatal. Kalau dibersihkan sendiri, dengan cotton bud misalnya, bisa mengakibatkan luka kulit atau gendang telinga, kulit gatal seperti exim atau bahkan terjadi infeksi sampai bernanah (otitis media),” tambah dr. Hadjar. Kasus gangguan telinga pada balita terjadi lantaran cara membersihkan telinga yang salah ini cukup banyak terjadi di Indonesia. Infeksi ini sering menimbulkan demam. Di samping bisa mengakibatkan infeksi, kotoran membatu tadi akan menyebabkan telinga terasa sakit atau sedikit terganggu pedengarannya setelah berenang, sebab air yang masuk akan terhalang keluar. Bahkan, kalau lubang telinga yang tersumbat hanya sebelah, dapat mengakibatkan pusing atau vertigo(berputar), terutama bila orang berenang di air dingin.
Kalau diketahui ada kotoran yang telah mengeras di dekat
gendang telinga, harus segera diperiksakan ke dokter ahli THT. Biasanya dokter akan memberikan obat tetes telinga (karbol gliserin 10%) untuk memecahkan kotoran tersebut. Kotoran yang sudah pecah diteteskan atau dibersihkan keluar. Infeksi yang barangkali muncul lantaran iritasi kotoran itu diatasi dengan pemberian obat antibiotik.
Gangguan pada telinga yang tersumbat kotoran dapat muncul
saat naik pesawat udara. Pasalnya, udara yang masuk pada saat tekanan tinggi tidak dapat keluar dengan leluasa. Akibatnya telinga akan terasa sakit, bahkan yang paling mengkhawatirkan jika gendang telinga pecah. Nah, pembagian permen yang biasa dilakukan oleh apra pramugari di atas pesawat sebelum lepas landas itu secara tak langsung berguna untuk kesehatan telinga kita. Mengunyah sesuatu atau mengulum permen bisa menyeimbangkan udara yang masuk melalui telinga, agar udara tidak terkunci di dalam.
Pilek dan Gangguan Telinga
Penyakit pilek adakalanya mengganggu telinga karena lubang yang menghubungkan telinga tengah dengan hidung (tuba eustachius) mengalami peradangan atau bahkan tersumbat. Bila kita merencanakan naik pesawat udahra atau berenang pada saat menderita pilek berat, sebaiknya terlebih dahulu ke dokter untuk mendapatkan obat tetes atau yang dapat menanggulangi peradangan tersebut. Para penyelam dianjurkan tidak menyelam saat menderita pilek, sebab tekanan air yang besar sangat membutuhkan kelonggaran keluar-masuknya udara melalui tuba. Kalau tuba eustachius-nya sedang mengalami peradangan tentu udara akan terhalang dan bisa mengakibatkan pecahnya gendang telinga, atau kita mendapat serangan sakit telinga atau vertigo karena udara terkurung di dalam. Di lain pihak, penyakit pilek yang tak kunjung sembuh pada anak bisa menyebabkan infeksi telinga tengah apalagi kalau bagian tersebut penuh kotoran atau cairan.
Gangguan lain pada telinga bisa diakibatkan masuknya benda
asing ke dalan saluran pendengaran. Banyak anak kecil yang memasukkan biji-bijian ke dalam telinga. Benda keras ini berbahaya kalau tidak diambil sebab dapat mendesak gendang telinga atau bergesernya kedudukan tulang pendengaran.
Ada lagi sejenis virus yang dapat menyerang saraf
pendengaran. Serangan virus ini bisa menyebabkan sakit pada telinga akibat berkurangnya darah yang mengalir pada alat pendengaran. Penyakit jenis ini disebut tuli mendadak.
Trauma Polusi Suara
Telinga terdiri dari 3 bagian yakni bagian luar, tengah, dan dalam. Bagian luar dan tengah berperan penting dalam pengumpulan serta pengiriman suara. Telinga bagian dalam memiliki mekanisme agar tubuh tetap seimbang dan bertanggung jawab mengubah gelombang suara menjadi gelombang listrik.
Melalui lubang teling, suara yang masuk akan menggetarkan
selaput kaca pendengaran dalam rongga telinga. Getaran ini menggerakkan tulang-tulang pendengaran sampai ke tulang pendengaran sampai ke tulang sanggurdi. Cairan dalam rumah siput (cochlea) pun ikut bergetar. Gerakan cairan ini membuat sel-sel rambut terangsang. Rangsangan inilah yang ditangkap saraf pendengaran yang akhirnya diteruskan ke otak. Manusia normal mampu mendengar suara berfrekuensi 20-20.000 Hz (satuan suara berdasarkan perhitungan jumlah getara sumber bunyi per detik) dengan intensitas atau tingkat kekerasan di bawah 80 desibel (dB).
Bunyi di atas bila terus-menerus dan dipaksakan bisa merusak
pendengaran karena bisa mematikan fungsi sel-sel rambut dalam sistem pendengaran. Gejala awal seringkali tidak dirasakan kecuali telinga berdengung, kemudian diikuti oleh menurunnya pendengaran. “Trauma suara banyak dialami oleh para pekerja pabrik,” kata dr. Hadjar. Menurut ahli THT ini, kebisingan pabrik akan aman selama masih di bawa 80dB. Namun bila naik 3 dB saja, seseorang sebaiknya beristirahat sejenak setelah bekerja 4 jam, apalagi kalau suara mesinnya kasar dan membosankan, atau bila perlu mengenakan penutup telinga. Kebisingan suara di jalan yang setiap hari didengar para supir bus pun bisa berdampak negatif terhadap pendengaran sang supir.
Sebaliknya, suara musik walaupun keras, kebanyakan masih
bsia ditoleransi oleh telinga lantaran terasa enak didengar. “Musik enak malah bisa ikut melonggarkan pembuluh darah telinga,” tambah dr. Hadjar yang mengacu hasil penelitian terhadap grup musik The Beatles selama 5 tahun.
Namun menuruh dr. Hendarta Hendarmin, ahli THT lainnya
dalam Intisari tahun 1991, dari penyelidikan mengenai tingkat bahaya suara musk keras di beberapa diskotek (antara 100-110 dB), musik keras bisa merusak pendengaran seseorang yang setiap hari berada di tempat tersebut. Apalagi kalau bunyi msik demikian melebihi ambang batas normal yang bisa ditoleransi telinga. Besarnya pengaruh suara terhadap telinga memang banyak tergantung pada intensitas dan jangka waktu mendengarnya, jumlah waktu mendengar, serta kepekaan masing-masing termasuk usia pendengar. Sebaliknya, musik yang mengalun lembut dan enak didengar seperti klasik, keroncong, seruling, gamelan bisa ikut menyejukkan pikiran serta membantu menghilangkan stres. Bahkan, ada seorang ahli bedah saraf terkenal yang memutar kaset Gending Jawa agar lebih tenang dan tidak tergesa-gesa selagi membedah pasien.