Anda di halaman 1dari 2

BABAD PURBALINGGA (4) : KI

TEPUS RUMPUT

Sementara ketika
Takhta Kesultanan Pajang diduduki oleh Raden Hadiwijaya, di Penggalasan kulon
(tenggara gunung Slamet) terdapat seorang laki-laki bernama Ki Tepus Rumput.

Tak seorang pun mengerti soal asal-usul orang ini. Tetapi sementara orang
mengatakan bahwa ia adalah seorang yang ditempatkan digerumbul itu oleh Syeh
Bakir, agar beranak cucu dan bisa merobah hutan itu menjadi sebuah pedusunan.
Namun sebelum sempat mempunyai keturunan, isteri Ki Tepus Rumput meninggal
dunia.

Akibat kematian isterinya, batin Ki Tepus Rumput setiap harinya menjadi tertekan,
tubuhnya semakin hari semakin kurus kering, wajahnya pucat pasi, mata dan pipinya
menjadi cekung, rambut dan janggut yang tak terurus lagimenjadi lebat, kulit muka
kisut-kisut, amat lesu dan tampak lebih tua bila dibandingkan dengan usia
sebenarnya.

Malam itu ada ia berada di hutan, duduk dibawah pohon jati. Untuk menahan rasa
sedih dihatinya, ia menutup wajahnya dengan erat-erat. Sesaat melepaskan tangannya
ia sangat terkejut. Terlihat di depannya sebuah bayangan yang menyerupai seorang
manusia, berjanggut panjang dan berjubah putih. Lebih terkejut lagi ketika bayangan
itu bersuara. Maksudnya agar Ki Tepus Rumput mencari cincin emas bernama Soca
Ludira yang terdapat di bawah pohon jati wangi itu. Bayangan yang mengaku dirinya
bernama Kiai Kantaraga itu mengaku pula eyang dari Ki Tepus Rumput sendiri.

Pesannya bila cincintelah ditemukan agar segera serahkan kepada Sultan Pajang. Ki
Tepus Rumput menjadi bingung dan heran. Semula suara bayangan tadi dianggap
tidak masuk akal, terdesak oleh perasaan bingung, ia berjalan mondar-mandir sambil
mengumpulkan batu-batu yang terdapat di sekitar pohon jati. Tumpukan batu paling
atas lalu digambari wajah bayangan tadi denganmenggunakan kapur sirih. Tempat
dimana batu-batu itu dikumpulkan, sampai sekarang dikenal dengan desa Bata Putih.
Setelah lama dicarinya, akhirnya cincin itu berhasil ditemukan juga. Segera Ki Tepus
Rumput meninggalkan tempat itu untuk pergi ke Pajang.

Berambung selanjutnya dengan judul “Terima Hadiah Seorang Puteri”

Sumber : Babad dan Sejarah Purbalingga, Tri Atmo; Pemerintah DATI II


Purbalingga; 1984.

Anda mungkin juga menyukai