Anda di halaman 1dari 15

9

1. Anak

Anak adalah setiap manusia yang berusia di bawah 18 tahun kecuali

berdasarkan Undang-undang yang berlaku bagi anak ditentukan bahwa usia

dewasa dicapai lebih awal (hak Asasi Manusia, konpensi hak anak Republik

Indonesia 2008). Oleh karenanya dijelaskan dalam bagian mukadimah

konpensi tersebut bahwa “anak karena ketidak matangan jasmani dan

mentalnya, memerlukan pengamanan dan pemeliharaan khusus termasuk

perlindungan hukum yang layak sebelum dan sesudah kelahiran”

(perlindungan anak dimata hukum dan Hak Asasi Manusia, keluaran

Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia (HAM) Republik Indonesia

Direktorat Perlindungan HAM 2008).

Sebagai fenomena biologis (dan psikologis), anak dipersepsikan sebagai

manusia yang masih berada dalam tahap perkembangan yang belum

mencapai tingkat yang utuh. Kondisi fisik organ reproduktif, kemampuan

motorik, kemampuan mental dan psikososialnya dianggap masih belum

selesai, sedangkan sebagai fenomena sosial (dan legal) anak, karena

perkembangan mental dan psikososialnya, dianggap tidak mempunyai

kapasitas untuk melakukan tindak sosial (dan legal) tertentu (Muhammad,

2008).

Anak merupakan individu yang unik. Dikatakan unik karena pada masa

kanak-kanak, seorang anak merupakan tipologi dengan karakteristik tersendiri


10

yang tidak dapat ditemukan pada fase berikutnya. Kesalahan penanaman

pengertian dan norma pada masa anak akan berpengaruh pada fase berikutnya.

Perkembangan anak pada umumnya banyak dipengaruhi oleh faktor

lingkungan dan pada masa ini akan terjadi pemasakan panca indera yang akan

menjadi peka terhadap rangsangan dari luar, sehingga memegang peranan

penting dalam mengenal dunia luar.

Anak mampu didik (anak SLB C) adalah merupakan bagian dari anak

pada umumnya, hanya saja anak mampu didik mengalami keterlambatan

dalam fase atau masa perkembangannya. Jika anak seusia 6 –7 tahun secara

normal, siap untuk belajar dalam arti anak sudah matang mengenai organ-

organ yang berkaitan atau mendukung untuk belajar. Namun bagi anak

mampu didik akan mengalami keterlambatan dalam berbagai segi, baik

mental, sosial maupun fisik. Walaupun demikian mereka tetap anak yang

memerlukan pelayanan yang sama karena pada hakekatnya masa kanak-kanak

adalah masa yang penting bagi perkembangan mental maupun sosial (Monks,

2008).

2. Retardasi Mental

a. Pengertian Retardasi Mental

Retardasi mental adalah anak yang secara nyata mengalami

hambatan atau keterbelakangan mental jauh di bawah rata-rata sedemikian

rupa sehingga mengalami kesulitan dalam menghadapi tugas-tugas


11

akademik, komunikasi maupun dalam bersosialisasi, dan karenanya

memerlukan pendidikan khusus (Kartini, 2007).


12

b. Menurut nilai IQ (Soetjiningsih, 1999) intelegensia seseorang

dapat digolongkan sebagai berikut :

Tabel 2.1
Nilai IQ

Nilai IQ Keterangan
130 atau lebih Sangat superior
120 – 129 Superior
110 – 119 Diatas Rata-rata
90 – 110 Rata-rata
80 – 89 Dibawah Rata-rata
70 – 79 Retardasi mental borderliner
52 – 69 Retardasi mental ringan (mampu didik)
36 – 51 Retardasi mental sedang (mampu latih)
20 – 35 Retardasi mental berat
di bawah 20 Retardasi mental sangat berat

c. Tipe Retardasi Mental (Soetjingsih, 1999) adalah sebagai berikut :

1) Retardasi mental ringan

Kelompok ini merupakan bagian terbesar dari retardasi mental.

Kebanyakan dari mereka ini termasuk dalam tipe sosial budaya.

Dan golongan ini termasuk mampu didik, artinya selain diajar baca

tulis bahkan bisa sampai kelas 4 sampai 6 SD, juga bisa dilatih

keterampilan tertentu sebagai bekal hidupnya kelak. Tetapi pada

umumnya mereka ini kurang mampu menghadapi stress, sehingga

tetap membutuhkan bimbingan dari keluarganya.


13

2) Retardasi Mental Sedang

Kelompok ini kira-kira 12% dari seluruh penderita retardasi

mental, mereka ini mampu latih tetapi tidak mampu didik. Taraf

kemampuan intelektualnya hanya dapat sampai kelas 2 SD saja,

tetapi dapat dilatih menguasai suatu keterampilan tertentu misalnya

pertukangan, pertanian. Dan apabila bekerja nanti mereka ini perlu

pengawasan. Mereka juga perlu dilatih bagaimana mengurus diri

sendiri. Kelompok ini juga kurang mampu menghadapi stress dan

kurang dapat mandiri, sehingga memerlukan bimbingan dan

pengawasan.

3) Retardasi Mental Berat

Sekitar 7% dari seluruh penderita retardasi mental masuk

kelompok ini, gejala fisiknya biasanya berdasarkan keluhan dari

orang tua dimana anak sejak awal sudah terdapat keterlambatan

perkembangan motorik dan bahasa. Kelompok ini termasuk tipe

klinik. Mereka dapat dilatih hygiene dasar saja dan kemampuan

berbicara yang sederhana, tidak dapat dilatih keterampilan kerja,

dan memerlukan pengawasan dan bimbingan sepanjang hidupnya.

4) Retardasi Mental Sangat Berat

Kelompok ini sekitar 1% dan termasuk dalam tipe klinik.

Gejala mental dan fisiknya sangat jelas. Kemampuan berbahasanya


14

sangat minimal. Mereka ini seluruh hidupnya tergantung pada

orang di sekitarnya.

3. Perkembangan

a. Pengertian dan ciri-ciri perkembangan

Perkembangan dapat diartikan sebagai “ perubahan yang progresif dan

kontinyu (berkesinambungan) dalam diri individu dari mulai lahir sampai

mati” (the progressive and contonous change in the organism from birth

to death).

b. Prinsip-prinsip perkembangan

1. Perkembangan merupakan proses yang tidak pernah berhenti

Manusia secara terus menerus berkembang atau berubah yang

dipengaruhi oleh pengalaman atau belajar sepanjang hidupnya.

Perkembangan berlangsung secara terus menerus sejak masa konsepsi

sampai mencapai kematangan atau masa tua.

2. Semua aspek perkembangan saling mempengaruhi

Setiap aspek perkembangan individu, baik fisik, emosi,

intelegensia maupun sosial, satu sama lainnya saling mempengaruhi.

Terdapat hubungan atau korelasi yang positif diantara aspek tersebut,

apabila seorang anak dalam pertumbuhan fisiknya mengalami

gangguan (sering sakit-sakitan maka dia akan mengalami

keterlambatan dalam perkembangan pada aspek lainnya, seperti


15

kecerdasannya kurang berkembang dan mengalami kelabilan

emosional.

3. Perkembangan itu mengikuti pola atau arah tertentu

Perkembangan terjadi secara teratur mengikuti pola atau arah tertentu.

setiap tahap perkembangan merupakan hasil perkembangan dari tahap

sebelumnya yang merupakan persayaratan bagi perkembangan

selanjutnya.

4. Bahasa

a. Makna Bahasa

Bahasa merupakan kemampuan untuk berkomunikasi dengan orang

lain. Dalam pengertian ini, tercakup semua cara untuk berkomunikasi,

dimana pikiran dan perasaan dinyatakan dalam bentuk lambang atau

simbol untuk mengungkapkan sesuatu pengertian, seperti dengan

menggunakan lisan, tulisan, isyarat, bilangan, lukisan, dan mimik muka

(Yusuf, 2001).

Bahasa sangat erat kaitannya dengan perkembangan berpikir individu.

Perkembangan pikiran individu tampak dalam perkembangan bahasanya

yaitu kemampuan membentuk pengertian, menyusun pendapat, dan

menarik kesimpulan.
16

b. Karakteristik Perkembangan Bahasa (Santrock dan

Yussen, 2007)

Terdiri dari dua macam :

1. Pemahaman Bicara

Yaitu kemampuan untuk dapat memahami suatu pembicaraan orang

lain

2. Kemampuan Bicara

Yaitu kemampuan untuk menyampaikan suatu maksud

c. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan

bahasa

Perkembangan bahasa dipengaruhi oleh faktor-faktor kesehatan,

inteligensia, status sosial ekonomi, jenis kelamin, dan hubungan

keluarga.

1. Faktor kesehatan, kesehatan merupakan

faktor yang sangat mempengaruhi perkembangan bahasa anak,

terutama pada usia awal kehidupannya. Apabila pada usia dua tahun

pertama, anak mengalami sakit terus-menerus, maka anak tersebut

cenderung akan mengalami kelambatan atau kesulitan dalam

perkembangan bahasanya.

2. Intelegensia, perkembangan bahasa anak

dapat dilihat dari tingkat intelegensinya. Anak yang perkembangan

bahasanya cepat, pada umumnya mempunyai intelegensia normal


17

atau di atas normal, namun begitu, tidak semua anak yang

mengalami kelambatan perkembangan bahasanya pada usia awal,

dikategorikan sebagai anak yang bodoh.

3. Status sosial ekonomi keluarga,

beberapa studi tentang hubungan antara perkembangan bahasa

dengan status sosial ekonomi keluarga menunjukan bahwa anak

yang berasal dari keluarga miskin mengalami kelambatan dalam

perkembangan bahasanya dibandingkan dengan anak yang berasal

dari keluarga yang lebih baik, kondisi ini terjadi mungkin

disebabkan oleh perbedaan kecerdasan atau kesempatan belajar

(keluarga miskin diduga kurang memperhatikan perkembangan

bahasa anaknya), atau kedua-duanya.

4. Jenis Kelamin (sex). Pada tahun pertama

usia anak, tidak ada perbedaan dalam vokalisasi antara pria dengan

wanita. Namun mulai usia dua tahun, anak wanita menunjukan

perkembangan yang lebih cepat dari anak pria.

5. Hubungan keluarga. Hubungan ini

dimaknai sebagai proses pengalaman berinteraksi dan berkomunikasi

dengan lingkungan keluarga, terutama dengan orang tua yang

mengajar, melatih dan memberikan contoh berbahasa kepada anak.

Hubungan yang sehat antara orang tua dengan anak (penuh perhatian

dan kasih sayang dari orang tuanya) memfasilitasi perkembangan


18

bahasa anak, sedangkan hubungan yang tidak sehat mengakibatkan

anak mengalami kesulitan atau kelambatan dalam perkembangan

bahasanya.

5. Sekolah Luar Biasa (SLB)

a. Pendidikan anak-anak berkelainan

Pendidikan formal di Indonesia dimulai ketika pada akhir zaman

Hindu dan Budha. Sekitar abad ke-12, para pendeta Hindu dan Budha

memulai suatu tradisi baru dalam pendidikan; mereka mendirikan

lembaga-lembaga pendidikan yang disebut “padepokan”. Segera setelah

anak-anak cukup matang untuk meninggalkan rumahnya, mereka dikirim

ke pedepokan untuk belajar keterampilan-keterampilan tertentu seperti

membaca mantra, bela diri atau cara berperang. Dengan demikian

pengajaran tidak hanya dilakukan oleh orang tua di rumah tetapi juga oleh

guru di padepokan. Anak dan remaja itu diberi pelajaran secara individual

maupun secara berkelompok. Bila ada siswa yang mengalami kesulitan

belajar, guru akan melakukan penyesuaian. Misalnya dengan membagi

pelajaran menjadi beberapa segmen kecil, merubah teknik pengajaran, dan

sebagainya. Anak-anak yang mengalami kelainan menuntut ilmu di tempat

yang sama seperti anak-anak lainnya.

Selama zaman Islam, tradisi padepokan digantikan dengan

“pesantren”. Siswanya disebut “santri” dan biasanya mereka tinggal di

pondok pesantren. Disini para santri itu mendalami ajaran islam, belajar
19

kehidupan masyarakat dan bela diri, santri-santri yang sudah senior juga

belajar tata bahasa, retorika dan logika, biasanya dalam bahasa arab,

pelajarannya dilakukan secara individual. Secara bergiliran, santri-santri

itu bersila dihadapan guru untuk menerima pengajaran. Guru dibantu oleh

mentor yang bertugas melatih santri. Metode pengajaran ini disebut

“sorogan”. Santri-santri yang memiliki kelainan atau berkesuitan belajar

diajar dengan cara yang sama.

Pada zaman penjajahan Belanda (1596-1942), pemerintah kolonial

memperkenalkan sistem persekolah gaya barat. Lembaga-lembaga khusus

didirikan untuk mendidik anak-anak berkelainan. Lembaga pertama untuk

pendidikan anak tuna netra dibuka pada tahun 1901, untuk anak tuna

grahita (retardasi mental) pada tahun 1927 dan untuk anak tuna rungu

pada tahun 1930, semuanya di Bandung.

Pada tahun 1952, tujuh tahun setelah kemerdekaan, pemerintah

Indonesia memberlakukan Undang-undang pendidikan yang pertama.

Undang-undang tersebut menyatakan bahwa anak usia enam tahun berhak

untuk sekolah dan anak usia delapan tahun wajib bersekolah sekurang-

kurangnya selama enam tahun, sehubungan dengan anak-anak yang

memiliki kelainan, undang-undang itu menyatakan bahwa pendidikan luar

biasa disediakan bagi mereka yang membutuhkannya. Diberlakukannya

undang-undang tersebut telah mendorong dibukanya sejumlah sekolah


20

baru yang khusus untuk anak-anak yang menyandang kelainan, Sekolah-

sekolah ini disebut “Sekolah Luar Biasa”.


21

B. Kerangka Konsep dan Kerangka Kerja


1. Kerangka Konsep
Bagan 2.1 Kerangka Konsep

Perilaku dalam Pertumbuhan dan Perkembangan Anak


menstimulasi
1. Aktif
2. Pasif
Pertumbuhan Perkembangan

1. Berat badan 1. Perkembangan Bahasa


2. Tinggi badan - Pemahaman bicara
3. Kepala - Kemampuan Bicara
4. Gigi
2. Perkembangan fisik anak
3. Perkembangan intelegensia
anak
4. Perkembangan emosi anak
5. Perkembangan sosial anak
6. Perkembangan kepribadian
anak
7. Perkembangan moral anak
8. Perkembangan kesadaran
beragama anak

Ada hubungan (Yusuf et. al., 2001)


Tidak ada hubungan
Keterangan :
: diteliti

: tidak diteliti
22

2. Kerangka Kerja

Bagan 2.2 Kerangka Kerja


Ada hubungan
Variabel Independen Variabel Dependen
Perilaku orang tua Perkembangan
dalam menstimulasi bahasa
1. Aktif 1. Pemahaman bicara
2. Pasif 2. Kemampuan bicara Tidak ada
hubungan

(Yusuf, et. al., 2001)


Keterangan :

: diteliti

C. Hipotesis Penelitian

H0 : tidak ada hubungan antara perilaku aktif orang tua dalam menstimulasi anak

retardasi mental terhadap perkembangan bahasa dalam pemahaman bicara di

SLB ABC Putra Pasundan I Kota Banjar.

H1 : ada hubungan antara perilaku aktif orang tua dalam menstimulasi anak

retardasi mental terhadap perkembangan bahasa dalam pemahaman bicara di

SLB ABC Putra Pasundan I Kota Banjar.

H0 : tidak ada hubungan antara perilaku aktif orang tua dalam menstimulasi anak

retardasi mental terhadap perkembangan bahasa dalam kemampuan bicara

di SLB ABC Putra Pasundan I Kota Banjar.


23

H1 : ada hubungan antara perilaku aktif orang tua dalam menstimulasi anak

retardasi mental terhadap perkembangan bahasa dalam kemampuan bicara

di SLB ABC Putra Pasundan I Kota Banjar.

H0 : tidak ada hubungan antara perilaku pasif orang tua dalam menstimulasi anak

retardasi mental terhadap perkembangan bahasa dalam pemahaman bicara di

SLB ABC Putra Pasundan I Kota Banjar.

H1 : ada hubungan antara perilaku pasif orang tua dalam menstimulasi anak

retardasi mental terhadap perkembangan bahasa dalam pemahaman bicara di

SLB ABC Putra Pasundan I Kota Banjar.

H0 : tidak ada hubungan antara perilaku pasif orang tua dalam menstimulasi anak

retardasi mental terhadap perkembangan bahasa dalam kemampuan bicara

di SLB ABC Putra Pasundan I Kota Banjar.

H1 : ada hubungan antara perilaku pasif orang tua dalam menstimulasi anak

retardasi mental terhadap perkembangan bahasa dalam kemampuan bicara

di SLB ABC Putra Pasundan I Kota Banjar.

Anda mungkin juga menyukai