Anda di halaman 1dari 10

STRATEGI DASAR PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN

Pengembangan Kelembagaan dan penguatan kapasitas masyarakat untuk mendukung


pembangunan keberlanjutan dapat dilakukan melalui teknik-teknik sosial yang diturunkan dari
penerapan teknologi partisipatif. Oleh karena itu, bentuk kegiatannya beragam mulai dari
pendampingan, melakukan pelatihan berbasis kompetensi, pemagangan, studi banding untuk
melihat pola percontohan keberhasilan (best practice), penyusunan dan pelaksanaan rencana
aksi, bahkan sampai melakukan advokasi untuk memperjuangkan kepentingan masyarakat.
Dalam hal ini semua kegiatan itu dilakukan dalam bentuk proses belajar sosial partisipatif yang
diarahkan untuk menghasilkan aksi bersama yang produktif. Satu hal yang menjadi hasil
(outcame) dari kegiatan-kegiatan ini adalah lahirnya kader-kader untuk ikut mengembangkan
proses pemberdayaan masyarakat.
Sebagaimana diketahui pengembangan kelembagaan di satuan desa perlu berlanjut
dengan proses pengembangan yang melintas antar komunitas. Pengembangan kelembagaan pada
aras komunitas di dalam satuan desa (community based development) merupakan upaya
mengembangkan kelembagaan usaha-usaha produktif yang bersumber dari sinerji beragam
kelembagaan di komunitas yang secara konsepsi disebut sebagai bonding strategy. Proses ini
perlu berlanjut dengan upaya melakukan sinerji beragam kelembagaan antar-komunitas yang
dikonsepsikan sebagai bridging strategy dalam satuan kelembagaan antar komunitas. Demikian
selanjutnya, proses itu perlu berkait dengan kerjasama pada aras pengembangan kelembagaan
secara vertikal antara kelembagaan komunitas dengan kelembagaan pemerintahan yang fokus
untuk pelayanan dan keuangan publik. Proses ini menjadi media pula pengembangan kerjasama
dengan beragam pihak. Strategi pada tahap ini disebut sebagai creating strategy

Perancangan Di Aras Komunitas


Menurut Hartomo dan Azis, (2001), suatu masyarakat disebut Community atau komunitas bila
memiliki syarat sebagai berikut :
1. Berisi kelompok manusia
2. Menempati suatu wilayah geografis
3. Mengenal pembagian kerja dalam spesialisasi dengan fungsi-fungsi yang saling
tergantung
4. Memiliki kebudayaan dan sistem sosial bersama yang mengatur kegiatan mereka
5. Para warganya sadar akan kesatuan dan kewargaan mereka dalam community
6. Mampu berbuat secara kolektif menurut cara tertentu.
Syarat kehadiran komunitas, seperti ;
1. Jumlah penduduk
2. Luas wilayah
3. Jaringan komunitas antar dusun
4. Prasarana dan sarana perhubungan dan komunikasi
5. Pemasaran produk komunitas
6. Kelembagaan sosial
7. Kelembagaan produksi
8. Prasarana dan sarana pemerintahan komunitas
9. Sosial budaya yaitu suasana yang memberikan kemungkinan adanya kerukunan
hidup beragama dan kerukunan hidup bermasyarakat dalam hubungannya dengan adat
istiadat
10. Pola nafkah masyarakat dan prasarananya
Bahasan faktor-faktor ini dapat menjadi bahan merumuskan sebuah dokumen yang dikenal
sebagai Profil Komunitas
Pendekatan Kekhasan Lokal dalam Pengembangan Kapital Sosial dan Komunitas
Setiap masyarakat memiliki sumberdaya tertentu yang mungkin dapat diakomodasikan
untuk mendukung suatu program bagi pengembangan masyarakat atau suatu komunitas. Namun
banyak kalangan tidak memahami hal ini secara mendalam. Implementasi sautu program masih
banyak dilakukan berdasarkan gagasan dan prosedur yang dirancang dari luar komunitas.
Kekuatan-kekuatan yang ada dalam komunitas, seperti kapital sosial sering diabaikan . padahal
kekuatan-kekuatan itulah yang harus menjadi titik tolak bagi pengembangan suatu komunitas.
Dalam pengembangan kapital sosial dan komunitas terdapat tujuh pendekatan yang khas atau
unik untuk setiap komunitas dan kapital sosial di dalamnya, yaitu :

1. Kepemimpinan komunitas (community leader)


Tokoh-tokoh masyarakat yang diharapkan berperan penting dalam setiap kegiatan
pengembangan program di desa, seperti kader PKK desa, kader posyandu, dan kader-kader
pembangunan lainnya, yang telah sering mengikuti pelatihan atau mengikuti orientasi
berbagai program pemerintah maupun swasta, belum banyak berperan sesuai dengan yang
diharapkan.
Kasus proses pelayanan melalui jalur birokrasi dan kasus-kasus pengelolaan dan
komunitas oleh komunitas telah menggambarkan peran tokoh lokal dalam proses
pembangunan masyarakat desa. Selain itu uraian di atas telah pula menjelaskan dinamika
hubungan antara tokoh-tokoh masyarakat dengan birokrasi lokal. Kesan umum dari upaya
pemberdayaan kepemimpinan lokal adalah adanya kesulitan mengintergrasikan program-
program dalam masyarakat. Kearifan lokal dalam proses pelayanan sering diabaikan.
Akibatnya muncul ketegangan antara aparat pelayanan dengan tokoh-tokoh lokal.
2. Dana komunitas (community fund).
Dana komunitas merupakan segala bentuk dana yang dapat dihimpun oleh dan dari
masyarakat. Dalam pengertian antropologi terdapat beragam bentuk dana masyarakat.
Konsep dana pada masyarakat itu tidak saja mencakup uang sebagai alat tukar yang umum
dipakai sekarang, tetapi juga hubungan yang mereka jalin, kekerabatan dan kebersamaan
juga merupakan sumber dana. Bentuk dana bersifat khas sosiobudaya.
Dilihat dari sudut tipe proses ekonomi, dana komunitas dapat digolongkan menjadi dana
resiprositas, dana redistribusi dan dana pertukaran. Resiprositas menunjuk pada gerakan di
antara kelompok-kelompok simetris yang saling berhubungan. Ini terjadi apabila hubungan
antara individu sering dilakukan. Bentuk hubungan seperti ditemui dalam kegiatan arisan
atau pertemuan kelompok/paguyuban. Melalui pertemuan itu mereka “mempertukarkan”
uang atau beras untuk jangka waktu satu bulan dengan jumlah yang disepakati. Ini berarti
bahwa prinsip resiprositas yang pada masa lalu lebih banyak berkaitan dengan sumbangan
tenaga untuk pekerjaan-pekerjaan pertanian atau perbaikan rumah, kini telah menjadi sarana
pertukaran yang lebih rasional.
Selain penggolongan berdasarkan tipe proses ekonomi, dana komunitas juga dapat
digolongkan berdasarkan tipe proses-proses sosial. Dalam hal ini dana komunitas dikelola
untuk memecahkan masalah-masalah social atau mengembangkan kegiatan sector social,
seperti untuk mengatasi masalah kesehatan, gotong royong kematian, mengintensifkan
pengajian, membantu anak yatim dsb.
3. Sumberdaya material (community material)
Sumberdaya material merupakan kelengkapan sarana organisasi di komunitas. Misalnya,
sarana yang dimiliki oleh dasawisma untuk mengembangkan kegiatan produktif dan, sarana
untuk menunjang sistem administrasi organisasi. Dalam tulisan ini sumberdaya material yang
disoroti adalah sarana administrasi organisasi. Aspek ini bersifat menu njang pemupukan
kepercayaan antar anggota komunitas, jika keberadaannya diakui dan digunakan untuk
kepentingan komunitas itu sendiri. Sebaliknya jika sarana administrasi itu tidak diakui
keberadaanya oleh piak luar, dan malahan memperkenalkan sistem administrasi baru, maka
besar kemungkinannya sarana baru itu sulit untuk diterima oleh anggota komunitas. Hal
inilah yang sering terjadi dalam proyek-proyek di desa yang disalurkan melalui jalur
birokrasi.
4. Pengetahuan komunitas (community knowledge)
Sama halnya dengan komponen sumberdaya material, komponen ini sering dianggap
sebagai salah satu aspek yang lemah dalam organisasi akar rumput. Karena itu berbagai
kegiatan pelatihan telah dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat dalam
berbagai aspek kehidupan. Bahkan ada juga pelatihan mengenai pemberdayaan ekonomi
kepada kader-kader pembangunan desa. Namun pelatihan seperti itu tidak berfungsi banyak
sesuai yang diharapkan karena seringkali tidak ditindaklanjuti dengan implementasi yan
tepat. Hal ini karena mereka yang telah dilatih tidak memiliki sarana maupun teknologi yang
diperlukan untuk mendayagunakan hasil pelatihan yang telah diikuti.
5. Teknologi komunitas (community technology)
Teknologi komunitas merupakan teknologi tepat guna yang dimiliki oleh suatu kelompok
masyarakat/organisasi untuk menjalankan peran sesuai yang diharapkan. Dalam konteks
pengembangan tabungan masyarakat untuk kesehatan. Teknologi yang dimaksud dapat pula
diartikan sebagai teknologi produksi dan teknologi tepat guna untuk memperoleh penghasilan
yang akan mendukung kegiatan tabungan. Dengan pendefinisian seperti itu maka teknologi
komunitas lebih bersifat ekonomi. Teknologi ini digunakan untuk kegiatan produksi seingga
memungkinkan mereka bekerja secara berkelompok.
6. Proses-proses pengambilan keputusan oleh komunitas (community decision making)
Proses pengambilan keputusan merupakan suatu proses dimana
masyarakat sebagai anggota komuitas berhak menyampaikan aspirasi yang
menyangkut kepentingan bersama anggota. Pada program-program yang
disalurkan melalui jalur birokrasi, keputusan menjadi elitis pada tingkat desa.
Keputusan-keputusan yang menyangkut kepentingan warga banyak diambil oleh
pihak-pihak yang berada dalam lingkaran kekuasaan pemerintahan desa tanpa
melibatkan kelompok pemanfaat. Dalam kelompok-kelompok akar rumput,
keterlibatan masyarakat untuk mengambil keputusan kolektif berkaitan dengan
program kegiatan yang sedang berjalan telah dimainkan secara efektif.
7. Organisasi komunitas (community organization)
Organisasi komunitas merupakan perkumpulan orang dalam masyarakat yang mengelola
kegiatan tertentu. Unsur ini merupakan wadah dimana unsur-unsur komunitas lainnya
mengalami modifikasi atau menjadi lebih dinamis.
Kemampuan organsasi komunitas terletak pada adanya solidaritas yang tinggi diantara
anggotanya. Menurut Karter (1983) dalam organisasi informal (termasuk organisasi akar
rumput) hubungan-hubungan informal sebagai pusat kehidupan politik organisasi, hubungan
yang berkelanjutan antar orang dibangun atas dasar persahabatan dan loyalitas. Jaringan antar
anggota memperhatikan bagaimana lingkungan dalam organisasi dikonstruksikan. Ini berarti
bahwa perhatian lebih banyak tertuju pada segi-segi normatif dan budaya dari lingkungan
seperti sistem kepercayaan, dan sumber-sumber legitimasi. Ikatan jaringan antar para
anggotanya menjembatani hubungan-hubungan mereka dalam organisasi.
Mendukung pandangan di atas Swedberg (1990) menyatakan bahwa tindakan yang
dilakukan oleh anggota jaringan terlekat karena dia diekspresikan dalam interaksi dengan
orang lain. Cara seseorang terlekat dalam hubungan sosial adalah penting dalam penentuan
banyaknya tindakan sosial dan jumlah dari hasil institusional. Misalnya, apa yan terjadi
dalam produksi, distribusi dan konsumsi banyak dipengaruhi oleh keterlekatan orang dalam
hubungan sosial.
Berdasarkan kedua pemikiran di atas, maka jelas jawabannya mengapa organisasi yang
dibentuk melalui jalur birokrasi seperti Posyandu dan PKK tidak memiliki legitimasi dalam
proses pengumpulan dalam dana komunitas. Hubungan kader dengan partisipan lebih
bernuansa hubungan instruktif dari kader kepada anggota/partisipan Posyandu/PKK desa dari
pada hubungan sosial timbal balik.
Oleh karena organisasi akar rumput dalam aktivitasnya ”terlepas” dari pengaruh-
pengaruh birokrasi pemerintahan huungan antar anggota lebih bersifat horizontal, maka
organisasi seperti ini sangat tepat sebagai pintu masuk bagi pengembangan program tabungan
masyarakat. Melalui organisasi-organisasi ini musyawarah awal mengenai bentuk program
pengembangan tabungan masyarakat dan mekanisme pengelolaannya dilakukan. Hal ini
dapat menjadi kapital dasar pengelolaan organisasi sesuai visi bersama mereka. Kekurangan
dari organisasi ini adalah jika dilihat dala konteks makro, keberadaannya hanya sebagai
simbol dan tidak memiliki arti signifikan dalam gerak pembangunan desa. Oleh karena
ituorientasi akar rumput sering diabaikan.

PROGRAM PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN LOKAL

1. Pengertian :
Program Pengembangan Kelembagaan adalah salah satu dari program dasar
Environmental Governance and Partnership System (EGPS) khususnya dalam perancangan
pengembangan kelembagaan.
Program pengembangan kelembagaan ini adalah untuk mendukung aksi-aksi bersama
dan pemberdayaan ekonomi lokal di tingkat komunitas
Secara spesifik pengembangan kelembagaan ini mendukung manajemen pengembangan
masyarakat dalam beberapa hal antara lain:
a. Mengembangkan kebijakan publik yang lebih transparan
b. Memantapkan pengorganisasian masyarakat di tingkat komunitas
c. Meningkatkan kemampuan sumberdaya manusia di tingkat komunitas
d. Menciptakan ”ruang” bagi masyarakat lokal untuk berperan serta dalam
pengeloaan daerahnya
e. Mengembangkan regulasi pengelolaan daerahnya
2. Tujuan
Tujuan Program Pengembangan Kelembagaan adalah :
a. Memberikan kontribusi untuk meningkatkan kapasitas kelembagaan lokal dalam
mendukung pengembangan masyarakat. Kontribusi ini menyangkut aspek pengembangan
peranserta warga komunitas lokal dan pelayanan dari organisasi sosial
b. Membangun jejaring kelembagaan lokal di tingkat komunitas dan antar-
komunitas (horizontal), dan secara vertikal dengan berbagai stakeholder dan
kelembagaan sosial lainnya.
3. Keluaraan (output)
Keluaran (output) dari proses Program Pengembangan Kelembagaan ini adalah rumusan
program dan rencana aksi yang mencakup antara lain :
a. Berkembangnya kapasitas sumberdaya manusia
b. Meningkatnya efektivitas dan efisiensi manajemen kelembagaan lokal
c. Meningkatnya efektivitas dan kapasitas organisasi sosial dan hubungannya
dengan kelembagaan-kelembagaan lain
d. Meningkatnya efektivitas dan efisiensi manajemen pengembangan masyarakat.
4. Prinsip Pendekatan
Dalam perancangan Program Pengembangan kelembagaan Lokal ada beberapa prinsip yang
diterapkan antara lain:
a. Melibatkan semua pelaku pembangunan di tingkat komunitas, yaitu unsur publik
sector, private sector, dan collective action/parrticipatory sector
b. Memberdayakan komunitas melalui pelembagaan perencanaan partisipatif yang
memfasilitasi proses penjaringan kebutuhan dari bawah (bottom-up) dan memadukannya
dengan proses perencanaan yang bersifat “region wide”
c. Menempatkan pemerintah lokal (kabupaten/kota) sebagai regulator dan fasilitator
terhadap peran serta-warga komunitas

5. Ruang Lingkup
Sesuai dengan tujuannya, ruang lingkup Program pengembangan Kelembagaan ini meliputi
antara lain :
a. Melakukan analisis kelembagaan dan modal sosial di tingkat komunitas
b. Melakukan pelatihan partisipatif konservasi sumberdaya alam, pemberdayaan
ekonomi lokal, dan pengembangan modal sosial
c. Melaksanakan pendampingan aktivitass pengembangan kelembagaan dan kapital
sosial yang berfokus kepada aksi-aksi konservasi dan pemberdayaan ekonomi lokal
6. Tahap Penyusunan dan Pembahasan Program
Berikut ini merupakan tahapan kegiatan dalam proses penyusunan dan pembahasan
substansi program pengembangan kelembagaan lokal yang dilakukan oleh suatu tim guna
menghasilkan suatu rangkaian program yaitu meliputi :
Tahap 1 : Identifikasi
a. Menjabarkan usulan rencana Program pengembangan kelembagaan lokal dari
hasil studi awal
b. Pengelompokan usulan program dalam dua kategori aksi ; pelatihan partisipatif
dan pendampingan
Tahap 2 : Evaluasi dan Analisis
Esnsi dari kegiatan dan analisis Program pengembangnan kelembagaan lokal adalah
mengoptimalkam pelaksanaan pelatihan partisipatif, pendampingan, pengembangan jejaring
dengan berbagai stakeholder
Tahap 3: Perumusan. Pemeringkatan, dan Alternatif Pembiayaan
a. Menentukan usul kegiatan aksi berdasarkan skala prioritas menurut tata waktu
yang disediakan
b. Menetapkan satu kegiatan aksi dari sejumlah kegiatan aksi yang akan ditetapkan
dan didokumentasikan
Tahap 4 : Rencana Aksi
a. Penetapan rencana aksi secara operasional dengan jadwal pelaksanaannya
b. Penetapan tahap alternatif waktu

Tahap 5 : Internalisasi
Menginternalisasikan sejumlah usulan kegiatan aksi untuk mendapatkan pembahasan dan
masukan dari stakeholder
Tahap 6 : Pelembagaan
Pelembagaan terhadap hasil kegiatan aksi Program Pengembangan Kelembagaan Lokal
yang disesuaikan dengan mekanisme dan penjadwalan dari tahapan kegiatan perencamnaan
partisipatif sesuai dengan prioritas dan kebutuhan pembangunan komunitas dan daerah
Program Pengembangan Kelembagaan Lokal
Pelatihan Partisipatif Pendampingan

STRATEGI PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN


1. Kebijakan ------ Institutional Incentives
Partisipatory approach
Governance system (transparancy, accountability, decentraliziation, democracy)
2. Pengembangan kapasitas------- Institutional capacity
a. Operasionalisasi / Implementasi
b. Peningkatan Kapasitas Kelembagaan
c. Perspektif Kapitas Sosial melalui :
”bonding strategy” (hubungan kelembagaan dalam komunitas)
”bridging strategy” (hubungan kelembagaan antar komunitas)
”creating strategy” (mempertautkan pengembangan kelembagaan dengan
pelayanan publik dan finansial)
d. Partnership (kemitraan)
Coordination – cooperation – collaboration – networking

”TRUST”
COORDINATION
Pertukaran informasi antar organisasi

COOPERATION
Recources sharing, Commitment, Legal aspect

COLLABORATION
Peningkatan kapasitas, keuntungan bersama, tujuan bersama

NETWORKING
linkages

Anda mungkin juga menyukai