Anda di halaman 1dari 10

Berita palsu atau berita bohong atau hoaks (bahasa Inggris: hoax) adalah informasi yang

sesungguhnya tidak benar, tetapi dibuat seolah-olah benar adanya. [1] Hal ini tidak sama
dengan rumor, ilmu semu, maupun April Mop.[2]

Daftar isi

 1Pengertian

 2Sejarah

 3Jenis misinformasi dan disinformasi

 4Jenis konten

 5Alat

 6Alasan hoaks tetap ada

 7Produsen hoaks

 8Beberapa kasus

 9Lihat pula

 10Referensi

Pengertian
Menurut KBBI, Hoaks mengandung makna berita bohong, berita tidak bersumber. [3] Menurut
Silverman (2015), hoaks merupakan sebagai rangkaian informasi yang memang sengaja
disesatkan, namun “dijual” sebagai kebenaran.[4] Menurut Werme (2016), mendefiniskan Fake
news sebagai berita palsu yang mengandung informasi yang sengaja menyesatkan orang dan
memiliki agenda politik tertentu. [5] Hoaks bukan sekedar misleading alias menyesatkan,
informasi dalam fake news juga tidak memiliki landasan faktual, namun disajikan seolah-olah
sebagai serangkaian fakta [6]
Sejarah
Meski baru mengambil peran utama dalam panggung diskusi publik Indonesia di beberapa
dekade terakhir ini, hoaks sebetulnya punya akar sejarah yang panjang.
Terdapat 2 versi terkait dengan sejarah hoaks. Pertama yang dicatat pada 1661. Kasus tersebut
adalah soal Drummer of Tedworth, yang berkisah soal John Mompesson -seorang tuan tanah-
yang dihantui oleh suara-suara drum setiap malam di rumahnya. Ia mendapat nasib tersebut
setelah ia menuntut William Drury - seorang drummer band gipsy- dan berhasil memenangkan
perkara. Mompesson menuduh Drury melakukan guna-guna terhadap rumahnya karena dendam
akibat kekalahannya di pengadilan. Singkat cerita, seorang penulis bernama Glanvill mendengar
kisah tersebut. Ia mendatangi rumah tersebut dan mengaku mendengar suara-suara yang sama.
Ia kemudian menceritakannya ke dalam tiga buku cerita yang diakunya berasal dari kisah nyata.
Kehebohan dan keseraman local horror story tersebut berhasil menaikkan penjualan buku
Glancill. Namun, pada buku ketiga Glanvill mengakui bahwa suara-suara tersebut hanyalah trik
dan apa yang ceritakan adalah bohong belaka.
Ada juga kisah soal Benjamin Franklin yang pada tahun 1745 lewat harian Pennsylvania Gazette
mengungkap adanya sebuah benda bernama “Batu China” yang dapat mengobati rabies,
kanker, dan penyakit-penyakit lainnya. Sayangnya, nama Benjamin Franklin saat itu membuat
standar verifikasi kedokteran tidak dilakukan sebagaimana standar semestinya.Meski begitu,
ternyata batu yang dimaksud hanyalah terbuat dari tanduk rusa biasa yang tak memiliki fungsi
medis apapun. Hal tersebut diketahui oleh salah seorang pembaca harian Pennsylvania
Gazette yang membuktikan tulisan Benjamin Franklin tersebut. Hoaks-hoaks senada beberapa
kali terjadi sampai adanya Badan Makanan dan Obat-obatan Amerika Serikat pada awal abad
20.
Meskipun demikian, kata hoaks sendiri baru mulai digunakan sekitar tahun 1808. Kata tersebut
dipercaya datang dari hocus yang berarti untuk mengelabui. Kata-kata hocussendiri merupakan
penyingkatan dari hocus pocus, semacam mantra yang kerap digunakan dalam pertunjukan
sulap saat akan terjadi sebuah punch line dalam pertunjukan mereka di panggung.[7]
Kedua, catatan historis "Great Moon Hoax ”tahun 1835, di mana New York Sun menerbitkan
serangkaian artikel tentang penemuan kehidupan di bulan. Contoh yang lebih baru
adalah 2006 “Flemish Secession Hoax", di mana stasiun televisi publik Belgia melaporkan
bahwa Parlemen Flemish telah mendeklarasikan kemerdekaan dari Belgia, sebuah laporan
bahwa yang membuat sejumlah besar penonton menjadi salah paham [6].
Hingga kini, eksistensi hoaks terus meningkat. Dari kabar palsu seperti entitas raksasa
seperti Loch Ness, tembok China yang terlihat dari luar angkasa, hingga ribuan hoaks yang
bertebaran di pemilihan umum presiden Amerika Serikat pada tahun 2016. Semua hoaks
tersebut punya tujuan masing-masing, dari sesederhana publisitas diri hingga tujuan yang amat
genting seperti politik praktis sebuah negara adidaya.
Kemunculan internet semakin memperparah sirkulasi hoaks di dunia. Sama seperti meme,
keberadaannya sangat mudah menyebar lewat media-media sosial. Apalagi biasanya konten
hoaks memiliki isu yang tengah ramai di masyarakat dan menghebohkan, yang membuatnya
sangat mudah memancing orang membagikannya.
Menteri Komunikasi dan Informatika pernah mengungkapkan bahwa hoaks dan media sosial
seperti vicious circle, atau lingkaran setan. Dari situ langkah pencegahan mulai gencar
dilakukan. Termasuk oleh Facebook dan Twitter sebagai pemilik platform yang membuat tim
khusus untuk meminimalisasi keberadaannya. Ditambah lagi dengan kemunculan media abal-
abal yang sama sekali tak menerapkan standar jurnalisme. Peran media profesional yang
seharusnya membawa kecerahan dalam sebuah persoalan yang simpang siur di masyarakat
semakin lama semakin tergerus[7]

Jenis misinformasi dan disinformasi


 Satire atau Parodi, dibuat dengan tidak berniat untuk merugikan, namun berpotensi
untuk mengelabui.

 Konten yang Menyesatkan, di dalamnya biasanya ada penggunaan informasi yang sesat
untuk membingkai sebuah isu atau individu.

 Konten Tiruan, Ini adalah ketika sebuah sumber asli ditiru / diubah untuk mengaburkan
fakta sebenarnya.

 Konten Palsu, berupa konten baru yang 100% salah dan secara sengaja dibuat, didesain
untuk menipu serta merugikan.

 Keterkaitan yang Salah, Ini adalah ketika judul, gambar, atau keterangan tidak
mendukung konten atau tidak terakat antara satu dengan yang lainnya.

 Konten yang Salah, ketika konten yang asli dipadankan atau dikait-kaitkan dengan
konteks informasi yang salah.

 Konten yang Dimanipulasi, ketika informasi atau gambar yang asli sengaja dimanipulasi
untuk menipu.[8]

Jenis konten
 Agama, konten yang memuat segala hal yang berkaitan dengan ajaran, sistem yang
mengatur tata keimanan dan peribadatan kepada Tuhan yang maha Kuasa serta tata kaidah
yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia serta lingkungannya.

 Politik, konten yang memuat segala hal yang berhubungan dengan penyelenggaraan
negara, pembagian kekuasaan, berupa kebijakan atau cara-cara mempertahankan
kekuasaan.

 Etnis, konten yang berkaitan dengan segala hal mengenai kelompok sosial dalam sistem
sosial atau kebudayaan yang mempunyai arti atau kedudukan tertentu karena keturunan,
adat, agama, suku, bahasa, budaya dan sebagainya.
 Kesehatan, konten yang memuat segala hal yang berkaitan dengan keadaan sehat
jasmani maupun rohani.

 Bisnis, konten yang memuat tentang segala usaha komersial.

 Penipuan, konten yang memuat segala hal yang berkaitan dengan upaya mengecoh
yang mengakibatkan kerugian di pihak yang dikecoh baik berupa uang atau data pribadi.

 Bencana Alam, konten yang memuat hal-hal yang terkiat kejadian alam yang memakan
korban

 Kriminalitas, konten yang memuat hal-hal yang berkaitan dengan tindak kejahatan

 Lalu Lintas, konten yang memuat hal-hal yang berkaitan dengan lalu lintas, baik itu
berupa kebijakan atau insiden.

 Peristiwa Ajaib, konten yang memuat kejadian yang tidak lazim dan mustahil.

 Lain-lain, konten lain yang tidak termasuk dalam kesepuluh kategori tersebut.

Alat
 Narasi, biasanya digunakan untuk menggambarkan runtutan peristiwa seperti seolah-
olah benar adanya. Narasi yang dibangun lebih kepada hal-hal yang bersifat membesar-
besaran,membanding-bandingkan, melebih-lebihkan hingga memprovokasi.

 Gambar atau Foto, biasanya digunakan untuk menambah keyakinan pada pembaca
akan berita bohong yang dibuat. Biasanya gambar atau foto yang digunakan tidak ada
keterkaitan dengan peristiwa yang terjadi atau telah di edit sedemikian rupa.

 Video, biasanya digunakan untuk menggambarkan peristiwa yang terjadi secara lebih
nyata. Biasanya video yang digunakan tidak ada keterkaitan dengan peristiwa yang terjadi
hingga telah di edit sedemikian rupa.

 Meme, biasanya digunakan untuk menggambarkan sesuatu yang tidak sesuai dengan
kenyataannya, tetapi bersifat humor, lucu.

 Media Massa, biasanya digunakan sebagai alat atau sarana untuk menyebarkan hoaks
kepada khalayak secara serantak.

Alasan hoaks tetap ada


Berbagai cara telah dilakukan, baik oleh pemerintah maupun masyarakat yang peduli dengan
maraknya hoaks di kehidupan masyarakat. Pemerintah misalnya telah membuat pagar hukum
dengan menyetujui lahirnya Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektonik, memblokir situs-
situs yang menyebarkan hoaks, menangkap sindikat penyebar hoak hingga membentuk
lembaga siberkreasi yang berfokus dalam menangani hoaks. Tidak hanya itu, masyarakat juga
turut serta dalam menekan peredaran hoaks dengan memberikan klarifikasi terhadap hoaks.
Diantaranya adalah Mafindo (Masyarakat Anti FItnah Indonesia) yang secara aktif dan peduli
memberikan karifikasi akan hoaks hingga melakukan literasi media, baik dikalangan masyarakat
hingga jurnalis. Lantas mucul pertanyaan, sebenarya faktor apa saja yang mempengaruhi hoak
masih terus ada dan berkembang. Berikut beberapa alasan hoaks tetap ada.
 Jurnalisme yang lemah, jurnalisme yang lemah membuat konten hoaks terus
berkembang karena tidak terbiasa dengan proses verifikasi, chek dan recheck. Peran media
profesional yang seharusnya membawa kecerahan dalam sebuah persoalan yang simpang
siur di masyarakat semakin lama semakin tergerus.

 Ekonomi, Faktor ekonomi yang lemah membuat peredaran hoak terus ada. Bagaimana
tidak, dengan memproduksi hoaks atau mengarang berita seseorang bisa mendapatkan
penghasilan yang dapat mendokrak ekonominya.

 Internet, kemunculan internet semakin memperparah sirkulasi hoaks di dunia. Sama


seperti meme, keberadaannya sangat mudah menyebar lewat media-media sosial. Apalagi
biasanya konten hoaks memiliki isu yang tengah ramai di masyarakat dan menghebohkan,
yang membuatnya sangat mudah memancing orang membagikannya.

 Munculnya media abal-abal, kemunculan media abal-abal sama sekali tak menerapkan
standar jurnalisme. Keadaan ini tentu semakin memperburuk kualitas informasi yang
tersebar di masyarakat.

 Pendidikan, rendahnya kualitas pendidikan membuat seseorang tidak bisa menyaring


informasi yang diterimanya apalagi mencoba untuk bertindak kritis dengan membandingkan
setiap informasi yang diterimannya dengan informasi yang ada di berbagai media
mainstream.

 Literasi media yang rendah, rendahnya literasi media membuat seseorang cenderung
mempercayai sebuah informasi yang diterima, didapatkannya tanpa melakukan verifikasi.
Rendahnya literasi media membuat seseorang cenderung untuk membagikan
setiap informasi yang dapatkannya kepada orang lain tanpa mengetahui kebenaran dari
sebuah informasi tersebut.

Produsen hoaks
Semua orang berpotensi sebagai pembuat hoaks. Hoaks terkait dengan apa saja yang tidak
benar adanya, namun dijual sebagai sebuah kebenaran dengan tujuan tertentu. Namun, ada
beberapa kasus yang menujukkan bahwa hoaks diproduksi oleh beberapa kalangan
seperti Saracen dan Muslim Cyber Army dengan motif tertentu. Saracen dan Muslim Cyber
Army merupakan organisasi-organisasi penyebar hoaks, ujaran kebencian atau hate
speech dan SARA melalui media sosial. Berdasarkan temuan polisi, anggota sindikat ini telah
memiliki beragam konten ujaran kebencian sesuai isu yang tengah berkembang. Mereka
kemudian menawarkan produk itu dalam sebuah proposal. Dalam satu proposal yang
ditemukan, kurang lebih setiap proposal nilainya puluhan juta rupiah. [9]
Diketahui, Sindikat Saracen diketahui memiliki ribuan akun. Mereka juga berbagi tugas untuk
mengunggah konten pro dan kontra terhadap suatu isu. "Misalnya kurang lebih 2.000 akun itu
dia membuat meme menjelek-jelekkan Islam, ribuan lagi kurang lebih hampir 2.000 juga
menjelek-jelekkan Kristen. Itu yang kemudian tergantung pemesanan.
Terkait masalah pemesanan itu, polisi menemukan ada salah satu proposal yang menawarkan
senilai Rp 75 juta sampai Rp 100 juta. Meskipun demikian, polisi masih belum bisa memastikan
harga pasti per proposal. Apalagi polisi masih terus menggali siapa saja yang pernah membeli
jasa Saracen untuk menebar kebencian dan SARA.[10]
Dari pengungkapan tersebut, kita dapat menyimpulkan bahwa hoaks dipesan oleh sekelompok
orang dengan beragam kepentingan didalamnya. Hoaks diproduksi oleh orang-orang yang tidak
bermoral dan beretikat buruk terhadap sesama.

Beberapa kasus
 Hoaks tentang Bendungan Bili-Bili di Kab. Gowa Retak [gambar hoaks], Faktanya
bendungan Bili-bili masih dalam keadaan aman dan terkendali setelah dilakukan
pengecekan oleh pihak Polsek Mamuju Gowa.

 Hoaks korban Musibah [gambar hoaks], Faktanya foto yang digunakan tersebut adalah
foto kejadian gempa tsunami aceh 26 Desember 2004 yang disebarluaskan kembali sebagai
dokumentasi korban gempa tsunami Palu.

 Hoaks Walikota Palu Meninggal [gambar hoaks], Faktanya Walikota Palu Hidayat tidak
meninggal dan kini turut melakukan tanggap daruraty gempabumi di Palu, Sulawesi Tengah.

 Hoaks Gempabumi Susulan [gambar hoaks], Faktanya tidak ada satu pun negara di
dunia dan iptek yang mampu memprediksi gempa secara pasti, konfirmasi dari Sutopo
Purwo Nugroho (Kepala Humas BNPB)

 Hoaks Gerak cepat relawan FPI evakuasi korban gempa Palu 7.7,Faktanya dalam
gambar ini adalah relawan FPI membantu korban longsor di desa Tegal Panjang, Sukabumi.

 Hoaks Mayat yang minta gempa [gambar hoaks], Faktanya gambar itu diambil dari
kejadian di Sungai Siak Pekanbaru, Riau

 Hoaks 2 Oktober Terjadi Gempabumi Lagi [gambar hoaks], Faktanya tidak ada satu pun
negara di dunia dan iptek yang mampu memprediksi gempa secara pasti, konfirmasi dari
Sutopo Purwo Nugroho (Kepala Humas BNPB)

 Hoaks penerbangan gratis dari Makasar menuju Palu gratis bagi keluarga korban,
Faktanya Pesawat Hercules TNI AU menuju ke Palu diutamakan membawa bantuan logistik,
paramedis, obat-obatan, makanan siap saji, dan alat berat. Pemberangkatan dari Palu
prioritas untuk mengangkut pengungsi diutamakan lansia, wanita dan anak-anak, serta
pasien ke Makasar.

 FPI Bantu Korban Bencana Alam Di Palu Duluan, faktanya (1) Foto pertama: Bantuan
FPI di Lombok, Agustus 2018.[11] Ketika konten yang asli dipadankan dengan konteks
informasi yang salah. (2) Foto kedua: FPI membantu korban penggusuran Pasar Ikan di
Batang.[12] FPI Sukabumi Bantu Evakuasi Korban Longsor Sukabumi. Dewan Perwakilan
Wilayah (DPW) Sukabumi diterjunkan untuk membantu korban bencana longsor di desa
Tegal Panjang, kecamatan Cireunghas, kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Tahun 2015. [13]

beberapa dampak dari berita hoax disini:

1. Merugikan suatu pihak

Judul yang provokatif dan isi berita yang tidak akurat dapat menuai
berbagai opini negatif, tentu opini negatif ini dapat merugikan pihak yang
bersangkutan

2. Memberikan reputasi buruk akan seseorang/sesuatu

Apabila berita tersebut tidak kamu teliti dan langsung kamu share dan
seantero temanmu juga jadi ikut percaya, itu bisa jadi bahaya loh! sebab isi
berita hoax yang merugikan tersebut bisa membuat image seseorang
menjadi jelek dan ketika sudah viral tidak akan ada yang mau bertanggung
jawab

3. Menyebarkan fitnah

Selain reputasi buruk yang terbentuk, fitnah pun bisa tercipta melalui berita
hoax yang tersebar

4. Menyebarkan informasi yang salah

Eits jangan langsung percaya dari judul yang terkesan ilmiah juga ya! Coba
kalian cek dulu sumber dan keaslian sumber daripada berita tersebut.
Jangan sampai kalian malah jadi gagal informatif
Dampak hoax bisa saja lebih dari keempat dampak yang sudah
disebutkan, hoax tidak semata mengenai reputasi pihak korban yang
dijadikan hoax, namun banyak hal kompleks lainnya yang disebabkan oleh
hoax
Dengan dampak hoax yang demikian besarnya sebenarnya sudah ada
langkah yang diambil oleh pihak Kominfo untuk mengurangi penyebaran
hoax, selain melakukan pemblokiran pada situs yang diduga memiliki unsur
negatif nantinya pihak Kominfo juga akan melakukan edukasi pada jurnalis
dan masyarakat
Selain dari pihak pemerintahan dibutuhkan lapisan lainnya untuk mengajak
masyarakat lebih ‘melek’ terkait berita hoax, untungnya gerakan-gerakan
anti hoax kini juga ikut bergerak mengedukasi masyarakat yang dimana
bergerak melalui sosial media Facebook, serta dibutuhkannya media yang
konsisten untuk memberikan berita yang akurat

https://dapoyster.wordpress.com

Ketua Masyarakat Indonesia Anti Hoax Septiaji Eko Nugroho menguraikan lima langkah
sederhana yang bisa membantu dalam mengidentifikasi mana berita hoax dan mana
berita asli. Berikut penjelasannya:

1. Hati-hati dengan judul provokatif

Berita hoax seringkali menggunakan judul sensasional yang provokatif, misalnya


dengan langsung menudingkan jari ke pihak tertentu. Isinya pun bisa diambil dari berita
media resmi, hanya saja diubah-ubah agar menimbulkan persepsi sesuai yang
dikehendaki sang pembuat hoax.

Oleh karenanya, apabila menjumpai berita denga judul provokatif, sebaiknya Anda
mencari referensi berupa berita serupa dari situs online resmi, kemudian bandingkan
isinya, apakah sama atau berbeda. Dengan demikian, setidaknya Anda sebabagi
pembaca bisa memperoleh kesimpulan yang lebih berimbang.
2. Cermati alamat situs

Untuk informasi yang diperoleh dari website atau mencantumkan link, cermatilah alamat
URL situs dimaksud. Apabila berasal dari situs yang belum terverifikasi sebagai institusi
pers resmi -misalnya menggunakan domain blog, maka informasinya bisa dibilang
meragukan.

Menurut catatan Dewan Pers, di Indonesia terdapat sekitar 43.000 situs di Indonesia
yang mengklaim sebagai portal berita.

Dari jumlah tersebut, yang sudah terverifikasi sebagai situs berita resmi tak sampai 300.
Artinya terdapat setidaknya puluhan ribu situs yang berpotensi menyebarkan berita
palsu di internet yang mesti diwaspadai.

3. Periksa fakta

Perhatikan dari mana berita berasal dan siapa sumbernya? Apakah dari institusi resmi
seperti KPK atau Polri? Sebaiknya jangan cepat percaya apabila informasi berasal dari
pegiat ormas, tokoh politik, atau pengamat.
Perhatikan keberimbangan sumber berita. Jika hanya ada satu sumber, pembaca tidak
bisa mendapatkan gambaran yang utuh.

Hal lain yang perlu diamati adalah perbedaan antara berita yang dibuat berdasarkan
fakta dan opini. Fakta adalah peristiwa yang terjadi dengan kesaksian dan bukti,
sementara opini adalah pendapat dan kesan dari penulis berita sehingga memiliki
kecenderungan untuk bersifat subyektif.

4. Cek keaslian foto

Di era teknologi digital saat ini , bukan hanya konten berupa teks yang bisa
dimanipulasi, melainkan juga konten lain berupa foto atau video. Ada kalanya pembuat
berita palsu juga mengedit foto untuk memprovokasi pembaca.

Cara untuk mengecek keaslian foto bisa dengan memanfaatkan mesin pencari Google,
yakni dengan melakukan drag-and-drop ke kolom pencarian Google Images. Hasil
pencarian akan menyajikan gambar-gambar serupa yang terdapat di internet sehingga
bisa dibandingkan.

5. Ikut serta grup diskusi anti-hoax

Di Facebook terdapat sejumlah fanpage dan grup diskusi anti hoax, misalnya Forum Anti
Fitnah, Hasut, dan Hoax (FAFHH), Fanpage & Group Indonesian Hoax Buster, Fanpage
Indonesian Hoaxes, dan Grup Sekoci.

Di grup-grup diskusi ini, netizen bisa ikut bertanya apakah suatu informasi merupakan
hoax atau bukan, sekaligus melihat klarifikasi yang sudah diberikan oleh orang lain.
Semua anggota bisa ikut berkontribusi sehingga grup berfungsi layaknya crowdsourcing
yang memanfaatkan tenaga banyak orang.

Ini Cara melaporkan berita atau informasi hoax


Apabila menjumpai informasi hoax, lalu bagaimana cara untuk mencegah agar tidak
tersebar. Pengguna internet bisa melaporkan hoax tersebut melalui sarana yang
tersedia di masing-masing media.

Untuk media sosial Facebook, gunakan fitur Report Status dan kategorikan informasi
hoax sebagai hatespeech/harrasment/rude/threatening, atau kategori lain yang sesuai.
Jika ada banyak aduan dari netizen, biasanya Facebook akan menghapus status
tersebut.

Untuk Google, bisa menggunakan fitur feedback untuk melaporkan situs dari hasil
pencarian apabila mengandung informasi palsu. Twitter memiliki fitur Report Tweet
untuk melaporkan twit yang negatif, demikian juga dengan Instagram.

Kemudian, bagi pengguna internet Anda dapat mengadukan konten negatif ke


Kementerian Komunikasi dan Informatika dengan melayangkan e-mail ke alamat
aduankonten@mail.kominfo.go.id.

Masyarakat Indonesia Anti Hoax juga menyediakan laman data.turnbackhoax.id untuk


menampung aduan hoax dari netizen. TurnBackHoax sekaligus berfungsi sebagai
database berisi referensi berita hoax. *

BAHAYA MENYEBARKAN BERITA HOAX

HOAX adalah berita yang sesungguhnya tidak benar, tetapi dibuat seolah-olah tidak
benar. Dalam Oxford English dictionary hoax didefinisikan sebagai berita
kebohongan yang dibuat dengan maksud atau tujuan yang jahat. Berita hoax banyak
didapati dalam media social seperti Instagram atau facebook guna untuk
menguntungkan diri sendiri atau pihak yang bersekongkol dan merugikan pihak lain.
Seiring dengan perkembangan zaman, berita hoax menjadi suatu tujuan orang
membuat suatu akun media sosial. Pelaku penyebar berita hoax kebanyakan pada
kalangan remaja yang mempunyai pikiran yang sama dengan anak kecil meskipun
tidak ada yang menyuruh untuk melakukan atau menyebarkan berita hoax tersbut.

Bila didasarkan ketentuan hukum dalam Undang – Undang No, 11 Tahun


2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, penyebaran berita bohong atau
berita palsu yang dapat menimbulkan keresahan atau perpecahan dan/atau
kericuhan/keonaran dilingkungan publik atau yang dapat menimbulkan rasa
kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu
berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA),”
Adapun orang yang dikategorikan sebagai pelaku penyebar berita hoax di
dalam pasal 7 Undang – Undang No, 11 Tahun 2008, adalah “Setiap Orang yang
menyatakan hak, memperkuat hak yang telah ada, atau menolak hak Orang lain
berdasarkan adanya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik harus
memastikan bahwa Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang ada
padanya berasal dari Sistem Elektronik yang memenuhi syarat berdasarkan
Peraturan Perundang-undangan”.
Dan akibat Hukum yang ditimbulkan terhadap pelaku penyebar hoax ada diatur
didalam pasal 28 ayat (1) dan (2) jo pasal 45 ayat (2) UU ITE yang berbunyi :
Pasal 28
(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan
menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik.
(2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang
ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau
kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan
antargolongan (SARA).

Pasal 45 ayat (2)


“Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat
(1) atau ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun
dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)”.
Jadi menurut saya, motivasi orang dalam menyebarkan berita hoax tersebut adalah
untuk memenangkan satu pihak dan kebanyakan dalam lingkup politik, sehingga
orang-orang yang menyebarkan berita hoax tersebut kehilangan etika dan moral
yang ada dalam dirinya dengan cara menyebarkan berita hoax tersebut dan pelaku
penyebar berita hoax sebenarnya sudah mengetahui apa yang akan terjadi
kedepannya apabila menyebarkan berita hoax tersebut.

Di Indonesia ada sekitar 800ribu situs penyebar berita hoax dan 91,8 persennya
dalam lingkup sosial politik. Apakah menyebarkan berita hoax sangat penting?
sehingga membuat banyak masyarakat menjadi percaya akan berita hoax tersebut.
Semoga cyber di Indonesia di perketat dan menjalankan sesuai dengan
peruntukannya.

Anda mungkin juga menyukai