OLEH :
GORBI PANORANGI BUTAR BUTAR
NIM. 1606113569
JURUSAN AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2019
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
Berkelanjutan ini. Makalah ini adalah sebagai salah satu syarat untuk menempuh
Pekanbaru.
makalah ini.
Saya menyadari bahwa pembuatan makalah ini jauh dari kata sempurna,
oleh sebab itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya
lainnya untuk dapat memenuhi kebutuhan pangan serta kebutuhan lainnya bagi
manusia menuntut masukan bahan-bahan kimia yang sangat besar telah diketahui
dalam waktu yang relatif singkat. Selain itu terjadinya pencemaran tanah dan air
sebagai konsekuensi dari penggunaan bahan kimia seperti pupuk dan pestisida
Atas dasar kenyataan di atas munculah suatu konsep baru dengan menekan
pemasokan bahan kimia sekecil mungkin untuk usaha pertanian dalam upaya
memproduksi bahan pangan yang cukup dan terus menjaga produktivitas lahan
serta mencegah pencemaran lingkungan untuk penggunaan dalam waktu yang tak
sesuai dengan istilah yang digunakan oleh Jackson (1980) dan konsep pertanian
regeneratif dari Rodale (1983) yang keduanya merupakan suatu pola pertanian
sepanjang waktu.
menggunakan sistem input luar yang efektif, produktif, murah, dan membuang
metode produksi yang menggunakan sistem input dari industri, (b) memahami dan
menghargai kearifan lokal serta lebih banyak melibatkan peran petani dalam
sumberdaya alam yang digunakan dalam sistem produksi (Shepherd, 1998 dalam
berkelanjutan antara lain faktor sosial, ekonomi, dan kelembagaan (Purwanto dan
Cahyono, 2012); faktor pilihan teknis konservasi yang tepat, sesuai dengan latar
berkelanjutan.
integrated farming, pengendalian hama terpadu, dan LEISA (Low External Input
pertanian yang menjadikan bahan organik sebagai faktor utama dalam proses
produksi usahatani. Jika saya memiliki beberapa hektar lahan, LEISA adalah
terapan konsep pertanian berkelanjutan yang cocok. Hal itu disebabkan karena
dan manusia setempat, layak secara ekonomis, mantap secara ekologis, sesuai
dengan budaya, adil secara sosial, dan input luar hanya sebagai pelengkap
yang ingin saya kembangkan ini karena input yang diberikan pada pola tanam
organik yang potensinya sudah tersedia seperti limbah pertanian dan peternakan.
2.2 Konsep Agroekosistem
pula. Dari tinjauan historis menurut sudut pandang pendayagunaan sumber daya
lahan, pola penggunaan tanah di Indonesia telah berubah dari pola ekstensif
alamiah (hutan, semak, dan padang penggembalaan) ke pola yang relatif intensif.
Pola penggunaan tanah untuk usaha pertanian dapat dipilah menjadi dua: (a)
usaha pertanian skala besar yang umumnya berupa perkebunan yang dikelola oleh
badan usaha milik negara maupun perusahaan swasta, (b) usaha pertanian rakyat.
menurut komoditas dominan yang diusahakannya secara garis besar dapat dipilah
lebih lanjut menjadi dua kategori: (i) usaha pertanian tanaman pangan/hortikultura
agroekosistem pesawahan yakni dalam usaha tani padi. Pada usahatani berbasis
lahan kering usahatani yang paling berkembang adalah pada usahatani tanaman
khususnya unggas. Walaupun saya memilih usaha tani padi, saya juga akan
topografi, altitude, fauna, flora, jenis tanah, dan sebagainya) tetapi juga unsur-
unsur buatan. Bahkan dalam pendekatan pragmatis yang lazim digunakan
agroekosistem menjadi 3: (1) pesawahan, (2) lahan kering (terdiri dari: lahan
kering berbasis tanaman pangan atau hortikultura, dan lahan kering berbasis
tanaman tergantung sepenuhnya pada air hujan dan tidak pernah tergenang
sepanjang tahun. Istilah yang biasa dipergunakan untuk pertanian lahan kering
adalah pertanian tanah darat, tegalan, ladang, tadah hujan dan huma.
dilakukan oleh masyarakat di bagian hulu suatu Daerah Aliran Sungai (DAS)
sebagai lahan atas (upland) atau lahan yang terdapat di wilayah kering
(kekurangan air) yang tergantung pada air hujan sebagai sumber air. Definisi
lahan kering menurut Direktorat Perluasan areal (2009) adalah “hamparan lahan
yang tidak pernah tergenang atau digenangi air pada sebagian kecil waktu dalam
setahun, yang terdiri dari lahan kering datarang rendah dan lahan kering dataran
tinggi”.
Kemampuan pasar domestik untuk menyerap produksi yang dihasilkan dari usaha
peternakan sapi pedaging, sapi perah, kambing. domba, babi, unggas (ayam,
burung puyuh) masih akan terus meningkat seiring dengan peningkatan jumlah
ketergantungan impor, perlu ada program dan aksi nyata yang revolusioner.
usaha peternakan.
pangan nasional (Mulyani dkk, 2006). Namun demikian, tipe lahan ini umumnya
tekanan penduduk yang terus meningkat dan masalah biofisik (Sukmana, dalam
Syam, 2003).
usahatani yang ada masih terbatas (Guritno et al, 1997). Kerusakan fungsi lahan
sebagai media tumbuh, seperti pekanya tanah terhadap erosi, unsur hara yang
(Sholahuddin dan Ladamay, dalam Kadekoh 2010). Hal ini merupakan masalah-
Agriculture).
ulang hara secara hayati. Pertanian organik juga sering dikatakan sebagai
yang bersedia menerapkan pertanian organik karena dari segi produksi memang
lebih rendah tetapi dari segi harga jual jauh lebih mahal. Prospek pengelolaan
tanaman, hewan, tanah, air, iklim, dan manusia sehingga saling melengkapi
b) Berusaha mencari cara pemanfaatan input luar hanya bila diperlukan untuk
kerusakan lingkungan.
pendek, namun untuk mencapai tingkat produksi yang stabil dan memadai dalam
proses alami. Di mana bagian dari produksi itu dipasarkan, maka dicari peluang
untuk memperoleh kembali unsur hara yang dihilangkan dari sistem usaha tani ke
pasar. Dengan kata lain LEISA dapat dikatakan sebagai suatu konsep yang
terpadu dan lintas sektoral, menekan penggunaan input dari luar sehingga
mengoptimalkan penggunaan input internal dan akan diperoleh suatu sistem usaha
dan kehutanan yang terbentuk secara turun temurun dari nenek moyang mereka
dan berkembang seiring dengan berjalannya waktu. Pengetahuan lokal ini berupa
Pengetahuan lokal yang dimiliki petani bersifat dinamis, karena dapat dipengaruhi
oleh teknologi dan informasi eksternal antara lain kegiatan penelitian para
ilmuwan, penyuluhan dari berbagai instansi, pengalaman petani dari wilayah lain,
tetapi tidak semua diterima, diadopsi dan dipraktekkan oleh petani lokal. Sebagai
aktor yang paling mengenal kondisi lingkungan dimana ia tinggal dan bercocok
sumber daya alam. Kearifan inilah yang kemudian menjadi dasar dalam
yang sesuai dengan kondisi pertanian setempat (Sinclair dan Walker, 1998).
eksternal ini akan menjadi bagian dari teknologi lokal mereka sebagaimana
tentang ekosistem lokal, tentang sumber daya alam dan bagaimana mereka saling
mereka dalam mengelola sumber daya alam. Pengetahuan lokal yang sudah
diekspresikan di dalam tradisi dan mitos yang dianut dalam jangka waktu cukup
kering dapat dilakukan melalui peningkatan produktivitas per satuan luas dan
berkaitan dengan permasalahan lahan kering yang cukup kompleks baik dari
sumber daya lahannya dan atau sumber daya manusianya. Dari segi lahannya
umumnya sebagai lahan kritis, luas kepemilikan lahan yang sempit, ketersediaan
air tahunan masih menjadi kendala terhadap pola pertanaman, tingkat kesuburan
yang rendah, lapisan olah yang rendah dan relatif rentan terhadap erosi di waktu
rendah akibat rendahnya tingkat kesuburan tanah dan curah hujan tidak menentu.
Perbaikan sifat fisik, kimia, dan hayati tanah sawah tadah hujan dapat dilakukan
dengan pemberian pembenah oganik. Salah satu contoh tanaman lokal yang
memliki potensi tumbuh dan berkembang pada lahan kering adalah kacang tanah
(Arachis hypogeae) dan jagung (Zea mays). Panen jagung Indonesia tahun2008
jagungdipengaruhi oleh jarak tanam dan perompesan daun jagung (Zuchri, 2007).
jenistanaman yang di tanam pada sebidang tanah dengan musim tanam yang
yang saya pilih untuk masa depan yang berwawasan lingkungan menuju
cahaya, air, dan hara. Keuntungan pola tanam tumpang sari diantaranya populasi
tanaman dapat diatur, efisiensi pemanfaatan lahan, dan dapat menekan serangan
serta pestisida kimia, hasil panen pertanian dapat memenuhi syarat pertanian
organik. Maka, tanaman hasil pertanian organik ini tidak akan membahayakan
Jackson, W . 1980. New Root for Agriculture, Friends of The Earth. Sanfrancisco.
California.
Rodale, R. 1983.Breking New Groud; The Seach for Sustainable Agriculture. The
Futurist 1 (1) : 15-20.
Saaty, T.L. 1993. Pengambilan Keputusan bagi Para Pemimpin, Proses Hirarki
Analitik untuk Pengambilan Keputusan dalam Situasi yang Kompleks.
Jakarta : PT. Pustaka Binaman Pressindo.
Salikin, K.A. 2003. Sistem Pertanian Berkelanjutan. Kanisius. Yogyakarta.