Anda di halaman 1dari 3

Tepung komposit adalah tepung yang berasal dari beberapa jenis bahan

baku yaitu umbi-umbian, kacang-kacangan, atau sereal dengan atau tanpa tepung
terigu atau gandum dan digunakan sebagai bahan baku olahan pangan seperti
produk bakery dan ekstrusi. Hal ini bertujuan untuk mendapatkan karakteristik
fisikokimia yang mampu mencapai karakteristik mutu dari produk bakery yang
diinginkan. Tepung komposit mempunyai kelebihan antara lain memiliki nilai gizi
yang lebih tinggi dibandingkan dengan hanya satu jenis tepung saja, serta kualitas
fisik dan organoleptik yang lebih baik (Widowati 2009). Penggunaan tepung
komposit sendiri akan meningkatkan pemanfaatan potensi tepung lokal sehingga
pemanfaatan sumber-sumber tepung lokal semakin meningkat, menghindari
pemakaian terigu impor tanpa harus mematikan potensi ekonomi, serta
menghindari alergi yang mengakibatkan peradangan pada saluran pencernaan
bawah ketika mengonsumsi gluten (Ginting 2015).
Tepung terigu memiliki kadar protein, lemak, dan serat pangan yang lebih
rendah dibanding tepung komposit organik, sedangkan kadar karbohidrat dan pati
terigu lebih tinggi. Komposisi tepung komposit memiliki kemampuannya mengikat
air yang tinggi pada suhu ruang dibanding terigu, sedangkan terigu memiliki
kemampuan gelatinisasi yang lebih baik. Tepung komposit cocok digunakan untuk
produk dengan pengembangan minimum seperti kue kering, kue basah, maupun roti
tawar (Astuti et al. 2014). Karakteristik yang membedakan terigu dengan tepung-
tepung lain adalah kandungan glutennya. Gluten merupakan protein yang bersifat
lengket dan elastis yang diperlukan dalam pembuatan roti, cake, dan mie.
Kandungan gluten pada terigu diketahui dapat menyebabkan alergi pada beberapa
orang seperti penderita penyakit seliak. Penyakit seliak (celiac disease) adalah
suatu penyakit menurun pada seseorang yang tubuhnya tidak toleran terhadap
gluten. Penyakit seliak menyebabkan perubahan dalam usus halus sehingga terjadi
gangguan penyerapan nutrisi yang masuk ke dalam tubuh yang mengakibatkan
timbulnya berbagai gangguan pada fungsi tubuh manusia (Nirmala 2011).
Mocaf merupakan produk tepung dari singkong (Manihot esculenta) yang
diproses menggunakan prinsip memodifikasi sel singkong secara fermentasi,
dimana mikroba BAL (Bakteri Asam Laktat) mendominasi selama fermentasi
tepung singkong ini. Tepung mocaf memiliki performansi yang lebih baik yaitu
lebih putih, lembut dan tidak bau apek. Tepung mocaf juga mengandung serat yang
tinggi hingga mencapai 12%, sebanding dengan serat dari tepung gandum utuh.
Senyawa asam ini akan menghasilkan aroma dan cita rasa khas yang dapat
menutupi aroma dan citarasa khas ubi kayu yang cenderung tidak disukai konsumen
(Subagyo 2006). Mocaf mempunyai karakteristik fisik dan organoleptik yang
spesifik jika dibandingkan dengan tepung singkong pada umumnya. Kandungan
serat terlarut lebih tinggi daripada tepung, kandungan kalsium lebih tinggi
dibanding padi/gandum, mempunyai daya kembang setara dengan gandum (kadar
protein menengah), daya cerna lebih tinggi dibandingkan dengan tapioka.
Bolu atau cake adalah kue berbahan dasar tepung (umumnya tepung terigu),
gula, dan telur. Bolu dan cake umumnya dimatangkan dengan cara dipanggang di
dalam oven, walaupun ada juga bolu yang dikukus, misalnya bolu kukus atau
brownies kukus. Variasi lain cake dapat dihias dengan lapisan dari krim mentega,
fondant, atau marzipan disebut kue tart (kue tarcis) (Braker 2003). Cake terbuat dari
terigu karena mengandung protein pembentuk gluten yang bersifat elastis dan dapat
menahan gas karbondioksida proses peragian. Penggunaan tepung terigu
menghasilkan produk dengan tekstur yang lunak. Jenis tepung lunak memiliki
persentase gluten yang rendah, adonan kurang elastis dan tidak baik menahan gas.
Tetapi tepung lunak ini memerlukan energi yang lebih kecil dibandingkan dengan
jenis tepung keras (Matz 1962).
Wafer merupakan produk makanan kering yang terbuat dari adonan cair
berbasis tepung terigu, berpori-pori besar, renyah, dan penampangnya berongga
bila dipatahkan. Wafer tergolong biskuit yang sangat tipis dengan ketebalan lebih
kecil dari 1 mm hingga 4 mm, mempunyai tekstur lembut dan renyah, serta
mempunyai permukaan halus yang ukuran dan detailnya dibentuk sesuai cetakan.
Bahan adonan wafer terdiri atas gula, tepung, air, garam, lemak, dan bahan lainnya
(Macrae et al. 1993). Menurut Hochman (2009), Waffle merupakan sejenis
kudapan khas yang berasal dari Belgia. Seiring dengan perkembangan jaman waffle
berkembang di berbagai Negara dan mempunyai karakteristik yang berbeda-beda
dari segi bentuk maupun toppingnya, namun dengan bahan dasar yang sama yaitu
tepung terigu, susu, telur dan garam. Bahan baku utama dalam pembutan kue waffle
menghasilkan tekstur yang lebih baik.
Cookies adalah kue kering yang rasanya manis dan bentuknya kecil-kecil.
Umumnya cookies terbuat dari tepung terigu sebagai bahan bakunya. Tepung terigu
yang digunakan adalah jenis soft wheat yaitu tepung terigu yang mempunyai
kandungan protein 8%-9% dan mempunyai mutu yang baik atau menggunakan
tepung yang tidak mengandung protein sama sekali karena didalam pembuatan
cookies tidak memerlukan pengembangan. Cookies yang dibuat biasanya hanya
berbahan dasar tepung terigu berprotein rendah tanpa ada campuran tepung lain.
Untuk mengetahui tingkat kesukaan panelis dalam perbedaan tepung komposit
terigu dengan tepung lainnya, dilakuan uji organoleptik terhadap cookies, waffle ,
dan wafer yang dibuat, tanpa mengetahui komposisi tepung yang digunakan dari
masing-masing produk yang disajikan.
Berdasarkan hasil pengamatan, didapatkan data pengujian organoleptik
dengan 4 parameter yaitu : warna, rasa, tekstur, dan penerimaan umum. Uji
dilakukan pada keempat produk yang diproduksi. Pengujian pada cake dilakukan
terhadap dua bahan yaitu bahan ubi ungu dan pati ubi. Pada parameter warna
masing-masing bahan memperoleh nilai sejumlah 3,15 dan 3,69, nilai diperoleh dari
parameter rasa sejumlah 3,19 dan 2,53, parameter tekstur masing-masing sebesar
3,07 dan 2,96, terakhir dari penerimaan umum masing-masing bernilai 0,88 dan
0,88. Dapat diambil kesimpulan, bahwa dari keempat parameter tersebut cake
berbahan pati ubi lebih diminati atau disukai oleh panelis dibanding cake berbahan
ubi ungu. Uji ANOVA dilakukan dimana nilai F hitung masing-masing parameter
sejumlah 0,7047, 0,7964, 0,8477, dan 40,198 dimana terdapat tiga nilai F hitung
tersebut masing-masing nilainya lebih kecil dari F tabel sebesar 4,2417. Terdapat
perbedaan nyata antar perlakuan untuk paramater penerimaan umum, akan tetapi
pada penelitian kali ini tidak dilakukan uji lanjutan (Uji Duncan).
Pengujian pada Wafer dilakukan terhadap tepung rava dan farina. Hasil
pengujian organoleptik pada wafer masing-masing diperoleh nilai dari parameter
warna sebesar 3,88 dan 3,73, dari parameter tekstur 2,80 dan 3,23, dan dari
penerimaan umum nilainya 0,76 dan 0,96, sedangkan pada parameter rasa untuk
waffer dengan bahan dasar farina lebih unggul yaitu 3,23 dibandingkan dengan rava
yaitu 2,61. Dengan demikian waffer dengan bahan baku farina lebih disukai oleh
panelis dibanding waffer dari bahan baku rava. Nilai F hitung untuk parameter
warna, rasa, dan tekstur lebih kecil dari F tabel sehingga tidak ada perbedaan nyata,
kan tetapi untuk parameter penerimaan umum nilai F hitung lebih besar dari nilai F
tabel sehingga perlu dilakukan uji lanjut (uji duncan) akan tetapi pada penelitian
kali ini tidak dilakukan uji lanjutan.
Pengujian pada Waffle dilakukan terhadap dua bahan yaitu tepung pisang
dan tepung mocaf (bakteri asam lakat). Pada penelitian kali ini diperoleh nilai dari
parameter warna sebesar 3,30 dan 3,80, nilai yang diperoleh dari parameter rasa
3,73 dan 4,34, parameter tekstur sebesar 3,54 dan 3,37 serta dari penerimaan umum
nilainya 3,42 dan 3,65. Waffle berbahan dasar tepung mocaf lebih disukai
dibanding tepung pisang. Nilai F hitung dari tiga parameter yaitu warna, rasa, dan
tekstur lebih kecil dari F tabel, oleh sebab itu tidak ada perbedaan nyata antar
perlakuannya, kan tetapi untuk parameter penerimaan umum nilai F hitung lebih
besar dibandingkan dengan nilai F tabel, seharusnya dilakukan pengujian lanjut (uji
duncan) akan tetapi pada pengujian kali ini tidak dilakukan uji lanjutan.
Hasil pengujian pada cookies yaitu melalui beberapa bahan dasar seperti
pisang dan tapioka, mocaf, kimpul dan beras ketan, singkong, ubi jalar, serta
kentang dan tapioka. Dari parameter warna,rasa, tekstur dan penerimaan umum
menunjukkan ubi jalar memperoleh nilai tertinggi yang berarti paling disukai oleh
panelis. Nilai F hitung yang dihasilkan dari masing-masing parameter bernilai lebih
kecil dibandingkan F tabel sehingga dapat disimpulkan tidak berbeda nyata dari
perlakuan parameter tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Astuti S, et al. 2014. Formulasi dan karakterisasi cake berbasis tepung komposit
organic kacang merah, kedelai, jagung. Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan.
3(2): 54-59.
Braker F., 2003. The Simple Art of Perfect Baking. New York (US) : Chronicle Books.
Ginting I, Elisa J, Rona J. 2015. Karakteristik fisikokimia tepung komposit
berbahan dasar tepung ubi jalar, pati jagung, dan tepung kedelai. Jurnal
Rekayasa Pangan dan Pertanian. 3(1): 20-25.
Hochman, K. 2009. Waffle History.http://www.thenibble.com/waffle history [9 Mei
2019].
Macrae C, et al. (1993). Processing load and memory for stereotype-based
information. European Journal of Social Psychology, 23, 77-80
Matz SA. 1962. Food Texture. Connecticut(US): The AVI Publishing.
Nirmala. 2011. Diet bebas gluten atau sekadar tren?. http://www.nirmala.co.id [9
Mei 2019].
Subagyo.2006. Ubi Kayu Substitusi Berbagai Tepung-tepungan. Jakarta: Food
Review.
Widowati, S. 2009. Tepung Aneka Umbi Sebuah Solusi Ketahanan Pangan. Balai
Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian. Tabloid Sinar
Tani.

Anda mungkin juga menyukai