Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Istilah tingkah laku ingestif ini meliputi bukan hanya memakan pakan
solid tetapi juga menyusui anak dan meminum pakan cair. Mempertahankan
konsumsi pakan yang cukup untuk hidup dan suksesnya reproduksi merupakan
hal yang sangat penting bagi semua spesies ternak. Karena itu, mengerti pola
tingkah laku yang digunakan oleh hewan untuk mencari, mendapatkan,
menyeleksi dan memakan pakan penting sekali untuk berhasilnya pengembangan
usaha peternakan.
Seleksi pakan pada kondisi penggembalaan bebas sangat tergantung pada
pola dasar tingkah laku ingestif. Manusia bisa menggunakan beberapa control
dengan beberapa usaha seperti pemagaran atau pengawetan pakan pada saat
persediaan pakan banyak untuk dipergunakan pada waktu kekurangan pakan.
Dalam keadaan dikandangkan secara intensif, seperti system potong-
angkut yang umumnya berlaku di Indonesia, manusia mengontrol kebanyakan
faktor-faktor yang mempengaruhi tingkah laku ingestif. Hal ini meliputi jenis dan
jumlah pakan yang tersedia dan tempatnya, periode waktu selama pakan tersedia
bagi ternak dan kelompok social ternak yang bersaing untuk mendapatkan pakan.
Tetapi walaupun dalam keadaan yang terbatas dan bahkan bila ternak diberi
makan secara individu, faktor-faktor social mempengaruhi tingkah laku ingestif
dan jumlah pakan yang dimakan.

1.2. Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana pola makan dalam pengembalaan bebas?
2. Bagaimana penyesuaian diri terhadap jumlah pakan yang dimakan?
3. Bagaimana perbedaan spesies ternak dalam preferensi pakan dipadang
rumput?
4. Bagaimana ternak diberi makan dikandang dan kemudahan social dari
makan?
5. Bagaimana pilihan terhadap makan?
6. Bagaimana kebijakan dalam makan?

1.3. Tujuan dan Manfaat


Adapun tuuan dan manfaat dalam pembuatan makalah ini agar mahasiswa
dapat mengetahui :
1. Pola makan dalam pengembalaan bebas?
2. Penyesuaian diri terhadap jumlah pakan yang dimakan?
3. Perbedaan spesies ternak dalam preferensi pakan dipadang rumput?
4. Ternak diberi makan dikandang dan kemudahan social dari makan?
5. Pilihan terhadap makan?
6. Kebijakan dalam makan?
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pola makan dalam keadaan behbas


Ketika ternak sapi diberi pakan dalam jumlah yang terbatas dalam waktu
tertentu, mereka tidak punya pilihan kecuali memakan semua pakan yang
diberikan. Pada pemberian pakan secara berlebihan, pola makan sehari-hari akan
berkembang.
Pada sapi dengan penggembalaan sub-tropis, periode merumput terjadi
paling banyak ketika rumen diisi dengan rumput yang baru dan hal ini terjadi
menjelang pagi sampai pagi, senja sampai matahari terbenam dengan satu periode
lebih singkat kira-kira tengah malam. Periode 24 jam dibagi secara jelas menjadi
periode merumput, mengunyah dan beristirahat. Di daerah tropis, siklus
merumput biasanya sebaliknya. Pada waktu tengah hari yang panas, sapi
beristirahat di bawah naungan atau dekat tempat air dan terdapat periode
merumput yang panjang pada malam hari. Sapi berhenti merumput pada saat dia
kepanasan, terutama bagi sapi yang berasal dari daerah sub-tropis. Di daerah
tropis, sapi yang di tempatkan dalam kandang tertutup pada malam hari tanpa
persediaan pakan atau air, konsumsi pakannya sering menurun secara nyata,
terutama pada sapi yang mempunyai ada lptasi yang kurang baik yang berasal dari
daerah sub-tropis seperti sapi Frisiean Holstein, yang tidak diberi pakan selama
hari panas.
Secara umum, sapi meluangkan waktu 8-10 jam untuk merumput, tetapi
mempunyai fleksibilitas yang cukup untuk menyesuaikan waktu merumput untuk
mempertahankan jumlah pakan yang dimakan pada periode banyak angin dan
hujan, cuaca panas ketika merumput terhenti. Mereka juga bisa mengatasi
peningkatan kebutuhan fisiologis dari periode akhir kebuntingan dan laktasi pada
beberapa keadaan yang beda.
Dalam keadaan cuaca panas dan lembab, aktivitas makan sapi tertinggi
pada waktu suhu udara lebih rendah yaitu pada pagi hari. Terdapat suatu hal yang
menarik tetapi tidak ada pengamatan yang pasti yang menyatakan bahwa domba
dan sapi bisa meramalkan keadaan panas yang akan terjadi dan dengan demikian
mereka merumput lebih dini dalam satu hari di bandingkan dengan tipe Zebu yang
mempunyai daya adaptasi yang lebih baik dalam keadaan panas.

2.2 Penyesuaian diri terhadap jumlah pakan yang dimakan


Waktu yang digunakan oleh sapi untuk makan tergantung pada spesies
ternak itu sendiri, status fisiologisnya (seperti pertumbuhan, periode akhir
kebuntingan, laktasi dan juga ternak yang tidak bunting, tidak laktasi dan ternak
dewasa), serta tipe dan persediaan pakan. Iklim yang sangat ekstrim juga
berpengaruh. Sementara jumlah pakan yang dimakan meningkat pada keadaan
cuaca dingin.
Pada saat padang rumput dalam keadaan kering, sapi meningkatkan waktu
untuk merumput (contoh pada sapi biasanya merumput 12 jam tetapi dalam
keadaan padang rumput kering berubah menjadi 14 jam). Semua hewan bisa juga
bervariasi dalam jumlah pakan yang dimakannya dengan mengubah jumlah
gigitan per menit dan meningkatkan besarnya regutan tersebut.

2.3 Perbedaan spesies ternak dalam preferensi pakan di padang rumput


Preferensi atau pemilihan pakan adalah berbeda di antara jenis ternak
herbivora. Tetapi, semua jenis lebih suka memakan daun daripada batang atau
bahan dengan warna hijau (muda) dari pada bahan yang kering (tua). Bila jumlah
pakan yang tersedia berkurang, maka akan terdapat kecenderungan bahwa ternak
menjadi kurang selektif, walaupun pakan yang terletak sekitar kotoran dan
kencing tidak dipilih sebisa mungkin terutama oleh ternak sapi.
Sapi lebih menyenangi daun-daunan yang lebih panjang dibandingkan
dengan domba dan kambing dan hal ini mungkin disebabkan oleh lebih besarnya
ukuran rahang. Kambing yang diberikan suatu pilihan lebih suka memakan daun
pucuk muda dan menguliti kayu-kayu tanaman atau gulma. Saat ini mereka
digunakan di Australia dan Selandia Baru untuk mengontrol hutan belukar yang
begitu banyak. Holst (1980). Kambing juga memakan lebih sedikit clover
dibandingkan dengan domba. Tetapi, mereka bisa menyebabkan kerusakan berat
terhadap vegetasi yang dikehendaki dan akhirnya bisa mengakibatkan erosi.

2.4 Ternak yang diberi makan di kandang dan kemudahan social dari
makan
Pada system potong dan angkut, peternak mempunyai control yang lengkap
terhadap pakan apa yang dimakan oleh sapi piaraannya dan berapa banyak yang
dimakan. Dimungkinkan untuk memberi pakan dengan komposisi yang seimbang,
memotong pakan menjadi potongan kecil untuk menghindari terbuangnya pakan
tersebut dan sebagainya. Tetapi, walaupun dalam keadaan demikian, tingkah
ingestif dipengaruhi oleh tingkah laku social. Pada saat sapi diberi makan dalam
kelompok, dua factor social bisa mempengaruhi jumlah pakan yang dikonsumsi.
Tingkah laku agonistic bisa mengurangi jumlah pakan yang dikonsumsi oleh sapi
yang tidak dominan dan kemudahan social bisa meningkatkan jumlah pakan yang
dimakan tersebut. Masalah yang berhubungan dengan sapi subordinat yaitu tidak
mendapatkan cukup pakan yang dimakan atau tidak cukup mendapat pakan
dengan kualitas baik yang tidak terkontaminasi oleh kotoran atau parasit. Cara
yaing disarankan untuk mengurangi pengaruh ini, yaitu dengan memanipulasi
komposisi kelompok dan rencana kandang.
Dalam suatu penelitian, dimana para ahli genetika ingin menggunakan
keadaan pemberian pakan secara individu untuk memilih konversi pakan yang
efisien atau dimana ahli makanan ingin menggunakan kandang metabolism
individu atau calorimeter untuk mendapatkan pengukuran yang tepat untuk
pertukaran metabolism, maka kemudahan social makan harus diperhitungkan.
Ternak sapi dalam kandang metabolisme akan makan hanya 50%-60% dari
jumlah yang dimakan sapi yang dipelihara dalam kelompok.

2.5 Pilihan terhadap pakan


Seekor ternak dapat mengontrol jumlah pakan yang dimakan dengan cara
lain, ia bisa menolak untuk memakan satu pakan atau pakan lainnya. Ada
kelompok pakan tradisional, yang dapat dimakan ternak dengan enak, ada pula
beberapa pakan lain yang bernilai gizi tinggi dan harganya murah tetapi ternak
tidak dapat merasakan enaknya selama memakan pakan tersebut untuk pertama
kalinya.
Kesenangan terhadap bermacam-macam prosduk pakan telah diuji dalam
20 jenis pakan. Terlihat bahwa pakan dapat dibedakan menjadi 3 kelompok, yaitu:

a. Pakan hijauan atau lebih dikenal sebagai pakan tradisional,


b. Pakan yang telah diproses yang disukai oleh rata-rata ternak, dan
c. Pakan yang tidak disenangi. Akan tetapi, dalam beberapa keadaan
(misalnya kekurangan garam), ternak akan lebih suka memakan garam
blok.

Kilgour dan Dalton (1984) menyarankan bahwa skala ini dapat digunakan
sebagai suatu dasar terhadap pakan baru, murah dan potensi manfaatnya dapat
diuji. Ada cara yang efektif untuk membuat ternak dapat memakan pakan yang
bernilai gizi tinggi dan murah tetapi baunya tidak disukai ternak yaitu dengan
menutup hidung ternak tersebut.
Lobato dan kelompok penelitinya dan juga Lynch dan kelompok
penelitinya telah mendapatkan bahwa ternak mampu belajar pada awal
kehidupannya dan mempunyai ingatan yang baik dalam jangka waktu yang
panjang. Melihat teman dalam kelompok yang telah berpengalaman memakan
pakan yang baru, dapat membantu ternak yang belum berpengalaman untuk
memakan pakan baru tersebut. Fenomena ini disebut sebagai transmisi social
dalam tingkah laku makan atau belajar berdasarkan pengalaman.
Memberikan masa perkenalan bagi ternak terhadap pakan atau
suplementasi yang mungkin diharapkan untuk dimakan dalam keadaan darurat
merupakan hal yang sangat berguna. Metode sederhana dapat digunakan untuk
mengecek ternak yang mana yang memakan dan tidak memakan pakan yang baru.
Hal ini bisa dikerjakan denagn menggunakan satu tempat pakan. Pada tempat
pakan ini, ternak harus menempatkan kepalanya dan menekan sepotong spons
yang diisi pewarna atau menyentuh benang yang diwarnai. Dengan teknik ini
ternak yang cepat menangkap pelajaran dipindahkan untuk memberi kesempatan
yang lebih lama dan mengurangi persaingan bagi mereka yang lebih ,lambat
belajar. Ternak yang lambat menangkap pelajaran mendapatkan beberapa pakan
yang disenanginya untuk tetap menjaga fungsi rumennya, sementara ternak ini
lambat memulai memakan pakan yang abru.
Masalah baru yang timbul adalah jika pakan tambahan yang mahal lebih
disukai daripada pakan dasar yang murah. Peternak mungkin menghendaki pakan
tersebut sebagai suplementasi, tetapi ternak itu sendiri memperlakukan pakan
tersebut sebagai pakan pengganti, misalnya pada saat kurangnya rumput lapangan
atau rumput gajah yang dipotong dan lebih banyak tambahan konsentrat yang
harganya mahal.
Pencampuran antara pakan yang enak dan tidak enak yang kemudian
menjadi sedikit enak, pemberian pakan yang murah pertama kali, atau dan
pemberian makan tambahan pada waktu yang tidak teratur sehingga ternak tidak
mempunyai pengharapan dan menunggu untuk makan pada waktu tertentu adalah
merupakan jalan pemecahan problem tersebut diatas.

2.6 Kebijakan dalam makan


Tikus dan ayam memperlihatkan kebijakan makan. Sebagai contoh adalah
penelitian Mastika dkk. (1987) yang memperlihatkan bahwa seekor ayam bisa
memilih secara tepat pakan dengan kombinasi protein dan karbohidrat dan bahkan
bisa memilih tambahan mineral untuk memenuhi kebutuhannya yang berubah
selama proses produksi telur.
Tetapi, pada ternak ruminansia, defisiensi mineral, kecuali defisiensi
natrium mempunyai pengaruh kecil terhadap tingkah laku merumput. Zahorok
dan Houpt (1977) mempertentangkan bahwa model keengganan untuk belajar
yang dipraktekkan pada jenis ternak yang makan pakan dengan ciri-ciri tersendiri
dari banyak jenisnya dan tinggal dalam rumen untuk beberapa jam. Jika seekor
tikus makan sesuatu yang menyebabkan sakit perut, ia bisa belajar secara
langsung untuk menghubungkan perasaan yang tidak enak atau sakit dengan
komponen pakan tertentu. Seekor ruminansia tidak bisa melakukan ini dan lebih
lanjut fariasi pakan yang baru dimakannya adalah dicampur, diregurgitasi, dan
dikunyah lagi. Ternak ruminansia juga tidak mempunyai mekanisme untuk
memuntahkan pakan keluar dari mulutnya yang pada tikus merupakan kejadian
yang biasa.
Mungkin juga, pada ternak herbivora, strategi yang optimal berarti
memaksimalkan energi (dengan memilih pakan yang muda) dan mungkin juga
seleksi susunan pakan yang seimbang tidak mungkin dikerjakan dengan mudah.
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Istilah tingkah laku ingestif ini meliputi bukan hanya memakan pakan

solid tetapi juga menyusui anak dan meminum pakan cair. Mempertahankan

konsumsi pakan yang cukup untuk hidup dan suksesnya reproduksi merupakan

hal yang sangat penting bagi semua spesies ternak.

3.2. Saran
Adapun saran dari kelompok kami yaitu semoga kelompok dapat lebih
kompak lagi dalam pembuatan makalah kedepannya.
DAFTAR PUSTAKA

Partodihardjo, S. 1980. Ilmu Reproduksi Hewan. Penerbit: Mutiara. Jakarta.


Suharto, K. 2003.Penampilan Potensi Reproduksi Sapi Perah Frisien
HolsteinAkibat Pemberiaan Kualitas Ransum Berbeda dan Invusi
Larutan Iodium Povidun 1% Intra Uterin. Tesis Program Studi
Magister Ternak. Universitas Diponegoro. Semarang.

Tagama, T.S. 1995. Pengaruh Hormon Estrogen, Progesteron, dan Prostaglandin


Terhadap Aktivitas Birahi Sapi PO Dara. Jurnal Ilmiah Penelitian
Ternak. Grati 4: 11-17.
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
rahmat_Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang
“Tingkah Laku Ingustif” dengan tepa7t waktu. Makalah ini dibuat untuk
memenuhi tugas terstruktur mata kuliah Ilmu Tilik dan Tingkah Laku Ternak.
Penulis menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih banyak
kekurangan.Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun dari berbagai
pihak sangat diharapkan oleh penulis demi kesempurnaan makalah ini. Kami
mengucapkan terima kasih kepada dosen yang telah memberikan materi dan
pencerahan sehingga makalah ini dapat terlaksana dan terbentuk. Semoga
makalah ini bermanfaat. Terima kasih.

Kendari 05 November 2015

Penyusun
Makalah

ILMU TILIK DAN TINGKAH LAKU TERNAK

(Tingkah Laku Ingestif)

OLEH :

KELOMPOK II

KELAS C

KETUA : HASMIATI (L1A1 14 118)

ANGGOTA : 1. SITI HERNIATI (L1A1 14 120)


2. MILA SARI (LIA1 14 115)
3. WA ODE HARLIANI (L1A1 14 119)
4. ARNIA (L1A1 14 143)
5. MISNA WATI (L1A1 14 107)
6. ASPA ROSA (L1A1 14 134)

FAKULTAS PETERNAKAN

UNIVERSITAS HALU OLEO

KENDARI

2015

Anda mungkin juga menyukai