PENDAHULUAN
Dalam dua dekade terakhir sebelum pengeboran sumur SIS-A#1 pada tahun
2015, tidak ada aktivitas eksplorasi yang dilakukan di bagian selatan Cekungan
Kutai. Sumur-sumur yang dibor di area tersebut umumnya gagal menemukan
hidrokarbon. Analisa sumur yang dilakukan menunjukkan bahwa migrasi/
1
akumulasi hidrokarbon merupakan salah satu faktor yang bertanggung jawab atas
kegagalan tersebut. Karena itu selain mengharapkan adanya migrasi hidrokarbon
dari main kitchen, perlu dilakukan studi mengenai potensi local kitchen dalam blok
“ENERGI” sendiri yang dapat menghasilkan hidrokarbon untuk mengisi prospek-
prospek di dalam blok tersebut.
Studi mengenai potensi local kitchen ini dilakukan dengan basin modelling.
Basin modelling adalah suatu analisa merekonstruksi evolusi geologi dari suatu
cekungan untuk memahami proses fisika dan kimia yang terjadi dengan tujuan
memprediksi tingkat kematangan batuan induk serta migrasi dan akumulasi
hidrokarbon yang terbentuk. Sebelum melakukan basin modelling tersebut tentunya
harus dilakukan identifikasi dan evaluasi batuan sedimen yang mempunyai potensi
menjadi batuan induk di daerah penelitian.
2
Keterangan:
Area Penelitian
3. Zona batuan induk dibatasi pada sedimen berumur Oligosen hingga Miosen.
3
kaya dengan batubara dan batupasir, yang berada dalam kondisi tekanan normal
cenderung menjadi batuan induk yang lebih efektif dibandingkan dengan batuan
induk marine shales dalam kondisi overpressured. Kesimpulan lainnya adalah
hidrokarbon di daerah tersebut umumnya bermigrasi secara lateral.
4
yang terdapat dalam blok “ENERGI”. Penelitian ini diharapkan dapat menunjukkan
potensi local kitchen sebagai sumber hidrokarbon yang ada di dalam atau sekitar
blok “ENERGI” sehingga menjadi pertimbangan dalam kegiatan eksplorasi.
5
II. TINJAUAN PUSTAKA
6
pelet mempunyai ukuran sebesar pasir dan tenggelam dengan lebih cepat sehingga
material organik ini lebih banyak terawetkan dalam sedimen.
Saat zat organik terkubur oleh sedimen di atasnya, secara bertahap air akan
keluar selama proses kompaksi. Kemudian senyawa organik protein terpecah
menjadi asam amino dan karbohidrat menjadi senyawa gula yang lebih sederhana.
Pada kondisi tersebut asam amino dapat bereaksi dengan karbohidrat yang
mengakibatkan proporsi senyawa organik terlarut sederhana dalam sedimen
menjadi berkurang. Struktur organik kompleks baru yang terbentuk dari hasil
polimerisasi ini disebut dengan kerogen (Knut, 2010).
7
beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu kuantitas material organik, kualitas/ tipe
material organik, dan kematangan material organik.
Tabel 2.1 Parameter dan potensi batuan induk (Peters dan Cassa, 1994)
8
Gambar 2.1 Diagram hubungan antara hidrogen indeks dan Tmax dengan tipe kerogen
(Espitalie et al., 1985)
a) Grup alginit, tersusun dari maseral alginit yang merupakan produk alga air
tawar dan dikelompokkan dalam kerogen tipe I sebagai penghasil minyak (oil-
prone).
b) Grup liptinit, tersusun dari maseral eksinit (spora dan polen), kutinit (kutikula
tumbuhan darat), resinit, dan liptinit yang dikelompokkan dalam kerogen tipe
II sebagai penghasil minyak dan gas (oil and gas prone).
9
c) Grup vitrinit, tersusun dari maseral vitrinit (material selulosa dari tumbuhan
tinggi) yang dikelompokkan dalam kerogen tipe III sebagai penghasil gas (gas-
prone).
d) Grup inertinit, tersusun dari arang kayu (charcoal), material organik yang
teroksidasi dan tersusun ulang (reworked), bersifat sulit menghasilkan
hidrokarbon.
Original Organic
Groups Macerals Kerogen
Matter
Alginate Alginate Fresh water algae Type I
Liptinite Resinite Land-plant resins Type II
Sporinite Spore, pollens Type II
Cutinite Land-plant cuticle Type II
Liptodetrinite Marine algae Type II
Vitrinite Desmocollinite Woody and cellulosic Type III
Telocollinite material from land Type III
Telinite plants Type III
Vitrodetrinite Type III
Inertinite Semifusinite Charcoal; highly Type IV
Fusinite oxidized or reworked Type IV
Inertodetrinite material of any origin Type IV
Sclerotinite Type IV
Diagenesis – Fase ini terjadi di kedalaman yang dangkal, pada suhu yang
rendah dan tekanan sedikit di atas normal. Fase ini terdiri dari 2 proses, yaitu
10
pembusukan biogenik yang dibantu oleh bakteri dan reaksi abiogenik (Selley 1985).
Diagenesis mengakibatkan berkurangnya oksigen dan meningkatnya kandungan
karbon. Hal tersebut juga ditandai oleh berkurangnya rasio H/O dan O/C (Tissot &
Welte 1978).
Gambar 2.2 Alterasi (pematangan) material organik serta pembentukan minyak dan gas
sebagai fungsi suhu (Knut, 2010)
Katagenesis – Fase ini ditandai oleh peningkatan suhu dan tekanan yang
terjadi pada lingkungan yang lebih dalam. Hasilnya adalah terjadinya penurunan
kandungan hidrogen sebagai akibat pembentukan hidrokarbon. Pada tahapan ini
hidrokarbon terbentuk. Minyak terbentuk selama fase awal katagenesis, pada suhu
60oC -120oC. Dengan semakin meningkatnya suhu dan tekanan, sekitar 120oC -
125oC, gas basah dan kemudian gas kering terbentuk bersamaan dengan
peningkatan jumlah metana (Tissot & Welte 1978; Selley 1985). Katagenesis
ditandai dengan penurunan pita alifatik karena de-substitusi pada inti aromatik
dengan peningkatan aromatisasi cincin naftenat.
Metagenesis – Fase ini merupakan tahap akhir dari alterasi termal material
organik. Metagenesis terjadi pada suhu dan tekanan tinggi (200oC -250oC) menuju
proses metamorfisme dan penurunan rasio hidrogen-karbon. Umumnya hanya
11
metana yang dihasilkan pada fase ini hingga hanya tersisa residu padat. Pada suhu
lebih dari 225oC kerogen menjadi inert dan hanya sejumlah kecil karbon yang
tersisa menjadi grafit.
Tabel 2.3 Klasifikasi kematangan berdasarkan Ro dan Tmaks (Peters dan Cassa, 1994)
12
II.1.4 Model Kinetik Pembentukan Hidrokarbon
Pembentukan minyak dan gas merupakan reaksi pemecahan dari ikatan
heterogen makromolekul kerogen menjadi molekul ringan minyak dan gas. Waktu
dan temperatur menjadi faktor penting dalam mengontrol pembentukan minyak dan
gas tersebut. Laju kimia pembentukan minyak dan gas yang berasal dari kerogen
dapat digambarkan dengan model kinetik. Parameter kinetik untuk setiap reaksi
individual diperoleh berdasarkan hasil percobaan laboratorium dan data empiris
dari sumur atau keduanya (Waples, 1994).
Tabel 2.4 Klasifikasi kinetik kerogen: organofasies (Pepper dan Corvi, 1995)
Sulphur Possible IFP
Organofacies Descriptor Environmental Principal Biomas
Incorporator Classification
Marine, upwelling zones,
Aquatic, marine, siliceous Marine algae,
A clastic-starved zones High Type II
or carbonate/ evaporite bacteria
basins
Aquatic, marine, Marine algae,
B Marine, clastic basins Moderate Type II
siliciclastic bacteria
'Tectonic' non marine
Aquatic, non-marine, Freshwater algae,
C basins, minor or coastal Low Type I
lacustrine bacteria
plains
Higher plant cuticle,
Terrigenous, non-marine,
D/E 'Ever-wet' coastal plains resin, lignin, Low Type III
waxy
bacteria
Terrigenous, non-marine,
F Coastal plains Lignin Low Type III/ IV
wax-poor
13
Model kinetik Peper dan Corvi dibuat berdasarkan jenis organofasies yang
pernah dikembangkan oleh Dr. A. J. G. Barwise pada awal tahun 1980-an.
Organofasies ini diklasifikasikan sesuai dengan jenis material organik dan
lingkungan pengendapannya, yaitu organofasies A, B, C, D/E, dan F. Organofasies
A dan B ekuivalen dengan kerogen tipe II, organofasies C ekuivalen dengan
kerogen tipe I, serta organofasies D/E dan F ekuivalen dengan kerogen tipe III (tabel
2.4).
Tabel 2.5 Parameter kinetik untuk pembentukan minyak (A), dan gas (B)
(Pepper dan Corvi, 1995)
A
A
BB
Gas yang terbentuk dalam batuan induk terdiri dari dua jenis, yaitu free gas
dan adsorbed gas. Free gas adalah gas yang terperangkap dalam ruang/ pori-pori
14
batuan induk, sama halnya dengan gas yang terdapat dalam reservoir batupasir dan
batugamping sehingga volumenya dapat dihitung dengan menggunakan rumus
volumetrik konvensional atau dengan menggunakan metode Lewis. Adsorbed gas
adalah gas yang melekat pada permukaan pori-pori batuan induk. Adsorbed gas ini
sama dengan gas yang terbentuk pada batubara (Coal bed Methane) sehingga untuk
menghitung volumenya juga menggunakan formula yang sama (gambar 2.3).
a.
b.
a.
b.
Gambar 2.4 Formula perhitungan volume minyak dalam batuan induk (Downey, 2011)
15
II.1.6 Migrasi Hidrokarbon
Hidrokarbon bermigrasi dari batuan induk yang mempunyai permeabilitas
rendah ke dalam batuan reservoar yang mempunyai permeabilitas tinggi di mana
hidrokarbon dapat diproduksi. Faktor utama yang menyebabkan terjadinya migrasi
adalah buoyancy karena hidrokarbon mempunyai densitas yang lebih kecil
dibandingkan air.
16
lebih bersifat impermeabel terhadap minyak dan gas akibat adanya gaya kapilaritas
dalam pori-pori yang kecil (Knut, 2010).
17
II.2 Geologi Regional
Cekungan Kutai terletak di bagian timur Kalimantan, melingkupi wilayah
onshore dan offshore dengan luas mencapai 165.000 km2.
18
Upper Kutai merupakan tipe kontinental, sedangkan Lower Kutai merupakan
dataran tambahan sebagai kelanjutan dari zona subduksi Meratus.
Anderson (1980) dan Hutchinson (1989) membuat peta heat flow dari
cekungan di Asia Tenggara yang menunjukkan bahwa Cekungan Kutai memiliki
heat flow sekitar 1-2 HFU, yang mengindikasikan karakteristik basemen campuran.
Namun Katili (1984) menyatakan bahwa Cekungan Kutai merupakan lengah yang
gagal dari sistem triple fracture yang berhubungan dengan pembukaan Selat
Makasar pada akhir Tersier. Sebagai konsekuensinya maka heat flow di area ini
harus lebih tinggi dibandingkan peta Anderson.
19
ekstensional yang terbentuk pada Oligosen berkembang secara orthogonal terhadap
patahan ekstensional Eosen (Moss & Chambers, 2000).
Pada awal Miosen Tengah terjadi pengangkatan dan erosi secara bersamaan
di bagian barat Cekungan Kutai (Paterson et al., 1997). Inversi dari deposenter kuno
menjadi sumber untuk pengendapan batupasir yang kaya dengan mineral kuarsa di
Cekungan Lower Kutai, yang kemudian menjadi reservoir utama di Cekungan
Kutai. Pada Miosen Tengah ini berkembang sistem delta yang endapannya menebal
ke arah timur hingga mencapai 5.000 m di daerah Nilam-Tunu. Endapan Miosen
Tengah ini dikelompokkan dalam Grup Balikpapan yang terdiri dari Formasi
Mentawir, Gelingseh, dan Anggota Klandasan.
20
Pada Miosen Akhir inversi terjadi kembali dan berlangsung hingga
sekarang. Pada masa ini sistem delta semakin berkembang di mana endapannya
dikelompokkan dalam Grup Kampung Baru yang terdiri dari Formasi Tanjung Batu
dan Formasi Sepinggan.
21
konglomerat dan batupasir. Pada Eosen Akhir terjadi pengendapan Lapisan Atan
yang terdiri dari serpih dan batugamping, yang berakhir pada peralihan Oligosen
Awal dan Oligosen Akhir oleh suatu fase regresi. Hal ini ditandai dengan adanya
pengendapan klastik kasar berumur Oligosen Akhir yang disebut Lapisan Marah,
berupa batupasir dan konglomerat. Di atas Lapisan Marah kemudian diendapkan
Formasi Pamaluan yang didominasi oleh serpih dan batulanau.
22
Pada Miosen Awal terjadi pengendapan batugamping Formasi Bebulu
secara selaras di atas Formasi Pamaluan. Batugamping tersebut membentuk
platform yang besar pada sub cekungan Kutai. Pada periode yang sama diendapkan
juga Formasi Pulaubalang yang terutama terdiri dari serpih, serta batupasir dan
batugamping mudstone. Miosen Tengah merupakan awal terbentuknya delta
Mahakam. Pada periode ini Grup Balikpapan diendapkan secara tidak selaras
menggantikan Formasi Pulaubalang. Grup Balikpapan terdiri atas formasi
Mentawir, Gelingseh, dan Klandasan. Formasi Mentawir tersusun atas litologi
dominan batupasir yang berselingan dengan batulempung, batulanau, dan batubara.
Batupasir Formasi Mentawir bersifat masif dan berukuran butir halus hingga
sedang. Semakin ke arah timur Formasi Mentawir bergradasi menjadi perselingan
batupasir berbutir halus dengan serpih dan sisipan batubara yang dikenal sebagai
Formasi Gelingseh.
23
ini terdiri dari batulempung laut dalam dengan kandungan kerogen terigenous.
Formasi ini telah mencapai kematangan dan menghasilkan minyak yang kemudian
bermigrasi ke Grup Balikpapan. Di Grup Balikpapan sendiri carbonaceous shale
dan batubara berumur Miosen Tengah mengandung kerogen tipe I dalam jumlah
signifikan, yang berasal dari biodegradasi material teresterial. Minyak yang
dihasilkan dari teresterial ini berupa waxy dengan level gravitasi menengah.
Batubara pada Grup Balikpapan berpotensi menghasilkan minyak dan juga gas
(Duval et al., 1992). Shales Grup Kampung Baru yang berumur Miosen Akhir juga
berpotensi sebagai batuan induk tapi umumnya belum matang di daerah Delta
Mahakam.
Kisaran TOC yang diukur pada batubara adalah 50-80% dan carbonaceous
shales 5-10%, dengan inisial HI mencapai 300 mg HC/g TOC untuk keduanya
(Peterson et al, 1997). Prodelta – bathyal shales mempunyai TOC 0,5-1% dan HI
< 100 mg HC/g TOC. Gradien geotermal dalam Cekungan Kutai berkisar 21-55
o
C/km dengan rata-rata sekitar 32 oC/km. Konduktivitas termal sedimen sekitar
5,24 mmcal/oC/cm/sec, sedangkan nilai heat flow sekitar 1,64 microcal/sg cm/sec
(Thamrin & Prayitno, 1985). Nilai ini dianggap normal-tinggi untuk cekungan yang
stabil. Minyak pada batubara mulai terbentuk pada kisaran Ro 0,3-0,6% namun
tetap tertahan di dalam hingga mengalami rekahan akibat aktivitas tektonik, atau
hingga gas mulai terbentuk saat Ro ≥ 0,6%. Untuk carbonaceous shales minyak
terbentuk pada Ro 0,4-0,7%, wet gas pada Ro 0,7-1%, dan dry gas terbentuk pada
Ro> 1%. Marine shales hanya berpotensi menghasilkan gas, yaitu dengan Ro 0,8%.
24
Migrasi hidrokarbon umumnya terjadi secara lateral melalui tubuh batupasir
yang saling berhubungan serta sebagian terjadi secara vertikal melalui patahan.
Karena itu kunci utama keberhasilan migrasi hidrokarbon adalah jumlah lapisan
batupasir dalam cekungan, arsitektur dan lapisan batupasir yang saling
berhubungan. Lapangan Bekapai dan Attaka merupakan contoh migrasi vertikal di
Cekungan Kutai.
II.3.2 Reservoar
Reservoar paling produktif di Cekungan Kutai terdapat dalam sedimen
klastik Grup Balikpapan dan Formasi Kampung Baru yang berumur Miosen
Tengah hingga Pliosen. Selain itu ditemukan juga potensi reservoar dalam sedimen
berumur Eosen hingga Oligosen.
1. Reservoar deltaik Miosen Tengah – Pliosen
Sebagai akibat dari inversi yang terjadi pada Miosen Awal, sedimen deltaik
diendapkan secara progradasi mengarah ke timur dari Antiklonorium Samarinda
ke daerah paparan (shelf) dan laut dalam Selat Makasar (Moss & Chambers,
2000). Reservoar utama interval ini terdiri dari paralic-fluvial, deltaik, dan slope
deepwater fans. Reservoar tersebut umumnya kaya akan kuarsa berukuran halus
karena telah mengalami beberapa kali proses recycle dari hasil erosi basemen
dan sedimen Paleogen (Moss & Chambers, 2000). Namun di beberapa tempat di
onshore terdapat reservoar dengan kandungan material vulkanik. Di bagian
proksimal lingkungan delta plain – delta front, distributary channel umumnya
mempunyai energi yang tinggi, sedangkan di bagian distal mempunyai tipikal
25
energi yang rendah sehingga reservoar dalam fasies channel tersebut cenderung
mempunyai kualitas yang buruk. Batupasir tidal dan fluvial distributary channel
umumnya berukuran butir kasar – halus dengan ketebalan 3-15 m. Penyebaran
lateral channel ini umumnya kurang dari 650 m. Kandungan batupasir dan
ketebalan reservoar berkurang secara perlahan dari arah barat ke timur.
Distributary channel seringkali terbentuk bertumpuk dengan tebal mungkin
lebih dari 150 m. Batupasir pada lingkungan ini umumnya mempunyai potensi
resevoar yang bagus dengan porositas 20-35% dan permeabilitas 100-10000 mD.
Lain halnya dengan batupasir delta front bar, kualitasnya cenderung buruk
dengan porositas 10-30% dan permeablitas 0,1-100 mD. Namun pada kedalaman
sekitar 4.420 m, porositas batupasir pada kedua fasies tersebut hampir sama
sekitar 10% akibat efek mekanik dan penguburan (IHS, 2013).
3. Karbonat terumbu
Carbonate build-up juga merupakan target reservoar kedua di Cekungan Kutai.
Karbonat ini berumur Oligosen Awal – Holosen yang banyak terdapat di bagian
tengah paparan di mana input sedimen terigenous sedikit. Selama Miosen Awal
distribusi karbonat ini cukup luas. Tubuh karbonat bertumpukan dengan
ketebalan bervariasi antara 10 m hingga lebih dari 1000 m, memanjang dengan
bentuk bagian atas flat hingga kerucut. Porositas pada umumnya kecil karena
proses rekristalisasi. Presipitasi sparry kalsit menghancurkan porositas dan
permeabilitas primer sehingga umumnya porositas dan permeabilitas yang
26
terdapat pada karbonat ini merupakan sekunder yang berasal dari dissolusi
butiran. Permeabilitas yang ada seringkali bertambah karena keberadaan
rekahan. Jenis reservoar karbonat ini telah beberapa kali dites, tetapi hanya
lapangan Karendan (Oligosen Akhir) di bagian barat dan lapangan Dian (Miosen
Akhir) di bagian tengah cekungan yang mempunyai hasil yang bagus (IHS,
2013).
II.3.3 Seal
Tidak ada bukti keberadaan seal secara regional dalam Cekungan Kutai.
Seal reservoar umumnya berupa intraformasi shale yang terdapat pada Formasi
Ujoh Bilang, Bebulu, Balikpapan, dan Kampung Baru. Seal tersebut mempunyai
sealing capacity vertikal yang lebih baik dibandingkan secara lateral. Seal kapiler
hidrokarbon yang sangat bagus dalam sedimen delta terdapat pada shales delta front
dalam zona transisi pressure. Contohnya di lapangan Nilam, seal mempunyai
kapasitas mendukung kolom gas sebesar 50 m. Seal berupa struktur/ patahan
umumnya bukan merupakan seal yang baik di Cekungan Kutai, seperti yang
terdapat di Mutiara, Tamborah, dan Semberah. Namun ada juga yang berfungsi
dengan baik seperti di Punan (IHS, 2013).
II.3.4 Perangkap
Terdapat 3 jenis tipe struktur di Cekungan Kutai yang berhubungan dengan
aktivitas rifting, kompresi, dan gravitasi. Aktivitas tektonik tersebut mengakibatkan
terbentuknya sinklin, antiklin, lipatan kompresional dan antiklin yang berasosiasi
dengan sesar naik pada sedimen berumur Miosen Tengah dan yang lebih tua, serta
growth faulted structures with closure pada Miosen Akhir hingga Pliosen.
27
permeabilitas secara berangsur ke arah laut dan sering menyebabkan isolasi
terhadap reservoar.
28
III. HIPOTESIS DAN METODE PENELITIAN
III.1 Hipotesis
Berdasarkan studi pustaka yang dilakukan di daerah penelitian, disusun
beberapa hipotesis terkait dengan tujuan penelitian, yaitu:
1. Batuan sedimen berumur Oligosen dan Miosen yang terdapat di dalam atau
sekitar blok “ENERGI” berpotensi menjadi batuan induk.
2. Batuan induk tersebut kemungkinan sudah mencapai jendela kematangan
serta menghasilkan minyak dan gas.
3. Minyak dan gas yang dihasilkan bermigrasi secara vertikal dan lateral,
kemudian terperangkap dalam struktur yang terdapat di dalam blok
“ENERGI”.
29
Terdapat 4 sumur yang digunakan dalam penelitian seperti terlihat pada
gambar 3.1, yaitu sumur Sapunang-1, Tunan Utara-1, Maruat-1, dan SIS-A#1. Data
sumur yang digunakan berupa data log, final well report, temperatur, biostratigrafi,
dan data geokimia. Data seismik yang digunakan berupa data seismik 3D hasil
reprocessing PSDM dengan luas sekitar 450 km2.
Hydrocarbon kitchen atau dapur minyak dan gas bumi didefinisikan sebagai
suatu area di bawah permukaan bumi di mana batuan induk sudah mencapai tingkat
kematangan untuk menghasilkan minyak dan gas bumi. Jadi local kitchen diartikan
sebagai kitchen yang bersifat lokal dengan luas area yang terbatas dan lebih kecil
dibandingkan dengan kitchen utama yang terdapat di dalam suatu cekungan.
Deteksi awal keberadaan local kithen ini dapat dilihat dari data seismik dengan
melihat apakah terdapat graben atau area rendahan yang cukup dalam (> 3,5 detik).
Tahap pertama yang dilakukan pada penelitian ini adalah analisa data
sumur. Analisa terhadap data sumur dilakukan untuk memperoleh informasi jenis
30
dan persentase litologi dalam setiap lapisan/ formasi, kedalaman, ketebalan, dan
umur lapisan/ formasi. Analisa ini dilakukan dengan memanfaatkan log gamma ray,
resistivitas, mudlog/ composite log, dan data biostratigrafi. Pada tahap ini dilakukan
identifikasi awal apakah terdapat batuan sedimen yang berpotensi menjadi batuan
induk. Indikasi awalnya berupa keberadaan serpih atau batubara yang tebal. Sesuai
dengan geologi regional batuan induk di Cekungan Kutai berasal dari batuan
sedimen berumur Miosen Awal, Miosen Tengah, dan Miosen Akhir. Karena itu
dalam penelitian ini pengelompokan potensi batuan induk dilakukan berdasarkan
umur, yang juga sesuai dengan pengelompokan formasi di Cekungan Kutai.
Kedalaman dari setiap top interval/ formasi yang sudah diidentifikasi akan menjadi
marker untuk interpretasi interval/ formasi tersebut di seismik.
31
Pemodelan cekungan yang merupakan inti dari penelitian dilakukan dengan
membangun model stratigrafi dari sumur yang mempunyai data geokimia atau dari
pseudo well, kemudian membangun model burial dan thermal history berdasarkan
model stratigrafi tersebut. Model burial dan thermal history ini dibuat dengan
menggunakan aplikasi Genesis. Integrasi antara data geokimia, suhu/ regional heat
flow dengan burial dan thermal history akan menunjukkan waktu pembentukan
hidrokarbon. Dengan menggunakan aplikasi Kinex, model kinetis pembentukan
hidrokarbon setiap interval dapat dilakukan. Dari simulasi ini akan dapat
diperkirakan jenis hidrokarbon dan pada temperatur berapa hidrokarbon tersebut
terbentuk serta terekspulsi.
Secara umum, alur kerja penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Melakukan studi pustaka yang berkaitan dengan daerah penelitian.
2. Melakukan pengolahan data sumur berupa evaluasi stratigrafi berdasarkan log
dan laporan biostratigrafi untuk memperoleh jenis dan persentase litologi dalam
setiap lapisan/ formasi, kedalaman, ketebalan, dan umur lapisan/ formasi.
3. Melakukan identifikasi dan evaluasi batuan induk berdasarkan data geokimia,
sehingga diperoleh kuantitas, kualitas, dan kematangan batuan induk.
32
4. Pengolahan data sesimik dilakukan dengan terlebih dahulu melakukan
pengikatan data sumur dengan data seismik, kemudian dilanjutkan dengan
picking top lapisan batuan induk, struktur, dan mapping.
5. Integrasi hasil pengolahan data sumur dan seismik menjadi dasar dalam
melakukan basin modelling.
6. Burial dan thermal history dapat dibangun di lokasi sumur atau dengan memilih
suatu lokasi tertentu yang cukup dalam di area penelitian sebagai pseudo well.
Pseudo well ini disusun berdasarkan data kedalaman dari seismik, dan model
stratigrafi dari sumur yang telah dievaluasi sebelumnya.
7. Dalam pembuatan burial dan thermal history salah satu yang penting dilakukan
adalah kalibrasi vitrinit reflektansi, suhu dan heat flow.
8. Hasil akhir dari basin modelling adalah peta kematangan, model migrasi, serta
volume hidrokarbon (minyak dan/ atau gas) yang terekspulsi dari batuan induk.
9. Selanjutnya dilakukan pembahasan mengenai hasil pemodelan tersebut yang
kemudian ditutup dengan kesimpulan.
33
34
Gambar 3.2 Flowchart prosedur penelitian
III.5 Jadwal Penelitian
Penelitian dimulai dengan pengumpulan data berupa tulisan-tulisan yang
terkait dengan daerah penelitian, data sumur, serta data seismik yang dilakukan
pada bulan Juni 2016. Kemudian dilakukan studi pustaka selama 1 bulan untuk
lebih memahami kondisi area penelitian. Pengolahan data untuk analisa dan
interpretasi mulai dilakukan sejak Juli 2016 selama 4 bulan. Paralel dengan
pengolahan data, penulisan tesis juga dilakukan sekitar 5 bulan. Selama pengolahan
data dan penulisan tesis tersebut, penulis berkonsultasi dengan pembimbing.
Kolokium dan ujian tesis dilaksanakan antara Februari hingga Maret 2017 sebagai
akhir dari penelitian.
2016 2017
No Kegiatan
Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des Jan Feb
1 Pengumpulan Data
2 Studi Pustaka
3 Analisa dan Interpretasi
4 Penulisan Tesis
5 Konsultasi
6 Kolokium/ Ujian Tesis
35
IV. PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA
36
Formasi Gelingseh tersusun oleh serpih, batulanau, batupasir, batugamping,
dan sejumlah kecil batubara/ lignit. Jenis batuan penyusun yang dominan berbeda-
beda di setiap sumur, begitu juga dengan ketebalannya. Di sumur Sapunang-1 dan
Tunan Utara-1 yang terletak di bagian barat laut daerah penelitian, litologi
penyusun yang dominan adalah serpih. Sumur Maruat-1 yang terletak di atas
paternoster didominasi oleh batugamping, sedangkan sumur SIS-A#1 yang terletak
semakin ke arah timur didominasi oleh batupasir dan serpih. Secara umum Formasi
Gelingseh menebal ke arah timur, dengan ketebalan serpih bervariasi antara 250 –
2700ft. Data analisis biostratigrafi menunjukkan bahwa sedimen Formasi
Gelingseh diendapkan pada zona inner neritic – outer neritic, dengan lingkungan
pengendapan delta front – marine. Hal ini ditandai dengan ditemukannya fosil
foraminifera bentonik seperti Amphistegina, Cyclammina cancellata, Robulus
nikobarensis, Sphaeroidina bulloides, dan Orbulina (final report of Maruat-1,
1972; biostratigraphy report of Tunan Utara-1, 1981; biostratigraphy report of SIS-
A#1, 2015). Serpih yang diendapkan pada lingkungan ini termasuk dalam kerogen
tipe II (oil & gas prone) dan tipe III (gas prone).
37
SIS-A#1 Tunan Utara-1 Sapunang-1
A B C
Gambar 4.1 Contoh data log dan interpretasi litologi pada sumur: A. SIS-A#1 (Miosen
Akhir), B. Tunan Utara-1 (Miosen Tengah), dan C. Sapunang-1 (Miosen Awal)
38
lingkungan pengendapan shelf – slope. Hal ini ditandai dengan ditemukannya fosil
foraminifera bentonik seperti Cyclammina cancellata, Bathysiphon, dan
Sphaeroidina bulloides (final report of Maruat-1, 1972; biostratigraphy report of
Sapunang-1, 1981). Serpih yang diendapkan pada lingkungan ini termasuk dalam
kerogen tipe II (oil & gas prone).
Gambar 4.1 adalah contoh log dan interpretasi litologi pada beberapa sumur
di lokasi penelitian. Pada gambar tersebut terlihat terdapat serpih yang tebal di
interval berumur Miosen Akhir, Miosen Tengah, Miosen Awal, dan Oligosen Akhir
yang menjadi indikasi awal bahwa interval-interval tersebut berpotensi menjadi
batuan induk di daerah penelitian.
39
2. Sedimen berumur Miosen Tengah dalam Formasi Gelingseh berada pada
kedalaman 3.850 – 9.500 ft dengan nilai TOC berkisar antara 0,2 – 6 %. Kisaran
nilai TOC ini menunjukkan bahwa sedimen dalam Formasi Gelingseh
mempunyai potensi rendah hingga paling baik menjadi batuan induk. Seluruh
TOC yang berasal dari sumur Sapunang-1 mempunyai nilai kurang dari 0,5 %.
Gambar 4.2 Plot nilai TOC terhadap kedalaman pada beberapa sumur di blok “ENERGI”
40
4. Sedimen berumur Oligosen Akhir dalam Formasi Pamaluan berada pada
kedalaman 9.200 – 11.300 ft dengan nilai TOC berkisar antara 0,6 – 12,7 %.
Kisaran nilai TOC tersebut menunjukkan bahwa interval ini mempunyai potensi
cukup hingga paling baik menjadi batuan induk.
Total terdapat 199 sampel yang mempunyai data indeks hidrogen dan
Tmaks dari empat sumur di daerah penelitian. Sampel ini mencakup keempat
interval sedimen yang berpotensi menjadi batuan induk, berumur Oligosen akhir
hingga Miosen akhir. Nilai indeks hidrogen berkisar antara 25 mg/g hingga 480
mg/g sedangkan nilai Tmaks sekitar 403oC – 451oC.
41
Gambar 4.3 Plot nilai Tmaks terhadap indeks hidrogen
42
Terdapat 70 sampel analisis reflektansi vitrinit dari empat sumur di daerah
penelitian dengan nilai terendah 0,2% dan nilai tertinggi 0,64%.
43
Hasil analisis kematangan material organik seperti terlihat pada gambar 4.4
mengindikasikan bahwa awal jendela kematangan batuan induk (Ro 0,6% ~ Tmaks
435oC) di daerah penelitian terjadi pada kedalaman sekitar 9.250 ft, sedangkan
puncak jendela kematangan (Ro 0,9% ~ Tmaks 450 oC) tercapai pada kedalaman
sekitar 15.700 ft.
Lokasi
Penelitian
0 1000
Gambar 4.5 Peta heat flow Asia Tenggara (Pollack et al., 1993)
44
pada gambar 4.5 dan selanjutnya dilakukan trial and error terhadap model kurva
temperatur dan vitrinit reflektansi. Temperatur permukaan yang digunakan sesuai
dengan pengukuran pada saat pengeboran sumur. Dengan mengkombinasikan
antara burial history dengan data temperatur dan reflektansi vitrinit, maka akan
dihasilkan model yang dapat memperkirakan waktu pembentukan minyak dan gas.
Maruat-1 SIS-A#1
Pseudo Well
SIS-A#1 Deep
0km 10km
Gambar 4.6 Lokasi sumur pemodelan, Maruat-1, SIS-A#1, dan Pseudo Well SIS-A#1 Deep
45
IV.2.1 Pemodelan Maruat-1
Tabel berikut merupakan data input yang digunakan untuk membangun
model stratigrafi sumur Maruat-1. Data ini diperoleh dari final well report, mudlog,
serta analisa biostratigrafi.
Gambar 4.7 merupakan hasil model stratigrafi sumur Maruat-1. Model ini
terdiri dari batuan sedimen berumur holosen (younger) hingga Oligosen Akhir. Dari
gambar tersebut terlihat pada interval Miosen Awal hingga Oligosen Akhir terdapat
shale tebal yang dapat berpotensi menjadi batuan induk, dengan rata-rata nilai HI
149 mg/g dan TOC 2,9% untuk interval Miosen Awal serta HI 140 mg/g dan TOC
2,2% untuk interval Oligosen Akhir. Evaluasi batuan induk yang dilakukan
sebelumnya menunjukkan kedua interval tersebut mempunyai kerogen tipe III.
46
Kerogen tipe III biasanya terdapat pada batuan sedimen yang diendapkan di
lingkungan pengendapan transisi dan delta. Laporan biostratigrafi sumur Maruat-1
menyebutkan bahwa umumnya sedimen berumur Miosen Awal pada sumur
tersebut diendapkan pada zona inner neritic – outer neritic, dengan lingkungan
pengendapan delta front – marine (Maruat-1 final report, 1972). Dalam aplikasi
Genesis kedua interval ini digolongkan dalam organofasies D/E, dengan
lingkungan pengendapan delta plain/ front coals and shales gas prone.
Gambar 4.7 Model stratigrafi sumur Maruat-1, disertai contoh parameter batuan induk
interval Oligo Akhir (HI 140 mg/g; TOC 2.2%; delta plain/ front coals and shales gas prone)
47
Vitrinit reflektansi dan temperatur merupakan dua faktor yang digunakan
untuk mengkalibrasi burial dan thermal history. Data pengukuran vitrinit
reflektansi dan temperatur di sumur Maruat-1 disajikan dalam tabel 4.1. Kedua
faktor tersebut diplot terhadap kedalaman untuk kemudian dimodelkan.
Berdasarkan peta heat flow Asia Tenggara (Pollack et al., 1993) present day heat
flow di bagian selatan Cekungan Kutai berkisar antara 60 – 80 mw/m2 sehingga
nilai ini dipakai dalam pemodelan.
Tabel 4.2 Data pengukuran vitrinit reflektansi dan temperatur sumur Maruat-1
Ketika melakukan pemodelan vitrinit reflektansi dan temperatur dengan heat flow
60-80 mw/m2, ternyata kurva temperatur yang dihasilkan jauh menyimpang (lebih
tinggi dari hasil pengukuran). Setelah beberapa kali simulasi kemudian diperoleh
model vitrinit reflektansi dan temperatur yang mendekati hasil pengukuran dengan
heat flow 51 mw/m2, tetapi tidak ideal karena kurva temperatur masih tetap lebih
tinggi dari hasil pengukuran. Gambar 4.8 menunjukkan pemodelan yang dihasilkan.
48
Gambar 4.8 Plot data pengukuran vitrinit reflektansi dan temperatur dengan kedalaman,
serta garis kurva sebagai hasil pemodelan sumur Maruat-1
49
Dengan menggunakan parameter-parameter tersebut, maka dihasilkan
model burial dan thermal history yang menunjukkan bahwa pada sumur Maruat-1
dengan TD 11.230 ft, jendela kematangan minyak dengan Ro ~ 0,6% berada pada
kedalaman 10.400 ft, sedangkan gas belum matang di lokasi ini.
50
front – marine. Kedua interval ini digolongkan dalam organofasies D/E, dengan
lingkungan pengendapan delta plain/ front coals and shales gas prone.
Gambar 4.10 Model stratigrafi sumur SIS-A#1, disertai contoh parameter batuan induk
interval Miosen Tengah (HI 240 mg/g; TOC 1.9%; delta plain/front coals and shales gas prone)
51
Tabel 4.4 Data pengukuran vitrinit reflektansi dan temperatur sumur SIS-A#1
Gambar 4.11 Plot data pengukuran vitrinit reflektansi dan temperatur dengan
kedalaman, serta garis kurva sebagai hasil pemodelan sumur SIS-A#1
52
Sama seperti di sumur Maruat-1, pemodelan dengan heat flow 60-80 mw/m2
menghasilkan model kurva temperatur yang berbeda (lebih tinggi) dari data
temperatur hasil pengukuran. Melalui proses trial and error kemudian diperoleh
model vitrinit reflektansi dan temperatur yang sangat mirip dengan hasil
pengukuran (gambar 4.11). Nilai heat flow yang digunakan pada pemodelan ini
adalah 53 mw/m2.
53
dalam di bawah TD sumur SIS-A#1. Karena itu pada sumur SIS-A#1 dilakukan
proyeksi lebih dalam yang dinamai pseudo well SIS-A#1 Deep.
Tabel 4.5 Data stratigrafi untuk pemodelan pseudo well SIS-A#1 deep
54
Dalam pseudo well ini data stratigrafi untuk interval Oligosen Akhir dan
Miosen Awal disesuaikan dengan data stratigrafi sumur-sumur sekitar yang
menembus interval tersebut. Data stratigrafi untuk pemodelan SIS-A#1 deep dapat
dilihat pada tabel 4.5.
55
Pertama, jalur migrasi bisa sangat bervariasi akibat pengaruh kompaksi, diagenesa,
sementasi, rekahan, dan konfigurasi struktur yang terjadi belakangan. Kedua, jika
pembentukan hidrokarbon terjadi belakangan, maka hanya ada sedikit waktu untuk
terjadinya biodegrasi, rekahan, kebocoran seal, dan proses destruktif lainnya yang
akan merusak atau memodifikasi akumulasi hidrokarbon (Waples, 1994).
HI TOC Ketebalan
Interval Organofasies
(mg/g) (%) (ft)
Miosen Tengah 240 1,87 825 D/E
Miosen Awal 149 2,93 1300 D/E
Oligosen Akhir 140 2,18 1150 D/E
Gambar 4.15 merupakan salah satu window dalam aplikasi Kinex yang
menunjukkan hasil input parameter pada tabel 4.6 yang secara berurutan dari atas
ke bawah interval Miosen Tengah, Miosen Awal, dan Oligosen Akhir.
56
Gambar 4.15 Parameter batuan induk Pseudo Well SIS-A#1 Deep
Gas mulai terbentuk pada temperatur 125oC dan kemudian mulai terekspulsi
saat temperatur mencapai 144oC. Total gas yang dapat terekspulsi dari batuan induk
adalah sebesar 420 bcf/km2.
57
Gambar 4.16 HC generation/ expulsion vs temperature
Peta kematangan dibuat dalam dua kurun waktu, yaitu pada saat ini dan pada
8 juta tahun yang lalu sebagai periode pembentukan perangkap hidrokarbon, di
58
mana pembentukan perangkap terjadi pada periode Miosen Tengah hingga Plio-
9840
Pleistosen (Satyana, 1999) akibat inversi Cekungan Kutai. Berikut adalah peta
kematangan dari tiap interval batuan induk.
9830
A B 60
45 0
55
4
0.28
50
60
55
0.32 65
N
65
0.3
0.3
65
0.3
55
60 65 SR-Res 11.8 Ma PSDM (A).dat STS
0.2
50
45
30 50
40
SR-Res 11.8 Ma PSDM (A).dat ARCO Vitrinite Ro(%) 8 Ma
60
8
0.2
40
60
0.3
55
50 3 65
0.2
0.28 0.3 60
0.3 70 3000 ft
4 3000 ft 45
45
45
ilubis Dec 16 2016
55
ilubis Dec 16 2016
55
40
0.2
40
0.3
0.32
8
50
45
55 50
0.28
0.28
65
60
55
40
0.3
0.2
40
50 65
50
8
60
40
60
60 50
45
0.3
0.2
60
55
8
60
0.2 55
50
55
60
60
8
0.3
0.28
65
60
9820
0.3 45
50
60 60
0.
0.2 28
60
60
8 60
45 60
0.2
45
45 55
8
0.28
55
55
45
0.28
55
45
60
0.28
8 0.2
45
60
0.2
0.2
60
8
55
55
8
0.28 50
0.28
55
35
0.28
55
45
35
55
45 50
45
505
45
5
55
55
45
55
50
50
50
0.3 45
45
45
50
55
45
40
60
0.28
50
50
0.2
8 50
55
50
55
40
45
0.2
9810
45
40
9840
50
45
45
35
40
30
40
35
Area belum matang Area belum matang 45
40
Area pembentukan minyak Area pembentukan minyak
40
35
9800
9830
C D
0.45
0.4
5
90
10
90
0.5 0.5
0 95
90
5
105
0.6
0.5 95
95
N
0.6
0.5
N
11
5
95
0.5
0.7
11
0.5
0.6
SR-Res 11.8 Ma PSDM (A).dat ARCO Vitrinite Ro(%) 0 Ma 95 5 SR-Res 11.8 Ma PSDM (A).dat STS
0.45
80
85
0.4
0.7 0 0.5 1 1.5 2 10 80 100 120 140 160 180 200 220 240
0.5
95 5
90
0.5 0.6
0.55
100
5
5
95
90
5 0 5
0.5
0
0.6
105
10
0.5
11
0.6
5
0.4
95
5
80
0.4
70
0.6
10
0.65
0.6
0.5
0.55
110
5
85
0.6
90
0.6
10
95
11
0.6
5
105
0
0
10
9790
70
0
0.6
10
0.5
0.3
0.55
10
100
5
5
10
105
5
105
5
85
90 105
0.45
9820
0.6
0.4
10
0.6
105
5
0.6 0.5
5
105
0.4
0.6
75
0.5
10
10
5
10
5
0
0
0.55
70
10
5
100
75
10
0.6
80
0.6
70
5
0.35
0.5
5 100
10
100
5
75
10
5
90 10
5
0.5
0
5
95
95
0.5
0.55 100
90
10
85 95 0
0.6
0.5
90
0.5 95
0.6
85
0.3
5
10
80
5
0.5
5
10
0
90
0.4
5
0.5
85
95
85
0.5
9810
95
0.55
10
0
85
95
0.4 0.4
5
0.5
0.4
80
90
0.4
80
0.4
90
5
85
85
0.4
75
Gambar 4.17 Peta kematangan batuan induk Miosen Tengah pada 8 juta tahun yang lalu
berdasarkan vitrinit reflektansi (A), dan temperatur (B), serta pada saat ini berdasarkan
vitrinit reflektansi (C), dan temperatur (D)
9790
59
9840
9830
80
0.4
A B
80
0.4
5
0.35
7075
0.4
80
85 60
65
0.3
0.45
85
90
N
0.3
N
0.4 80
85
0.40.4
0.35
SR 15.5 Ma PSDM (A).dat STS
75
70
0.3
0.4
SR 15.5 Ma PSDM (A).dat ARCO Vitrinite Ro(%) 8 Ma
80
80 100 120 140 160 180 200 220 240
5
5
5
70
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3
75
85
75
85
75
65
0.4 85
90
0.3
85
0.3 5 0.3 3000 ft
5 3000 ft
75
5 5
75
95
90
0.4
80
75
70
0.5
ilubis Dec 16 2016
0.4 0.4 ilubis Dec 16 2016
90
85
5
70
80
70
80
75
75
0.4
0.4
80
0.35
80
0.5
95
95
0.3
0.5
0.35
75
70
5
80
0.4
85 95
0.3
0.5
80
5
0.4
85
90
0.4
85
0.4 95
75
90
0.5
5
0.45
0.3 0.4 80 85
90
5
65
9820
0.4
90
0.45
0.3
85
70
0.3
90
5
5 70
5
65
0.3 90
70 85
70
0.45
0.45 70
0.45
70 60
65
70
0.4
0.3
0.4
90
90
80
65
65
0.45
65
0.4 85
80
65
0.3
90
70
90
75
5
75 80
0.45
85
65
0.5
75
75
95
85
75
85
70
70
85
70
80
0.3
0.4
0.3
5
80
5
65
75
55
70
0.4
80
0.3
85
5 60
0.35
75
75
80
0.4
0.4 85
0.35
5
0.3
75 70
75
70
0.3
75
0.35
5
75
70
0.35
75
70
65 65
0.3
70
9810
0.3
65
80
0.4
9840
0.3
0.4 0.4 80
60
55
0.4
75
0.35
70
55
0.3 65
60
55
50
0.3
70
45
Area pembentukan minyak Area pembentukan minyak
9800
9830
C 0.6
D 105
115
0.7 0.6 110
115
11
5 5
0.7
0.7
0.7
N N
0.7
0.75
120
0.6 SR 15.5 Ma PSDM (A).dat ARCO Vitrinite Ro(%) 0 Ma 5 11 SR 15.5 Ma PSDM (A).dat STS
0.7 5 0.8 11 5 5
12 12 80 100 120 140 160 180 200 220 240
5
0 0.5 1 1.5 2
0.6
0.7 0
0
0.7
10
12
5
11
125
5
0.8
0.7 3000 ft
11
3000 ft 12
0.6
0.9
5
12 0
12
12
11
0.8 75
5
5 0.9
0
0.
0.75 5
5
ilubis Dec 16 2016
0
0
13 0
13
ilubis Dec 16 2016
12
5
0.8
0.6
5
0.7
0.75 120
5
0.95 135
0.7
0.7
12
0.6
5
95
0.9
13
13
0
0.8 8
11
10
11
5
5
0.
5
5
12
0.65
13
0.75
0.85
12
0
0.65 0.8 0
0
90
5 0.9 110
11
0.7
0.8
12
5
0.8
125
11
5
13
0
12
0.9
0.5
10
9790
5
0.5
0.8
5
12
0.7 0.85
0
5
13
0.6 10
5 120
0
0.6
0.8
0.5
0.8
9820
0.8
5
0.8
12
90
5
5
125
0.8
100
115
0.7
95
10 5
0.8
0.5 5 12 12
0.7
5
12
0
95
12
5
0.8
5
0.8
0.5
125
95
0.45 0.5
0.75
0.5
0.5 0.75 120
0.8
125
0.5
12
0.6
5
5
12
0.5
120
0.5
0
95
0.8
0.7
12
5
0.7 0.7
130
0
1
5
5 11 20
51
0.8
15
0.7
0.75
0
12
115
95
120
480 500 520
0.5
0.7
5
0.6
0.6 10 11
11
5 5 0
105
0.6
11
5
0.65
110
0.7
0.7
11
0.65
0
10
5 0
12
0
0.7
11
105
5
0.65 0.65
110
105
0.6
9810
11
0.6
5
0.7
120
0.6
0.6
10
95
5
0.5
90
0.6
11
5
0
0.5
10
0.6
0
5
10 05
0.6
1
0
100
0.5
95
11
11
5
Gambar 4.18 Peta kematangan batuan induk Miosen Awal pada 8 juta tahun yang lalu
berdasarkan vitrinit reflektansi (A), dan temperatur (B), serta pada saat ini berdasarkan
vitrinit reflektansi (C), dan temperatur (D)
9790
60
9840
9830
A B
0
17
1.6
0
17
1.6
1.6
1.4
170
160
15
1.4 1.2
0
N N
0
1.4 16
1.4
SR Oligocene PSDM (A).dat ARCO Vitrinite Ro(%) 8 Ma 0 SR Oligocene PSDM (A).dat STS
16
160
1.4 0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 80 100 120 140 160 180 200 220 240
1.6
170
3000 ft 3000 ft
1.2 1.2
1.8 ilubis Dec 16 2016 ilubis Dec 16 2016
150
1.2
18
150
0
1.2
1.2
16
1.4
17
1
0
1.2
150
15
1.6 14 17
1 0 0 17
0
1
1.2
9820
15
0
1.6
1 1.8 150
1
1
1.2
2 14
1 0 140
1.4
16
15
0
1.2
2
18
150
14
130
0
1
140
1
14
1 0
1.2
1 130 140
150
0
1.4 13
0
1
0.8 13
0.8
12
13 0
14 0
0
1.2 15
0
1 14 140 140
1 1 0 140
1 130
9810
0.8
0.8
14
120
0
120 120
1
9840
12
0
11
0
0.8
110
0.6
13
0
0.6
100 100 12
11 0
0.8 0
90 10
0
0.6
10
0
11
0.6
0.6
0
90
90
0.4
80 0
10
Area pembentukan minyak
11
Area pembentukan minyak
0
0.6
70
0.4
80
10
900
Area pembentukan gas Area pembentukan gas
9800
9830
C D
2
1.8 18
0
2
2
N N
2
180
2.4 0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 80 100 120 140 160 180 200 220 240
2
20
0
18
180
0
18
2.6 ilubis Dec 16 2016 ilubis Dec 16 2016
0
1.8
1.8
180
1.8
2.8
17
20
0
0
1.8
1.6
1.8
2.4
0
1.6
17
170
1.6
1.8
2
180
9790
1.8
1.4
2.4
160
200
2
2.4
9820
20
0
17
1.6 0
1.8
16
180
0
2.8
2.2
2
2.6
1.4
2.2
21
1.8
190
1.6
2
1.2
150
1.4
2.2
1.6
16
0 190
170
1.6
17
1.6
0
480 500 480 520 500 540 520 560
15
1.2
1.6 17
1.4 0
0
16
1.8
2
16
1.4
0
1.2
1.6 17
0 180
1.8
16
0
1.2
1.6
17
0
1.2 15
1.6 0 17
14 0
1 0
15 14
0 0
1
15
0
13
0
1.4
1.2
16
0
130
1 140
0.8
0.8
0.8
12
0
13
14
0
0
12
13
0
0
12 13
0.8 1
14
0 0
11
0
130
0.8
12
110
0
100
Gambar 4.19 Peta kematangan batuan induk Oligocene Akhir pada 8 juta tahun
yang lalu berdasarkan vitrinit reflektansi (A), dan temperatur (B), serta pada saat ini
berdasarkan vitrinit reflektansi (C), dan temperatur (D)
9790
Peta ekspulsi batuan induk dibuat untuk mengetahui area mana yang dapat
mengekspulsi minyak atau gas dan berapa besar volume yang terekspulsi.
Pemodelan ekspulsi ini dilakukan terhadap ketiga interval batuan induk yang pada
bab sebelumnya diketahui sudah mampu menghasilkan minyak dan gas. Parameter
yang digunakan sesuai dengan properti masing-masing batuan induk.
61
9840
9830
60 0
11
50
A B
60
110
10
50
40
90
0
60
30
11
50
0
40
40
20
10
N
40
N
0
10
20
10 20 110
20
SR Oligocene PSDM (A).dat Gas Expelled (bcf/km2) 8 Ma SR Oligocene PSDM (A).dat Gas Expelled (bcf/km2) 0 Ma
40
30
30 0 20 40 60 80 100 120 0 20 40 60 80 100 120
30
50 10
20
40 60 0 100
13
60 90
0
10 10 80 90 3000 ft
70
3000 ft
20 20
90
ilubis Dec 16 2016 70 ilubis Dec 16 2016
80
90
10
100
10 80
20
90
90
90
50
90
10
80
60
20
30
80
60
90
20
60
10
70
40
50
100
20
60 10
70
130
0
80
10
10
60
20
70
9820
10
60
80
120
60 80
10
50 12
0
13
30
90
0
100
20
50 80
50
80
10
12
40
30
80
90
20
0
30
30
50
110
10
10
100
120
40
10
50
12
50
10
60 70 0
0
60
70
60
60
50
40 50
40
10
40
0
20
10
10
30 20
60
10
11
20
0
10
50
60 90
60 70 50 40
30
20
80 80
80
40
20 40
30
50
20
10 40 40 50
40
9810
30
10
60
10
50
10
40
30
20
9800
Gambar 4.20 Peta ekspulsi batuan induk Oligocene Akhir pada 8 juta tahun yang
lalu (A), dan saat ini (B)
Hasil pemodelan menunjukkan bahwa minyak dan gas yang dihasilkan oleh
9790
batuan induk berumur Miosen Tengah dan Miosen Awal belum terekspulsi. Hanya
480
batuan induk berumur Oligosen Akhir yang sudah mampu mengekspulsi
500 480 520 500 540 520 560
hidrokarbon berupa gas. Peta ekspulsi gas batuan induk Oligosen Akhir ini dapat
dilihat gambar 4.20.
62
37
50
40
00
42
50
7500
4500
47
50
50
50
525
55
00
00
0
00
6762750
5
50560
7750
75 00 60
5
N
00 0
40 42
47
0
0050
50
70 65
62
00 0062
70
50
72
00
Res 8.95 Ma PSDM (A).dat
50
50
4000 5000 6000 7000 8000
50 3000 ft
00 6500
67707
75
5 ilubis Dec 20 2016
57 650002050
00
00
50 70
675
0
62 67
625
65
60
0
50 50 67
00
00
50
650
67
0
50
40
45
67 6750
600
62
00
00
50
50
70
00 6750
00
70
50
6000
45
62
00
500
7000
40
725
77
6500
0
00 6750 67
50
50
0
425 65
0 00
6750
60
6250
62
00
45
50
75
42
50
00
62
00
00
50
75
65
50
4750
00 75
00
60
00
55
00
00
45
52 0
600
5750
00
50 77
62
50
5760
50
47 00
50 50
77 75
60
60
42
45
50 00
650
00
00 550
50
00
52 0
50
45
00 57
0
50
8000
50 6500
00 62
50
57
50 6000
47
5750
50
77
50 6000
50
72
00
50
00 550
55 0 75
00
67
70
50
00
5250
65
00
5250
57
50
60
00
5500
50
00 67
62
52 50
50
50
5500
60
00
Migration path 55
00
Gas accumulation 60 62
50
65
00
00
62 500 750
6 6
50
57
50
00
65
6500
55
00
Gambar 4.21 Peta migrasi hidrokarbon pada reservoir Miosen Akhir 6750 50
52
00
50
700
0
70
725
7500
00
47
0 725
50
0
85872875
00 0
9800705000
9250
7275000
0 50 0
00
75 77
50 82 5250
50
10
95 8
10
00
00 00
0
25
N
7700
0
750
00 10
675
850 8250
62
800
50
00
50
92
0
9500
0
00
97
8750
75
50
00
0
72
80
57
75
10 925
50
00 00 9 3000 ft
50
87 50
00 0
90
50 0 10
0
25
00
82 0
7250 50 ilubis Dec 16 2016
9250
85
1025
00
87
60
50
70 90
00
10
00 00
0
0
00
92
92 750
00
9550
72 50
97
10750
0
8
50
00
50
9 9
62 25
950
50 0
85
47
9000
0
85
50
00
50
7500 8750
00
00
52
80
8500 00 90
50
92
9000
00
50
7 87
67 725500 50
50 0
8500
82
70
850
875
92
50
00 50 92 92
85 50 50
0
00
0
95
875
65
00
55
00
50
00
92
9000
57
92
8500
8750
52
60 5
50
50
57
8750
50
8500
00 75
55 50 87
47
00 50
50
950
82
0
50
50 9000 95
0
00
5250
62
00
50
900
87
9000
50
92
0
57 50
55
8000
50
00 8250
50 8000
00 72
50
77
65
50
50
00
92
50 9000
00 8250 8500
9500
8500
85
700
8250
00
67
72 800
50 0
50
7750 750
90
77
7
00
6750 50
7500
75
92
65 75
00
50
00 00
87
62 50
50 70
00 85
72 00
50
82
50
80 67
00 50
67
82
50
50
80
60
00
50
00
80
75 50
62
72
00
00
50
62
Migration path
70
50
77
00
50
5
60 750
00
75
00
62
Gas accumulation 6 6 50
7075050 65
00
00 0
72
67
50
50
72
50
60
75
00
00
57
625
50
55
00
63
yang mampu mengekspulsi gas. Karena itu volume hidrokarbon yang akan dihitung
hanya batuan induk Oligosen Akhir dengan jenis hidrokarbon berupa gas. Dalam
penelitian ini akan dilakukan dua jenis perhitungan, yaitu yang pertama
menggunakan software Trinity dan kedua menggunakan formula dengan metode
Lewis untuk free gas dan adaptasi perhitungan volume CBM untuk adsorb gas.
0
00
19
0
50
19
19500
0
50
19
00
19
0
0
19
50
50
19
0
19000
0
19500
50
0 2000500
19 20 SR Oligocene PSDM (A).dat
0
00 0
21 150 000 12000 16000 20000 24000
19 2 22
00
0
0
00
1900
0 3000 ft
19
1900 22
0 5
17 23 00
50 00 ilubis Dec 16 2016
0
0 0
1900
18500 23
50
0
18500
17
00
0
19
18 00
18500
0
1950
22
50
0
00
00
170
0
0
16
19
220
00
215
50
1800
0
21
00
0
0
00
50
17
18
00
00
0
0
21000
22
1900
50
18
50
0
0
0
1950
18500 23
16 50
50 0
0
210
50
0 24000
0
16
15
15
1900
50
15
50
20500
50
00
00
18
23
0
0
00
0
18
0
00
17000
20000
1950
0
2150
1750
0
0
21
00
0
17500
0
17500
20500
17500
1700
0
00
140
1950
14
17
200
00 0
1650
15 0
50
50
0
00
0 00
155
0
00
16
20000
0
15000 1900
17
17
00
50
0
0
16
17
00 16 15
00
14
0 00 50
0
0
00
17
19000
16
1800 0 18
0
00
50
0 50
0
0
18500
1500 16
0 50
1515 0
0050
14 0
0 16500
1600 1650 17000
50 0 0 0
14000 14
5
13500 13 14000 150 17
50 00 00 50
0 1400 0
13 0
17
50 1 15
00
13
14 450 000
13
0
14
00
0
00
00 0 0 13
00
0
12
0 50
0
50
0
14
13
0
12 12 16
15
00
00
00 50
16
50
50
0
0
0 0 0
00
14
0
12500 00
00
13050
130
0
11500
11000
15 500
11
11
14
00
112 50
00
20500
0
12 000
11
50
12 0
50
13 11
00 00
0
0 00 0
0 1000 10
50
0 0
1111125
13
50000
90
95
00
00
00
00
12
1100
8500
5000
Gambar 4.23 Area ekspulsi/ penyuplai gas dari batuan induk Oligosen Akhir
64
1000
2500
Oil Charge (mmstb)
Gas Charge (bcf)
Source: Late Oligocene (23.03) SIS-A#1
2000
800
1500
600
GOR (scf/bbl)
1000
400
200
500
0
0
Miocene Pliocene Quaternary
20 16 12 8 4 0
Time in my
65
Gambar 4.25 Hubungan nilai TOC terhadap pressure dan adsorb gas Barnet dan Woodford
shale sebagai analogi nilai adsorb gas dalam batuan induk di daerah penelitian (NSAI, 2012)
Menurut Cooles (1985) batuan induk dengan nilai TOC > 1,5% dapat
menghasilkan hidrokarbon dengan nilai efisiensi ekspulsi sebesar 60-90%. Nilai
efisiensi ekspulsi batuan induk Oligosen Akhir akan lebih rendah dari 60% karena
rata-rata TOC nya hanya sebesar 0,83%. Dengan asumsi nilai efisiensi ekspulsi
sebesar 45%, maka dengan luas area penyuplai gas 31 km2 total gas yang terekspulsi
adalah sebesar 2062 bcf (2,1 tcf).
66
Tabel 4.7 Data hasil analisis petrofisik serta perhitungan volume free gas dan adsorb gas
batuan induk Oligosen Akhir
67
V. PEMBAHASAN
68
Kualitas material organik juga mempengaruhi besar kecilnya potensi batuan
sedimen sebagai batuan induk. Kualitas ini diwakili oleh jenis material organik
(maseral) yang terkandung dalam batuan tersebut. Jenis material organik
dipengaruhi oleh lingkungan pengendapan dari organisme asalnya. Material
organik dalam batuan sedimen akan mengalami reaksi kimia dan membentuk
kerogen. Hasil plot nilai Tmaks terhadap indeks hidrogen (Espitalie, 1985)
menunjukkan bahwa keempat interval sedimen mempunyai kerogen tipe II dan tipe
III, dengan dominasi kerogen tipe III (gas prone). Hal ini sesuai dengan interpretasi
sebelumnya pada bab IV.1, di mana berdasarkan lingkungan pengendapannya tipe
kerogen yang akan diperoleh adalah tipe II dan tipe III.
69
kematangan, sedangkan dua sumur lainnya yaitu SIS-A#1 dan Tunan Utara-1 masih
belum matang. Data gradien geotermal di sekitar daerah penelitian berkisar antara
1,4 – 1,6 o
F/100ft. Hasil perhitungan dengan menggunakan data tersebut
menunjukkan awal jendela kematangan berada pada kedalaman 8.500 – 9.100 ft,
dengan nilai temperatur 203 – 212 oF atau setara dengan 95 – 100 oC.
Dalam proses pemodelan burial dan thermal history nilai heat flow yang
cocok dengan kalibrasi data pengukuran Ro dan temperatur berkisar antara 51-53
mw/m2. Nilai tersebut lebih rendah dari referensi yang digunakan yaitu 60-80
mw/m2 (Pollack et al., 1993). Hal ini dapat dipahami karena Pollack melakukan
pemetaan heat flow secara regional meliputi Asia Tenggara sehingga mempunyai
tingkat kesalahan yang lebih tinggi dibandingkan dengan pengukuran melalui
sumur. Di lokasi sumur SIS-A#1 model vitrinit reflektansi dan temperatur yang
dihasilkan sangat mirip dengan vitrinit reflektansi dan temperatur hasil pengukuran
(gambar 4.11).
70
yang lalu). Hasil pemodelan sumur SIS-A#1 (gambar 4.12) terlihat bahwa hingga
TD 9.505 ft pada batuan induk berumur Miosen Tengah belum tercapai jendela
kematangan.
71
Pemodelan burial dan thermal history serta simulasi model kinetis
menunjukkan bahwa ketiga interval batuan induk sudah mencapai jendela
kematangan dan mampu menghasilkan minyak dan atau gas. Peta kematangan
batuan induk dibuat untuk mengetahui area mana yang sudah mengahasilkan
minyak dan gas serta mana yang belum. Seperti dijelaskan sebelumnya, peta
kematangan dibuat dalam dua kurun waktu, yaitu pada 8 juta tahun yang lalu yang
memberikan gambaran bagaimana penyebaran kematangan batuan induk pada saat
awal terbentuknya perangkap, dan kondisi penyebaran kematangan saat ini.
Pada gambar 4.17 dapat dilihat bahwa 8 juta tahun yang lalu batuan induk
Miosen Tengah belum mencapai jendela kematangan. Namun pada saat ini sudah
menghasilkan minyak dengan nilai maksimal Ro 0,75% dan temperatur 115 oC di
bagian Utara daerah penelitian. Gambar 4.18 A menunjukkan pada 8 juta tahun
yang lalu nilai maksimal Ro batuan induk Miosen Awal hanya 0,55% sehingga
belum mencapai jendela kematangan, dengan nilai maksimal temperatur 97 oC.
Pada saat ini batuan induk Miosen Awal sudah menghasilkan minyak dengan area
yang cukup luas dan juga sudah menghasilkan gas dengan nilai maksimal Ro 0,95%
dan temperatur 135 oC di bagian Utara daerah penelitian.
Berdasarkan model burial dan thermal history pseudo well SIS-A#1 deep
batuan induk Oligosen Akhir mulai menghasilkan minyak sejak 19,4 juta tahun
yang lalu dan gas sejak 13,4 juta tahun yang lalu. Sesuai dengan model tersebut
terlihat pada gambar 4.19 A dan B bahwa pada 8 juta tahun yang lalu batuan induk
Oligosen Akhir sudah menghasilkan gas meliputi 75% area penelitian, sedangkan
pada saat ini hampir 90% area penelitian berada pada area pembentukan gas. Di
bagian Utara penelitian bahkan kemungkinan batuan induk sudah berada pada
kondisi terlalu matang (overmature) dengan nilai Ro mencapai 2,8% dan
temperatur 210 oC.
Dari peta kematangan batuan induk dapat dilihat penyebaran batuan induk
secara lateral. Selanjutnya yang lebih penting untuk diketahui adalah apakah ketiga
interval batuan induk tersebut sudah mengekspulsi minyak dan gas yang dihasilkan
atau belum. Hasil pemodelan menunjukkan bahwa minyak dan gas yang dihasilkan
72
oleh batuan induk berumur Miosen Tengah dan Miosen Awal belum terekspulsi.
Hal ini diakibatkan karena kedua interval tersebut belum mencapai temperatur yang
dibutuhkan agar minyak dan gas dapat terekspulsi, sesuai dengan hasil pemodelan
kinetis yaitu 141 oC untuk minyak dan 144 oC untuk gas. Batuan induk berumur
Oligosen Akhir secara temperatur sudah mampu mengekspulsi minyak dan gas.
Namun hasil pemodelan ekspulsi menunjukkan bahwa ternyata batuan induk
Oligosen Akhir tidak dapat mengekspulsi minyak, hal ini disebabkan karena batuan
induk ini mempunyai kerogen tipe III (gas prone) dengan rata-rata nilai HI 140
mg/g sehingga tidak dapat atau hanya menghasilkan minyak dalam jumlah kecil.
73
dengan total gas yang terekspulsi adalah sebesar 2268 bcf (2,3 tcf). Volume gas
tersebut mirip dengan perhitungan sebelumnya.
Peta model migrasi yang ada menunjukkan gas yang terekspulsi dari local
kitchen kemudian bermigrasi baik secara lateral maupun vertikal melalui patahan.
Sebagai tambahan di bagian Utara juga terlihat pola migrasi hidrokarbon menuju
daerah penelitian yang berasal dari bagian Utara penelitian yang secara regional
semakin dalam (main kitchen Cekungan Kutai). Namun belum diketahui apakah
hidrokarbon tersebut dapat mencapai daerah penelitian, karena walaupun secara
umum diketahui hidrokarbon dapat bermigrasi hingga 30 km tetapi menurut
Paterson (1997) jarak maksimal migrasi hidrokarbon di Mahakam hanya 10 km.
Selain itu di bagian Utara daerah penelitian terdapat banyak lapangan minyak dan
gas sehingga kemungkinan minyak dan gas yang bermigrasi sudah mengisi
perangkap-perangkap tersebut sebelum mencapai daerah penelitian.
74