Anda di halaman 1dari 13

SURAT KEPUTUSAN DIREKTUR

RUMAH SAKIT MH THAMRIN PURWAKARTA


NOMOR : 3954/SK-DIR/RS-MHTP/X/2018

TENTANG

PANDUAN PENULISAN RESEP


RS MH THAMRIN PURWAKARTA

DIREKTUR RUMAH SAKIT MOHAMMAD HUSNI THAMRIN PURWAKARTA

Menimbang : 1. Bahwa Resep adalah permintaan tertulis dari Dokter, Dokter gigi atau
Dokter hewan kepada Apoteker untuk membuat dan memberikan obat
kepada pasien;-----------------------------------------------------------------------------
2. Bahwa Rumah Sakit perlu memperhatikan tentang tata cara peresepan,
pemesanan dan pencatatan resep, karena peresepan obat yang tidak
terbaca atau pemesanan yang mengacaukan keselamatan pasien
bisa menunda pengobatan;------------------------------------------------------------
3. Bahwa Rumah Sakit perlu mengatur tindakan untuk mengurangi tidak
terbacanya resep;-------------------------------------------------------------------------
4. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud diatas perlu
ditetapkan Keputusan Direktur tentang Panduan Penulisan Resep di
Rumah Sakit MH Thamrin Purwakarta.----------------------------------------------

Mengingat : 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009 tentang


Rumah Sakit;-------------------------------------------------------------------------------
2. Undang-Undang RI Nomor 7 tahun 1963 tentang Farmasi;--------------------
3. Peraturan Menteri Kesehatan no 72 tahun 2016 tentang Standar
Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit;-------------------------------------------
4. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1197 tahun 2004, tentang
Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit;--------------------------------------

MEMUTUSKAN
Menetapkan :
Pertama : Panduan Penulisan Resep sebagaimana terlampir dalam keputusan ini;--------
Kedua : Apabila hasil evaluasi mensyaratkan adanya perubahan, maka akan
dilakukan perubahan dan perbaikan sebagaimana mestinya.-----------------------
Ditetapkan di : Purwakarta
Pada tanggal : 01 Oktober 2018
RS MH Thamrin Purwakarta

dr. Tiwi Handayani


Direktur

Tembusan :
Arsip

SURAT PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT


NOMOR : 3954/SK-DIR/RS-MHTP/X/2018
TANGGAL : 01 Oktober 2018
TENTANG : PANDUAN PENULISAN RESEP

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Resep merupakan permintaan tertulis dokter, dokter gigi, dokter hewan kepada
apoteker, untuk menyediakan obat dan menyerahkan obat bagi pasien sesuai peraturan
yang berlaku. Obat merupakan salah satu komponen yang tak tergantikan dalam pelayanan
kesehatan. Obat merupakan sediaan atau paduan bahan-bahan yang siap digunakan untuk
mempengaruhi atau menyelidiki sistim fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka
penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan, kesehatan dan
kontrasepsi (Anonim, 2006).
Obat merupakan salah satu bagian dalam peningkatan kualitas hidup pasien sehingga
diperlukan adanya manajemen yang harus berperan secara kritis untuk memastikan
keselamatan pasien (Anonim, 2011).
Rumah sakit perlu memperhatikan tentang tata cara peresepan, pemesanan dan
pencatatan yang aman diarahkan oleh kebijakan dan prosedur. Para staf medis,
keperawatan, farmasi dan administrative berkolaborasi untuk mengembangkan dan
memonitor kebijakan dan prosedur. Staf yang terkait dilatih untuk praktek penulisan resep,
pemesanan dan pencatatan yang benar. Karena peresepan obat yang tidak terbaca atau
pemesanan yang mengacaukan keselamatan pasien bisa menunda pengobatan, maka
kebijakan rumah sakit mengatur tindakan untuk mengurangi tidak terbacanya resep.
Rumah sakit secara kolaboratif mengembangkan suatu kebijakan dan/atau prosedur
untuk membuat cara penulisan resep yang tepat untuk mengurangi kesalahan pemberian
obat (medication errors) berdasarkan system yang ada dirumah sakit.

B. Definisi
Penulisan resep yang tepat adalah Tata cara penulisan resep yang tepat sesuai
dengan peraturan yang berlaku di Rumah Sakit.

C. Tujuan
1. Tujuan Umum :
Meningkatkan keselamatan pasien dalam kebenaran pemberian obat
2. Tujuan Khusus:
a. Meningkatkan kesadaran sejawat penulisan resep akan pentingnya penulisan
resep yang dapat dibaca.
b. Mengurangi tidak terbacanya resep yang dapat memperpanjang waktu tunggu
obat.
c. Mencegah terjadinya kesalahan pemberian obat
d. Meningkatkan mutu pelayanan farmasi dalam rangka penulisan resep yang tepat.

BAB II
RUANG LINGKUP KEGIATAN
Secara umum seluruh ruangan bagian klinis yaitu bagian keperawatan, penunjang
medis dan unit khusus. Ruang lingkup penulisan resep yaitu :
1. Poliklinik rawat jalan
Dokter yang mempunyai Surat Izin Praktek (SIP) yang terdiri dari dokter umum, dokter
spesialis dan dokter gigi.
2. Ruang perawatan
Dokter yang mempunyai Surat Izin Praktek (SIP) yang terdiri dari dokter umum, dokter
spesialis dan dokter gigi.
3. Bidan dan perawat hanya boleh menulis resep berupa alat kesehatan dan cairan infus.
4. Bidan dan perawat yang di ijinkan menulis resep adalah bidan dan perawat yang memiliki
STR (Surat Tanda Registrasi).

BAB III
TATA LAKSANA
A. Tata Laksana Penulisan Resep
1. Tenaga Kesehatan yang berkompeten menulis resep / pesanan adalah Dokter yang
memiliki Surat Izin Praktek (SIP) yang terdiri dari Dokter umum, Dokter spesialis dan
Dokter gigi.
2. Perawat dan bidan diberikan ijin menuliskan resep untuk resep yang berupa :
a. Alat kesehatan
b. Cairan infus
3. Penulisan resep harus ditulis lengkap, yang terdiri dari :
a. Data identifikasi pasien yang akurat
1. Rawat inap : Nama lengkap, TTL/usia, Nomor rekam medis, diberi gelang
identitas pasien.
2. Rawat jalan : Nama lengkap, Nomor rekam medis.
b. Elemen dari pemesanan/penulisan resep.
1. Identifikasi dokter : Nama dan SIP.
2. Inscriptio : Tanggal penulisan resep.
3. Invocatio : Tanda R/ sebagai tanda pembuka penulisan resep.
4. Praescriptio/Ordinatio : Nama obat, jumlah & kekuatan obat, cara pembuatan,
bentuk sediaan obat yang dipilih dan jumlahnya.
5. Signatura : Aturan penggunaan obat (frekuensi, jumlah perkali
pakai, waktu obat diminum, dan informasi lain yang diperlukan)
6. Identifikasi pasien : Nama pasien pada bagian “pro”, bila penderita anak
anak atau lansia perlu dituliskan umurnya, sebaiknya cantumkan pula berat
badan pasien dan alamat pasien.
7. Penutup : Tanda penutup dan tanda tangan dokter penulis
resep.
c. Bilamana nama generik atau nama dagang diperlukan
Nama generik dan nama dagang diperlukan bila terjadi pergantian obat atau
subsitusi obat dikarenakan obat yang ditulis di resep oleh dokter tidak tersedia di
Instalasi Farmasi.
d. Bilamana indikasi untuk penggunaan diperlukan pada suatu “prn”/bila perlu
atau pesanan obat lain.
Untuk aturan pakai jika perlu atau “pro re nata”, harus dituliskan dosis maksimal
dalam sehari.
e. Prosedur khusus pemesanan obat LASA
LASA (Look alike Sound Alike), obat yang memiliki kemasan mirip atau obat yang
memiliki nama terdengar mirip. Contoh : Ceftazidime vs Cefepim, Proneuron vs
Forneuron, Klorpromazin vs Klorpropamid.
Penanganan khusus pemesanan obat LASA :
1. Permintaan tertulis :
 Tambahan merk dagang dan nama generiknya pada resep, terutama
untuk obat-obat yang “langganan” bermasalah.
 Tulis secara jelas menggunakan huruf tegak kapital.
 Hindari singkatan-singkatan yang membuat bingung.
 Tambahkan bentuk sediaan juga di resep, misalnya metronidazol 500 mg;
sediaan tablet dan infusnya sama-sama 500 mg
 Sertakan kekuatan obat.
 Sertakan petunjuk penggunaan.
 Tambahkan juga tujuan/indikasi pengobatan, supaya semakin jelas.
 Pihak dokter yang meresepkan obat diharapkan menulis nama obat yang
dapat dibaca dengan jelas oleh pembaca resep, atau menggunakan
fasilitas resep yang dicetak elektronik tanpa tulis tangan jika memang
sudah tersedia.
 Menggunakan tall-man lettering, penebalan, atau warna huruf berbeda
pada pelabelan nama obat, misalnya :
ChlorproMAZINE vs ChlorproPAMIDE
HydrALAzine vs HydrOXYzine
MeFINTER vs MeTIFER, dsb
2. Permintaan Lisan.
 Batasi permintan verbal, hanya untuk obat-obatan tertentu, misalnya
hanya dalam keadaan emergency.
 Sebisa mungkin menghindari order obat secara lisan terutama melalui
telepon, kemungkinan kesalahan mendengar sangat tinggi.
 Diperlukan teknik mengulang permintaan, dibacakan lagi permintaannya,
sehingga ada kroscek.
3. Bagi tenaga kesehatan
 Apoteker mengidentifikasi obat yang diresepkan dengan teliti, disesuaikan
dengan nama dagang, nama generik, indikasi, serta kekuatan sediannya.
 LASA disimpan dengan jarak yang berjauhan satu sama lain.
 Tidak menyimpan obat-obat LASA secara alfabet, tetapi di tempat
terpisah, misalnya obat fast moving.
 Cocokkan indikasi resep dengan kondisi pasien sebelum dispensing atau
administrating.
 Membuat strategi pada obat yang penyebab errornya diketahui, misalnya
pada obat yang kekuatannya berbeda atau pada obat yang kemasannya
mirip.
 Laporan error yang aktual dan potensial (berpeluang terjadi error).
 Diskusikan penyebab terjadinya error dan strategi ke depannya.
 Sewaktu penyerahan, tunjukkan obat sambil memberikan informasi,
supaya pasien mengetahui wujud obatnya dan untuk mereview
indikasinya.
 Di rumah sakit, panitia farmasi dan terapi (PFT) bisa membuat kebijakan
untuk obat-obat ini. Misal, aturan penulisan obat atau logo obat-obat
LASA.
f. Tindakan yang harus diambil bila pemesanan obat tidak lengkap, tidak
terbaca, atau tidak jelas.
Resep yang diterima oleh petugas apotek dilakukan identifikasi kelengkapan
resep, yaitu:
1. Tanggal resep, nama dokter, nomor resep, nama pasien, tanggal lahir pasien.
2. Aturan pakai (frekuensi, dosis, rute pemberian) ditulis dengan jelas.
3. Resep obat dari golongan Narkotika dan Psikotropika harus dibubuhi dengan
tandatangan yang lengkap, alamat & nomor telepon yang dapat dihubungi
dari dokter yang menuliskan resep.
4. Tidak menggunakan istilah dan singkatan sehingga mudah dibaca dan tidak
disalahgunakan.
5. Resep yang kurang jelas penulisannya didiskusikan terlebih dahulu bersama
staf apotek dan membaca riwayat pengobatan pasien.
6. Jika resep belumjelas maka apoteker mengkonfirmasikan ke perawat dan
meminta perawat yang menangani pasien tersebut agar melihat status
pemberian obat.
7. Jika resep belum jelas maka menghubungi dokter untuk memperoleh
kejelasan resep.
8. Apabila dokter tidak dapat dihubungi maka dapat menghubungi ke bagian
pelayanan medik untuk selanjutnya meneruskan informasi ke dokter/SMF/
dokter jaga apakah resep tersebut obatnya harus diganti.
9. Apabila sudah mendapatkan kejelasan dari dokter, maka perawat secepatnya
mengkonfirmasikan resep ke instalasi farmasi untuk segera dilayani dan
disiapkan obatnya.
g. Jenis pemesanan tambahan yang diijinkan seperti pada pesanan dan setiap
elemen yang dibutuhkan dalam pemesanan yang emergensi, dalam daftar
tunggu (standing) automatic stop.
1. RS mengidentifikasi petugas yang kompeten yang diijinkan untuk menuliskan
resep atau memesan obat-obatan.
2. Dalam situasi emergensi, RS mengidentifikasi petugas tambahan yang
diijinkan untuk menuliskan resep/pesanan obat.
3. Obat yang diijinkan bila elemen resepnya lengkap :
 Obat emergensi . Epinefrin, Lidocain, Sulfas Atropin, Ephedrin. Resep
emergensi (darurat) diberi tanda CITO! atau cito (digarisbawahi atau diberi
tanda seru) pada bagian atas resep diparaf. Selain CITO, bisa juga
menggunakan URGENT (penting), STATIM (penting), atau PIM (Periculum
In Mora = berbahaya bila ditunda)
 Obat automatic stop order (Narkotik, sedatif, hipnotik, antikoagulan). Obat-
obat ini harus jelas aturan pakainya, bila saat penggunaan tidak sesuai
dengan aturan pakai, apoteker dapat menghentikan obat.
h. Pemesanan obat secara verbal atau melalui telepon : write back, read back,
reconfirmation.
1. Pesanan obat secara verbal atau melalui telepon hanya diperbolehkan pada
situasi Urgent.
2. Pesanan obat secara verbal atau melalu telepon tidak diperbolehkan bila
penulis resep ada dan tersedia di rekam medis pasian,kecuali penulis resep
sedang melakukan pelayanan Emergency/sedang melakukan tindakan
pelayanan.
3. Pesanan obat secara verbal/melalui telepon tidak berlaku untuk:
 Obat kemoterapi
 Obat narkotik
4. Yang berhak memberikan resep obat secara verbal/melalui telepon kepada
perawat/Bidan yg bersangkutan hanya Apoteker/Asisten Apoteker.
i. Jenis pesanan yang berdasarkan BB (pasien anak)
Dosis yang ideal adalah dosis yang diberikan per individual. Hal ini mengingat
bahwa respon penderita terhadap obat sangat individualistis. Penentuan dosis
perlu mempertimbangkan:
a. Kondisi pasien (seperti: umur, berat badan, fisiologi dan fungsi
organ tubuh)
b. Kondisi penyakit ( akut, kronis, berat/ringan)
c. Indeks terapi obat (lebar/sempit)
d. Variasi kinetik obat
e. Cara/rumus perhitungan dosis anak ( pilih yang paling teliti)
Perhitungan dosis pada anak secara ideal menggunakan dasar ukuran fisik (berat
badan atau luas permukaan tubuh). Apabila dosis anak dihitung dengan
perbandingan dengan dosis dewasa, yaitu dengan memakai rumus perhitungan
dosis anak (antara lain Young, Clark), maka perlu diperhatikan tentang ketelitian
dari rumus yang dipakai.

B. Cara Pelaksanaan Penulisan Resep


1. Dokter atau petugas yang berwenang menulis resep menulis tanggal penulisan
resep.
2. Dokter atau petugas yang berwenang menulis resep member keterangan pada
lembar resep jika pasien mempunyai riwayat alergi.
3. Dokter atau petugas yang berwenang menulis resep menulis atau memberi cap
nama dokter beserta no SIP pada bagian kop resep.
4. Dokter atau petugas yang berwenang menulis resep menulis tanda R/ pada awal
penulisan sediaan obat.
5. Dokter atau petugas yang berwenang menulis resep menulis nama obat (sesuai
dengan formularium) dilengkapi bentuk sediaan dan kekuatan obat yang dikehendaki
disesuaikan dengan pasien.
6. Dokter atau petugas yang berwenang menulis resep menulis jumlah obat
menggunakan angka romawi sesuai yang diperlukan untuk pasien.
7. Dokter atau petugas yang berwenang menulis resep menulis aturan pakai yang
disesuaikan dengan pasien meliputi dosis, rute, dan ferekuensi obat.
8. Dokter atau petugas yang berwenang menulis resep dan memberi paraf pada setiap
sediaan obat yang ditulis pada lembar resep.
9. Dokter atau petugas yang berwenang menulis resep menulis kelengkapan data
pasien (meliputi : nama lengkap, nomor rekam medic dan tanggal lahir).
10. Dokter atau petugas yang berwenang menulis resep mencantumkan berat badan
pasien untuk resep anak-anak.
11. Dokter atau pertugas yang berwenang menulis resep hanya boleh menulis maksimal
5 (lima) item obat dalam satu resep obat racikan
12. Dokter mencantumkan alamat pasien pada lembar resep yang terdapat obat
narkotika.
13. Dokter atau petugas yang berwenang menulis resep menulis keterangan pemakaian
maksimal per hari dan indikasi pemakaian untuk obat dengan signa pro re nata (jika
perlu).
BAB IV
PENUTUP

Demikianlah panduan ini disusun sebagai pedoman dalam penulisan resep. Panduan
ini masih jauh dari sempurna, oleh sebab itu panduan akan dievaluasi kembali setiap 2
sampai 3 tahun sesuai dengan tuntutan layanan dan standar akreditasi baik akreditasi
Nasional maupun standar International.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2011, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


1691/MENKES/PER/VII/2011 tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit,
Kementerian Kesehatan Indonesia.

Anonim, 2009, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tentang Kesehatan.

Anda mungkin juga menyukai