Anda di halaman 1dari 44

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. LatarBelakangMasalah
Pendidikan merupakan proses memanusiakanmanusia.Pendidikan
merupakan proses pembelajaran dimana peserta didik menerima dan memahami
pengetahuan.Pendidikan memilik peranan penting dalam meningkatkan Sumber
Daya Manusia(SDM) yang dapat mengkuti perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi sesuai perkembangan zaman. Perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi secara global yaitu manusia yang memiliki keterampilan tinggi,
pemikiran yang kritis, sistematis, logis, kreatif, dan kemajuan bekerja sama yang
efektif. Peningkatan mutu pendidikan dapat dilihat dari proses perencanaan,
pelaksanaan, dan asesmen pembelajaran. Hal ini yang membuat pemerintah
berusaha untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. Pendidikan di
Indonesia diharapkan dapat menghasilkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang
tidak kalah bersaing dengan SDM di negara-negara lain dalam menghadapi
perkembangan teknologi.
Pendidikan adalah segala upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi
orang lain baik individu, kelompok, atau masyarakat sehingga mereka melakukan
apa yang diharapkan oleh pelaku pendidikan (Soekidjo Notoatmodjo, 2003:
16).Pendidikan merupakan suatu upaya yang dilakukan agar peserta didik
memperoleh pengetahuan, mengembangkan intelektual serta emosional secara
optimal, sehingga peserta didik dapat mengimplementasikan dalam kehidupan.
Undang-undang No. 20 Tahun pasal 3 menyatakan “Pendidikan nasional
berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban
bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi
menusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab (Sisdiknas, 2003).
Pemerintah telah berupaya untuk meningkatkan pendidikan agar terapai
visi pendidikan nasional.Untuk meningkatkan kualitas pendidikan telah dilakukan
2

banyak usaha sebenarnya selama ini,baik itu pemerintah,guru,maupun lembaga-


lembaga pendidikanyang bersangkutan.Hal ini mulai dengan cara peningkatan
kurikulum, mulai dari kurikulum yang lama ke kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP) serta penyempurnaan ke kurikulum 2013.
Kurikulum 2013 yang diberlakukan mulai tahun ajaran 2013/2014
memenuhi semua dimensi dan salah satunya Sekolah Menengah Atas (SMA).
Kurikulum 2013 bertujuan untuk mempersiapkan manusia Indonesia agar
memiliki kemampuan hidup sebagai pribadi dan warga negara yang beriman,
produktif, kreatif, inovatif, dan afektif serta mampu berkontribusi pada kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, bernegara, dan peradaban dunia(Permendikbud No.65
Tahun 2013). Pada kurikulum 2013 juga menuntut siswa berfikir tingkat tinggi
atau disebut dengan Higher Order Thinking Skills(HOTS). Higher Order Thinking
Skill (HOTS) atau keterampilan berpikir tingkat tinggi dibagi menjadi empat
kelompok, yaitu pemecahan masalah, membuat keputusan, berpikir kritis dan
berpikir kreatif (Agus Prayugo ,2012).
Dalam pembelajaran di sekolah, fisika merupakan mata pelajaran yang
cukup ditakuti oleh siswa karena siswa sering dipaksa untuk menghafal berbagai
macam rumus untuk dapat memahami pelajaran ini.Padahal sebenarnya rumus-
rumus itu lahir dari fenomena sehari-hari bukan rumuslah yang membuat
fenomena yang terjadi. Hal ini mungkin dikarenakan pendekatan yang dilakukan
oleh pendidik (guru) kurang tepat sehingga siswa berpikir bahwa fisika itu adalah
pelajaran tersulit di sekolah dan susah untuk dipelajari. Selain itu guru kurang
memotivasi siswa untuk bisa lebih berani mengemukakan pendapatnya juga
kurang memberi respon positif atas keaktifan siswa.

Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan di SMAN 1 2x11


KAYUTANAM, diketahui bahwa kenyataan di lapangan tidak sesuai dengan
tuntutan kurikulum 2013. Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor, salah satu
diantaranya adalah kegiatan praktikum yang tidak terlaksana secara
optimal.Praktikum hanya dilakukan pada beberapa submateri saja karena peralatan
praktikum kurang memadai. Pembelajaran fisika seringkali membuat peserta didik
3

merasa bosan karena setiap materi fisika dipenuhi dengan rumus-rumus, tanpa
mereka tahu manfaat dari mempelajari materi tersebut.Selain itu, guru tidak
memulai pembelajaran dengan fenomena-fenomena yang ada di sekitar peserta
didik. Hal inilah yang membuat peserta didik cepat merasa bosan dan jenuh saat
proses pembelajaran serta lebih sulit untuk memahami materi pembelajaran.
Akibatnya, pembelajaran seringkali tidak memupuk nilai-nilai karakter yang
seharusnya dimiliki oleh peserta didik.Hal ini menyebabkan tidak tercapainya
sikap spiritual dan sikap sosial seperti yang diharapkan oleh Kurikulum 2013.

Permasalahan yang telah dipaparkan diatas dapat diatasi dengan


memberikan LKPD yang lebih menarik sesuai dengan apa yang dibutuhkan
peserta didik, dimana yang dapat melatih kemampuan berfikir kritis dari peserta
didik. Dengan berfikir kritis peserta didik akan dapat menjawab pertanyaan yang
diberikan dengan baik. Dengan demikian peserta didik tidak hanya belajar dengan
suasana yang menyenangkan akan tetapi juga memiliki karakter seperti yang
diharapkan.

Pada penelitian ini, penulis menawarkan solusi kepada guru fisika,


bahwasanya dalam pembelajaran fisika harus digunakan model pembelajaran yang
sesuai juga, agar minat belajarpeserta didik meningkat. Maka perlu diterapkan
suatu model pembelajaran yang dapat menciptakan kondisi belajar dimana peserta
didik dapat melakukan serangkaian keterampilan proses belajar.
Salah satu model pembelajaran yang melatih peserta didik menemukan
sendiri melaluipenyelidikan adalah model pembelajaran Inkuiri Terbimbing.
Model pembelajaran ini dapat meningkatkan pemahaman keterampilan proses
peserta didik.
Berdasarkan latar belakang tersebut penulis tertarik untuk melakukan
penelitian dengan judul“Pembuatan LKPD Berorientasi Higher Order
Thinking Skills (HOTS) dalam Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing
Terhadap pada Materi Besaran Pengukuran dan Vektor di Kelas X SMA
/MA
4

B. IdentifikasiMasalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan tersebut, maka
penulis mengidentifikasikan masalah penelitian ini sebagai berikut:
1. Belum terdapat pengembangan LKPD yang berbasis HOTS.
2. Hanya pemanfaatan buku paket yang disediakan oleh pihak sekolah dan
LKPD dari penerbit.
3. Pendidik belum membuat LKPD secara mandiri sesuai kebutuhan peserta
Didik.
4. Pola pengajaran dengan metode ceramah kurang meningkatkan minat
belajar peserta didik dan belum menerapkan HOTS dalam proses
pembelajaran.

C. Batasan Masalah
Mengingat keterbatasan waktu, tenaga, biaya dan kemampuan yang
penulis miliki, serta dikarenakan agar penelitian lebih terarah, terpusat, dan sesuai
dengan hasil yang diharapkan, maka berdasarkan latar belakang dan identifikasi
masalah di atas, maka masalah dibatasi:
1. Materi yang akan diberikan sesuai dengan silabus kurikulum 2013 kelas X
semester 1, yaitu tentang Besaran Pengukuran dan Vektor.
2. Tahap penelitian Research and Development (R&D) pada LKPD
berorientasi HOTS ini yaitu sampai uji kalangan terbatas.
3. Kepraktisan produk ini diuji pada siswa kelas X SMAN 1 2x11
KAYUTANAM.
4. Efektivitas pada produk ini diuji pada siswa kelas X SMAN 1 2x11
KAYUTANAM.

D. Rumusan Masalah

Rumusan masalah berdasarkan latar belakang masalah yang diungkapkan


diatas adalah :
1. Bagaimana pengembangan LKPD berbasis HOTS pada materi
Besaran Pengukuran dan Vektor ?
5

2. Bagaimana pendapat para ahli terhadap LKPD berbasis HOTS pada materi
Besaran Pengukuran dan Vektor ?
3. Bagaimana respon peserta didik terhadap LKPD berbasis HOTS pada
materi Besaran Pengukuran dan Vektor ?

E. TujuanPenelitian
Sesuai dengan rumusan masalah tersebut, maka tujuan pembuatan adalah:
1. Menghasilkan produk LKPD berorientasi HOTS dalam model pembelajaran
inkuiri terbimbing untuk siswa kelas X Sekolah Menengah Atas.
2. Menentukan validitas, efektivitas dan praktikalitas LKPD berorientasi HOTS
dalam model pembelajaran inkuiri terbimbing untuk siswa kelas X Sekolah
Menengah Atas.

F. Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi:
1. Guru bidang studi Fisika, menambah wawasan dan memperoleh pedoman
dalam membuat bahan ajar.
2. Siswa, salah satu teknik yang dapat meningkatkan motivasi, keaktifan,
kemandirian dan penguasaan konsep Fisika.
3. Bagi peneliti :dapat menembah wawasan dan pengetahuan serta menjadi
pengalaman langsung tentang penerapan model inkuiri terbimbing pada
proses kegiatan belajar mengajar khususnya pada materi pelajaran fisika
4. Peneliti lain, sebagai sumber referensi untuk penelitian lebih lanjut.

G. Spesifikasi Produk yang Diharapkan


Pembuatan produk pada penelitian ini adalah LKPD berorientasi
HOTS.Spesifikasi produk pada penelitian memiliki cirri-ciri sebagai berikut:

1. LKPD didesain menarik dan jelas untuk dibaca peserta didik


2. LKPD berorintasi Higher Order Thinking Skill(HOTS) dalam model
pembelajaran inkuiri terbimbing
6

H. Definisi Istilah
Proposal penelitian ini memuat beberapa istilah yang sering digunakan:
1. Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) merupakan lembar kerja peserta didik
dalam melakukan proses pembelajaran sesuai materi yang akan dicapai
2. Higher Order Thinking Skill(HOTS) atau keterampilan berpikir tingkat tinggi
dibagi menjadi empat kelompok, yaitu pemecahan masalah, membuat
keputusan, berpikir kritis dan berpikir kreatif
7

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori
1. Bahan Ajar
Pengertian bahan ajar dalam National Centre for Competency Based
Training adalah “segala bentuk bahan yang digunakan untuk membantu guru atau
instruktur dalam melaksanakan proses pembelajaran di kelas. Baik berupa bahan
tertulis maupun tidak tertulis” (Prastowo 2009:16).Prastowo(2009:16) mengatakan
bahwa “bahan ajar adalah seperangkat materi yang disusun secara sistematis, baik
tertulis maupun tidak tertulis sehingga tercipta lingkungan atau suasana yang
memungkinkan siswa untuk belajar”. Pannen dalam (Prastowo 2009:17)
mengungkapkan bahwa “bahan ajar adalah bahan-bahan atau materi pelajaran
yang disusun secara sistematis, yang digunakan guru dan siswa dalam proses
pembelajaran”.
Berdasarkan pengertian-pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa
bahan ajar merupakan segala bahan baik berupa alat maupun buku yang disajikan
secara sistematis menurut kompetensi yang akan dicapai siswa dan digunakan
dalam proses pembelajaran. Misalnya seperti buku pelajaran, modul, handout,
LKS, model atau maker, bahan ajar audio, bahan ajar interaktif dan sebagainya.
Menurut Prastowo (2009:24 - 26) ada dua klasifikasi fungsi pembuatan bahan
ajar, yaitu sebagai berikut.

a. Menurut pihak yang memanfaatkan


1) Bagi pendidik, antara lain: menghemat waktu, mengubah peran
pendidik menjadi fasilitator, meningkatkan kualitas pembelajaran
menjadi lebih efektif dan interaktif, pedoman bagi pendidik, dan alat
evaluasi pembelajaran.
2) Siswa, antara lain: bisa belajar mandiri, bisa belajar kapan dan di
mana saja, bisa belajar sesuai kecepatan masing-masing, bisa belajar
sesuai urutan yang dipilihnya sendiri, dan pedoman dalam
mengarahkan aktivitasnya dalam pembelajaran.
8

b. Menurut strategi pembelajaran yang digunakan


1) Pembelajaran klasikal, antara lain: sebagai satu-satunya sumber
belajar dan sebagai bahan pendukung.
2) Pembelajaran individual, antara lain: media utama pembelajaran, alat
penyusun dan mengawasi proses siswa dalam memperoleh informasi,
serta penunjang media pembelajaran individual lainnya.
3) Pembelajaran kelompok, antara lain: sebagai bahan yang terintegrasi
dengan proses belajar kelompok dan bahan pendukung bahan belajar
utama.
Bahan ajar hendaknya memenuhi fungsi-fungsi di atas.Dalam
mengembangkan bahan ajar harus dipertimbangkan karakteristik sasaran.Sasaran
di sini maksudnya adalah siswa.Bahan ajar yang dikembangkan harus sesuai
dengan karakteristik siswa.Bahan ajar harus mampu mempermudah siswa
memahami materi yang rumit dan harus mampu menggambarkan materi yang
abstrak dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan karakteristik siswa.Jadi,
sebuah bahan ajar harus bisa mempermudah siswa dalam memahami materi
bukannya malah membuat bingung siswa.
Selanjutnya Prastowo (2009:27 - 28) mengungkapkan beberapa manfaat
pembuatan bahan ajar, sebagai berikut.

a. Bagi pendidik, antara lain: memiliki bahan ajar yang bisa membantu
pelaksanaan pembelajaran.
b. Bagi siswa, antara lain: belajar jadi lebih menarik, banyak mendapat
kesempatan belajar mandiri, dan mudah dalam memahami kompetensi
yang harus dikuasai.

Berdasarkan manfaat bahan ajar di atas, dapat dikatakan bahwa


pengembangan bahan ajar dirasakan sangat penting.Hal ini dirasa penting bukan
hanya ketika bahan ajar yang sesuai dengan kurikulum sulit didapat namun juga
ketika bahan ajar yang sesuai dengan kurikulum berlimpah. Apabila tidak banyak
bahan ajar yang sesuai dengan kurikulum, tentu saja guru sangat dituntut untuk
mengembangkan bahan ajar sendiri karena akan sulit bagi guru dan siswa apabila
9

belajar tanpa adanya buku pedoman. Di sisi lain, apabila bahan ajar yang sesuai
dengan kurikulum berlimpah juga akan sangat membingungkan bagi guru dan
siswa untuk memilih buku yang sesuai untuk pembelajaran. Oleh karena itu,
pengembangan bahan ajar juga dirasa penting dalam kondisi ini.Salah satu
kelebihan bahan ajar yang dikembangkan sendiri adalah bahan ajar tersebut sesuai
dengan karakteristik siswa, budaya, dan kondisi lingkungan. Selain itu, bahan ajar
tersebut juga kaya akan sumber referensi.
Bahan ajar berfungsi sebagai pedoman bagi guru dan siswa.Agar mudah
untuk dipedomani tentu saja bahan ajar ini harus memiliki bagian-bagian atau
unsur-unsur tertentu dengan fungsinya masing-masing.Terkait dengan hal ini,
Prastowo (2009:28 - 30) mengungkapkan unsur-unsur bahan ajar yang harus ada
agar bisa dihasilkan suatu bahan ajar yang utuh sebagai berikut.

a. Petunjuk belajar
Menjelaskan tentang bagaimana pendidik menjelaskan materi yang
terdapat dalam bahan ajar dan bagaiaman siswa mempelajari bahan yang
terdapat di dalam bahan ajar tersebut.
b. Kompetensi yang akan dicapai
Memuat mengenai standar kompetensi, kompetensi dasar, indikator dan
tujuan pembelajaran.
c. Informasi pendukung
Merupakan informasi tambahan sehingga siswa lebih mudah memahami
materi dan informasi yang didapat siswa lebih komprehensif.
d. Latihan-latihan
Memuat tugas dan latihan untuk dikerjakan siswa setelah mempelajari
bahan ajar, sehingga kemampuan siswa akan semakin terasah.
e. Petunjuk kerja atau lembar kerja
Memuat tentang petunjuk atau langkah kerja untuk melakukan suatu
kegiatan atau praktikum.
f. Evaluasi
Memuat sejumlah pertanyaan yang digunakan untuk mengukur sejauh
mana pencapaian kompetensi siswa.
10

Sejalan dengan itu, Depdiknas (2008:8) menyatakan unsur-unsur bahan ajar


yang tidak jauh berbeda dengan unsur-unsur bahan ajar di atas.Unsur-unsur bahan
ajar tersebut sebagai berikut.
a. Petunjuk belajar (petunjuk siswa/guru).
b. Kompetensi yang akan dicapai.
c. Content atau isi materi pembelajaran.
d. Informasi pendukung.
e. Latihan-latihan.
f. Petunjuk kerja, dapat berupa Lembar Kerja (LK).
g. Evaluasi.
h. Respon atau balikan terhadap hasil evaluasi.

Sebuah bahan ajar merupakan kumpulan materi atau informasi yang disusun
secara sistematis.Sistematis di sini bukan hanya berdasarkan materi, namun juga
berdasarkan unsur-unsurnya.Berdasarkan uraian di atas dapat dilihat ada beberapa
unsur-unsur bahan ajar.Sebuah bahan ajar yang utuh harus memiliki semua unsur
tersebut agar mampu memenuhi fungsi dan manfaat bahan ajar dan agar tidak
membuat bingung pengguna bahan ajar.

2. LKS

LKS merupakan salah satu bentuk dari bahan ajar.LKS adalah lembaran-
lembaran yang berisi tugas yang harus dikerjakan oleh siswa.Menurut Dhari
(1998) “Lembar Kerja Siswa (LKS) merupakan lembaran yang berisikan pedoman
bagi siswa untuk melaksanakan kegiatan belajar pada pokok kajian tertentu”. LKS
dapat digunakan untuk mata pelajaran apa saja. Pada LKS telah disusun cara
kerja, buku penunjang, waktu yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan,
bahkan dapat dilengkapi dengan tabel untuk menulis kegiatan yang diamati. LKS
dapat dipakai untuk mempercepat waktu pembelajaran dan melengkapi materi
pelajaran pada buku paket.

LKS terbagi atas dua bentuk yaitu LKS eksperimen dan LKS non
eksperimen. Menurut Depdiknas (2008:17) bahwa :
11

Dua bentuk LKS yang dapat digunakan dalam proses pembelajaran baik di
dalam kelas maupun di luar kelas. Pertama, LKS eksperimen yang digunakan
untuk membimbing siswa dalam kegiatan praktikum atau menemukan konsep
dengan kerja ilmiah di laboratorium. Jadi, LKS ini berguna dalam keterampilan
proses. Kedua, LKS non eksperimen yang digunakan sebagai alternatif dalam
proses pembelajaran yang tidak ditunjang oleh laboratorium. Kedua macam LKS
ini diperlukan dalam proses pembelajaran Fisika di sekolah.Guru perlu mengikuti
prosedur dalam menyiapkan sebuah LKS. Adapun prosedur tersebut adalah: (1)
Analisis Kurikulum; (2) Menyusun Peta Kebutuhan LKS; (3) Menentukan Judul
LKS; (5) Penulisan LKS (Depdiknas, 2008). Penulisan LKS mempunyai langkah-
langkah yaitu : perumusan KD yang harus dikuasai, menentukan alat penilaian,
penyusunan materi, dan struktur LKS.

Struktur LKS penting dalam penyusunan LKS.Depdiknas (2010:35)


menggambarkan bahwa “Struktur penyusunan LKS terdiri atas : (1) judul/
identitas; (2) Petunjuk belajar; (3) SK/KD; (4) Materi pelajaran; (5) Informasi
pendukung; (6) Paparan isi materi; (7) Tugas/langkah kerja; (8) Penilaian”.
Struktur ini yang menjadi pedoman guru dalam menyusun LKS.

3. Higher Order Thinking Skill(HOTS)

Bloom mengkalisifikan ranah kognitif ke dalam enam tingkatan: (1)


pengetahuan (knowledge); (2) pemahaman (comprehension); (3) penerapan
(application); (4) mengalisis (analysis); (5) mensintesakan (synthesis); dan (6)
menilai (evaluation). Keenam tingkatan ini merupakan rangkaian tingkatan
berpikir manusia. Berdasarkan tingkatan tersebut, maka dapat diketahui bahwa
berpikir untuk mengetahui merupakan tingkatan berpikir yang paling bawah
(lower) sedangkan tingkatan berpikir paling tertinggi (higher) adalah menilai.
Jadi, dapat dinyatakan bahwa pertanyaan higher order thinking merupakan
pertanyaan yang berada pada tingkatan analisis, sintesis dan menilai.

Rosnawati (2013: 3) menjelaskan kemampuan berpikir tingkat tinggi dapat


terjadi ketika seseorang mengaitkan informasi yang baru diterima dengan
12

informasi yang sudah tersimpan di dalam ingatannya, kemudian menghubung-


hubungkannya dan/atau menata ulang serta mengembangkan informasi tersebut
sehingga tercapai suatu tujuan ataupun suatu penyelesaian dari suatu keadaan
yang sulit dipecahkan.

Sementara itu Agus Prayugo (2012) menyatakan bahwa Higher Order


Thinking Skill (HOTS) atau keterampilan berpikir tingkat tinggi dibagi menjadi
empat kelompok, yaitu pemecahan masalah, membuat keputusan, berpikir kritis
dan berpikir kreatif. Keterampilan berpikir kritis sangat diperlukan pada zaman
perkembangan IPTEK sekarang ini, sebab saat ini selain hasil-hasil IPTEK yang
dapat dinikmati, ternyata timbul beberapa dampak yang membuat masalah bagi
manusia dan lingkungannya. Para peneliti pendidikan menjelaskan bahwa belajar
berpikir kritis tidak langsung seperti belajar tentang materi, tetapi belajar
bagaimana cara mengkaitkan berpikir kritis secara efektif dalam dirinya.
Maksudnya masing-masing keterampilan berpikir kritis dalam penggunaanya
untuk memecahkan masalah saling berkaitan satu sama lain. Indikator
keterampilan berpikir kritis dibagi menjadi lima kelompok yaitu ; memberikan
penjelasan sederhana, membangun keterampilan dasar, menyimpulkan, membuat
penjelasan lebih lanjut serta mengatur strategi dan taktik. Keterampilan pada
kelima kelompok berpikir kritis ini dirinci lagi sebagai berikut: a). Memberikan
penjelasan sederhana terdiri dari keterampilan memfokuskan pertanyaan,
menganalisis argumen, bertanya dan menjawab pertanyaan. b). Membangun
keterampilan dasar terdiri dari menyesuaikan dengan sumber, mengamati dan
melaporkan hasil observasi. c). Menyimpulkan terdiri dari keterampilan
mempertimbangkan kesimpulan, melakukan generalisasi dan melakukan evaluasi.
d). Membuat penjelasan lanjut contohnya mengartikan istilah dan membuat
definisi. e). Mengatur strategi dan taktik contohnya menentukan suatu tindakan
dan berinteraksi dengan orang lain dan berkomunikasi. Keterampilan berpikir
kritis peserta didik antara lain dapat dilatih melalui pemberian masalah dalam
bentuk soal yang bervariasi.
13

Sehubungan dengan itu, Hendra Surya (2013.162) menyatakan bahwa


berpikir kritis mencakup kemampuan untuk mengenali masalah dengan lebih
tajam, menemukan cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut,
mengumpulkan informasi yang relevan, mengumpulkan asumsi dan nilai-nilai
yang ada dibalik keyakinan, pengetahuan maupun kesimpulan. Sementara Scriven
dan Paul berpendapat bahwa berpikir kritis adalah sebuah proses
intelektualdengan melakukan pembuatan konsep, penerapan, melakukan sintesis
dan mengevaluasi informasi yang diperoleh dari observasi, pengalaman, refleksi,
pemikiran, atau komunikasi sebagai dasar untuk meyakini dan melakukan suatu
tindakan. Berpikir sebagai suatu kemampuan mental dapat dibedakan menjadi
beberapa jenis,antara lain yaitu berpikir logis, analisis, sistematis,kristis dan
kreatif. Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan untuk menjawab
pertanyaan HOTS dibutuhkan kemampuan berfikir kritis dari peserta didik.
Dengan berfikir kritis peserta didik akan dapat menjawab pertanyaan yang
diberikan dengan baik. Pernyataaan ini diperkuat oleh Siswonobahwa berpikir
kritis dan kreatif merupakan perwujudan dari berpikir tingkat tinggi. Itu artinya
berpikir kritis sebenarnya lebih komplek dari pada berpikir biasa.

4. Model Pembelajaran Inkuiri

Inkuiri berasal dari kata Inquire yang berarti menanyakan, meminta


keterangan atau penyelidikan. Menurut Trianto (2007) inkuiri merupakan proses
umum yang dilakukan manusia untuk mencari atau memahami informasi. Model
pembelajaran Inkuri merupakan salah satu model yang memenuhi krakteristik
dasar suatu model dan kondusif bagi pengimplementasian pendekatan
kontruktivisme (Rizema, 2013:84). Model inkuiri merupakan pengajaran terpusat
pada siswa yang mengharuskan siswa mengelola pesan sehingga memperoleh
pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai.Tujuan utama model inkuiri adalah
mengembangkan keterampilan intelektual, berfikir kritis, dan mampu
memecahkan masalah secara ilmiah (Dimyati dan Mudijono, 2009).
Sanjaya (2011) menjelaskan model pembelajaran inkuri adalah model
pembelajaran yang menekankan pada proses mencari dan menemukan. Materi
14

pelajaran tidak diberikan secara langsung.Peran peserta didik dalam model ini
adalah mencari dan menemukan sendiri materi pelajaran, sedangkan guru atau
berperan sebagai fasilitator dan pembimbing peserta didik belajar.Amri dan
Ahmadi (2010:89) menyatakan bahwa inkuiri terbimbing merupakan kegiatan
inkuiri dimana masalah dikemukakan guru atau sumber dari buku teks kemudian
peserta didik bekerja untuk menemukan jawaban terhadap masalah tersebut
dibawah bimbingan intensif guru.
Menurut (W. Gulo, 2002:83) Inkuri berarti suatu rankaian kegiatan belajar
yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan
menyilidiki secara sistematis, kritis, logis, dan analitis, sehingga dapat
merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri. Sasaran utama
kegiatan mengajar pada model inkuiri adalah:
1. keterlibatan siswa secara meksimal dalam proses kegiatan belajar. Kegiatan
belajar disini adalah kegiatan mental intelektual dan sosial emosional.
2. keterarahan kegiatan secara logis dan sistematis pada tujuan pelajaran.
3. Mengembangkan sikap percaya pada diri sendiri (self belief) pada diri siswa
tentang apa yang ditemukan dalam proses inkuiri.
Arifin(2015: 2) mendefenisikan inkuiri terbimbing adalah suatu model
pembelajaran Inkuiri yang pelaksanaannya guru menyediakan bimbingan atau
petunjuk cukup luas pada siswa. Sebagian perencanaan pembelajaran dibuat oleh
guru, siswa tidak merumuskan problem atau masalah. Dalam pembelajaran
dengan model Inkuiri Terbimbing, guru tidak melepas begitu saja kegiatan-
kegiatan yang dilakukan oleh siswa.
Gulo (2002:84)mendefinisikan model penyelidikan sebagai urutan
pembelajaran yang mencakup secara maksimal semua kemampuan siswa untuk
menyelidiki dan menemukan secara sistematis, kritis, logis, dan analitis sehingga
mereka dapat merumuskan sendiri penemuan mereka dengan percaya diri. Dengan
penggunaan kegiatan penyelidikan, bimbingan guru yang luas menjadi bagian
yang penting. Pendekatan penyelidikan memudahkan siswa untuk
mengembangkan secara mandiri untuk sistem berpikir, investigasi, dan cara
bertindaknya. Investigasi dan percobaan dapat melatih siswa untuk memahami
15

keterampilan pengolah sains. Oleh karena itu, untuk melatih keterampilan ini,
model berbasis Inkuri dapat dimanfaatkan. Pembelajaran tanya jawab
memungkinkan siswa memperoleh kesempatan untuk memperluas pengetahuan
dan membantu mereka mengembangkan pemahaman konseptual.
Putra (2013:96) menyatakan bahwa inkuri terbimbing adalah bagian dari
inkuiri dimana guru membimbing peserta didik melakukan kegiatan dengan
memberikan pertanyaan awal dan mengarahkan pada suatu diskusi.Gurupun
mempunyain peranan aktif dalam menentukan permasalahan dan tahap-tahap
penyalesaianya.
Pelaksanaan kegiatan belajar dalam inkuiri terbimbing harus dikelola
dengan baik oleh guru dan output pembelajaran sudah dapat diprediksi sejak awal.
Amir dan Ahmad (2010:89) menjelelaskan bahwa inkuiri terbimbing cocok
diterapkan dalam pembelajaran mengenai konsep-konsep dari prinsip-prinsip yang
mendasar dalam bidang ilmu tertentu. Model inkuiri terbimbing digukan bagi
peserta didik yang kurang berpengalaman belajar dengan inkuiri terbimbing.
Selama proses belajar, pada dasarnya peserta didik akan memperoleh
pedoman sesuai dengan diperlukan. Bimbingan yang diberikan dapat berupa
pertanyaan-pertanyaan dan diskusi multiarah yang menggiringi peserta didik agar
bisa memahami konsep-konsep pelajaran fisika.Selain itu, bimbingan juga dapat
diberikan melalui lembar kerja peserta didik yang terstruktur.
Model pembelajaran berdasarkan Inkuiri Terbimbing mempunyai beberapa
ciri. (Arifin, 2015:3) menjelaskan bahwa model pembelajaran dengan model
Inkuiri Terbimbing memiliki ciri-ciri:
a. Ruang lingkup untuk melakukan suatu penyelidikan atau pengamatan
diberikan kepada siswa.
b. Siswa melakukan restrukturisasi masalah-masalah.
c. Siswa melakukan identifikasi masalah berdasarkan penyelidikan atau
pengamatan, dan
d. Siswa melakukan “Trial and Error” atau berspekulasi berbagai cara untuk
memecahkan masalah dan kesulitan.
16

Selain itu model pembelajaran Inkuiri Terbimbing lebih menekankan pada


siswa untuk aktif melatih keberanian, berkomunikasi dan berusaha mendapatkan
pengetahuannya sendiri untuk memecahkan masalah yang dihadapi. Pada
pembelajaran Inkuiri Terbimbing, siswa juga akan terlibat dalam pembelajaran,
senantiasa dilatih untuk memecahkan masalah yang berkaitan dengan lingkungan
sekitar dan tidak terlepas dari materi IPA yang akan dipelajari.
Adabeberapa kelebihan dan kekurangan dari model pembelajaran inkuiri.
Menurut Rizema (2013:105) ada beberapa kelebihan dari pendekatan Inkuiri
dalam pembelajaran ialah sebagai berikut:
a. Model pembelajaran Inkuiri meningkatkan potensi intelektual siswa. Hal ini
dikarenakan siswa diberi kesempatan untuk mencari dan menemukan sendiri
jawaban dari permasalahan yang diberikan dengan pengamatan dan
pengelaman sendiri.
b. Ketergantungan siswa terhadap kepuasan ekstrinsik bergeser ke arah
intrinsik. Siswa yang telah berhasil menemukan sendiri sampai dapat
memecahkan masalah yang ada akan miningkatkan kepuasan intelektualnya
yang datang dari dalam dirinya.
c. Siswa memperoleh pengetahuan yang bersifat penyelidikan karena terlibat
langsung dalam proses penemuan.
d. Belajar melaui inkuiri bisa memperpanjang proses ingatan. Pengetahuan
yang diperoleh dari hasil pemikiran sendiri pun lebih mudah diingat.
e. Belajar dengan inkuiri, siswa dapat memahami konsep-konsep sains dan ide-
ide dengan baik.
f. Pengajaran terpusat pada siswa, salah satu prinsip psikologi belajar
menyatakanbahwa semakin besar keterlibatan siswa dalam proses
pembelajaran, semakin besar pula kemampuan belajar siswa tersebut.
g. Pembelajarab inkuiri tidak hanya ditujukan untuk belajar konsep-konsep dan
prinsip-prinsip, tetapi juga belajar pengarahan diri sendiri, tanggung jawab,
komunikasi, dan lain sebagainya.
h. Proses pembelajaran Inkuiri dapat membentuk dari mengembangkan konsep
diri siswa. Keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran inkuiri lebih besar,
17

sehinggga memberikan kemungkinan kepadanya untuk memperluas


wawasan dan mengembangkan konsep diri secara baik.
i. Tingkat harapan meningkat; tingkat harapan merupakan bagian dari konsep
diri. Ini berarti bahwa siswa memiliki keyakinan atau harapan dapat
menyelesaikan tugasnya secara mandiri berdasarkan pengalaman
penemuannya.
j. Model pembelajaran Inkuiri bisa mengembangkan bakat. Manusia memiliki
berbagai macam bakat, salah satunya adalah bakat akademik; semakin
banyak kebebasan dalam proses pembelajaran, semakin besar kemungkinan
siswa untuk mengembangkan bakat lainnya, seperti kreatif, sosial, dan lain
sebagainya.
k. Model pembelajaran Inkuiri dapat menghindarkan siswa dari belajar dengan
hafalan. Pembelajaran Inkuiri menekankan kepada siswa untuk menemukan
makna dari lingkungan sekelilingnya.
l. Model pembelajaran Inkuiri memberikan kesempatan kepada siswa untuk
mencerna dan mengatur informasi yang didapatkan.
Sanjaya (2011:208) menjelaskan adapun keungulan dari model
pembelajaran inkuiri terbimbing adalah sebagai berikut:
a. Pembelajaran melalui strategi ini lebih bermakna karena menekankan
kepada pengembangan aspek kognitif, afektif dan psikomotor peserta didik
secara seimbang.
b. SPI dapat memberikan ruang kepada peserta didik untuk belajar sesuai
dengan gaya belajar meraka.
c. SPI merupakan strategi yang dianggap sesuai dengan perkembangan
psikologi belajar modern yang menganggap belajar adalah proses
perubahan tingakah laku berkat adanya pengalaman.
d. Keuntungan lain adalah strategi pembelajaran ini dapat melayani kebutuhan
peserta didik yang memiliki kemampuan diatas rata-rata. Artinya, peserta
didik yang memiliki kemampuan belajar bagus tidak akan terhambat oleh
peserta didik yang lemah dalam belajar.
18

Model pembelajaran inkuiri terbimbing merupakan peralihan dari metode


ceramah ke metode yang lebih terstruktur yang memiliki beberapa keuntungan
diantaranya membantu mengembangkan rasa tanggung jawab peserta didik,
mengembangkan kognitif, mengembangkan keterampilan pemecahan masalah dan
meningkatkan pemahaman.
Rizema (2013:107) juga menjelaskan kekurangan dari model pembelajaran
inkuiri ini, diantaranya ialah sebagai berikut :
a. Model pembelajaran Inkuiri mengendalkan suatu kesiapan berpikir, sehingga
siswa yang mempunyai kemepuan berpikir lambat bisa kebingungan dalam
berpikir secara luas, membuat abstraksi, menemukan hubungan antar konsep
dalam suatu mata pelajaran, atau menyusun sesuatu yang telah diperoleh
secara tertulis maupun lisan. Sedangkan, siswa yang mempunyai kemepuan
berpikir tinggi maupun memonopoli model pembelajaran penemuan, sehingga
menyebabkan frustrasi bagi siswa lainnya.
b. Tidak efisien, khusnya untuk mengejar siswa yang berjumlah besar, sehingga
banyak waktu yang dihabiskan untuk membantu seorang siswa dalam
menemukan tiori-tiori tertentu.
c. Harapan-harapan dalam model pembelajaran ini dapat terganggu oleh siswa-
siswa dan guru-guru yang telah terbiasa dengan pengejaran tradisional.
d. Bidang sains membutuhkan banyak fasilatitas untuk menguji ide-ide.
e. Kurang berhasil bila jumlah siswa terlalu banyak dalam satu kelas.
f. Sulit menerapkan metode ini karena guru dan siswa sudah terbiasa dengan
metode ceramah dan tanya jawab.
g. Pembelajaran dengan menggunakan metode inkuiri lebih menekankan pada
penguasaan kognitif serta mengabaikan aspek keterampilan, nilai, dan sikap.
h. Kebebasan yang diberikan kepada siswa tidak selamanya bisa dimanfaatkan
secara optimal dan sering terjadi siswa kebingungan.
i. Memerlukan sarana dan fasilitas.
Penjelasan dari kelemahan model inkuri terbimbing tersebut dapat ditarik
sebuah kesimpulan bahwa model pembelajaran inkuri terbimbing kurang efesien
mengajar peserta didik yang jumlah besar dan kurang efesien bagi peserta didik
19

yang kemampuan berpikirnya lamabat, serta membutuhkan banyak fasilitas dan


waktu dalam pelaksanaannya.
Sanjaya (2011) menjelaskan bahwa langkah-langkah pembelajaran dengan
model inkuiri inkuiri terbimbing adalah sebagai berikut:
a. Orientasi
Pada tahap ini guru melakukan langkah untuk membina suasana atau iklim
pembelajaran yang kondusif.
Hal-hal yang dilakukan dalam tahap orientsi ini adalah sebagai berikut:
1) Menjelaskan topik, tujuan, dan hasil belajar yang diharapkan dapat dicapai
oleh peserta didik.
2) Menerangkan pokok-pokok kegiatan yang mesti dilakukan oeh peserta
didik untuk mencapai tujan. Pada tahap ini dijelaskan-langkah inkuiri serta
tujuan setiap langkah, mulai dari langkah merumuskan masalah sampai
merumuskan kesimpulan.
3) Menejelaskan topik dan kegiatan belajar. Hal ini dilakukan dalam rangka
memberikan motivasi belajar peserta didik.
b. Merumuskan Masalah
Merumuskan masalah merupakan lengkah membawa peserta didik kepada
suatu persoalan yang mengandung teka-teki.Persoalan yang disajikan adalah
persoalan yang menantang peserta didik untuk memecahkan teka-teki itu.Teka-
teki dalam masalah tentu ada jawabannya, dan peserta didik didorong untuk
mencari jawabannya yang tepat.
c. Merumuskan Hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara dari suatu permasalahan yang
dikaji.Sebagai jawaban sementara, hipotesis perlu dikaji kebenarannya. Salah
sutu cara yang dapat dilakukan oleh guru untuk mengembangkan kemampuan
menebak (berhipotesis) pada setiap peserta didik adalah mengajukan berbagai
pertanyaan yang bisa mendorong peserta didik supaya dapat merumuskan
jawaban sementara atau perkiraan kemungkinan jawaban dari suatu permasalahan
yang dikaji.
20

d. Mengumpulakan Data
Mengumpulkan data adalah aktivitas menjaring informasi yang dibutuhkan
untuk mengaji hipotesis yang diajukan. Dalam pembelajaran inkuiri,
mengumpulkan data merupakan proses mental yang sangat penting dalam
pengembangan intelektual.
e. Menguji Hipotesis
Menguji hipotesis adalah menentukan jawaban yang dianggap diterima
sesuai dengan data atau informasi yang diperoleh berdasarkan pengumpulan data.
f. Merumuskan Kesimpulan
Merumuskan kesimpulan adalah proses mendiskripsikan temuan yang
diperoleh berdasarkan hasil pengujian hipotesis. Untuk mencapai kesimpulan
yang akurat sebaiknya guru mampu menunjukkan kepada peserta didik tentang
data-data yang relevan.
Jayce dan Weil (2009) menyabutkan tahapan-tahapan inkuiri terbimbing
sebagai berikut: 1) Guru memberikan maslah. Guru membimbing merumuskan
masalah. 2) Guru membimbing siswa merumuskan hipotesis. 3) Guru
membimbing dan memfasilitasi siswa dalam merancang eksperimen untuk
mengumpulkan data. 4) Guru membimbing siswa membuat induksi atau
generalisasi (penyimpulan). 5) Guru membimbing siswa unuk membutikan
kembali generalisasinya.

5. Penelitian yang Relevan

Penelitian lain yang terakait tentang pengembngan lks berorientasi Higher


Order Thinking Skill (HOTS) dilakukan oleh Desiagi Dwi Kristianingsih,Nanik
Wijayati dan Sudarmin Sudarmin pada tahun 2016 yang berjudul “Pengembangan
LKS Fisika Bermuatan Generik Sains untuk Meningkatkan Higher Order
Thinking(HOTS) Siswa”.Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
tingkat kelayakan, efektifitas, dan pengaruh pengembangan LKS fisika bermuatan
KGS terhadap pengembangan HOTS siswa.Pendekatan yang digunakan adalah
penelitian pengembangan.Teknik analisis dengan menggunakan uji deskriptif
21

prosentase, uji gain, dan t test. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1).
Pengembangan LKS bermuatan KGS terdiri dari 22 pertanyaan dinyatakan layak
oleh tim validator. 2). Pengembangan LKS yang diberikan treatment adalah
efektif. 3). Metode ini berpengaruh positip terhadap peningkatan HOTS siswa.

6. Kerangka Berfikir

Lembar Kegiatan Peserta Didik (LKPD) merupakan salah satu media yang
banyak digunakan oleh guru dalam proses pembelajaran. Penggunaan LKPD
efektif dalam membantu proses pembelajaran. Penggunaan LKPD memiliki
manfaat bagi guru dan peserta didik. LKPD merupakan sarana yang digunakan
untuk mengoptimalkan peran aktivitas peserta didik dalam proses pembelajaran.
22
23
24
25
26
27

LKPD yang banyak digunakan belum memenuhi karakter khusus sesuai


dengan kurikulum 2013. Karakter khusus sesuai kurikulum 2013 yaitu lima
pengalaman belajar pokok (5M), yaitu: 1) mengamati; 2) menanya; 3)
mengumpulkan informasi; 4) mengasosiasi; dan 5) mengkomunikasikan.
Kurikulum 2013 menekankan penggunaan pendekatan saintifik. Salah satu
model pembelajaran yang sesuai dengan pendekatan saintifik yaitu model
pembelajaran inkuiri terbimbing. Pembelajaran inkuiri terbimbing ini merupakan
model pembelajaran yang dapat melatih keterampilan siswa dalam melaksanakan
proses investigasi untuk mengumpulkan data berupa fakta dan memproses fakta
tersebut sehingga siswa mampu membangun kesimpulan secara mandiri guna
menjawab pertanyaan atau permasalahan yang diajukan oleh guru (teacher-
proposed research question). Saat ini siswa cenderung masih meminta bantuan
guru dan mengandalkan guru dalam menyelesaikan permasalahan dalam proses
pembelajaran, oleh karena itu model pembelajaran yang digunakan adalah model
pembelajaran inkuiri terbimbing.
Dari uraian diatas, maka peneliti mengembangkan LKPD berbasis inkuiri
terbimbing untuk meningkatkan hasil belajar aspek kognitif pada mata pelajaran
fisika SMA kelas X.
28

BAB III
METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian dan pengembangan
(Research and Development). Muslich (2010:57) mengemukakan bahwa
“penelitian yang berjenis pengembangan memfokuskan pada uji coba atau
penerapan suatu gagasan dalam rangka pemecahan masalah aktual. Oleh karena
itu, penelitian ini lebih bersifat praktis-pragmatis karena akan membuahkan hasil
atau produk”. Misalnya, untuk memecahkan masalah pembelajaran Fisika yang
akan diteliti perlu pengembangan strategi pembelajaran yang menarik. Menurut
Sukmadinata (2010:164) “penelitian dan pengembangan (R & D) adalah suatu
proses atau langkah-langkah untuk mengembangkan suatu produk baru atau
menyempurnakan produk yang telah ada, yang dapat dipertanggungjawabkan”.
Salah satu bentuk produk tersebut biasanya berbentuk benda atau perangkat keras
(hardware), seperti buku, modul, handout, alat bantu pembelajaran di kelas,
ataupun model-model pendidikan dan media pembelajaran.
Research and Development dapat dilakukan dengan cara membandingkan
keadaan sebelum dan keadaan sesudah (before-after) seperti diperlihatkan pada
desain di bawah ini:

O1 X O2

Gambar2. Desain Eksperimen Sebelum-Sesudah


Adapun O1 adalah nilai siswa sebelum diberi perlakuan, sedangkan O2
adalah nilai siswa sesudah perlakuan. Eksperimen dilakukan dengan
29

membandingkan O1 dan O2. Efektivitas pemberian perlakuan dapat diukur


dengan cara membandingkan nilai O2 dengan O1. Bila O2 lebih besar dari nilai
O1, maka dikatakan perlakuan tersebut efektif.

B. Prosedur Pengembangan
Model pengembangan dalam penelitian ini mengadaptasi model
pengembangan Borg & Gall. Tahap-tahap penelitian pengembangan menurut Borg
& Gall dalam Nana Syaodih Sukmadinata (2006:169-170) terdiri dari sepuluh
langkah, yaitu (1) studi pendahuluan dan pengumpulan data (research and
information collecting), (2) perencanaan (planning), (3) pengembangan produk
(develop preliminary form of product), (4) uji coba lapangan awal (preliminary
field testing), (5) revisi hasil uji coba (main product revision), (6) uji coba
lapangan awal (main field testing), (7) penyempurnaan produk hasil uji coba
lapangan (operasional product revision), (8) uji pelaksanaan lapangan
(operasional field testing), (9) penyempurnaan produk akhir (final product
revision), (10) diseminasi dan implementasi (dissemination and implementation).
30

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan 8 tahapan dari model pengembangan


Borg & Gall yaitu studi pendahuluan, perencanaan, pengembangan produk, uji
coba terbatas, revisi produk, uji lapangan, penyempurnaan produk akhir, dan
diseminasi secara terbatas. Langkah-langkah dalam pengembangan produk LKPD,
yaitu
1. Studi Pendahuluan (Research and Information Collecting)
Studi pendahuluan meliputi studi literatur dan studi lapangan.
2. Perencanaan (Planning)
Tahap ini bertujuan untuk menyiapkan desain produk LKPD dan menyusun
instrumen yang digunakan dalam penelitian. Langkah-langkah yang dilakukan
dalam tahap ini antara lain:
a. Perencanaan Desain LKPD
Perencaan desain awal LKPD menghasilkan desain awal dengan rincian sebagai
berikut.
1) Halaman Sampul (cover)
Memuat judul LKPD, ilustrasi gambar yang berhubungan dengan materi Usaha
dan Energi, serta identitas dan sasaran LKPD.
2) Kata Pengantar
Memuat peran LKPD fisika yang berbasis inkuiri terbimbing untuk proses
pembelajaran.
3) Daftar Isi
Memuat kerangka LKPD yang dilengkapi dengan nomor halaman.
31

4) KI dan KD
Memuat Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar sebagai acuan dalam
pembuatan LKPD agar isi LKPD tidak menyimpang dari KI dan KD.
5) Petunjuk Penggunaan LKPD
Memuat panduan tata cara penggunaan LKPD, yang berisi langkah-langkah
yang harus dilakukan untuk mempelajari LKPD secara benar.
6) Peta Konsep
Memuat kerangka materi pembelajaran.
7) Indikator Pembelajaran
Memuat kompetensi yang akan dicapai peserta didik, yang meliputi aspek
pengetahuan, sikap, dan ketrampilan.
8) Pendahuluan
Berisi materi/informasi pengantar yang berhubungan dengan materi yang akan
dipelajari.
9) Permasalahan dan Rumusan Masalah
Penyajian gambar yang berisikan permasalahan sehingga mendorong peserta
didik untuk menuliskan permasalahan dan merumuskan rumusan masalah.
10) Hipotesis
Penyusunan dugaan sementara atas masalah yang telah dirumuskan.
Penyusunan hipotesis dilakukan oleh peserta didik.
32

11) Pengumpulan Data


Merupakan kegiatan percobaan untuk membuktikan hipotesis yang telah
dikemukakan peserta didik.
12) Analisis Data
Menganalisis data hasil pengamatan untuk membuktikan hipotesis.
13) Kesimpulan
Memuat kolom kesimpulan dari hasil percobaan yang dilakukan peserta didik.
14) Contoh Soal
Berisikan soal dan penyelesaiannya.
15) Uji Pemahaman
Berisikan soal-soal yang berhubungan dengan sub materi.
16) Tes Evaluasi
Memuat soal-soal evaluasi.
17) Daftar Pustaka

b. Penyusunan Instrumen Penelitian


Instrumen penelitian yang disusun yaitu berupa RPP, lembar kelayakan
LKPD dan RPP, lembar validasi instrumen penilaian, angket respon peserta didik,
soal pretest dan posttest, dan lembar observasi aktivitas belajar peserta didik.

3. Pengembangan Produk (Develop Preliminary Form of Product)


Pengembangan produk bertujuan untuk menghasilkan draf produk LKPD
berdasarkan desain yang telah disusun. Pada tahapan ini dilakukan juga
33

peninjauan oleh dosen pembimbing dan penilaian oleh validator ahli yang
kemudian produk akan di uji cobakan. Lagkah-langkah yang dilakukan dalam
tahap ini adalah:
a. Peninjauan oleh dosen pembimbing mengenai produk LKPD yang
dikembangkan untuk diberikan saran sebagai acuan perbaikan produk sebelum
diajukan ke validator.

b. Uji kelayakan LKPD yang dilakukan oleh validator untuk menilai kelayakan
produk yang dikembangkan. Hasil dari penilaiain dan saran yang diberikan
validator digunakan sebagai dasar untuk merevisi produk LKPD.

4. Uji Coba terbatas (Preliminary Field Testing)


Uji coba terbatas dilakukan setelah produk dinyatakan layak digunakan
oleh penilai. Tujuan dilakukukannya tahap ini adalah untuk mengetahui
keterbacaan LKPD oleh peserta didik. Uji coba terbatas dilakukan kepada 10
peserta didik kelas X MIPA 4. Peserta didik diminta mengisi ngket respon peserta
didik dan memberikan saran terhadap produk.
5. Revisi Produk (Main Product Revision)
Revisi produk dilakukan setelah dilakukan uji coba terbatas dan uji
kelayakan. Revisi ini mengacu pada penilaian dan pendapat dari validator maupun
peserta didik.
6. Uji Lapangan (Operational Field Testing)
Uji lapangan dilakukan setelah produk diuji coba dan direvisi. Uji
lapangan dilakukan untuk mengetahui hasil penerapan LKPD Inkuiri Terbimbing
34

dalam pembelajaran fisika. Pengujian dilakukan pada siswa kelas X MIPA 1


sebanyak 32 peserta didik. Peserta didik melakukan proses pembelajaran dengan
LKPD berbasis inkuiri terbimbing. Hasil dari uji coba produk utama akan
dianalisis berdasarkan hasil observasi dan tanggapan.
7. Penyempurnaan Produk Akhir (Final Product Revision)
Pada tahap ini produk LKPD dianalisis dan direvisi berdasarkan data
observasi serta tanggapan peserta didik pada uji coba utama. Hasil dari
penyempurnaan produk akhir adalah LKPD berbasis Inkuiri Terbimbing yang
telah diuji dan diketahui kelayakannya.
8. Diseminasi (Dissemination)
Diseminasi dilakukan dengan penyebarluasan hasil produk pengembangan
dengan cara terbatas. Produk hasil pengembangan berupa LKPD berbasis Inkuiri
terbimbing diserahkan kepada guru Fisika kelas X SMA Negeri 1 2x11 Kayu
Tanam.

1. Potensi dan Masalah

2. Mengumpulkan Informasi

Sebelum dapat membuat LKPD, terlebih dahulu harus dikumpulkan


informasi untuk dijadikan pedoman dalam pembuatan produk. Dalam hal ini
peneliti mengumpulkan buku pelajaran Fisika untuk kelas X semester 1 Sekolah
Menengah Atas.
3. Desain Produk
Dalam penelitian ini, produk yang dikembangkan berupa LKPD
berorientasiHOTS berdasarkan model pembelajaran inkuiri terbimbing yang
tujuannya dapat meningkatkan kualitas proses pembelajaran Fisika serta
pemahaman siswa terhadap konsep. Pembuatan produk diawali dengan memilih
materi yang akan disajikan dalam bentuk LKPD. Setelah materi ditentukan,
35

kemudian dilakukan analisis SK dan KD setelah itu dirumuskan indikator serta


tujuan pembelajaran.

4. Validasi Desain
Validasi desain merupakan proses kegiatan untuk menilai apakah rancangan
produk ini valid atau tidak. Validasi desain produk dilakukan oleh beberapa
tenaga ahli yang sudah berpengalaman untuk mengetahui kelebihan dan
kekurangan produk yang dirancang. Pada penelitian ini validasi desain produk
dilakukan oleh dosen jurusan Fisika Universitas Negeri Padang .

5. Revisi Desain
Setelah dilakukan validasi desain produk oleh dosen Fisika, dapat diketahui
kelemahan-kelemahan dari desain.Peneliti melakukan perbaikan dari desain
berdasarkan kelemahan-kelemahan yang telah dikemukakan oleh Fisika sesuai
dengan indikator yang telah dibuat.

6. Uji Coba Produk


Uji coba produk dimaksudkan untuk mengetahui kepraktisan dan keefektifan
penggunaan suatu produk. Uji coba produk ini dilaksanakan di SMA N 2padang.
a. Jenis Data
Data dalam penelitian ini adalah data validasi lkpd Fisika berorientasi HOTS
berdasarkan model Pembelajaran inkuiri terbimbing, data kepraktisan dan data
keefektifanlkpd Fisika berorientasi HOTS berdasarkan model Pembelajaran
inkuiri terbimbing. Data validasi lkpd Fisika berorientasi HOTS berdasarkan
model Pembelajaran inkuiri terbimbing diperoleh dari lembar angket uji validitas
oleh pakar yaitu dosen jurusan Fisika Universitas Negeri Padang. Data kepraktisan
lkpd Fisika berorientasi HOTS berdasarkan model Pembelajaran inkuiri
terbimbing diperoleh dari lembar angket ujikepraktisan kepada Guru IPA Fisika
dan siswa. Penilaian efektivitas diperoleh dari lembar angket uji
keefektifankepada siswa, dari hasil tes awal dan tes akhir siswa serta dari lembar
observasi ranah efektif siswa.
b. Instrumen Pengumpul Data
36

Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data terdiri dari tiga bagian
yaitu: lembar angket uji validitas, lembarangket uji kepraktisan tentang
keterlaksanaan, dan lembar angket uji keefektifan penerapan lkpd Fisika
berorientasi HOTS berdasarkan model Pembelajaran inkuiri terbimbing
 Lembar Validasi Tenaga Ahli
Desainlkpd Fisika berorientasi HOTS berdasarkan model Pembelajaran
inkuiri terbimbingharus divalidasi terlebih dahulu oleh tenaga ahli untuk
mengetahui ketepatan komponen-komponen penyusunnya. Instrumen yang
digunakan untuk mengetahui validitas desain produk adalah lembar validasi oleh
tenaga ahli.Lembar validasi tenaga ahli disusun berdasarkan indikator-indikator
yang ditentukan untuk LKPD.Indikator tersebut mencakup kelayakan isi,
kebahasaan, sajian, dan kegrafisan lkpd Fisika berorientasi HOTS berdasarkan
model Pembelajaran inkuiri terbimbing.

 Lembar Uji Kepraktisan


Nilai kepraktisan dari produk yang dihasilkan diukur dengan
menggunakanlembar uji kepraktisan menurut guru Fisika dan siswa.Lembar uji
kepraktisan menurut guru Fisika dan siswa disusun berdasarkan indikator yang
tepat untuk melihat keterpakaian LKPDdalam pembelajaran.Lembar uji
keprakrisan guru dianalisis untuk melihat validitas kepraktisan atau keterpakaian
LKPD dalam pembelajaran.Dan hasil tanggapan siswa dianalisis untuk
mengetahui tingkat kepraktisan LKPD.

 Lembar Uji Efektivitas


Nilai efektivitas dari produk yang dihasilkan diukur dengan menggunakan
angket efektivitas oleh siswa, penilaian hasil belajar kognitif sebelum dan sesudah
diberi perlakuan dan lembar penilaian afektif. Penilaian hasil belajar ranah
kognitif dilakukan dengan melihat hasil tes awal dan tes akhir. Tes awal diberikan
pada siswa sebelum diberikan perlakuan. Tes akhir diberikan sesudah diberikan
perlakuan.
Penilaian sikap dilakukan untuk menilai sikap siswa selama proses
pembelajaran terutama yang berkaitan dengan perlakuan yang diberikan dalam
37

penelitian. Penilaian sikap ini menggunakan lembar penilaian afektif. Lembar


penilaian afektif tersebut memuat aspek-aspek yang diamati dari sikap siswa
selama proses pembelajaran. Sikap yang diamati meliputi: mau menerima,
menanggapi, dan disiplin.

7. Revisi Produk
Revisi produk ini bertujuan untuk memperbaiki produk setelah dilakukan uji
praktikalitas dan efektivitas dari produk. Revisi produk ini dilakukan setelah
dilakukan uji coba produk.

Teknik analisis data

1. AnalisaValiditasProduk
Validitas LKPDyang telah dibuat dilihat dari angket-angket yang diisi oleh
dosen jurusan Fisika Universitas Negeri Padang. Uji statistik yang dilakukan
adalah analisis deskriptif, yang digambarkan melalui grafik. Pembobotan
dilakukan berdasarkan skala likert.Menurut Riduwan (2005:87) ”Skala likert
digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi seseorang atau
sekelompok tentang kejadian atau gejala sosial.” Dengan menggunakan skala
likert, variabel yang akan diukur dijabarkan menjadi dimensi, dimensi dijabarkan
menjadi sub variabel kemudian sub variabel dijabarkan lagi menjadi indikator-
indikator yang dapat diukur. Kemudian dibuat pertanyaan yang perlu dijawab
responden.Setiap jawaban dihubungkan dengan bentuk pertanyaan atau dukungan
sikap yang diungkapkan sebagai berikut.
a. Bobot 5 untuk jawaban sangat baik.
b. Bobot 4 untuk jawaban baik.
c. Bobot 3 untuk jawaban cukup.
d. Bobot 2 untuk jawaban kurang.
e. Bobot 1 untuk jawaban sangat kurang.

Teknik pengumpulan data angket uji validitas disebarkan kepada dosen


jurusan Fisika Universitas Negeri Padang sebagai validator, kemudian
direkapitulasi. Nilai bobot dihitung dengan cara mengalikan jumlah poin yang
38

diberikan responden dengan nilai untuk respon tersebut. Kemudian dijumlahkan


untuk mengetahui skornya. Lalu, untuk mengetahui nilai yang diperoleh untuk
setiap pernyataan pada setiap kategori angket, skor dibagi dengan jumlah bobot
tertinggi, kemudian dikalikan dengan 100. Harga 100 diambil karena rentangan
nilai yang digunakan adalah 1 - 100. Secara matematis dapat dituliskan seperti
persamaan berikut.
bobot total
Nilai   100
bobot maksimum (1)
(Sumber: Suharsimi 2008)
Kriteria untuk nilai yang diperoleh setelah dilakukan pengolahan dapat
ditentukan menggunakan Tabel 3.
Tabel 3. Kriteria Validitas

No Persentase Kategori
1. 0 – 20 Tidak valid
2. 21 – 40 Kurang valid
3. 41 – 60 Cukup valid
4. 61 – 80 Valid
5. 81 – 100 Sangat valid

(Sumber: Riduwan 2005).

Penilaian validitas ditentukan berdasarkan kriteria interpretasi skor yang


diperoleh.Klasifikasi nilai validitas yang digunakan pada penelitian ini jika
terletak pada rentangan nilai 61 - 100.

2. Analisa Kepraktisan Produk


KepraktisanLKPD beorientasi HOTS berdasakan model pembelajaran inkuiri
terbimbing dilihat dari lembar hasil tanggapan guru Fisika dan siswa kelas X
SMA. Pembobotan yang dilakukan berdasarkan skala likert sama dengan analisa
data untuk validitas produk. Nilai bobot dihitung dengan cara mengalikan jumlah
poin yang diberikan responden dengan nilai untuk respon tersebut. Kemudian
dijumlahkan untuk mengetahui skornya. Lalu, untuk mengetahui nilai yang
39

diperoleh untuk setiap pernyataan pada setiap kategori angket, skor dibagi dengan
jumlah bobot tertinggi, kemudian dikalikan dengan 100. Harga 100 diambil
karena rentangan nilai yang digunakan adalah 1 - 100. Secara matematis dapat
dituliskan seperti persamaan berikut.
bobot total
Nilai   100
bobot maksimum (2)
(Sumber: Suharsimi 2008)
Kriteria untuk nilai yang diperoleh setelah dilakukan pengolahan dapat
ditentukan menggunakan Tabel 4.
Tabel 4. Kriteria Kepraktisan

Persentase Kategori
0 – 20 Tidak praktis
21 – 40 Kurang
41 – 60 Cukup
61 – 80 Praktis
81 – 100 Sangat praktis

(Sumber: Riduwan 2005).


Klasifikasi nilai kepraktisan yang digunakan dalam penelitian ini jika terletak
pada rentangan nilai 61 - 100.

3. Analisa Keefektifan Produk


Efektivitas produk dipusatkan untuk mengevaluasi apakahLKPD beorientasi
HOTS berdasakan model pembelajaran inkuiri terbimbing dapat digunakan sesuai
dengan harapan dan efektif untuk meningkatkan kualitas dan prestasi belajar
siswa. Hasil angket efektivitas siswa diukur menggunakan skala likert dengan
rumus:
bobot total
Nilai   100
bobot maksimum (3)
(Sumber: Suharsimi 2008)
40

Kriteria untuk nilai yang diperoleh setelah dilakukan pengolahan dapat


ditentukan menggunakan Tabel 5.
Tabel 5. Kategori Efektivitas

Interval Kategori
0 – 20 Tidak efektif
21 – 40 Kurang efektif
41 – 60 Cukup efektif
61 – 80 Efektif
81 – 100 Sangat efektif

(Sumber: Riduwan, 2007:23)

Analisis efektivitas dengan penilaian hasil belajar kognitif yaitu


menggunakan analisis perbandingan berkorelasi.Analisis perbandingan
berkorelasi digunakan untuk menganalisis hasil belajar siswa sebelum dan sesudah
diberi perlakuan. Dari hasil analisis akan diketahui efektivitas penggunaan LKPD
beorientasi HOTS berdasakan model pembelajaran inkuiri terbimbing. Uji
statistik yang digunakan adalah uji perbandingan rata-rata berkorelasi (Sugiyono:
2010) dalam bentuk:
X1  X 2
t 
S12 S2  S1   S2 
 2  2r   
n1 n2  n  n 
 1  2  (4)

Dengan:
n
 n  n 
N  X 1i X 2i    X 1i   X 2i 
r  i 1  i 1  i 1  (5)
 n
 n  
2 n
 n  
2

N  X 1i    X 1i    N  X 2i    X 2i  
2 2


 i 1  i 1    i 1  i 1  

Dengan:
41

X1 = Rata-rata hasil belajar IPA Fisika siswa sebelum diberi perlakuan

X2 = Rata-rata hasil belajar Fisika siswa setelah diberi perlakuan

S1 = Standar deviasi hasil belajar Fisika siswa sebelum diberi perlakuan.

S2 = Standar deviasi hasil belajar Fisika siswa setelah diberi perlakuan.

S12 = Varians hasil belajar Fisika siswa sebelum diberi perlakuan.

S 22 = Varians hasil belajar Fisika siswa setelah diberi perlakuan

R = Korelasi antara data kedua hasil belajar


Perbedaan pretes dan postes akan signifikan (berarti) dalam arti kata dapat
meningkatkan hasil belajar jika diperoleh nilai thitung> ttabel dan sebaliknya jika
thitung< ttabel maka perbedaan pretest dan postest tidak signifikan yang berarti tidak
meningkatkan hasil belajar. Sedangkan penilaian afektif akan diukur dengan
menggunakan skala likert. Hasil yang diperoleh akan ditentukan kriteria baik atau
tidaknya berdasarkan Tabel 6.

Tabel 6. Kategori Penilaian Afektif

Interval Kategori
0 – 40 Jelek sekali
41 – 55 Jelek
56 – 65 Cukup
66 – 80 Baik
81 – 100 Baik sekali
42

DAFTAR PUSTAKA

Alfabeta.Sugiyono. 2012. Statistika UntukPenelitian. BandungAlfabeta.

AL Haj Rizky Amir .dkk.2016.Pengaruh model pembelajaran inkuiri terbimbing


Terhadap hasil belajar siswa pada materi pokok fluida statis di kelas xi
semester II SMA N 1 selesai t. P 2014/2015.

Andi Prastowo. (2011). Panduan Kreatif Membuat Bahan Ajar Inovatif.


Yogyakarta: DivaPress.

Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian. Jakarta : Rineka Cipta

Aunurrahman. 2010. Belajar dan Pembelajaran. Bandung : Alfabeta.

Depdiknas.(2008). Panduan Pengembangan Materi Pembelajaran dan Standar


Sarana dan Prasarana. Jakarta: BP. Mitra Usaha Indonesia.

Dhari, HM. dan Dharyono, AP. 1988. Perangkat Pembelajaran. Malang:


Depdikbud.

Desiagi Dwi Kristianingsih,dkk.2016pengembangan lks fisika bermuatan generik


sains untuk meningkatkan higher order thinking (hots) siswa

Depdiknas.2008. Panduan Pengembangan Bahan Ajar.Jakarta:


DirektoratPembinaan Sekolah Menengah Atas.
Hendra, Surya. 2013. Cara Belajar Orang Genius. Jakarta: Elex Media
Komputindo.

Hamalik, Oemar 2005, Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara


43

Hariyandi Dedi.dkk.2016. Pengaruh model pembelajaran inkuiri terbimbing


berbasis Lingkungan terhadap keterampilan proses dan penguasaan
konsep ipa siswa kelas VII SMP Negri 4 kopang pada materi ekosistem.

Hasymi.2011, Tafsir Ayat-Ayat Fisika. Padang: puslit IAIN Press.

Kemendikbud. 2013. Permendikbud No.65 tentang Standar Proses Pendidikan


Dasar dan Menengah. Jakarta: Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan.

Presseisen, B. Z. (1985). Thinking skill: meanings and models. Dalam Costa, A.


L. (Eds.), Developing minds: A resource book for teaching thinking (pp.
43-48). Alexandria, VA: ASCD.

Pannen Paulina. (2001). Kontruktivisme dalam Pembelajaran. Jakarta: Direktorat


Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.

Putra, Sitiatava Rizema. (2013). Desain Belajar Mengajar Kreatif Berbasis


Sains.Depok: PT Raja Grapfindo.

Riduwan.2004.BelajarMudahPenelitianUntukGuru,Karyawan,danPenelitiPemula
. Bandung: Alfabeta.
Rosnawati, R. (19 Nopember 2012).Enam Tahapan Aktifitas dalam Pembelajaran
Matematika untuk Memberdayagunakan Berfikir Tingkat Tinggi Siswa
(Makalah). Diambil tanggal 1Februari 2018 darihttp://staff.uny.ac.id

Soekidjo Notoatmodjo. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : PT


Rineka Cipta.
Sisdiknas. 2003. Sistem Pendidikan Nasional. Bandung : Fokus Media.

Slamento.2001. Evaluasi Pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara

Suyono. 2012. Belajar dan Pembelajaran. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.

Sugiyono. 2012.MetodePenelitian Pendidikan. Bandung:


SuharsimiArikunto.2008.Dasar–DasarEvaluasiPendidikan.Jakarta:RinekaCipta.
44

Trianto, (2007).Model-model Pembelajaran iInovatif berorientasi kontruktivistik.


Prestasi Pustaka: Jakarta.

Veronika Rotua Marpuang. dkk. 2016. Pengaruh Model Pembelajaran


Inkuiriterbimbing Terhadap Hasil Belajar Siswapada Materi Pokok Suhu
Dan Kalor Di SMA Negeri 1 Rantau Utara

Anda mungkin juga menyukai