Rohmalina Wahab
Fakultas Tarbiyah IAIN Raden Fatah Palembang
Jl. Prof. Zainal Abidin Fikri No. 1 KM. 3,5 Palembang
Abstract
Life skill oriented education for students is a provision in facing andsolving life's problems,
wether as an independent personal life,as member of community, and as a citizen. There are
four types of life skills that must beowned by the individual; the personal skills, social skills,
academic skills, and vocational skills. The efforts to reformulate life skill education is by
presentinglearning package which is presented in a limited and open according to the needsand
potential of local resources, wether in business activities in agriculture,aquaculture farms,
plantations, fisheries and agricultural production,domestic industry, or other types of activity ,
in which participants learnif curriculum provided is less able to fulfill the needs, can add,
subtract and evenchange itself according to desired needs. Life skills education should
beimplemented in accordance with the objectives, functions and benefits of lifeskills to create an
individual to be able to face life independently.
A. Pendahuluan
Pendidikan berjalan setiap saat dan di segala tempat. setiap orang, baik anak-anak
maupun orang dewasa, mengalami proses pendidikan melalui apa yang dijumpai atau
dikerjakannya. walaupun tidak ada pendidikan yang sengaja diberikan, secara alamiah
setiap orang akan terus belajar dari lingkungannya.
Secara filosofis, pendidikan diartikan sebagai proses perolehan pengalaman
belajar yang berguna bagi peserta didik. Pengalaman belajar tersebut diharapkan
mampu mengembangkan potensi yang dimiliki peserta didik sehingga siap digunakan
untuk menyelesaikan problema kehidupan yang dihadapinya. pengalaman belajar yang
diperoleh peserta didik diharapkan juga mengilhami mereka ketika menghadapi
problema dalam kehidupan sesungguhnya (Senge, 2000).
Secara historis, pendidikan sudah ada sejak manusia ada dimuka bumi. Ketika
kehidupan masih sederhana, orang tua mendidik anaknya, atau anak belajar kepada
orang tua atau orang lain yang lebih dewasa dilingkungannya, seperti makan yang baik,
cara membersihkan badan, bahkan tidak jarang anak belajar dengan alam disekitarnya.
Anak-anak belajar bercocok tanam, berburu dan berbagai kehidupan keseharian.
Intinya, anak belajar agar mampu menghadapi tugas-tugas kehidupan, mencari solusi
untuk menyelesaikan, dan mengatasi problema yang dihadapi sehari-hari.
Landasan yuridis pendidikan kecakapan hidup mengacu pada UU Nomor 20 tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pada pasal 1 Ayat (1) dijelaskan bahwa :
menurut Anwar (2004: 20) adalah pendidikan yang dapat memberikan bekal
ketrampilan yang praktis terpakai, terkait dengan kebutuhan pasar kerja, peluang usaha
dan potensi ekonomi atau industri yang ada di masyarakat.
Broling (1989) mengemukakan bahwa life skill adalah interaksi berbagai
pengetahuan dan kecakapan yang sangat penting dimiliki oleh seseorang, sehingga
mereka dapat hidup mandiri. Kent Davis (2000: 1) mengemukakan bahwa kecakapan
hidup (life skill) "manual pribadi" bagi tubuh seseorang. kecakapan ini membantu
peserta didik belajar bagaimana memelihara tubuhnya, tumbuh menjadi dirinya, bekerja
sama dengan secara baik dengan orang lain, membuat keputusan yang logis, melindungi
dirinya sendiri dan mencapai tujuan didalam kehidupannya.
Menurut WHO (1997) life skill yaitu berupa berbagai keterampilan atau
kemampuan untuk dapat beradaptasi dan berprilaku positif, yang memungkinkan
seseorang mampu menghadapi berbagai tuntutan dan tantangan dalam hidupnya sehari-
hari secara efektif.
Sedangkan pendidikan kecakapan hidup atau life skill menurut tim broad based
education Depdiknas (2002) adalah kecakapan yang dimiliki oleh seseorang untuk mau
dan berani menghadapi problema hidup dan kehidupan secara wajar tanpa merasa
tertekan, kemudian secara pro aktif dan kreatif dapat mencari serta menemukan solusi
untuk mengatasinya. (Sri Sumarni, 2002: 172).
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pengertian life skill adalah
kemampuan dan keberanian untuk menghadapi problema kehidupan kemudian secara
proaktif dan kreatif mencari dan menemukan solusi untuk mengatasinya.
Dengan demikian Pendidikan berorientasi life skill bagi peserta didik adalah
sebagai bekal dalam menghadapi dan memecahkan problema hidup dan kehidupan, baik
sebagai kehidupan pribadi yang mandiri, warga masyarakat, maupun sebagai warga
negara.dengan hasil yang dapat mencapai apa yang menjadi tujuan hidupnya.
2. Jenis-Jenis Life Skill
Broling (1989) dalam pedoman penyelenggaraan program kecakapan hidup
pendidikan non formal mengelompokkan life skill menjadi tiga kelompok, yaitu: (1)
Kecakapan hidup sehari-hari (daily living skill), antara lain meliputi ; pengelolahan
rumah pribadi, kesadaran kesehatan, kesadaran keamanan, pengelolahan makanan-gizi,
pengelolahan pakaian, kesadaran pribadi warga negara, pengelolahan waktu luang,
rekreasi, dan kesadaran lingkungan. (2) kecakapan hidup sosial/pribadi (personal /
social skill), antara lain meliputi ; kesadaran diri (minat, bakat, sikap, kecakapan),
percaya diri, komunikasi dengan orang lain, tenggang rasa dan kepedulian pada sesama,
hubungan antar personal, pemahaman masalah, menemukan dan mengembangkan
kebiasaan fositif, kemandirian dan kepemimpinan. (3) kecakapan hidup bekerja
(vocational skill), meliputi: kecakapan memilih pekerjaan, perencanaan kerja, persiapan
keterampilan kerja, latihan keterampilan, pengusahaan kompetensi, menjalankan suatu
profesi, kesadaran untuk menguasai berbagai keterampilan, kemampuan menguasai dan
menerapkan teknologi, merancang dan melaksanakan proses pekerjaan, dan
menghasilkan produk barang dan jasa.
and institution, and how such factors shape science and technology. STM
dengandemikian adalah sebuah pendekatan yang dimaksudkan untuk mengetahui
bagaimana sains dan teknologi masuk dan merubah proses-proses sosial di
masyarakat, dan bagaimana situasi sosial mempengaruhi perkembangan sains dan
teknologi.
Hasil penelitian dari National Science Teacher Association (NSTA) (dalam
Poedjiadi, 2000) menunjukan bahwa pembelajaran sains dengan menggunakan
pendekatan STM mempunyai beberapa perbedaan jika dibandingkan dengan cara
biasa. Perbedaan tersebut ada pada aspek : kaitan dan aplikasi bahan pelajaran,
kreativitas, sikap, proses, dan konsep pengetahuan. Melalui pendekatan STM ini
guru dianggap sebagai fasilitator dan informasi yang diterima siswa akan lebih
lama diingat. Sebenarnya dalam pembelajaran dengan menggunakan pendekatan
STM ini tercakup jugaadanya pemecahan masalah, tetapi masalah itu lebih
ditekankan pada masalah yang ditemukan sehari-hari, yang dalam pemecahannya
menggunakanlangkah-langkah.
(ilmiahhttp://smacepiring.wordpress.com/2008/02/19/pendekatanan-metode-
pembelajaran/).
9. Kurikulum Pendidikan Life Skill
Adalah paket pembelajaran yang disajikan secara terbatas dan terbuka sesuai
dengan kebutuhan dan potensi sumber daya lokal, baik dalam kegiatan usaha di bidang
pertanian, budidaya peternakan, perkebunan, perikanan maupun hasil produksi
pertanian, industri rumah tangga, atau jenis kegiatan yang lain, dimana peserta belajar
apabila kurikulum yang disediakan tersebut kurang dapat memenuhi, dapat
menambahkan , mengurangi bahkan mengubah sendiri sesuai dengan kebutuhan yang
diinginkan.
Pada sekolah formal, seperti telah dijelaskan diatas dengan melakukan inovasi
kurikulum sesuai dengan prinsip orientasi penghasilan output dapat dipakai atau
dilaksanakan. Lain halnya pada pendidikan non formal.
10. Metodologi Pendidikan Life Skill
Metodologi pembelajaran dapat di rancang dalam bentuk kegiatan yang
memadukan proses belajar proses belajar di kelas dan praktek dilapangan, dengan
menggunakan prinsip pembelajaran orang dewasa (POD) dan dilakukan secara
partisifatif dengan metode-metode ceramah (30%) sisanya adalah simulasi, praktek,
diskusi kelompok, game dan field study, bahkan proses belajar dapat menggunakan
proses domplet.
a) Pengorganisasian Pendidikan Life Skill
1) Pengelolahan Pembelajaran
Pelaksanaan pembelajaran dikelolah oleh didukung oleh tim pelatih masyarakat
dan sumber daya lain yang dapat menunjang keberhasilan program.
2) Fasillitator / Pelatih
Fasilitator/pelatih adalah tenaga ahli pelatihan di bidang teknis baik yang berasal
dari masyarakat setempat ditingkat kecamatan, maupun dari unsur pemerintah
atau swasta.
3) Tempat pelatihan
Disesuaikan dengan daya jangkau peserta belajar, dengan prinsip mudah akses.
4) Waktu pelatihan
Disesuaikan dengan alokasi anggaran di rancang 5 hari efektif, dengan alokasi
pembagian waktu 2 hari sesi kelas dan 3 hari lapangan, atau dibuat sebaliknya.
5) Sumber dana
Berasal dari swadaya masyarakat dan dana DOK pelmas maupun BLM atau
diknas kabupaten/kota yang dapat diakses.
b) Contah Paket Pendidikan Life Skill
Nama Program: Pelatihan & Pengembangan Budidaya Jeruk
Tujuan Pelatihan:
1) Peningkatkan pemahaman dan ketrampilan tentang budidaya jeruk keprok yang
berkelanjutan.
2) Mendorong meningkatkan produksi dan pendapatan petani jeruk.
3) Meningkatkan pemahaman dan keterampilan dalam hal akses ke pasar dan
pomadalan
Materi dan Metode Pelatihan:
Cakupan materi pelatihan dan pengembangan demplot budidaya jeruk dan
pengembangannya meliputi :
1) Analisis usaha (rancangan bisnis agrobisnis jeruk)
2) Pembibitan
3) Pemupukan
4) Penangan hama dan penyakit
5) Penanganan pasca panen
6) Distribusi dan pemasaran
7) Aplikasi teknologi tepat guna untuk produktivitas dan pasca panen budidaya
jeruk
8) Penataan lahan dan pengembangan domplet
9) Pengorganisasian kelompok tani
10) Rencana kerja tindak lanjut
11) Monitoring kegiatan pengembangan agribisnis jeruk.
Durasi Waktu: Pelaksanaan kegiatan adalah 4 (empat) hari efektif.
Metode Pelatihan: Menggunakan prinsip pembelajaran orang dewasa dan dilakukan
secara partisipatif dengan metode-metode ceramah (30%) sisanya adalah simulasi,
praktek, diskusi kelompok, game, pemutaran film, dan jika memungkinkan dilakukan
kunjungan ke lokasi petani jeruk yang sukses (field study)
untuk memberi bekal bagi yang segera memasuki dunia kerja. Oleh karena itu program
ini tidak merupakan wajib bagi semua siswa, tetapi pilahan dan diarahkan bagi yang
potensial putus sekolah atau tidak melanjutkan keperguruan tinggi.
Kriteria kecakapan vokasional bagi SLTA secara aktual merujuk pada jenis dan
lingkup kejuruan (vocational) yang dikembangkan oleh beberapa lembaga sebagai
community college (SMK, BLK, DUDI, dan Lemdiklat). Jika merujuk pada kecakapan
yang dikembangkan SLTA dalam kurikulum 1999, terdapat 93 program, 22 bidang,
dikembangkan oleh LLK (Lembaga Latihan Kerja) dan LPK (Lembaga Pelatihan Kerja)
baik yang dibina Diklusemas dan Disnaker mancapai 26 keterampilan dan 7 bidang
kejuruan. (Anwar 2005 : 35)
Gambar Prinsip-Prinsip Didaktis Pelaksanaan Pendidikan Keterampilan Hidup dalam Jalur Pendidikan
Keterangan:
*** sangat kuat ** kuat * terkait
Gambar Keterkaitan antara Komponen Life Skills dalam Pembelajaran Masyarakat pada Satuan dan
Program PLS
5. Motivasi prestasi
6. Tanggung jawab
7. Manajemen usaha
- Permodalan
- Pemasaran
peserta; (6) dilaksanakan dalam waktu relatif singkat; dan (7) ada tempat belajar dan
berlatih.
Procton dan Thornton (1983) mengartikan latihan keterampilan sebagai perbuatan
sadar dalam menjanjikan berlangsungnya proses belajar. Pelatihan dapat dibagi atas dua
model, yaitu model terbuka dan model tertutup. Model terbuka yaitu : (1) outside
factors exist which cannot be identified at the outset, (2) a working hypothesis, (3)
descriptive, and (4) verbal. Sedangkan model tertutup, yaitu : (1) all factor can be
identified or accounted for in the model, (2) outcomes predetermined, (3) predictive,
and (4) mathematical (Nadler, 1982). Lebih lanjut ia mengajukan model yang disebut
the Critical Events Model (CEM), yang dioperasionalkan melalui sembilan langkah dan
setiap langkah melalui proses evaluasi dan tindak lanjut. Model CEM ini, selanjutnya
digambarkan sebagai berikut :
proses pengambilan keputusan, dan (3) memberikan keahlian teknis yang dibutuhkan
peserta pelatihan dalam memproduksi bahan belajar.
Perencanaan pelatihan yang strategis dalam dunia bisnis dikemukakan oleh
Svenson dan Rinderer (1992) dengan langkah-langkah yang lebih rinci, sebagai berikut :
I. Overview
a. Training implications of business plan : (1) Growth goals, (2) quality control,
dan (3) cost control.
b. Major training strategies : (1) Manager training, (2) cook training, dan (3)
counter training
c. Cost/benefit analysis ; (1) Training costs, (2) cost of not training, dan (3)
expected return on investment.
d. Implementation ; (1) outside resources to develop systems and materials, dan (2)
our managers to exsecute the training
II. Development of systems and materials
a. Analysis of tasks and skilla ; (1) Timing, dan (2) resource requirements
b. Development of training materials ; (1) Timing, dan (2) resource requirements
c. Develop training store concept ; (1) Timing, (2) resource requirements
d. Develop evaluation system ; (1) Timing, dan (2) resourse requirements
III. Implementation
a. Training the managers for implementation
b. Implementation support
c. Evaluation method
d. Management feedback and control process
Pandangan senada juga dikemukakan oleh Procton dan Thornton (1983) bahwa
pelatihan keterampilan mencakup kejadian-kejadian yang berurutan atau proses yang
terus-menerus dengan kekuatan-kekuatan dan batas-batas yang dapat ditentukan.
Menurutnya, langkah-langkah pelatihan dan sembilan, yaitu : (1) menentukan
kebutuhan latiahan, (2) metode pemberian instruksi, (3) menyiapkan program latihan.
(4) rancangan evaluasi latihan. (5) langkah-langkah sebelum pelatiahn, (6) instruksi, (7)
langkah-langkah sesudah latihan, (8) umpan balik dari hasil latihan, dan (9) evaluasi
manjemen.
Secara konseptual Middleton mengemukakan, bahwa untuk menyusun sebuah
materi pelatihan yang baik, harus memperhatikan spesialisasi. Kebutuhan keterampilan,
dan specialisation to different skill market. Pelatihan untuk sektor modern harus
memperhatikan sedikitnya dua faktor utama ; (1) the degree of division of labour and
specialisation, (2) the central role of production technologies and processes (Hidayat
dan Syamsulbahri. 2001). Khusu untuk sektor informal menurut Middleton hendaknya
lebih dititikberatkan pada aspek : (1) keterampilan teknik produksi, (2) keterampilan
mobilisasi kapital, (3) keterampilan manajemen usaha, (4) pengetahuan dan
keterampilan pemasaran produksi.
Ada delapan faktor yang harus diperhatikan agar pelatihan (training) dapat
berhasil dengan baik, yaitu : Pertama, individual differences, tiap-tiap individu
mempunyai ciri khas yang berbeda satu sama lain, baik mengenai sifat, tingkah laku,
D. Kesimpulan
Dengan demikian Pendidikan berorientasi life skill bagi peserta didik adalah
sebagai bekal dalam menghadapi dan memecahkan problema hidup dan kehidupan, baik
sebagai kehidupan pribadi yang mandiri, warga masyarakat, maupun sebagai warga
negara.dengan hasil yang dapat mencapai apa yang menjadi tujuan hidupnya.
Jenis-jenis kecakapan hidup yang telah dijelaskan diatas, pada dasarnya kalau
dikelompokkan hanya ada empat jenis kecakapan hidup, yakni (1) kecakapan pribadi
(personal skill), (2) kecakapan sosial (sosial skill), (3) kecakapan akademik (academic
skill), dan (4) kecakapankerja (vocational skill).
Adapun sasaran pendidikan life skill adalah' Anggota masyarakat usia produktif
18-45 tahun, perempuan maupun laki-laki, putus sekolah maupun belum memilki
pekerjaan, dengan kriteria :
a) Memiliki kemauan untuk belajar dan bekerja
b) Memiliki komitmen mengikuti kegiatan belajar sampai dengan selesai yang
dibuktikan dengan surat pernyataan kesedihan kesanggupan belajar.
c) Domisi warga masyarakat desa yang berada pada lingkup satu kecamatan.
Tujuan dari pendidikan life skill adalah untuk memberikan pengalaman belajar
yang berarti bagi peserta didik yang sesuai dengan apa yang dibutuhkan di dalam
kehidupan sehari-hari.
Kurikulum Pendidikan Life Skill Adalah paket pembelajaran yang disajikan
secara terbatas dan terbuka sesuai dengan kebutuhan dan potensi sumber daya lokal,
baik dalam kegiatan usaha di bidang pertanian, budidaya peternakan, perkebunan,
perikanan maupun hasil produksi pertanian, industri rumah tangga, atau jenis kegiatan
yang lain, dimana peserta belajar apabila kurikulum yang disediakan tersebut kurang
dapat memenuhi, dapat menambahkan, mengurangi bahkan mengubah sendiri sesuai
dengan kebutuhan yang diinginkan.
Pelaksanaan pendidikan life skill sebagai berikut:
a) Life skill dalam pendidikan formal
b) Life skill dalam pendidikan non formal
c) Life skill dalam dimensi kewirausahaan
Pendidikan life skill implementasi program inovasi kurikulum dapat dilakukan
pertama di sekolah formal baik tingkat sekolah dasar, sekolah menengah, sekolah
menengah atas dan perguruan tinggi, dengan dilakukan sesuai dengan apa yang
diinginkan oleh tujuan pendidikan dimana dilaksanakan, selanjutnya life skill dapat juga
dilakukan melalui jalur luar sekolah dan juga dapat dilakukan melalui pelatihan-
pelatihan. Kesemua itu pendidikan Life Skill dilaksanakan adalah sesuai dengan tujuan
dan fungsi serta manfaat Life Skill tersebut, Yaitu untuk menciptakan seseorang
individu menjadi mampu menghadapi kehidupan secara mandiri.
Daftar Pustaka
Abdullah, (1999), Pengembangan Kurikulum: Teori dan Praktik, Jakarta: Gaya Media
Pratama
Abdul Rahim Rashid. (1998). Ilmu Sejarah: Teori dan amalan dalam pengajaran
dan pembelajaran Sejarah. Kertas kerja yang dibentangkan dalam Simposium Sejarah,
Universiti Malaya, Kuala Lumpur, 30–31 Oktober.
Anwar, (2004) pendidikan kecakapan hidup (life skill education): konsep dan aplikasi,
bandung : Alfabeta
Anwar, (2004) Pendidikan Kecakapan Hidup, Konsep dan Aplikasi, Bandung : CV.
Alifa Beta.
Anwar, (2006), Pendidikan Kecakapan Hidup (Life Skills Education), Bandung: CV
Alfabeta
Alpiyanto, (2011), Heart Teaching Rahasia Mudah Mendidik Dengan Hati. Jakarta :
Multimedia Grafitama.
Aqib Zainal, (2011), Pendidikan Ketrampilan Hidup Sehat, Bandung : Yrama Widya.
Arifin Muzaiyyin, Kapita Selekta Pendidikan Islam. Jakarta : Bumi Aksara.
Asy-Syaibani, Omar Muhammad al-Taumy, Falsafah Pendidikan Islam, Terj. Hasan
Langgulung, Jakarta: Bulan Bintang.
B. Uno Hamzah, (2011), Belajar Dengan Pendekatan Paikem, Jakarta : Bumi Aksara
B. Uno Hamzah, (2008), Orientasi Baru Dalam Psikologi Pembelajaran. Jakarta : Bumi
Aksara.
Danim Sudarwan, (2007), Metode Penelitian untuk Ilmu Prilaku, Jakarta : Bumi
Aksara.
Depdiknas. (2002). Pengembangan Pelaksanaan Broad-Based Education, High-
Based Education, dan Life Skills di SMU. Jakarta: Depdiknas.
Ditjen Diklusepa, Depdiknas, (2004), pedoman penyelenggaraan program kecakapan
hidup (Life Skills) pendidikan non formal, Jakarta : Ditjen Diklusepa
Eisner, E.W. (1979), The Educational Imagination: On the Design and Evalution of
School Programmes. New York: Macmillan.
Fatimah Enung, (2006), Psikologi Perkembangan, Bandung : Pustaka Setia.
Firdaus M Yunus. (2004). Pendidikan Berbasis Realitas Sosial, Paulo freire-Y.B
Mangunwijaya. Yogyakarta: Logung Pustaka
Ginanjar Ari Agustian,(2002), Emotional Spiritual Quotient. Jakarta : Arga
Halim Abduh Soebahar, (2002), Wawasan Baru Pendidikan Islam, Jakarta : Kalam
Mulia.
Hamalik Oemar, (1995), Kurikulum dan Pembelajaran, Jakarta : Bumi Aksara.
Hamalik Oemar, (2007), Proses Belajar Mengajar, Jakarta : Bumi Aksara
(http://groups.yahoo.com/group/sd-islam/message/1907).
Hamka, Dr, Prof, Tafsir Al – Azhar, PT. Pustaka Panjimas, Jakarta, 1983
Illich, Ivan, (2000), Membebaskan Masyarakat Dari Belenggu Sekolah, Terj. Sony
Keraf, Jakarta: Obor.
Isjoni , (2009), Guru Sebagai Motivator Perubahan. Jogjakarta : Pustaka Pelajar.
Johnson Elaini, (2008), Contextual Teaching & Learning. Bandung : Hlc
Langgulung, H. (1995), "Pendidikan Islam dalam Masyarakat Demokrasi". Dalam
Concencie: Jurnal Pendidikan Islam. Nomor 1 Volume III, Juni.
Majid Abdul, dkk,. (2008), Islam dan tuntunan dan pedoman hidup, bandung : value
press.
Muhaimin, (2009), Rekonstruktursi Pendidikan Islam. Jakarta : Raja Grafindo Persada.
Mukti Abdul, (2004), Quantum Transformasi Idealisme, Semarang : IAIN Wali Songo
Fakultas Tarbiyah Buletin LPM Edukasi, Edisi 4.
Mulyasa, (2002), Remaja Rosda Karya. Bandung : Manajemen Berbasis Sekolah.
Nalawijaya Rohman, (2007), Teori & Praktek Ilmu Pendidikan, Universitas Pendidikan
: Indo Press.
Nasution, S, (1993), Pengembangan Kurikulum, Bandung: Citra Aditya Bhakti.
Nuraida & Alkaf Halid, (2009), Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta : Islamic
Research Publishing.
Purwanto Ngalim,(2002). Psikologi Pendidikan. Bandung: Remaja Rosda Karya.
Sajirun, (2006), Mengajar Dari Kedalaman Cinta, Palembang : IAIN Raden Fatah
Press
Shihab, Quraish, Tafsir Al – Mishbah, Lentera Hati, Jakarta, 2009
Soetopo, H.S & Soemanto w, (1979). Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum:
Sebagai Substansi Problem Administrasi Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara.
Subandijah, (1993). Pengembangan dan Inovasi Kurikulum. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada.
Suhandoyo, (1993). Upaya Meningkatkan Kualitas Sumber Daya Manusia
MelaluiInteraksi Positif dengan Lingkungan. Yogyakarta: PPM IKIP
Yogyakarta.
Sujanto, (2008), Psikologi Kepribadian. Jakarta : Bumi Aksara.
Sukardi Ismail, (2011), Model dan Metode Pembelajaran Modern ; Suatu Pengantar.
Palembang : Tunas Gemilang.
Sukmandinata, Nana Syaodih, (1999), Pengembangan Kurikulum: Teori dan Praktik,
Bandung: Remaja Rosdakarya.
Sumarni Sri, (2002) Jurnal Ilmu Pendidikan Islam, Kajian Tentang Konsep, Problem
dan Prospek Pendidikan Islam. Yogyakarta : IAIN Kalijaga Fak Tarbiyah
Supriyadi. (1999). Buku Pegangan Perkuliahan Teknologi Pengajaran Fisika.
Yogyakarta: Jurdik Fisika Fmifa Uny
Supriadi Oding, (2010), Rahasia Sukses Kepala Sekolah, Yogyakarta : Haks Bang
Pressindo
Suryabrata Sumadi, (1982), Psikologi Kepribadian, Jakarta : Raja Grafindo.
Suryadi Ace, Mewujudkan Masyarakat Pembelajar (Konsep, Kebijakan Dan
Implementasi)
Suyanto & Djihad Hisyam, (2000), Refleksi dan Reformasi Pendidikan di Indonesia
Memasuki Millenium III, Yogyakarta: Adicita
Qurrah, Husein Sulaiman, (1979), al-Ushul al-Tarbiyah al-Islamiyah fi Bina al-Manhaj,
Mesir: Dar al-Ma'arif
Tim BBE, Depdiknas, (2003), Pendidikan Berorientasi Kecakapan Hidup (Life Skill
Education), Jakarta : Depdiknas
Topatimasang, (1999), Sekolah Itu Candu, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Wahab Rohmalina, (2011), Psikologi Agama, Palembang : Grafika Telindo Press.
William, J. Galer & Alexander, M., (1960), Curriculum Planning for Better Teaching
and Learning, New York: Holt Rinehart and Winston.