HPP Ayes
HPP Ayes
NPM : B1A017152
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS BENGKULU
2019
BAB I
PENDAHULUAN
Salah satu faktor yang membuat system perbankan nasional keropos adalah
akibat perilaku para pengelola dan pemilik bank yang cenderung mengeksploitasi
dan/atau mengabaikan prinsip kehati-hatian dalam berusaha, disamping faktor
penunjang lain, yakni lemahnya pengawasan dari Bank Indonesia (BI).
Dampak dari krisis pebankan dimulai tahun 1997 yang menyebabkan 16 bank
dinilai oleh otoritas perbankan tidak mungkin lagi dipertahankan eksistensinya,
sehingga dicabut eksistensinya, sehingga dicabut izin usahanya. Berdasarkan
Undang-Undang nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (sebelum direvisi dengan
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998), yang memiliki kewenangan untuk
menerbitkan dan mencabut izin usaha bank adalah Menteri Keuangan berdasarkan
rekomendasi dari Bank Indonesia. Sebagai tindak lanjut dari pencabutan izin usaha,
dilakukan pembubaran badan hukum bank tersebut melalui proses likuidasi bank.
Likuidasi terhadap 16 bank tersebut pada saat itu ternyata menimbulkan domino
effect antara lain didahului dengan adanya rush di sektro perbankkan sehingga
kepercayaan masyarakat terhadap perbankan nasional menjadi terpuruk.
B. RUMUSAN MASALAH
PEMBAHASAN
A. LIKUIDASI BANK
a. Pengertian Likuidasi Bank
Likuidasi bank adalah merupakan tindakan penyelesaian seluruh hak dan
kewajiban bank sebagai akibat pencabutan izin usaha dan pembubaran badan
hukum bank. Jadi likuidasi bank bukanlah sekedar pencabutan izin usaha dan
pembubaran badan hukum bank, tetapi berkaitan dengan proses penyelesaian
segala hak dan kewajiban dari suatu bank yang dicabut izin usahanya. Setelah
suatu bank dicabut izin usahanya, dilanjutkan lagi dengan proses pembubaran
badan hukum bank yang bersangkutan, dan seterusnya dilakukan proses
pemberesan berupa penyelesaian seluruh hak dan kewajiban (piutang dan
utang) bank sebagai akibat dari pencabutan izin usaha dan pembubaran badan
hukum bank.1
Kemudian dalam perkembangannya, terdapat beberapa istilah yang ada
kaitannya dengan likuidasi, yaitu:2
1. Dissolution, yaitu rangkaian proses yang terdiri dari proses pemberhentian
badan hukum dan bisnis perusahaan, penjualan aset, pembagian hasil
penjualan aset kepada para pihak yang berhak dan dalam proses ini dilakukan
juga proses pembubaran. Terdapat 3 (tiga) macam dissolusi, yaitu :
a. Dissolusi Sukarela (voluntary dissolution), yaitu disolusi yang dilakukan atas
rekomendasi dari salah satu atau lebih organ perseroan dan diputus oleh
RUPS.
1
Gazali, Djoni S dan Rachmadi Usman, 2010, Hukum Perbankan, Jakarta, Sinar Grafika, hlm. 532.
2
Munir Fuady, Perseroan Terbatas Paradigma Baru, cet. I., (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2003), hlm. 180
b. Dissolusi Administrasi (administrative dissolution), yaitu dissolusi yang
dilakukan atas perintah pemerintah karena perusahaan tidak memenuhi
prosedur hukum tertentu atau karena alasan demi kepentingan umum.
Dissolusi ini dilakukan tidak secara sukarela sehingga disebut juga involuntary
dissolution.
c. Dissolusi judisial (judicial dissolution), merupakan salah satu involuntary
dissolution yang diperintahkan oleh Pengadilan karena permohonan dari
pemegang saham, kreditor atau negara karena alasan-alasan khusus.
2. Winding up, yaitu suatu proses dimana perusahaan yang sudah diputuskan
untuk dilikuidasi diangkat likuidatornya, asetnya dikumpulkan dan dibagikan
kepada para kreditor, pemegang saham atau kepada pihak lainnya yang
berhak. Istilah ini di beberapa negara disamakan dengan likuidasi, seperti
halnya likuidasi disamakan dengan dissolusi.
3. Termination, merupakan pengakhiran suatu perusahaan setelah proses
likuidasi selesai. Pengertian ini dapat disamakan dengan pembubaran menurut
hukum Indonesia.